Kekalahan Guan Ping saat ini, sungguh tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, terlebih hal itu di lakukan oleh seorang pemuda yang sedang beranjak dewasa.Ling telah membuktikan, jika dirinya memang pantas menjadi seorang tetua dengan kekalahan Guan Ping dalam ujian tersebut.Saat ini, pria itu sedang terbaring tidak berdaya ketika mendapat pukulan pada perutnya, sehingga membuatnya sempat kehilangan kesadaran.“Tetua Guan, kau sudah sadar?” tanya Ling kepada Guan Ping ketika melihat pria perlahan mulai membuka matanya.Guan Ping berusaha untuk bangkit dari tempatnya saat ini. Ling tidak tinggal diam, dia ikut membantu pria itu untuk berdiri dengan mengulurkan tangan.Nafasnya memang berat, tapi semangatnya masih menggebu seolah tidak pernah merasakan rasa sakit setelah mendapat serangan dari pemuda itu, “Terimakasih, Ling! Kau berhasil.. Aku tidak menyangka diriku dapat kau kalahkan dengan mudah.”Mendengarnya, Ling menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku hanya beruntung! Jika kau serius
Tepat tengah malam, semua orang yang berada di desa kini berkumpul pada satu halaman yang luas untuk merayakan atas keberhasilan Ling menjadi seorang Tetua.Para Tetua sudah berkumpul pada tempatnya masing – masing, akan tetapi Ling bahkan belum menampakkan diri di tempat tersebut.En Jio telah mencarinya hampir di seluruh tempat yang biasa Ling kunjungi, akan tetapi dia bahkan tidak berhasil menemukan muridnya itu.“Apa kau berhasil menemukannya, En?” tanya Guan Ping.Mendengar pertanyaan itu, En Jio menggelengkan kepalanya satu kali, lalu menjawab, “Entahlah, aku sudah mencarinya, tetapi-“ timpalnya, “Aku bahkan tidak berhasil menemukan Ling..”Beberapa saat mereka telah menunggu, tetapi Ling juga belum menampakkan diri, sehingga membuat para Tetua hawatir.Ya, jika pemuda itu tidak juga hadir di tempat tersebut, maka acara itu tidak mungkin untuk di lanjutkan, mengingat acara tersebut hanya untuk merayakan atas keberhasilan Ling yang telah resmi menjadi seorang Tetua.“Bagaimana in
Saat ini, Hua Tuo dan ke dua orang muridnya masih terus berupaya untuk melarikan diri, akan tetapi karena pergerakkan mereka yang lambat pada akhirnya beberapa orang telah berhasil menyusul mereka.Tanpa menunggu aba-aba, pasukan dari kelompok aliran hitam langsung menyerang dengan menghujamkan mata pedang mereka.“Serang..!” teriak orang – orang itu.Huo Tuo yang menyadari pergerakkan musuh langsung mengambil tindakan, dengan menghalau mereka menggunakan pedangnya, “Kalian pergilah! Aku akan menahan mereka.” Ucap Huo Tuo.“Tidak Guru, kami tidak mungkin meninggalkan mu..” timpal salah satu dari mereka berdua.“Pergilah! Aku akan menyusul.” Sahut Hua Tuo sembari menebaskan pedangnya untuk membunuh musuh yang mendekat.Hanya dalam beberapa gerakan, pria tua itu berhasil membunuh tiga orang musuh yang berada dalam jarak serangnya. Darah kembali membasahi pedang tersebut, dia lalu menghunus mata pedangnya kearah depan.“Kalian tidak akan aku biarkan melewatiku.. Sekarang majulah!” ucap H
Saat ini, dua orang murid Hua Tuo pada akhirnya berhasil menyusul keberadaan kelompok Heng Juesha yang telah lebih dulu pergi dan meninggalkan mereka di belakang.Namun, setelah mereka dapat menyusul, tiba – tiba mereka melihat Heng Juesha malah bergerak ke arah sebaliknya, “Apa yang dia lakukan?” tanya salah satu di antara mereka.Rekannya menjawab, “Entahlah, mungkin dia-“Belum sempat mereka dapat mencerna kedatangan Heng Juesha yang tiba-tiba. Pria itu dengan cepat dapat menyusul keduanya hanya dalam beberapa tarikan nafas, “Kalian berdua! Dimana Tabib Hua?” tanya Heng Juesha kepada dua orang itu.“Guru.. Dia masih berada di belakang!” timpal salah satu dari mereka, “Ini semua salah kami..” sahut yang lain.“Sial, dia tidak mungkin dapat bertahan lebih lama.. Dia sudah sangat kelelahan.” Ucap Heng Juesha, “Kalian pergilah lebih dulu dan temui muridku! Mereka menunggu di tepi Hutan Siluman.”Namun baru beberapa detik Heng Juesha berkata demikian, tiba – tiba Yu Lian datang ke arah
Saat ini, Heng Juesah dan Hua Tuo serta Yu Lian berniat untuk meninggalkan tempat tersebut secepat mungkin dan berharap jika mereka dapat lolos dari sana.Namun karena banyaknya musuh yang menyeranng, mereka menjadi lambat dalam melakukan pergerakkan. Hal itu karena mereka harus mengatasi musuh yang terus berdatangan.“Yu Lian, Lingdungi aku! Aku membukakan jalan untuk kita..”“Baik Ketua.. Aku akan melindungi mu.”Sementara itu, Hua Tuo yang telah banyak menerima luka pada bagian tubuh, tidak dapat melakukan serangan kepada musuh. Ya, luka yang dia derita telah banyak menguras darah dari dalam tubuhnya.Meski pria tua itu masih ingin bertarung, akan tetapi keinginannya di tolak oleh Heng Juesha. Hal itu di karenakan, jika Hua Tuo terlalu banyak melakukan gerakan, maka luka ia derita akan semakin parah.Pada akhirnya, dia hanya dapat berharap pada dua orang tersebut sebelum mereka tiba di tepi Hutan Siluman, “Sebaiknya tinggalkan aku! Aku hanya menjadi beban bagi kalian berdua.” Ucap
Saat ini, ketiga orang itu sempat menjadi panik, terutama Heng Juesha sendiri yang merasakan dirinya terluka akibat menahan serangan dari Tong Guan.Melihat Heng Juesha yang sudah terluka pada bagian tangannya, Hua Tuo sempat berdecak karena ia terlambat memberi tahu, jika kekuatan dari pria itu sangatlah kuat.Hua Tuo bahkan beranggapan, dirinya dan Tong Guan memiliki tingkat kekuatan yang sama, akan tetapi pria itu sedikit unggul darinya, di karenakan ia dan Tong Guan memiliki usia yang terpaut cukup jauh berbeda.“Heng.. Mundurlah dari sana! Dia bukan lawan yang pantas bertarung dengan mu.” Ucap Hua Tuo memperingatkan.Dengan keadaan dirinya yang sudah cukup banyak menderita luka, Hua Tuo tidak dapat berbuat banyak selain memperingatkan kedua orang itu untuk segera mundur dari pertarungan.Namun tentu saja Tong Guan tidak akan membiarkan hal itu terjadi, ketika dirinya merasa lebih unggul dari Heng Juesha, terlebih lagi Hua Tuo tidak dapat memberikan bantuan.Seakan tidak ingin mem
Tong Guan menjelaskan, jika tidak ada satupun orang yang dapat keluar dari hutan Siluman itu, ketika ada orang yang mencoba memasukinya.Hal itu telah terjadi berulang kali, bahkan dia sendiri sudah pernah merasakannya ketika mencoba memasuki tempat tersebut.“Lalu apa yang membuat kau bisa selamat Ketua?” tanya Zihan antusias.Tong Guan menarik nafas satu kali sebelum dia menjawab, “Entahlah.. Mungkin aku hanya beruntung.” Timpalnya sembari menatap ke arah tiga orang yang semakin menjauh dari mereka.Zihan ikut memperhatikan kepergian orang – orang itu sebelum dia kembali berkata, “Jadi kita akan membiarkan mereka pergi begitu saja Ketua?” tanya pria itu.“Tentu saja tidak, aku akan mengejar mereka! Sementara dirimu lebih baik kembali dan laporkan semua kejadian pada Syaoran.”“Tetapi Ketua! Aku ingin membalas perbuatan mereka.”“Jangan membantah! Kau hampir saja mati jika aku tidak-““Ketua, maafkan atas kelancangan ku. Aku akan melaporkan semua ini pada Ketua Syaoran.”Setelah beb
Waktu berlalu sangat cepat, tidak terasa dua hari sudah berlalu. Ling menatap jauh ke arah utara sembari memegangi potongan kitab Dewa Naga yang telah di berikan oleh Guan Ping kepadanya.Dia merasa gelisah, seolah ada sesuatu yang tengah membebani dirinya. En Jio menyadari hal itu dengan cepat lalu mendekati pemuda tersebut.“Ling, apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya En Jio sembari menatap wajah pemuda itu.Kedatangan En Jio membuat Ling menghela nafas satu kali, sebelum dirinya menjawab, “Perasaan ku tidak enak Guru! Semenjak kepergian Guru Heng aku selalu memikirkan keadaan mereka.. Apa kau juga merasakan hal yang sama denganku Guru?”En Jio kembali menatap Ling beberapa detik, sebelum ia juga menghela nafas satu kali lalu menjawab, “Tentu saja aku memikirkan mereka, tetapi-“ ujar En Jio sembari menatap kearah utara, “Kau tidak perlu hawatir, Heng pasti akan segera kembali dan membawa kabar baik.”Mendengar hal itu, Ling bereaksi dengan menganggukkan kepala satu kali sebelu
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya