Hidangan makan malam yang istimewa, dari aroma yang tercium dipastikan masakan mama James pasti enak. Bahkan Bulan tak sabar ingin mencoba pepes ikan yang dibungkus dengan daun pisang itu.Maria mendekatkan mangkuk yang berisi nasi ke depan James, sinar matanya penuh harap."Mama sangat bahagia, bisa makan malam bersama kalian, biasanya mama akan makan malam sendiri karena papamu sangat sibuk, dan ini mama sendiri yang memasaknya. Makanlah! Udang saus kesukaanmu, James."Bulan menanti ekspresi James, tapi pria itu tak menunjukkan emosi apa pun. Walaupun dia tak menolak saat Maria memasukkan beberapa sendok nasi ke piringnya."Ayo, Bulan! Makanlah yang kenyang, supaya kau sehat, menjadi calon ibu butuh tubuh yang sehat. Atau jangan-jangan kau sudah hamil, mama lihat wajahmu pucat.""Uhuk!" James tersedak. Bulan buru-buru menyodorkan air putih dan ditandaskan oleh James sekali minum. Bulan tau, dugaan Maria mengejutkan James, atau malah menyinggungnya."Dari gelagatmu, semua dugaan mam
"Buka matamu, James!" Suara lirih Bulan membangunkan James, pria itu mengucek matanya sejenak dan menemukan senyuman merekah milik Bulan. Wanita itu begitu cantik dengan rambut basah yang tergerai. James tersentak, apakah yang terjadi semalam adalah nyata? Dia mampu melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami. Malam pertama terjadi setelah beberapa bulan pernikahan.James mendapati pipi Bulan yang merona malu, sedangkan James masih berusaha mengingat keping-keping kilasan malam pertama yang sama sekali tak diduganya."Jam berapa ini?""Hampir subuh.""Aku masih mengantuk," jawab James parau, dia menaikkan kembali selimut ke atas dada. Bulan tersenyum lembut, dengan gerakan pelan, dia menarik selimut itu kembali. James terlambat untuk mempertahankannya."Kau harus mandi dulu, James.""Ini masih terlalu pagi," ucap James membuka paksa matanya kembali."Iya, mandi dulu, sholat, dan sarapan.""Ah," keluh James, tapi dia tak membantah lebih jauh, dia bangun dengan rambutny
Bulan dijemput seseorang? Siapa? Apakah pria itu? Apakah kekasih Bulan? Tidak mungkin kekasih, karena pengakuan Bulan, dia tak memiliki kekasih, dan James yakin Bulan takkan mungkin berbohong. Lalu siapa yang begitu berani datang seolah-olah sebagai dewa penyelamat bagi istrinya? Tidak mungkin ada malaikat penyelamat, kan?James merasa amarah dan emosinya ingin meledak, darah serasa mengalir cepat ke ubun-ubun. Bahkan Maria merasa cemas dengan raut wajah James."Siapa, Ma?""Mama juga nggak kenal, tiba-tiba saja Bulan pamit dan berlari keluar rumah sambil menangis. Tapi mama sempat melihat, ada mobil bewarna putih berhenti di depan rumah, dan Bulan langsung masuk ke sana. Sekilas mama lihat, dia laki-laki dengan rambut cepak, dan ...." Maria berusaha mengingat-ingat. "Tinggi besar.""Dasar, sial, kekanak-kanakan." James tak berhenti mengumpat."Ada apa sebenarnya, mama lihat kalian bertengkar.""Aku belum bisa menceritakannya, Kalau dia mau pergi, pergi saja, aku takkan mengemis menyu
Bulan tak berkutik, tatapan ingin tau mamanya membuat dia menyerah. Sebenarnya Bulan tak ingin membeberkan semua masalah rumah tangganya, tapi kegigihan mamanya untuk mengorek informasi, membuat Bulan menyerah."Kami bertengkar," aku Bulan."Pertengkaran dalam rumah tangga adalah hal biasa, namun dengan meninggalkan rumah suamimu, mama rasa itu terlalu berlebihan. Mama tidak bermaksud ingin mencampuri urusanmu, tapi mama berkewajiban memperingatimu, Bulan.""Rasanya aku sudah tak sanggup lagi, Ma. Terlalu banyak alasan yang membuatku seakan ingin berhenti dari pernikahan ini." Bulan tak ingin mengatakan secara gamblang, bahwa suaminya memiliki kelainan seksual. Dia tak ingin harga diri James menjadi jatuh karenanya."Apa pun alasannya, dengan meninggalkan rumah, takkan menyelesaikan masalah. Kalian butuh bicara, pernikahan bukan drama yang begitu mudah memutuskan pergi dan kembali, apalagi pernikahan kalian baru hitungan bulan. Masih menyesuaikan kepribadian."Bulan menunduk, dia tak
Bulan membiarkan jendelanya terbuka, sehingga angin malam masuk ke dalam kamar meniup tirai tipis yang bergantung di atas ranjangnya. Matanya tak bisa tidur, perasaan sedih dan rindu bercampur aduk menyesakkan dada. Dia merindukan pria itu, pria yang telah menjadi suaminya, pria yang berhasil membuat dia jatuh cinta untuk pertama kalinya. Dan sayangnya, tak berhasil membuat pria itu ikut terpesona kepadanya.Bulan berpikir, dia butuh waktu untuk merenungi apakah keputusannya tepat, melepaskan James atau malah bertahan di sisi pria itu.Tiba-tiba Bulan mengalihkan perhatiannya pada pintu yang terbuka pelan."Belum tidur?""Belum,""James datang.""Apa, Ma?" Bulan terlonjak dari kasurnya, bahkan gerakan mendadak itu membuat kepalanya pusing, tapi Bulan lebih memilih mengabaikan."Dia berada di ruang tamu." "Baik, Bulan akan segera ke sana.""Oke." Mata Mama Bulan mengamati wajah putrinya yang terlihat panik. Bulan tiba-tiba gugup, bahkan tangannya gemetar saat dia mencari sisir rambut
James hanya jadi pengamat sejati, saat wanita yang berstatus istrinya bergerak lincah di dapur. Dia bahkan tak menghiraukan kondisinya yang tidak begitu sehat, demi mengenyangkan perut James. Saat ini, wanita itu menggerakkan spatula dengan semangat. Aroma menggoda selera itu, membuat James tak sabar ingin mencicipinya.Sebenarnya mereka sudah berniat untuk tidur, namun keluhan lapar James membuat mata Bulan segar kembali. Dia sempat berfikir sejenak, melihat bahan-bahan yang tak lengkap. Apa yang bisa dibuat dengan bahan seadanya?Beberapa menit kemudian, dua piring nasi goreng terhidang di meja makan. Masih mengepulkan asap, tapi tangan James sudah gatal menggerakkan sendok dan garpu di atas piring itu. "Hanya ini yang bisa kita makan, aku harus belanja kebutuhan dapur besok, kulkas sudah kosong." James memandang nasi goreng itu dengan antusias. Rasanya sudah lama sekali tidak makan masakan Bulan. Walaupun ini hanya nasi goreng sederhana yang topingnya hanya telur ceplok. Tak ada
Mata James tak bisa lepas dari sosok yang tengah menjemur pakaian di belakang rumah, pintu geser yang hanya dilapisi kaca itu menampakkan dengan jelas seseorang yang tak lain adalah Bulan. Baju piyama rumahan dengan warna putih itu malah membuat dia semakin bersinar.James menyesap kopinya, bagaimana bisa wanita itu bisa secantik itu pagi ini? Mata James seakan tak puas memandangnya. Begitu indah tangan putih itu menata pakaian yang masih basah. Celana dijemur sejejer dengan celana lainnya, baju juga sejejer dengan baju. Cara menjemur yang begitu rapi. Menggambarkan si pemilik yang suka serba teratur.Senyum tipis terbit di bibir James, saat beberapa jam yang lalu dia bangun dan mendapati wajah merona Bulan. Malam yang indah, malam yang tak pernah James duga, wanita itu berhasil membuktikan bahwa dia mampu melakukan apa yang dia rasa selama ini begitu mustahil. Mereka mencapainya bersama, dan diakhiri dengan ucapan cinta dan terimakasih Bulan.James menggeser kursi meja makan, karena
Mereka tengah berada di ruang tunggu, kondisi rumah sakit cukup ramai. Yang dipanggul baru antrian kedelapan, sedangkan Bulan mendapat nomor antrian keenam belas. Masih lama, bahkan mereka telah duduk selama setengah jam.Bulan tak berhenti tersenyum, hari ini James sangat manis, pria tampan itu tak berhenti menatapnya dari tadi. Walaupun James tak banyak bicara, tapi Bulan tau, laki-laki itu memperhatikannya terus tanpa henti."Kenapa menatapku terus? Kau membuat aku semakin jatuh cinta." Bulan berbisik manja, tak jarang ketampanan James menari perhatian wanita muda yang berlalu lalang, berseragam perawat rumah sakit itu."Aku baru tau kau bisa menggombal dengan mudah. Aku kira kau adalah wanita yang benar-benar pemalu." James menggenggam jemari Bulan, sejujurnya dia juga khawatir saat ini, tapi James tak ingin memperlihatkan dengan kentara, dia tak ingin wanita itu tambah cemas dan berubah tegang."James, beberapa bulan lagi, bukan di sini lagi kita duduk, tapi di sana." Bulan men
Tujuh tahun kemudianBulan kerepotan di dapur menggendong anak keduanya yang tak mau ditaruh. Anak pertamanya yang berusia lima tahun, sedang mempersiapkan dirinya untuk ke sekolah. Ini hari pertama baginya, dia begitu antusias saat mengetahui akan bertemu teman-teman baru."Menyisir rambut itu, bukan begitu caranya," kata James pada putranya. Anak laki-laki itu amat mirip dengan Bulan. Sedangkan anak kedua mereka yang berusia satu tahun berjenis kelamin perempuan dan tak mau lepas dari gendongan Bulan malah mirip dengan James."Apakah masih lama, James? Aku tak bisa bekerja sambil menggendong anak," seru Bulan dari arah dapur."Sebentar," sahut James bergegas merapikan dasi putranya.Dia mengambil gadis kecil itu dari gendongan Bulan, sedangkan Bulan dengan cekatan meletakkan beberapa porsi nasi goreng di atas meja makan.James sudah rapi dengan stelan jasnya, sejak dia sembuh, dia sudah mulai bekerja di perusahaan keluarganya, sedangkan Bulan membuka toko kue yang tak jauh dari ruma
Setiap orang memiliki impian yang berbeda-beda. Semua pasti memiliki alasan kenapa mereka menginginkan sesuatu untuk hidup mereka. Salah satunya Riyan, mimpinya adalah James, pria sempurna yang memberinya apa saja. Uang, perhatian, kasih sayang dan masa depan. Baginya, James adalah pria yang sempurna, pria tampan yang membuat laki-laki yang memiliki kecendrungan berbeda sepertinya tergila-gila. James bagaikan air di tengah rasa dahaga, dia memberikan apa pun yang diminta oleh orang yang disayanginya. Riyan telah bermimpi, akan menghabiskan sisa hidupnya dengan James. Namun, semuanya gagal karena wanita itu.Saat James berpaling, dia sangat marah, dia lebih memilih melenyapkan James dari pada melihatnya jatuh ke tangan orang lain. Jika James tak bisa menjadi miliknya, maka orang lain juga sama. "Jawab! Apa kau menyesal telah menganiayanya?" tanya papa James geram, dalam kurun waktu dua puluh empat jam, Riyan berhasil ditangkap, saat dia mencoba melarikan diri ke luar kota. Papa James
Dia berusaha membuka matanya, mengabaikan rasa sakit di segala sendi tubuhnya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit bewarna putih, kemudian bau obat yang sangat menyengat. Serta suara derap langkah yang tak begitu jauh."Syukurlah, kamu sudah sadar."Sebuah suara menyentak James. James berusaha mengingat, bagaimana sulitnya dia menyeret kakinya ke jalan raya, saat dia hampir saja sampai dia malah terguling dan tak sadarkan diri. James pikir, dia sudah mati.James melirik suara yang berasal di sampingnya. Seorang wanita muda berusia kira-kira pertengahan dua puluhan, melepaskan nafas lega. Dia memakai baju kaus bewarna putih dan celana jins panjang, rambutnya sebahu dan berkulit hitam manis."Aku Jane, aku yang menemukanmu tergeletak di jalan raya, dan aku langsung membawamu ke sini. Tunggu, aku panggilkan dokter dulu." Wanita itu bangkit.James berpikir, orang tuanya dan Bulan harus tau bahwa dia masih hidup. Bulan, Bulan istrinya, apa kabar wanita itu saat ini? Dia telah
James pura-pura tidur saat derap langkah semakin mendekat ke pintu baja itu. Derap langkah yang sudah dihafalnya di luar kepala. Ini entah pagi ke berapa, entah hari apa, dia sama sekali tidak tau, yang dia tau, jika terus berada di sini, sebentar lagi dia akan menjadi mayat.Dia tau, ini jadwal makannya. Setelah tiga hari, baru dia diperbolehkan memakan nasi. Sebuah siksaan yang lebih berat daripada pukulan, adalah menahan lapar, sangat mengerikan melawan bunyi perut yang terus saja minta diisi. Dia sudah hafal betul, apa saja rentetan kegiatan yang akan dilakukan Riyan padanya. Memaksa makan, memberi suntikan, dan meminta maaf. Jika James menolak, pria itu akan meradang dan murka. Riyan adalah sosok yang sangat tak masuk akal, berulangkali dia mengatakan bahwa dia mencintainya, tapi dia malah memperlakukannya bagaikan Sandra dan dibunuh perlahan-lahan. James sudah merenung selama satu malam, mungkin dia perlu merubah taktik, membangkang pada Riyan takkan pernah membuatnya berhasil
"Ayo, Bulan! Makanlah!" kata mamanya berusaha menyentak lamunan Bulan. Wanita cantik yang telah kurus itu menggeleng. Dia seperti mayat yang tak memiliki semangat hidup. Tatapannya kosong, dia bahkan tak bicara selama beberapa hari, mamanya hanya bisa menahan tangis, dan memohon doa pada sang Kuasa agar putri satu-satunya itu kembali seperti semula.Banyak hal yang terjadi dalam beberapa bulan ini, tapi semuanya kejadian yang menyedihkan. Bulan tak mau dirawat di rumah sakit karena James tak kunjung datang. Padahal dia masih dalam masa pengobatan, penyakit Anemia aplastik yang dideritanya cukup parah.Sejak tak kembalinya James, Bulan seakan kehilangan gairah hidup. Dia menghabiskan waktu hanya merenung dan menangis.Orangtua mana yang takkan terenyuh dengan kondisi anaknya yang seperti itu, Bulan anak satu-satunya yang diharapkan, dia tak punya saudara. Selama ini mamanya berusaha untuk tegar dan tak mengeluarkan air mata di dekat Bulan. Tapi, saat malam menjelang, mamanya menangis s
Bulan menatap ke pintu keluar ruangan perawatan dengan pandangan menunggu. Beberapa kali ada yang masuk dari sana, mulai dari Dokter, Perawat, orangtuanya serta orangtua James. Tapi, satu orang yang ditunggunya tak kunjung datang, bahkan telah berlalu beberapa jam setelah pria itu pergi dengan wajah marah.Bulan tau dia lemah, selain suka mengambil kesimpulan sendiri, dia juga cepat terpengaruh dengan ucapan orang lain. Termasuk ucapan Riyan yang mengatakan bahwa James hanya kasihan, kasihan padanya yang sekarat. Jika dia tau James akan memberikan reaksi seperti ini, Bulan lebih memilih bungkam dan tak menceritakan tentang kedatangan Riyan.Bulan ingin sehat, pasti, seperti janji James padanya, bahwa mereka akan melanjutkan pernikahan dan memiliki banyak anak. Sebuah janji yang sangat manis dan indah, tak ada yang lebih menggembirakan selain bisa menghabiskan hidup dengan orang yang kita cintai.Pintu terbuka sekali lagi, Bulan berharap Jameslah yang datang, tapi ternyata tidak. Wajah
Bulan sedikit kaget siapa yang datang saat ini, Riyan. Pria yang selama ini menjadi mantan kekasih suaminya itu membawa sekeranjang buah-buahan dan seikat bunga. Riyan memaksakan senyumnya yang bagi Bulan terkesan mengancam, bukan senyum tulus layaknya senyuman orang lain yang memberinya semangat untuk sembuh.Mata Bulan menyisir keberadaan James, tapi suaminya itu tak menampakkan diri, padahal beberapa menit yang lalu James masih bersamanya."Kamu terlihat aneh dengan bintik-bintik merah di wajahmu," katanya sinis. Bulan berusaha menahan diri, memang, alergi setelah transfusi darah masih berlangsung, walaupun Dokter telah memberikan obat anti gatal, benjolan kecil-kecil itu terus tumbuh di kulitnya.Bulan bisa melihat tatapan mengejek itu, seolah Riyan mengatakan dia begitu jelek."Benjolan ini akan hilang, saat tubuhku bisa menyesuaikan diri dengan darah yang baru ditranfusi."Riyan tersenyum remeh, bahkan dia menaikkan dagunya angkuh, Bulan hanya tersenyum dalam hati, bagaimana bis
James memacu mobilnya membelah jalan raya, jalanan Ibu kota lancar karena malam telah larut. Tapi tetap saja kota besar yang tak pernah tidur itu gemerlap dengan lampu-lampu warna warni di gedungnya. Selama ini James menganggap dia adalah gay tulen yang takkan pernah tertarik pada wanita, karena selama ini makhluk sejenis itu tak pernah berhasil membuatnya menoleh. Namun, semua terasa berbeda, seiring berjalannya waktu, perhatian dan kesabaran Bulan berhasil membuatnya kembali berjalan di jalan yang benar. Bagi James, tak ada pencapaian yang lebih berharga dibanding itu. Dia menjadi normal kembali dalam waktu yang cepat.Memutuskan Riyan adalah langkah terbaik yang harus dilakukannya. Tak ada lagi Riyan di hati James, dunianya telah berpusat pada Bulan, dia tak ingin membuat Riyan semakin terluka dengan memberinya harapan palsu. Jika James bertahan dengan alasan kasihan, Riyan akan semakin terluka.Setiba di rumah sakit, James mendapati Bulan tengah membuka matanya, dia terlihat gusa
"Nyonya Bulan menderita anemia aplastik," kata Dokter itu dengan wajah tenang.Bulan dan James saling pandang. James berusaha menguasai diri, sedangkan Bulan tampak syok."A ... Apa itu, anemia aplastik?" tanya Bulan gemetar.Dokter membuka kacamatanya. Lalu memandang Bulan serius."Sebuah penyakit langka, akibat kelainan pada Sum sum tulang, sehingga organ itu tak menghasilkan cukup sel darah merah, sel darah putih, trombosit, atau sekaligus ketiganya.""Apa ... Apakah berbahaya?" tanya Bulan, air mata telah menganak di pelupuk matanya. James memegang bahunya, berusaha menenangkan."Akan sangat berbahaya jika jumlah darah berkurang sangat banyak, dan tidak mendapatkan pengobatan.""James?" Bulan memandang James dengan panik. James berusaha menenangkan."Jenis anemia aplastik yang diderita Nyonya Bulan adalah Acquired aplastic Anemia. Yaitu terjadi setelah seseorang lahir, dan bukan diturunkan oleh orang tua. Tidak diketahui penyebabnya dengan pasti, tapi sebagian teori menunjukkan, b