Beranda / Semua / Lady Bug / 21. Jalan Memutar

Share

21. Jalan Memutar

Penulis: WarmIceBoy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Cinta memang tak pernah datang mengetuk terlebih dahulu, tapi langsung mendobrak seperti SWAT team masuk ke ruang penuh penjahat bersenjata. Begitu yang Vivi rasakan. Cintanya tiba-tiba datang di toko buku. Walau bermula dari sebuah insiden yang sebenarnya tak perlu terjadi, sekarang dia malah sering bersama-sama dengan pemuda idaman. 

Anjas. Menyebut namanya saja membuat Vivi tersenyum. Setiap malam kala sepi, bibir mungilnya selalu menyebut nama itu sambil terlentang di atas kasur. Pemuda itu memang bukan cinta pertama, tapi yang paling dominan.  

Mungkin faktor umur juga mempengaruhi. 

Akan tetapi ketika memikirkan kejadian bersama Anis, semua bayang indah mengenai cinta sirna. Jiwanya menjadi hampa. Seperti semangka yang isinya disedot keluar sampai sebiji-bijinya. Ia tak bisa menutup mata dengan sempurna. Bahkan tak bisa bertahan berada di atas kasur lama-lama.

Dia hapal setiap jengkal bagian kamar. Gelap bukan halangan untuk

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lady Bug   22. Pork In The Way

    Hari demi hari berganti. Vivi mengupload buku yang dia tulis untuk mengikuti lomba. Kali ini rasa puas benar-benar membuatnya tersenyum lepas. Ini rasa yang hanya bisa didapat ketika mengerjakan sesuatu dengan kemampuan dan usaha sendiri. Rasa yang tak mungkin dia cicipi dengan melakukan plagiat cerita atau membuat ribuan akun kloningan.Semakin banyak orang membaca cerita yang dia tulis karena Mimi selalu mengiklankan novel di IG. Bahkan Mimi menyuruh para follower untuk menyebar pesan berantai.Sementara itu, Sasa menanti janji dari Anis. Berkali-kali dia mengirim pesan ke nomor yang diyakini milik penulis terkenal itu, akan tetapi boro-boro di balas, dibaca saja tidak. Merasa tak sabar ia nekat menghubungi pihak penerbit ABC yang katanya mengurus naskahnya.Ia menanti telepon diangkat sambil duduk seorang diri di gazebo taman kampus. Dan beruntung seseorang mengangkat telepon."Penerbit ABC, ada yang bisa dibantu?" Suara pemuda

  • Lady Bug   23. Konfrontasi Frontal

    Takdir siapa yang tahu. Banyak manusia bicara kalau ini semua sudah takdir, tapi mereka tetap berusaha. Walau ... enggak semua berusaha dengan benar, seperti Vivi. Siapa yang bisa menebak jika sekarang dia menjadi terkenal.Dahulu dia sombongan, urakan, bahkan ada yang bilang gila. Sekarang setelah paham akan susahnya menulis dan berhasil. Dia semakin menjadi-jadi.Pagi-pagi sekali Vivi datang ke kampus, membayar orang untuk memasang spanduk. Setelah selesai memasang, dia membayar orang-orang itu pakai uang jajan yang ditabung selama seminggu."Eh, itu Mahasiswi sini,kan?" bisik seseorang yang melintas di belakang Vivi. "Kok ada spanduk segala? Apa dia menang sesuatu?""Dibaca, Kak, cibaca tulisan di spanduk," keluh Vivi, berdiri bersila tangan tanpa menoleh.Sebuah spanduk besar membentang di atas gapura lahan parkir kampus, menyambut semua orang yang memasuki area itu. Kebanyakan dari mereka cuek. Akan tetapi beberapa orang sempat ber

  • Lady Bug   24. Danau Hangat

    Hari ini Vivi bertemu dengan Anjas di kebun bibit. Sasa dan Mimi ikut bersama mereka. Alasan Mimi mau membuat instastory dan Sasa membantunya. Setidaknya mereka berada jauh di dekat danau membiarkan Vivi berdua dengan Anjas duduk di foodcourt teduh nan ramai pengunjung.Sesekali embusan angin segar menerpa wajah Vivi. Suara obrolan pengunjung juga suara berita terdengar dari tv tabung tak mengusiknya. Ia terlalu fokus duduk manis memperhatikan Anjas.Sesekali dia tersenyum mendengar Anjas membaca komentar-komentar dalam cerita yang diupload ke aplikasi menulis. Suaranya lembut tak bosan didengar.Sesekali lesung tipis muncul menghias pipi Anjas. Kebiasaan lain yang Vivi hafal ialah jari telunjuk panjang sering mendarat ke bawah hidung. Pemuda itu sering bersandar santai ketika menikmati bacaan. Kacamata baca yang ia kenakan seperti dinding yang berusaha menyembunyikan mata yang kadang menyipit kala tertawa.Vivi menerka apa Anis juga melihat semua i

  • Lady Bug   25. Dalam Apartemen

    Vivi memandang jengah kedua sahabatnya yang sedang girang memakai helm, naik ke motor masing-masing. "Kalian kenapa ikut?""Kan diajak," sahut Mimi."Betul betul betul, diundang enggak boleh nolak," jawab Sasa."Boleh kok, tolak aja, lebih bagus," ujar Vivi, memasang raut jutek."Emang situ siapa?" jawab Sasa, cekikikan. "Lagian kalau kamu berangkat sendiri, nanti malah terjadi hal yang enggak diinginkan. Dosa."Memang itu yang Vivi inginkan. Berdua dengan Anjas, cuddling, mencoba menggali lebih jauh siapa sosok pemuda itu, dan mencari kesempatan untuk memastikan hubungan apa yang mereka bentuk.Motor sport Anjas berhenti di dekat motor mereka. Pengemudinya membuka helm menyapa dengan senyum. "Kalian kalau nanti ketinggalan sampai nyasar, langsung gas aja ke daerah Lida Wetan, dekat Universitas Surabaya. Tahu kan?""Oh tahu lah Kak, Kampus yang dulu IKIP dan masuk sepuluh kampus terbaik seindonesia, kan?" tanya Mimi, mendapat anggukan dari A

  • Lady Bug   26. Jalan Bercabang

    Kedua tangan Ismed bersembunyi dalam saku celana panjang kain hitam. Ia tertunduk memandang ujung sepatu pantofel kulit hitam mengkilat, bingung harus mulai dari mana. Menghadapi sosok yang dibenci tentu tak mudah.Anjas tahu kehadirannya bukan untuk sekedar bertamu. Pasti ada hubungan dengan Anis, apa lagi yang membuat si sial datang kemari jika bukan karena itu. Cukup lama dia menanti Ismed untuk membuka mulut, tapi yang ia dapat hanya raut wajah dingin penuh misteri.Anjas menoleh ke kiri dan kanan. "Mana Nonamu? Apa kau keluar kandang seorang diri?" Hinaannya tetap gagal memancing suara Ismed terdengar. "Kalau enggak ada yang ingin dibicarakan, pulanglah. Aku sibuk, banyak tamu di dalam, jangan ganggu lagi--""Ini tentang Anis," sela Ismed, mengangkat kepala.Anjas menyeringai berbalik badan hendak membuka pintu. "Pulanglah, jaga Nonamu dengan baik dan jangan pernah datang kemari lagi.""Begitu? Masalah ini berhubungan dengan

  • Lady Bug   27. Sebuah Keputusan

    Anjas lemah dengan air mata. Tembok besar benteng hati ambruk begitu melihat kriptonite itumengalir di pipi gadis. Memakai cara itu Anis menang, membuatnya mau membantu mengedit draft. Tempat pertemuan mereka di rumah Anis, gadis itu yang menentukan sepihak.Cahaya matahari menerpa motor Anjas yang terparkir di depan gedung apartemen. Ia duduk di motor hendak memakai helm, hingga hp bergetar membuatnya terdiam sejenak. Sebuah pesan masuk dari Vivi.[Kak, bisa anterin enggak? Penting nih, butuh Kakak]Ia tersenyum kecil sesaat. Anjas telah membuat janji terlebih dahulu bersama Anis. Tak mungkin dia membatalkan sepihak dan mendadak. Lagi pula Vivi bisa berangkat sendiri dengan motor sendiri, menurutnya gadis itu hanya manja.[Maaf enggak bisa. Minta temani Sasa atau Mimi aja.]Setelah menyimpan hp ke saku kemeja, ia segera memakai helm, memacu motor pergi dari sana.Anjas melalui jalan yang sama seperti beberapa bulan yang lalu. Ja

  • Lady Bug   28. Si Kunyuk

    Alvin memandang heran gadis dihadapannya. Terlalu tua untuk menjadi Vivi dan terlalu muda untuk menjadi Tante. Jelas hanya satu sosok yang tersisa, yaitu April, si galak yang dulu selalu jahil menutup hidung kala bertemu sambil mengejek bau tai kucing baru keluar dari bokong. Sekarang sosok itu menjadi gadis berbody sekelas peragawati dan berparas cantik. Pastinya Vivi tak jauh beda dari kakaknya."I-ini ... ini bukan mimpi kan?" tanya April, memegang kedua pipi. Mulutnya menganga lebar."Bukan lah. Ini Kak, ada oleh-oleh buat Kakak. Semoga masih suka empek-empek Palembang."Alvin menyodorkan kantong plastik berukuran besar bergambar salah satu produsen empek-empek terkemuka. Dia membeli online barang itu karena tak sempat mampir ke Palembang.April bengong gagal kedip melihat sosok di depan. Sosok yang biasanya hanya bisa dilihat di tv, sekarang bisa dipegang-pegang lengannya, dicubit, dielus, perut pun bisa dielus dan ditepuk-tepuk. April me

  • Lady Bug   29. Karma Plagiat

    Senyum manis itu membuat Vivi tak bisa memberi jawab. Bukan hanya begitu menggoda dan rasa gemas ingin mencubit pipi Alvin, tapi dia tak ingin menyakiti hatinya. Lagi pula jika menerima cinta Alvin, bagaimana dengan Anjas? Andai Alvin datang lebih cepat semua pasti lebih mudah. Kenapa baru datang sekarang setelah rasa cinta lain tumbuh. "Gimana Vi?" tanya Alvin. "Kamu belum punya pacar, kan?" Vivi menggeleng dengan cepat. "Belum sih, cuma--" "Aduh, kenapa mereka bisa kemari?" "Mereka? Mereka siapa?" Tiba-tiba beberapa pria berjaket kulit hitam nampak melangkah cepat di ujung jalan. Vivi menoleh ke belakang, lalu memandang Alvin. Wajah imutnya pucat pasi. Dia bangkit menggandeng gadis di sebelah untuk berdiri. "Ayo kabur." "Heh?" Vivi bingung, memandang mereka bergantian. "Kenapa kabur? Mereka siapa?" "Udah, ayo kabur aja." Keduanya berlari menuju arah lain dari datangnya para pria aneh. Sesekal

Bab terbaru

  • Lady Bug   45. FIN

    Anjas duduk di sofa nyaman. Dua pria berjas berdiri di belakang. Beberapa gadis yang duduk tak jauh dari tempatnya duduk berbisik-bisik sambil tertawa genit. Ketika Anjas menoleh, mereka tersenyum tak berani memandang balik. Mungkin karena penampilan Anjas kali ini? Dia memakai kaos lengan panjang dengan kerah membentuk V, berlapis sweeter bentuk rompi. Celana panjang kain hitam serasi dengan pantofel yang ia kenakan. Tiba-tiba wajah kedua gadis berubah menjadi wajah Anis dan Vivi. anjas menggeleng pelan, sedikit menunduk mengurut kening. Ia lanjut membaca. "Psst, gadis aneh tadi siapa ya? Katanya mau bertemu pacar, gitu," bisik seorang gadis kepada pacarnya, melintas santai di depan Anjas. "Enggak tahu juga. Tapi heboh banget," jawab pemuda, mengajak pacarnya duduk di sofa sebelah Anjas. Pengumuman terdengar nyaring. Sebentar lagi pesawat akan berangkat. Anjas hanya membawa hp, juga tas satchel hitam. Sebelum pergi ia

  • Lady Bug   44. Bandara

    Motor yang Vivi kendarai, sampai di lahan parkir apartemen Anjas. Dia melepas helm sambil berlari kecil menuju gedung. Ia tak peduli pada Mimi dan Efendi yang baru datang melintas di samping mengendarai motor mereka. "Astagfirullah, Vivi tunggu!" Sasa memungut helm yang Vivi lepas. Yang dipanggil benar-benar tak mendengar ucapan, malah nyelonong masuk seorang diri ke dalam gedung. "Vivi, tunggu dulu, jangan bergerak sendiri seperti ini!" sentak Sasa, mengekor. Di depan lift, Vivi memencet tombol berulang kali bagai tiada hari esok. "Cepet ... cepetan!" Pintu lift terasa lama terbuka, bagai seabad dia menanti. Kesal Vivi memukul tembok. "Vivi!" sentak Sasa, menahan kedua tangan sahabatnya. "Jangan seperti ini, malu dilihat orang." Vivi memandang sekitar. Dua sekuriti berada di dekatnya. Banyak mata pengunjung melihat dan mereka berbisik-bisik. Bahkan beberapa orang di kafe apartemen berkumpul di dekat kaca jendela memandang aneh k

  • Lady Bug   43. Truth

    "Itu siapa?" bisik Alvin sambil memandang Efendi. "Jadi, dia cowok yang kamu suka? Orang Timur Tengah?" Vivi menggeleng sambil tertawa kecil. "Bukan lah. Dia Ismed, temannya Kak Anis. Sebentar ya, Vin. aku ke sana dulu." "Jangan pergi, di sini banyak wartawan, nanti mereka bisa berpikir macam-macam kalau kamu menemui cowok itu." "Tapi--" "Nanti ya, setelah wawancara selesai, baru temui dia." Vivi memandang sekitar. Wartawan memang banyak mengerumuni mereka, membuatnya susah untuk bergerak. Terlebih Ismed terjebak di kerumunan, tertahan oleh pihak keamanan. Ismed bisa bertahan di sana menunggu. Vivi memberi kode anggukan pada pemuda itu hingga membuatnya sedikit tenang. Para wartawan tak memberi kesempatan untuk Alvin dan Vivi pergi, memaksa mereka dikawal para pengawal berpakaian safari hitam menuju lahan parkir mobil. Mereka semakin jauh dari Ismed. Di kejauhan anggota band Miracle Never Die yang lain nyaris mendapat perlakuan sama se

  • Lady Bug   42. Cinta Alvin

    Alvin membuka pintu kamar hotel, menaruh tas ransel ke dalam kamar. Cukup besar kamar itu juga adem karena embusan angin dari AC."Nah Vi, Bu, selama di Malang, kalian tinggal di sini, ya. Tenang saja, semua biaya Alvin yang tanggung."Ibu tertawa kecil menepuk-nepuk pipi pemuda itu. "Kamu sudah bisa mentraktir rupanya, ya." Beliau memandang seisi kamar, duduk di tepi kasur besar empuk di tengah ruang. Beliau melihat Alvin membuka pintu kamar mandi."Nah, ini kamar mandinya, Bu.""Iya Nak, terima kasih. Tante mau istirahat dulu." Beliau mendapati anak gadisnya berdiri sambil tertunduk malu, begitu juga Alvin yang nampak tak tenang. "Sudah, kalian pergi main sana, bebas mau ke mana saja asal Vivi harus kembali ke kamar ini sebelum jam sepuluh malam, mengerti?"Alvin mengangguk kecil."Ibu beneran enggak ikut nonton konser Alvin?" tanya Vivi, raut wajahnya penuh harap. Ia mengambil lembut jemari tangan Ibu.Beliau menggeleng. "Ibu

  • Lady Bug   41. Perjuangan Ismed

    Banyak orang hilir mudik, tapi tidak satu pun yang dia kenal. Secangkir kopi panas dan sepiring jamur goreng menghias meja. Sekantung plastik putih berada di atas kursi sebelah kursi yang diduduki Ismed. Dia bersenandung pelan mengamati lift dan pintu masuk apartemen, berharap Anjas cepat pulang. Sesuai janji dia ingin mengganti hp milik Anjas yang rusak karena insiden malam kemarin.Pengunjung kafe semakin sedikit. Pejalan kaki di lobby pun mulai jarang. Tak terasa tiga gelas kopi kosong menghias meja. Hingga saat ini belum nampak sosok yang ditunggu. Ismed memandang jam di layar hp. Angka 23.45 memaksa suara decak kesal keluar dari bibirnya."Mana sih, kok lama. Apa dia menginap di rumah Vivi?" Senyumnya mereka membayangkan hal itu. Baru saja hendak bangkit, sosok yang dinanti tiba.Perban melingkar di kening. Anjas melangkah pelan dibantu satpam. Beberapa orang di belakang meja resepsionis bergegas turut membantu."Ya Tuhan." Ismed bu

  • Lady Bug   40. Usai

    Terdengar suara obrolan dari lorong. Banyak sampul buku terbitan Rayon menghias dinding ruang berdinding putih. Di ruang lumayan luas itu, Sasa duduk berjajar dengan Anjas dan Efendi, menanti seorang pria duduk di balik meja. Pria itu membaca dengan seksama draft di tangan sembari sesekali mengangguk, tersenyum. "Bagus ini jalan ceritanya. Sudah matang sekali dalam penulisan dan plotnya mengalir. Pembentukan karakter pun nyaris sempurna. Hanya sedikit kesalahan dalam penggunaan kalimat berdasar KBBI. Apa kamu yang ngedit, Njas?" Anjas mengangguk. "Cuma sedikit. Mayoritas isi draft dibuat oleh Sasa sendiri." "Benar begitu. Mbak?" Sasa mengangguk kecil. Wajahnya memerah malu, tertunduk tiada berani memandang langsung pria ramah berkemeja lengan pendek yang sembari tadi memandang kagum pada Sasa. "Kenapa kok enggak pernah mengirim kemari?" tanya pria ramah. Sasa tak menjawab, mungkin karena dia sungkan. Anjas tahu jika Sasa

  • Lady Bug   39. Kenangan Indah

    Vivi menemui tamu yang Kakak maksud. Sosok itu berdiri membelakangi pintu, memakai denim hitam, celana jeans biru muda pudar, kupluk biru tua dan bersenandung kecil. Kedua tangan berada di belakang pinggang memegang setangkai bunga merah.April sengaja tak bersuara pergi dari sana, menepuk pundak Vivi."Siapa?" bisik Vivi."Cari tahu sendiri."Perlahan Vivi mendekat. Pasti Anjas. Ya, siapa lagi. Pikirannya sekarang penuh oleh pria berkacamata itu. Walau dia tahu tinggi badan mereka tak sama, tetapi harapnya terlalu besar hingga tercetus untuk menebak. Lalu bunga yang pemuda itu bawa, bunga kenangan Vivi dan Anjas. Pasti dia."Kak Anjas?"Pemuda itu berbalik. Senyum lebar gigi putih terlihat jelas. Ia melambai. "Hai Vi.""Ya Tuhan, Alvin? Kok bisa?" Vivi bingung karena baru saja melihat sosok pemuda itu di tv. "Bukannya baru wawancara--""Itu kan kemarin. Sehabis wawancara, aku tanya sama wartawan ada apa dan dia mencerita

  • Lady Bug   38. Tiga Hari Terakhir

    Berita di TV tentang Anis membuat Anjas tersenyum puas. Dia bangkit dari duduk di sofa, melangkah ringan menuju balkon.Dia berdiri di sana. Angin sejuk pagi menerpa wajah, membuat rambut bergerak-gerak. Cahaya matahari baru terbit menebar hangat nikmat, sampai meresap ke hati. Tak sabar ingin bertemu Vivi, memberi kabar gembira.Ketika hendak masuk ke ruang, sebuah mobil Pajero hitam menyita perhatian. Mobil itu parkir di dekat pohon mangga di lahan parkir depan gedung. Pengemudi mobil turun. Seorang pria berjas hitam mendongak, melambai kecil ke arahnya. Anjas tahu pagi ini dia bakal kedatangan seorang tamu.Dia turun menuju kafe lantai bawah. Di sana Ismed duduk seorang diri ditemani dua cangkir kopi di meja. Kafe masih sepi, hanya beberapa kursi terisi pelanggan. Suara obrolan kecil mengiringi langkahnya.Melihat Anjas, ia tersenyum melambai kecil. Anjas menyeringai karena tingkah pria itu. Ia duduk di kursi depan Ismed."Sudah kubelikan

  • Lady Bug   37. Angin Kebenaran

    Suara gemercik air berasal dari arah dapur. Air dingin menerpa kulit tangan. Vivi sibuk mencuci piring seorang diri. Rencananya sehabis ini dia bakal kerja bakti bersama April dan ibu bersih-bersih rumah. Sekali lagi dia memandang layar hp.Dia berharap Anjas menghubungi, setidaknya mengirim pesan, tetapi tidak. Semua harap itu sirna. Ia menghela napas. Kenapa masih berharap? Anjas telah kembali bersama Anis. Dia telah meninggalkan kapal yang tenggelam, bernama kapal Vivi dan melompat ke kapal yang besar, kapal yang membawanya berlayar ke samudera bahagia..Matanya berkedip dengan cepat. Bibir bergetar. Vivi menutup mulut supaya suara tangis tidak terdengar.Sakit hatinya. Walau mencoba percaya jika apa yang dia lihat menyembunyikan suatu alasan, tetap saja ... rasanya seperti berjalan di ribuan duri kaktus. Sebegitu jahat Anjas hingga setelah berjuang bersama, sekarang dengan mudah membuangnya?Pasti ada penjelasan kenapa pemuda itu tak bisa

DMCA.com Protection Status