Siapa yang menduga jika kedua pria dewasa itu akan kalah dalam menghadapi Ling yang seorang diri menghadapi mereka berdua.Dengan kakalahan mereka itu, dapat di pastikan jika Ling telah berhasil melewati tingkatan kedua dalam ujian tersebut.Setelah mendapat persetujuan dari kedua orang tetua itu, Ling memberikan hormat kepada mereka berdua dengan menundukkan kepala, “Terimakasih Tetua!” ujarnya sembari meninggalkan tempat tersebut.Dengan gerakan yang cepat, pemuda itu lantas melanjutkan langkah untuk menaikki tingkatan yang ke tiga, dia tahu di tempat itu terdapat satu orang tetua yang menurutnya hampir menyamai kekuatan gurunya, En Jio.Namun demikian, dirinya sama sekali tidak merasakan ketir untuk menghadapi orang tersebut, mengingat kemampuan yang dia miliki sudah cukup untuk membuat tetua itu untuk mengakui kekuatannya.Tidak butuh waktu yang lama bagi pemuda tersebut untuk tiba di depan pintu masuk tempat tersebut, akan tetapi ketika Ling baru saja menampakkan diri pria itu la
Namun demikian, tetua itu tampaknya tidak ingin menyerah begitu saja, meski telah mendapat serangan yang telah membuat ia sedikit terluka.Saat ini dia berusaha merangkak lalu menopang tubuhnya dengan kedua lutut yang masih bergetar cukup hebat.Tatapannya menjadi dingin, tepat kearah pemuda tersebut sebelum dia berkata, “Kau sudah menunjukkan kemampuan yang kau miliki-“ ucapnya, “Sekarang giliranku!”Sementara itu, Ling menanggapinya dengan santai lalu kembali mengambil sikap kuda-kuda, seolah dia sudah siap menerima serangan yang akan datang.“Bersiaplah!”“Tentu saja, Tetua!”“Hia..”Pria itu melesat kearah Ling berada lalu menghujam mata pedangnya, “Pembalik Malam..!” teriak pria itu.Ling menyambut serangan itu dengan jurus Tarian Burung Merak dimana kedua serangan barusan menimbulkan gelombang kejut yang luar biasa.Pria itu lalu melepaskan serangannya dan mengambil jarak dengan cara melompat ke arah belakang, akan tetapi Ling tentu saja tidak tinggal diam dan memutuskan untuk s
“Hia..”Keduanya melesat hampir bersamaan untuk memberikan serangan satu sama lain dengan jurus andalan mereka.Pada saat itu, Ling menebaskan pedangnya yang membuat tujuh pedang angin melesat menuju pria tersebut mendahului dirinya.Sedangkan pria itu menghunus mata pedangnya dengan jurus Pembalik Langit yang mementalkan semua pedang angin yang hendak mengenai dirinya.Setelah dua serangan tersebut, mereka kembali memberikan serangan dari jarak dekat, “Jangan meremehkan aku Ling..!” ucap pria itu.Ling menanggapinya dengan tersenyum tipis, sebelum dia bergerak ke arah samping lalu memberikan tendangan sabit menuju leher.Brak.Pria itu terkena serangan tersebut yang membuat ia terpental lalu kembali menghantam dinding yang berada di tepat di belakangnya.Akibat serangan itu, dinding tersebut bahkan mulai terlihat retak setelah sempat mendapat guncangan yang cukup besar, ketika pria tersebut menghantamnya.“Sial, aku lengah!” gumamnya sembari menyeka darah yang mulai keluar dari tepi
“Kau sudah siap Ling?” tanya Guan PingLing mengangkat alisnya, sebelum dia menjawab, “Aku sudah sangat siap Tetua Guan!” timpalnya.Guan Ping menghela nafas, lalu dia menatap pemuda tersebut beberapa detik, kemudian dia kembali berkata, “Baiklah kalau begitu, aku mengerti tetapi-“ ucapnya, “Kau harus tahu, jika tempat ini memiliki nama Jembatan Keraguan, ya, tidak semua orang dapat melaluinya.”Mendengar hal tersebut, Ling kembali mengangkat alisnya seolah ingin memastikan maksud dari perkataan pria paruh baya yang sedan berada di hadapannya itu, “Aku belum pernah mendengarnya Tetua, bahkan Guru ku tidak pernah mengatakan hal itu!” ujar Ling sembari menatap pria tersebut.Guan Ping tidak langsung menjawabnya melainkan ia tampak membalas tatapan pemuda yang sedang menatapnya itu, “Kau sungguh ingin mengetahuinya, Ling?” tanya pria itu sembari menaikkan alis.Ling tidak menjawab, ia tampak menganggukkan kepala satu kali, seakan menjelaskan jika dirinya sedang menanti jawaban tersebut.
“Serangan macam apa ini?” gumam Ling bertanya-tanya, “Sepertinya Tetua Guan memiliki jurus yang sangat berbahaya, bagaimana pria tua ini bisa-“Dari kejauhan, Ling tampak memegangi bagian dadanya yang perlahan mulai terasa sakit dan memaksa ia untuk segera memeriksanya.Ling merobek bagian depan pakaian yang dia gunakan tersebut dengan satu gerakan dan menampilkan sesuatu yang membuat dirinya cukup merasa terkejut.Tepat pada bagian tengah dadanya, muncul satu luka memar berwarna biru kehitaman yang menandakan, jika pemuda tersebut tengah mengalami luka dalam yang cukup serius.“Aku sedikit ceroboh, tetapi-“ gumam pemuda itu, “Luka Ini tidak akan menghalangi ku.”Ling mencoba menarik nafas dengan dalam, seolah ingin melepaskan rasa sakit pada bagian dadanya tersebut yang kini mulai menjalar ke seluruh tubuh.Namun baru satu kali tarikan nafas, dia tersedak oleh nafasnya sendiri karena tidak dapat menghirup udara lebih banyak dari biasanya.Rupanya hal itu di karena luka pada bagian da
Guan Ping juga menambahkan, jika kedua jurus tersebut merupakan jurus yang sangat mematikan, dimana lawan yang terkena salah satu dari jurus itu maka akan mendapat luka dalam yang sangat serius.Bahkan jika orang tersebut masih berada pada level pemula atau menengah makan dapat di pastikan orang itu akan mati hanya dalam waktu beberapa jam saja, jika tidak segera di obati.Sebelum mengakhiri kalimatnya, Guan Ping kembali memastikan kepada pemuda tersebut, jika dirinya tidak akan segan untuk menggunakan jurusnya dalam ujian itu.“Apa kau mengerti, Ling?” tanya pria itu memastikan sembari menaikkan alisnya.Pemuda itu tidak langsung menjawab perkataan Guan Ping barusan, melainkan ia kembali memejamkan mata sebelum mulutnya perlahan mulai terbuka, “Aku sudah mengerti dan aku sama sekali tidak berniat mundur dari ujian ini..”Mendengar perkataan Ling barusan, Guan Ping tersenyum tipis, “Sial, anak ini memiliki kemauan yang luar biasa, atau bisa di katakan dia keras kepala..” gumamnya, “Ba
Guan Ping sempat menelan ludah, ketika melihat pedang tersebut menempel pada kakinya, beruntung pertarungan itu hanya ujian, jika tidak, bisa jadi pria itu telah kehilangan satu kakinya.Sebelum pria itu bereaksi, Ling sempat tersenyum tipis kearahnya lalu kemudian dia mengarahkan satu pukulan tepat menuju dada.“Hia..” Ling kembali memekik cukup keras sebelum serangan itu hendak menghujam dada pria tersebut.“Cih, aku tidak akan sempat-“Guan Ping berdecak, ketika melihat dengan jelas serangan dengan jarak sedekat itu, akan tetapi karena terlambat bereaksi dirinya terpaksa menerima serangan tersebut.Brak.Pria itu terpental beberapa depa sebelum dirinya kembali menghantam reruntuhan yang berada tepat di belakangnya, “Argh..” dia meringis kesakitan.Dengan serangan barusan, dia tidak terima lalu berusaha untuk bangkit dengan bertumpu pada kedua lututnya terlebih dahulu, akan tetapi sebelum dia berdiri dengan sempurna pria itu sempat menyeka darah yang mengalir dari tepi bibirnya.Pri
Guan Ping menelan ludah, diikuti dengan keringat dingin yang perlahan mulai menetes dari atas keningnya. Dia merasa jika pemuda itu sudah bukan lagi manusia.Perubahan wujud yang di lakukan Ling, berhasil membuat Guan Ping terkejut bukan main, terlihat dari sikapnya yang mulai merasa panik.Namun karena belum dapat memastikan, pria itu masih bertahan pada posisinya saat ini, sebelum dia berkata, “Si, siapaka ka, kau sebenarnya? Tidak, kau bukan manusia..”Pria paruhbaya itu berkata dengan kalimat yang terputus, sembari memastikan jika pemuda itu akan menjawab pertanyaan yang baru saja dia lontarkan.“Aku tetaplah aku, Tetua Guan! Perubahan ini, hanya sebagian kecil dari kekuatan dari dalam tubuh ku..”“Aku tidak mengerti apa yang baru saja kau bicarakan, tidak-“ ucapnya, “Aku hampir lupa, jika En Jio dan Heng Juesha pernah mengatakan jika pemuda ini memiliki kekuatan yang luar biasa, apa ini yang mereka maksud?!” gumamnya.“Tetua Guan aku bisa menjelaskannya nanti, tetapi untuk saat
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya