En Jio yang saat itu memutuskan untuk menyelamatkan orang-orang dari desa lain, sempat mendapat penolakan dari Guan Ping, karena sikap mereka yang begitu angkuh.Namun karena tidak memiliki banyak pilihan, Guan Ping hanya bisa mengangguk pelan, seolah menerima keputusan yang telah En Jio pilih.Disaat yang sama pula, semua orang yang berasal dari desa lain, merasa sangat terolong, atas sikap yang diberikan En Jio kepada mereka, sehingga membuat mereka bisa bernafas dengan lega."Tidak ku sangka En, akan bisa menerima keputusan kita," ujar salah satu dari mereka.Mendengar ucapan itu, beberapa diantaranya sempat mengiyakan, sedangkan sisanya, lebih memilih untuk berfokus pada jalan yang mereka tuju.Tidak begitu lama, mereka akhirnya tiba disalah satu rumah kecil, yang tempat nya sangat sepi, jauh dari pemukiman warga.Mereka pada akhirnya memasuki rumah itu, satu persatu, sehingga membuat keadaan didalamnya menjadi sangat sempit."Sempit sekali!" ujar salah satu diantara mereka."Tena
Disisi lain, Yu Lian yang memisahkan diri dari pasukan darah besi tampak mulai kelelahan karena banyaknya musuh yang datang.Sementara rekannya, tampak tidak sadarkan diri, ketika berhadapan dengan musuh yang cukup kuat.Dengan sedikit tertatih Yu Lian hendak menyelamatkan satu rekannya itu, ketika berhasil membunuh beberapa musuh yang hendak menyerang."Bertahanlah!" ujar Yu Lian.Namun belum sempat ia bertindak lebih jauh, dari arah yang sama, puluhan orang dari kelompok aliran hitam kembali menyerangnya.Mendapati hal itu, Yu Lian sempat berdecak sembari mencari cara untuk meloloskan diri, akan tetapi semakin dekat musuh yang datang, Yu Lian semakin tidak bisa bergerak.Hal itu bisa terjadi, karena Yu Lian melihat beberapa orang yang merasa ia kenal telah kalah, dengan mendapat luka yang sangat parah."Tidak...!" pekik Yu Lian."Menyerahlah!" ujar beberapa orang yang mulai mengepungnya.Mendapati hal itu, Yu Lian hanya bisa mengutuk diri sendiri, karena tidak bisa menyelamatkan adi
Kala itu, Yu Lian hanya bisa memejamkan mata, seakan menerima nasib dengan tidak melakukan apapun.Namun belum sempat ia menutup rapat kedua matanya, tiba-tiba tubuhnya menjadi hangat dengan diikuti beberapa orang yang terbaring tidak berdaya.Rasa hangat yang menyelimuti Yu Lian bahkan tidak pernah ia duga sebelumnya, karena sesaat setelah ia menyadari, jika hal itu merupakan darah orang-orang yang kini membasahi tubuhnya."Apa yang terjadi?" batin Yu Lian bertanya.Yu Lian yang sempat merasakan putus asa, bahkan hampir menyelimuti dirinya secara utuh, perlahan mulai muncul sebuah harapan, jika ia mampu memberikan sebuah serangan balasan. Namun yang menjadi pertanyaan bagi dirinya, siapakah yang telah menyelamatkan ia dari maut,sehingga membuat Yu Lian menelisik kesegala arah. Tetapi diluar dugaannya, sesuatu yang sangat mengejutkan terjadi, tidak ia sangka, dari arah belakang ia melihat sesosok anak kecil tengah berlari, sembari menebaskan pedangnya. "Ling!" ucap Yu Lian. "Celak
Disaat itu Bai Han sempat menggigit bibirnya sendiri, karena merasa kekuatan Ling terlalu kuat untuk dihadapi.Namun hal itu tidaklah membuat dirinya berniat mundur satu langkah pun, melainkan langsung melesat kearah Ling sembari menghunuskan pedangnya.Hanya dengan sekali tarikan nafas, dirinya berhasil mendarat didepan Ling yang langsung memberikan beberapa tebasan sekaligus."Kenapa kau tidak berubah, menggunakan wujub iblismu?" tanya Bai Han sembari terus menebaskan pedang.Mendengar hal itu, sempat membuat Ling menaikkan alisnya, seolah ingin memastikan, siapakah yang telah membongkar rahasianya.Karena merasa terganggu dengan pertanyaan Bai Han, Ling yang terus menepis serangan dari Bai Han itu, langsung mengambil jarak ketika mendapat celah.Namun sayangnya Bai Han seolah tidak ingin kehilangan kesempatan, sehinga disaat itu dirinya menyusul keberadaan Ling. Akan tetapi sesaat setelah dirinya melesat, Ling menebaskan pedangnya, sehingga membuat pedang angin melesat kearah Bai
Kala itu, Bai Han yang merasa akan segera menemui ajal, sempat menelan ludahnya serta berniat meminta ampun.Namun hal itu ia hilangkan dengan cepat sembari menepis muka kearah kanan, berusaha mencari cara untuk bisa meloloskan diri.Bak sebuah keajaiban, tiba-tiba beberapa anggotanya berlari kearah mereka, seakan mendapat pertolongan dari sang dewa, akan tetapi sesuatu yang lain tampak mengajar anggotanya itu, yang terlihat lari ketar ketir dari kejaran orang-orang dibelakangnya. "Celaka, aku harus segera meninggalkan mereka!" gumamnya. Ling yang telah membuat Bai Han tunduk, sempat teralihkan pandangannya kearah kelompok aliran hitam yang sedang berlari itu, karena merasa penasaran dengan suara keributan yang datang. Dari sana, Bai Han mendapat kesempatan memikirkan cara untuk segera melarikan diri, berharap bisa menyelamatkan hidupnya. Aksinya itu seolah didukung oleh anggotanya yang semakin mendekat kearah mereka, akan tetapi semakin dekat jarak mereka semakin membuat Bai Han
Saat ini, En Jio sudah berhasil membuat Bai Han tidak berdaya, bahkan sudah bisa di katakan mati itu, nyatanya belum cukup merasa puas.Terlebih saat ini ia masih menghawatirkan keadaan Heng Juesha serta orang-orang yang dia anggap penting bagi hidupnya.Sementara itu, beberapa kelompok aliran hitam mulai kembali berdatangan hampir dari segala arah, seakan tidak pernah ada habisnya."Serang...!" pekik salah satu orang dari kelompok aliran hitam.Setelah mendengar suara teriakan tersebut mereka lantas menatap dengan dingin lalu langsung menyerang kearah Ling dan En Jio hampir bersamaan.Namun belum sempat mereka mendekat, tiba-tiba saja mereka berhenti dengan wajah memucat.Hal itu terjadi karena, mereka baru saja menyadari, jika ketua mereka Bai Han, yang mereka segani itu telah di kalahkan, sehingga membuat nyali mereka menciut."Mundur..!!" teriakkan itu kembali terjadi.Menyadari keberadaan mereka tidak di untungkan, sikap mereka berubah drastis di ikuti dengan rasa sedikit cemas
Sosok berbadan besar itu, hanya bisa mematung ketika melihat En Jio bergerak kearahnya lalu beberapa detik kemudian.Sing.Satu tebasan dari pedang itu menebas batang lehernya dan membuat kepala yang memiliki rambut panjang tersebut, terpisah dari tubuhnya dengan setengah rambut yang ikut juga melayang.Brak.Suara terjatuh dari tubuh tanpa kepala itu, sempat memberonta sesaat lalu di ikuti dengan caiaran berwarna merah, yang memercit keluar dari dalam leher hingga membasahi tanah di bawahnya.Melihat kejadian itu, para musuh yang berasal dari kelompok aliran hitam langsung mengambil tindakan, untuk segera melarikan diri, meski beberapa saat yang lalu, mereka sempat berniat untuk kembali bertarung.“Selamatkan diri kalian masing-masing...!”Salah seorang dari mereka berseru dengan lantang, sembari mengambil gerakan langkah seribu untuk menyelamatkan hidupnya.Namun tentu hal tersebut tidak akan di biarkan oleh seorang pemuda yang kini menatap dingin keberadaan mereka, dimana ia telah
Saat ini, En Jio tidak dapat menolak kenyataan, jika semua kejadian itu termasuk dari aksi yang dia lakukan, ya, meski tidak semuanya benar.Beberapa kali dia melirik kearah Ling berada, lalu dengan cepat dia alihkan, seakan merasa malu untuk mengakui jika semua kejadian itu akibat ulahnya.Namun dengan sikapnya itu, membuat Heng Juesha menyadari tentang semua yang terjadi, ya, bagi dirinya hal itu tidak mungkin dapat terjadi, mengingat En Jio tidak akan bertindak terlalu berlebihan.“Aku mengerti, lalu bagaimana dengan yang lain?” tanya pria itu sembari mengangkat alis berusaha mencairkan suasana.Untuk saat ini, En Jio seakan merasa bingung ketika harus menjawab pertanyaan dari pria itu, yang membuatnya sedikit menggaruk kepala lalu berkata, “Entahlah, tetapi-“ ujarnya.Mendengar hal tersebut, membuat Heng kembali mengangkat alisnya, “Apa maksudnya En?” tanya pria itu.Namun belum sempat En Jio menanggapi pertanyaan pria itu, secara tiba-tiba datang seseorang yang menggunakan jurus
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya