Demian mendadak beku di tempatnya. Ia membiarkan sentuhan hangat itu menempel di dahinya untuk beberapa saat.
Acasha memiringkan kepala. "Tidak. Suhu tubuhmu normal." Ia pun menarik tangannya dari dahi Demian. "Apa kamu menderita suatu penyakit serius?""Tidak." Demian meminum tablet merah dengan air mineral."Apa itu semacam vitamin?" tanya Acasha masih penasaran."Ya. Semacam itu. Kau sudah selesai? Aku akan segera membereskannnya," ucap Demian beringsut mengemasi piring kosong di atas meja."Ah, tunggu!" Cepat-cepat Acasha mengambil gelasnya yang belum tersentuh sama sekali dan menandaskan minumannya. "Ah .... Sudah. Sini, biar aku bantu." Acasha menyentuh baki yang di pegang Demian."Tidak perlu. Kamu duluan saja ke kamar dan bersiap-siap. Aku yang akan membereskan ini." Demian mengambil gelas kosong di tangan Acasha."Kamu sudah menyiapkan sarapan untukku. Sekarang, biarkan aku membantumu sebagai ucapan terima kasihku," bujuk Acasha masih menahan baki dalam"Bagaimana mungkin? Jadi, Demian sebenarnya seorang presiden direktur?? Yang menolongku, yang membawaku kemari, yang menyiapkan makananku?? Pantas saja, dia bisa dengan mudah meninggalkan sejumlah uang saat di pondok. Tapi, jika Demian yang seperti ini saja seorang presiden direktur, lalu bagaimana dengan Athan?? Bukankah dia lebih daripada Demian??" terka Acasha di dalam benak. Alisnya sampai berkerut-kerut dan tanpa sadar menggeleng dengan sendirinya."Acasha, ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Demian sudah berdiri di samping Acasha sambil menenteng beberapa dokumen di tangan.Pundak Acasha berkedik. "Ah, maaf. Tidak. Eum, apa yang harus saya kerjakan di sini, Presdir?" tanyanya canggung.Demian tersenyum sambil mendesahkan napas pelan. "Jadi, sekarang Nona kembali berbahasa formal dan memanggilku dengan sebutan 'Presdir'?""Eum, ya. Tentu saja. Kamu, ah, maksudku Presdir—""Sudah, jangan terlalu memaksakan diri. Toh, kita sudah cukup mengenal. Panggil aku seperti
Sambutan hangat dilayangkan presiden direktur pada sekretaris pribadi yang baru saja kembali dari orientasi singkatnya."Apakah Lieke menyulitkanmu, Nona?"Acasha menaikkan kedua alis sambil tersenyum. "Tidak, Presdir. Dia sangat membantu.""Lalu, apa yang ada di tanganmu itu?"Acasha tersenyum tipis sebelum membaca catatan memo yang dibawanya."Jadwal pertemuan penting dengan model Zelika dan tim periklanan A2A Advertising setelah makan siang, Presdir."Sebelah alis Demian berkerut sesaat sebelum menghampiri Acasha."Baiklah. Kita makan siang di dekat sini saja. Apa yang ingin Nona makan?""Saya ikut Presdir saja."Tanpa berlama-lama, mereka bergegas meninggalkan ruangan menuju restoran terdekat dan menikmati makan siang dengan tenang. Selain denting piring dan garpu yang sesekali berbenturan, tidak ada obrolan ringan ataupun berat yang terlontar dari bibir presdir tampan dan sekretaris cantik itu. Mereka terlalu larut dalam pikiran masing-masing sampai p
Tok tok tok."Permisi, Presdir. Maaf mengganggu. Bisakah Presdir kembali ke ruangan? Wakil Presdir ingin bertemu dengan Anda sekarang," ucap suara lembut yang sangat dikenal Demian dari balik pintu.Zelika yang sudah siap di atas meja seketika melengkungkan bibir dan membulatkan mata sambil menggenggam erat pergelangan tangan Demian dengan kedua tangannya."Presdir tetap di sini bersamaku, kan?" tanyanya lebih terdengar seperti rayuan manja.Demian melirik pintu yang masih tertutup rapat sebelum mendesahkan napas. "Maafkan aku, Zelika. Aku harus pergi sekarang," ucap Demian melepaskan perlahan kedua tangan sang wanita yang melingkar di pergelangan tangannya."Sebentar saja, Presdir ...." ujar Zelika masih berusaha membujuk dengan tatapan dan suaranya yang memikat."Kita lanjutkan lain waktu. Aku harus pergi sekarang," ucap Demian sembari menyematkan blazer putih di kedua pundak sang wanita muda. "Sampai jumpa, Zelika," lanjutnya sebelum melangkah pergi dari hadapan
Dengan sigap, Demian menangkap tubuh Acasha yang terhuyung ke belakang. Mereka terpaku dan saling memandang hingga beberapa saat. Sampai terdengar suara gemuruh di dada, Acasha pun tersadar dan seketika menundukkan wajah."Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya Demian masih melingkarkan lengan di pinggang sang sekretaris."Maaf, saya tidak sengaja," ucap Acasha. Kedua tangannya terkepal di depan, menjaga jarak dari dada bidang sang presiden direktur."Tidak. Saya yang seharusnya meminta maaf. Saya sudah membuat Nona terkejut sampai hampir jatuh," balas Demian masih mengamati paras cantik yang menyembunyikan pesonanya. Tanpa sadar, ia tersenyum melihat semburat merah muda menghiasi kedua pipi sang sekretaris."Saya baik-baik saja, Presdir. Eum, bisakah Presdir melepaskan saya?"Mendengar ucapan Acasha, Demian seketika melepaskan pegangan tanpa peringatan. Akibatnya, Acasha nyaris terhuyung untuk yang kedua kali. Beruntung dia meraih tepian meja di sampingnya. Ia pun menelan s
Demian mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Namun, tidak ada tanda-tanda bahaya yang mengancam ditemukan di kamar mereka."Tidak ada apa-apa, Acasha. Apa yang sebenarnya mengusikmu?" Demian menoleh pada gadis yang kini tampak memelototi punggungnya. "Acasha?"Pelupuk sang gadis berkedip cepat sebelum berpaling. "Bisakah kau kenakan pakaianmu? Apa kau tidak merasa dingin?" gumam Acasha lebih mirip komat-kamit."Apa?" Demian justru menaikkan alis, tidak memahami ucapan Acasha."Sampai kapan kamu akan berdiri seperti ini di depanku?? Kamu sengaja pamer, ha? Ah, terserahlah! Aku tidak peduli. Aku mau mandi!" seru Acasha kemudian mengambil langkah cepat, lalu membanting pintu kamar mandi dengan keras.Demian yang masih belum menyadari letak kesalahannya, malah memiringkan kepala dengan gurat kebingungan."Memangnya apa salahku? Dia yang berteriak histeris seperti kaget melihat sesuatu yang menakutkan, makanya aku di sini melindungi dia. Kenapa dia malah marah-marah
"Acasha, it's okay. Kamu tidak perlu sungkan. Kami sudah biasa berbagi pekerjaan, termasuk membereskan meja makan. Jadi, sekarang pergilah bersama Demian. Oke?" bujuk Chesy membantu menenangkan sang gadis keras kepala."Chesy ...." gumam Acasha malah memasang wajah cemberut. "Sebenarnya, bukan itu maksudku. Aku hanya ingin menghindari Demian. Kenapa kamu malah semangat mendukungnya seperti ini? Apa yang harus aku lakukan?" lanjut Acasha dalam benak."Sebagai gantinya, kalian bisa mengajakku makan bersama. Entah itu sarapan, makan siang, makan malam, atau apa pun itu. Bebas. Bagaimana, Acasha?" imbuh Chesy berusaha meluluhkan hati Acasha dengan tatapan manik cokelat yang berbinar.Acasha memejamkan pelupuk sesaat sambil menghela napas panjang. Ia pun menatap Chesy, lalu mengangguk pasrah. "Baiklah, aku menyerah," ungkap sang gadis disambut senyuman lebar pria bermanik biru.Akhirnya, mereka berdua meninggalkan Chesy seorang diri di dapur. Chesy terus memperhatikan kedua p
Tidak mendengar sahutan, Acasha kembali berucap, "Apa ada seseorang di sana?" Namun, selang beberapa saat menunggu, Acasha tak kunjung mendapatkan jawaban."Hmm. Apa aku salah lihat, ya?" gumam Acasha, menajamkan penglihatan. Ia pun melangkah pelan mendekati pintu kamar yang sempat dilewati sekelebatan hitam.Kurang beberapa langkah saat Acasha hampir sampai di depan pintu, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Sontak Acasha terkesiap. Ia berbalik sekaligus melompat dan menjaga jarak sebagai sikap perlindungan diri."Pfft. Hahaha. Maaf, sudah membuatmu terkejut!""Ahh ... Ternyata kau, Chesy," lega Acasha melihat wajah wanita cantik yang dikenalnya seraya mengelus dada."Apa yang kamu lakukan malam-malam di sini? Kenapa jalan mengendap-endap begitu?" tanya Chesy, berhasil memergoki seekor kucing pemberani tengah gagal mengintai mangsa dalam kegelapan."Aku melihat bayangan hitam di sini. Kupikir itu seseorang, jadi aku mencoba mendekatinya. Tapi, kau
Acasha menggeliat di atas ranjang, merenggangkan setiap sendi tubuhnya yang terasa kaku setelah berpetualang di alam mimpi. Ia menoleh ke samping, menatap sofa yang sudah kosong bersama bantal dan lipatan selimut tertata rapi."Dia sudah pergi?" batin Acasha, melirik jam dinding masih menunjuk pukul tujuh. "Tapi, ini masih terlalu pagi. Ah, mungkin dia sedang sarapan. Lebih baik aku segera menyusulnya," lanjutnya kemudian bergegas menuju ruang makan.Benar saja. Setibanya di ruang makan, Acasha melihat Demian dan Chesy tengah sibuk membereskan piring dan gelas kotor dari meja makan."Ah, sepertinya aku terlambat," gumam Acasha seketika menarik perhatian Chesy."Oh, Acasha! Sepertinya tidurmu sangat nyenyak," celetuk Chesy sebelum beranjak menuju wastafel."Sepertinya begitu," sahut Acasha melirik pria yang sedang mengelap meja."Pagi, Acasha! Duduklah!" sapa sang pria tampan yang merasa diperhatikan. Ia menarik satu kursi dan mempersilakan Acasha."Eum, aku mau