Beberapa hari berlalu begitu saja. Tetap saja Mikaela menghindari setiap Marcel mengajaknya berbicara. Wanita itu pergi sepagi mungkin dan pulang semalam mungkin, ya kadang gak pulang. Marcel masih memberinya waktu sebelum sidang pertama gugatan perceraian Minggu depan. Marcel tidak mau mengekangnya dulu dan membiarkannya sendiri untuk sementara waktu.
Marcel saat ini berada di Perusahaannya, akhir pekan terlewat begitu saja. Biasanya, mereka bersama Selena mencari waktu untuk keluarga. Tapi sayang, Adinata melarang baik Marcel atau pun Mikaela bertemu putri mereka. Adinata takut kalau mental Selena akan rusak mengetahui kenyataan kalau kedua orang tuanya ingin berpisah. Marcel kini sedang berdiskusi dengan pengacaranya untuk membahas soal mediasi.
“Pak Marcel, saat mediasi nanti pastikan bapak bersikap benar-benar menyesali segala
Kalaupun aku tidak terbangun setelah ini, setidaknya aku sedang bersamamu, Cassie. Aku akan bahagia jika saat terakhirku adalah bersamamu- William Simon
Mansion Djuanda Mikaela datang bersama Willy ke mansion keluarganya. Dia kemudian masuk dan ternyata ayahnya sedang bermain dengan putrinya di ruang tamu. Saat melihat ibunya, Selena langsung berlari untuk memeluk Mikaela. “Mamaaa!!” teriak gadis kecil itu. Mikaela langsung berjongkok untuk menerima pelukan putrinya. Mikaela langsung memeluk erat Selena karena sudah berminggu-minggu dia tidak bertemu putri semata wayangnya itu. “Sayang… bagaimana kabarmu? Kamu makan dengan teratur? Opah, uncle dan aunty baik sama kamu?” tanya Mikaela bertubi-tubi pada Selena. “Baik kok ma! Dicini ada kak Steve dan Tasya. Celena cenang tapi lindu cama mama.” jawab Selena dibarengi kerinduan kepada sang ibu. Lalu, perhatian gadis kecil itu teralihkan kala melihat Willy yang berdiri disitu. “Om baik!” Dia melepas pelukan Mikaela dan berlari menuju Willy. Dengan senang hati, Willy langsung memeluk
Apartemen, Podomoro City Hari pun berlalu begitu saja. Hari ini, Mikaela tengah bersiap untuk menghadiri mediasi untuk mengurus perceraiannya dengan Marcel. Dia berulang kali menatap dirinya dicermin sambil menghela napasnya dalam-dalam. Dia ingin benar-benar siap menghadapi segala kenyataan yang pahit itu. Setelah itu, dia berjalan menuju ruang makan untuk sarapan bersama Willy. “Kamu sudah siap, Cassie? Bagaimana kalau aku mengantarkanmu?” tawar Willy sambil mengoleskan selai ke roti untuk Mikaela. Mikaela hanya mengangguk sebagai jawaban. ‘Ternyata dia tidak benar-benar siap. Aku tahu Cassie, ada sesuatu yang mengganjal dihatimu saat ini. Dan aku tahu, kalau sebenarnya hatimu mulai berpaling tapi kamu berusaha menyangkalnya.’ Willy membatin sambil menatap diam-diam Mikaela yang memakan sarapannya perlahan. Melihat itu, Willy memilih bersiap dan membiarkan Mikaela sendiri dulu. Setel
Sejak pertama bertemu, rasa itu muncul tapi Mikaela tidak menyadarinya. Saat Marcel menuangkan seluruh emosinya dimalam itu, meski Mikaela membencinya namun dia dapat merasakan luka yang dirasakan oleh Marcel. Saat Marcel pergi, ada setitik kekecewaan didalam hatinya. Saat mengandung Selena, dia merasakan kerinduan akan sosok pria itu dan saat pria itu kembali, entah kenapa dia tidak ingin pria itu pergi. Dia tidak cemburu pada Michelle, tapi dia tidak mau Michelle membuat pria itu meninggalkannya lagi. Dia tidak tahu dan tidak mau tahu tentang apa yang dia rasakan saat ini. Dia senang ketika Marcel memperjuangkannya. Dia senang saat Marcel begitu menghormati dan menyayanginya. Dia bahagia saat Marcel mengerti dirinya dan tidak menuntut apapun darinya. Marcel itu pria yang baik dan dilubuk hatinya terdalam dia ingin membangun hubungan baru dengan Marcel. “Tapi tidak bisa! Tidak bisa, Mikaela! Kau tidak benar-benar mencintainya, hikss!! Dia tidak layak untuk kau cinta
Apartement, Podomoro City Willy POV Aku sudah lega setelah menyatakan semuanya. Cassie-ku memang pantas dibahagiakan oleh orang yang tepat. Aku tidak tepat buatnya karena dia membutuhkan pelindung. Semakin hari aku merasa tubuhku semakin lemah dan mulai sulit melakukan pergerakan. Ini efek penyakit yang sudah kuderita sejak umur 20 tahun. Ya, waktu itu hanya sekedar gejala, tapi lambat laun ternyata menjadi penyakit yang menggerogoti tubuhku. Ah seharusnya aku sudah mati 20 tahun yang lalu karena kecelakaan bersama kedua orang tuaku. Tapi Tuhan memberi sebuah keajaiban dengan masih membiarkan aku membuka mata dan bernapas. Meski aku menjadi buta warna dan mengalami kerusakan serius pada sel saraf di kepalaku. Tapi aku mesti bersyukur masih bisa bernapas samapi dektik ini. Entah kenapa, saat mengingat keadaanku ini, aku teringat
Mikaela sudah kembali ke apartemen Willy pada saat malam. Kini Willy membawakan teh untuk wanita itu supaya bisa menenangkan dirinya. Willy juga bisa memerhatikan bahwa mata wanita sembab dan pasti dia baru saja menangis. “Aku tahu kamu tidak mau rujuk, Cassie! Tapi menurutku, Marcel layak mendapat kesempatan,” ujar Willy membuka pembicaraan. “Entahlah Wil, aku tidak tahu. Aku ingin bertemu Selena besok. Aku tidak ingin mendengar apapun soal Marcel saat ini. Boleh aku istirahat disini?”, Mikaela memilih mengalihkan pembicaraan sambil minta izin pada Willy. “Tentu saja, apartemen ini akan selalu terbuka buatmu. Tenangkan pikiranmu ya, dear. Kamu harus kuat bahkan tanpa diriku ya,” jawab Willy dengan pesan tersirat tak disadari Mikaela. Wanita itu terlalu stress memikirkan semuanya. “Mmmhh… makasih ya,” jawab Mikaela lalu pergi ke kamar untuk beristirahat. Mansion Keluarga Djuanda “Selena sayang! Mama datang!” Mikaela lang
SWISS HOTEL BALLROOM Kini Mikaela turun dari mobilnya ditunggui oleh Marcel supaya masuk ke dalam gedung bersamaan. Tentu saja mereka tidak mau ada yang tahu kalau saat ini mereka masih dalam proses perceraian. Saat melihat penampilan Mikaela, lagi-lagi Marcel mau tak mau terpesona. Dia mengenakan kebaya biru dongker dipayet penuh dan rok batik duyung yang begitu indah dan menawan. Rambutnya disanggul dan make upnya yang begitu cocok dengan busananya. Kecantikan seorang Mikaela memang tidak ada duanya. “Ah, aku salah ya? Kata mama tadi temanya biru dongker. Semalam aku ke butik sih mencarinya. ”ujar Mikaela saat melihat Marcel yang terus terdiam memandanginya sedari tadi. “Ah, kamu cantik sekali! Itu yang ingin saya sampaikan.” jawab Marcel jujur membuat Mikaela memerah. Tapi wanita itu malah memalingkan wajahnya tak mau pria itu melihat ekspresinya saat ini. “Jangan merayuku!
Apartemen, Podomoro City Acara pernikahan sudah selesai dan Mikaela pulang saat tengah malam ke apartemennya Willy. Ya, memang acara pernikahan Michael dan Michelle dimulai jam enam sore tadi. Dan jelas saja, Mikaela masih belum mau pulang ke kondominium apartemen milik Marcel. “Bagaimana acaranya, dear?” tanya Willy yang terlihat membaca buku di ruang tamu. “Wil? Kamu belum tidur? Ah, begitulah! Acara pernikahan biasa.” jawab Mikaela sebenarnya agak terkejut. Tapi, dia melangkahkan dirinya sambil duduk disebelah Willy. “Kamu… baca Kitab Suci? Semalam ini?” tanya Mikaela heran. “Apa yang salah? Ini adalah buku yang selalu menemani kesepianku. Aku serasa mendengar Tuhan bicara padaku jika membaca buku ini.” jawab Willy tak lupa dengan senyuman diwajah tampannya. “Kamu gak bosen? Dari dulu, kamu seperti gak berhenti membaca buku itu.” tanya Mikaela lagi. “Tidak, b
Kondominium Apartemen, Podomoro City Marcel kini sedang tersenyum memandangi bunga yang tadi sempat dia berikan kepada Mikaela. Dia bahagia wanita itu mau menerima bunga darinya. Ini juga pertama kalinya dia berdansa dan itu adalah dengan istrinya. “Aku semakin yakin kalau aku sudah mulai mencintainya. Dia adalah takdir yang digariskan Tuhan bagiku. Aku tidak akan menyia-nyiakan dirinya sedikitpun.” gumam Marcel dengan nada bahagia. Meskipun Mikaela kini sedang bersama Willy, dia tahu kalau disana Willy akan menjaga wanita itu dengan baik. Lagipula, Willy sendiri yang memintanya untuk kembali bersama Mikaela. Dia sadar kalau Willy memang orang yang benar-benar baik meski dia memiliki keterbatasan. ‘Terima kasih untuk kepercayaanmu William! Mikaela akan selalu aman bersamaku! Aku akan menjaganya sepenuh hatiku’, tekad Ma
Beberapa bulan kemudian… Mikaela kini berdiri di sebuah tempat pemakaman umum sambil membawakan sebuket bunga lily. Dia kini berada tepat di makam William Simon. Dan hari ini, dia memang sengaja datang sendiri kesini. “Hari ini harusnya kamu berusia genap 28 tahun, Willy. Tapi kamu pergi terlalu cepat meninggalkan semuanya,” gumam Mikaela sambil meletakkan bunga itu di makam Willy. Wanita itu lalu menyentuh foto Willy yang ada di makam itu lalu tersenyum. Tanpa sadar, air matanya mengalir begitu saja. Mikaela masih ingat semuanya! Bahkan sampai akhir hidupnya, Mikaela ada disisinya tanpa melepas genggaman tangannya. Mikaela sangat sedih setelah tahu kebenarannya bahwa selama ini Willy mengidap penyakit kronis. “Kamu tidak berkata apapun agar aku tidak khawatir. Kamu selalu begitu! Tapi sekarang kamu sudah tenan
Mansion Keluarga Buana“Apa ini, Pa?” tanya Marcel ketika sang ayah memberikannya sebuah amplop berisikan tiket ke Venesia.“Untuk bulan madu. Kalian itu sudah menikah dan secara hukum kalian sudah menjalani hubungan sampai 3 tahun. Kenapa kisah kalian tidak diwarnai dengan bulan madu? Benar gak, sayang?” jawab Elmand sambil mengerling pada Ribka istrinya. Marcel hanya memijit pelipisnya karena terkejut dengan kelakuan kedua orang tuanya itu. Dia senang sih, tapi dia gak tahu gimana menyampaikannya pada Mikaela. “Kapan Papa memesan ini? Malah penerbangan besok lagi. Kita belum ada pembicaraan soal itu! Gimana dengan Selena?” tanya Marcel lagi.“Selena sama kami aja!” Michelle keluar bersama Selena dan langsung menjawab Marcel.“Tapi kan-“ Marcel masih belum menyelesaikan kalimatnya tetapi Selena langsung memotongnya,” Kata aunty Michie, papa dan mama pelgi untuk buat adik! Jadi Sele
“Makasih, Mbak! Saya bersyukur mbak mau maafin saya!” Michelle benar-benar berterima kasih pada Mikaela. Wanita itu membalas pelukan Michelle sambil menepuk-nepuk punggungya.“Memaafkan adalah obat rasa sakit yang terbaik. Willy selalu mengatakan itu padaku. Dia juga pasti sudah memaafkanmu! Kamu jangan merasa bersalah lagi ya, Michelle.” Mikaela menjawab.“Kak, aku juga minta maaf ya. Aku sangat menyesali segalanya.” Michael juga minta maaf pada Mikaela dan Marcel.“Tak masalah, yang penting kamu sadar dan mau minta maaf. Bagi kami, itu yang terpenting. Iya kan, sayang?” Mikaela menerima permintaan maaf adik iparnya itu. Marcel mengangguk sebagai jawaban dan tersenyum kepada istrinya. Dia sangat senang karena istrinya adalah wanita yang berhati lembut dan mau memaafkan orang lain. Mikaela bukan tipikal orang yang berpikiran sempit tetapi wan
Apartemen Marcel, Podomoro City Seminggu berlalu tanpa terasa. Semuanya terasa lebih baik saat ini. Mikaela sudah bisa menjalani hidup normalnya meski terkadang, dia sering mimpi buruk. Ya, tentu saja Marcel akan selalu menenangkannya jika sudah begitu. Wanita itu selalu teringat bagaimana sampai akhirnya Willy terbunuh. Tapi untunglah, kejadian itu tidak membuat mental Mikaela jadi terganggu, malahan, dia semakin kuat. Dan kedepannya, dia bertekad untuk semakin kuat lagi.‘TING-TONG’ Bel apartemen berbunyi, mengalihkan atensi mereka bertiga yang sedang sarapan bersama. Marcel dengan cepat melangkah dan membukakan pintu apartemen. Dan ternyata, yang datang adalah polisi.“Selamat pagi, pak!” kata sang polisi.“Ya, pagi. Ada apa ya?” tanya Marcel perihal kedatangan mereka ke apartem
Mikaela POV Aku ingat kalau saat SMA dulu, aku tidak punya teman akrab. Tidak ada teman perempuan yang dekat denganku karena menganggap aku berbeda. Penampilanku yang seperti anak laki-laki dan juga sikapku, membuat mereka malas berteman denganku. Dulu rambutku itu pendek, dan sikapku sangat buruk. Aku sangat egois dan sombong seperti yang pernah Marcel katakan sebelum kami menikah. Saat di Amerika, aku ingin diterima. Aku melakukan segala cara untuk bisa diterima oleh mereka. Mulai dari ikutan hangout seharian, pesta pora sampai tengah malam, bahkan minuman keras. Aku ingin punya teman karena merasa sendirian disana. Tapi memang, aku berhati-hati soal laki-laki karena papa selalu mewanti-wanti dari Indonesia. Aku juga takut terjebak. Disisi lain, aku memang sangat penasaran bagaimana rasanya pacaran. Semua temanku, sudah pacaran. Mau teman SMA, kuliah, bahkan s
Di Pemakaman Mikaela masih saja terduduk disamping makam Willy dan tidak mau bergerak dari nisannya. Semua orang sudah pergi, tapi dia masih disitu bersama Marcel. Suaminya tak lelah terus menemaninya disini. Wanita itu jelas masih berduka karena kepergian sosok yang sangat penting dalam hidupnya.“Mikaela, kita pulang dulu, ya! Kamu belum makan dua hari ini. Sejak di rumah sakit sampai saat ini kamu hanya meminum air. Kamu bisa sakit.” Bujuk Marcel pada Mikaela. Wanita itu malah menggeleng dengan wajahnya yang masih pucat. Dia masih bersandar sambil memandangi wajah Willy yang tersenyum di foto.“Selena juga sangat merindukanmu, ini juga sudah mau hujan, kita pulang dan besok kemari lagi.” Marcel masih belum menyerah.“Kamu pulang saja dulu Marcel. Sampaikan permintaan maafku pada Selena. Aku masih mau disini. Aku tidak peduli jika hujan, aku masih ingin disi
Rumah Sakit Mikaela kini langsung berlari ke arah IGD dimana Willy dibawa oleh para dokter. Dia ingin masuk, tetapi tak diperbolehkan karena dokter tengah melakukan operasi. Mikaela terus-menerus melihat Willy dari pintu kaca sambil menangis. Perasaannya begitu hancur saat melihat Willy badi begini karena menyelamatkan dirinya. Marcel benar-benar terluka melihat istrinya terpuruk saat ini. Dia langsung meraih Mikaela dan memeluk wanita itu. Wanita itu masih terus menangis dalam pelukannya. Marcel tahu kalau Mikaela memang pasti akan sangat terluka jika melihat Willy jadi tak berdaya, apalagi kemungkinan wanita itu melihat semua kejadiannya di depan matanya.“Mikaela, kumohon tenanglah!” Marcel berusaha menenangkan Mikaela sambil mengelus-elus punggung wanita itu.“Hiks! A-aku yang menyebabkannya hiks
Mikaela terus menatap nanar pada Willy yang sudah tak berdaya dihadapannya. Dia tidak menyangka bahwa Willy harus terluka bahkan dihabisi di depan matanya. Perlahan, Mikaela menyentuh wajah pria itu yang penuh dengan darah. Tatapannya masih tak percaya dengan apa yang dia lihat. Pria itu memang sudah tidak sadar sama sekali.“Dia sudah mati! Sial sekali ya, dia berusaha melindungi istri orang dan malah mati.” Ejek Raymond sambil berjalan mendekati Mikaela. Sedangkan wanita itu menghapus air matanya tanpa peduli jika tangannya kini berlumuran darah Willy. Wajahnya pun jadi ikut terkena darah pria itu.“Sekarang hanya tinggal kita disini. Masih berharap Marcel datang?” tanya Raymond dengan kini sudah berjongkok tepat dihadapan Mikaela.‘Willy? Benarkah kau sudah pergi?’ batin Mikaela bertanya-tanya lalu mendongak untuk membalas tatapan Raymond. Saat melihat wajah Mikaela yang sudah pucat dan berlumuran darah, otomatis pria itu a
Di gudang penyekapan…‘Buaghhh!!’“Arrgghh!” teriak preman itu ketika Willy menghajarnya.“Dimana bu Michelle, ya?” gumam salah seorang preman ketika sadar tidak ada Michelle disini.“Jangan melamun!” ucap Willy langsung menendang keras perut preman itu. Mereka ternyata tidak sedikit. Ada sekitar delapan orang, yang bermunculan hingga saat ini.‘Ajaib sekali aku bisa menggerakkan tubuhku dengan ringan seperti ini? Apa ini mukjizat-Mu? Kalau pun aku mati setelah ini, aku ikhlas ya Tuhan! Karena aku bisa melindungi Cassie-ku.’ Batin Willy sambil konsenterasi menghajar para preman itu dengan heroik. Setelah beberapa belas menit menghajar mereka, Willy meregangkan otot-ototnya karena erasa agak bugar. Dengan cepat, dia langsung membuka pintu tempat dimana Mikaela disekap. Dia agak kesulitan karena tidak ada kuncinya.“Dimana kalian menaruh kuncinya?” tanya Willy pada para