"Kenapa kau jadi diam, putri Astra?" tanya permaisuri.Astra langsung menegakkan badannya setelah ia menerka mengenai wanita berambut biru yang mencurigakan."Aku ingin tau siapa sebenarnya wanita itu, aku merasa aku pernah melihat dia sebelumnya." Astra memberi isyarat pada pelayannya."Selidiki wanita berambut itu, berikan informasi yang banyak tentang dia, dapatkan sebanyak mungkin!" Pelayan itu langsung mengangguk. Permaisuri sedikit mengernyit dengan tindakan Astra yang sangat jarang terlihat. "Kau begitu peduli tentang wanita itu?" tanya permaisuri."Aku mencurigainya dan aku tidak suka pada hal-hal yang mencurigakan di hatiku, aku selalu mendapatkan apa yang mengganjal termasuk aku harus mendapatkan informasi tentang dia."Permaisuri menghela nafas."Hah ... tidak disangka putri no.1 Ziarkia melakukan semua itu hanya untuk melawan seorang budak, bukannya ini memalukan?"Astra memasang wajah dingin dan langsung mendekati permaisuri."Ingat satu hal, jika aku tidak bisa menjadi
Pangeran Max, selama Red tidak ada di kediaman Nest, ia menjadi pendiam kembali, semua orang merasa kasihan melihatnya, orang-orang di sekitar sudah tau jika Max tertarik dengan wanita berambut biru itu, namun jika wanita itu adalah milik sang kaisar maka itu akan menjadi sebuah pengkhianatan, sementara Max masih memandangi burung beonya yang membawa kerinduan pada wanita yang dicintainya.Duke Samuel merasa lelah dan kesal melihat anaknya yang jatuh cinta pada manusia dari kalangan rendah, ia bahkan beberapa kali memperkenalkan Max kepada para wanita dari anak bangsawan, namun Max selalu mengatakan dia tidak bisa menikahinya karena hatinya hanya untuk Red saja, lalu suatu hari, seorang pelayan membawa sebuah surat padanya, surat itu tertulis nama Red.Max, ini aku Red, maafkan aku karena aku telah meninggalkanmu dan pergi ke Ziarkia. Kau pasti tau kenapa aku bisa berada di sini, aku hanyalah seorang budak dan harus menyelesaikan tugas dari Duke Samuel untuk mendekati kaisar Stefen Ang
"Red, lama tidak bertemu," ujar Max dengan penuh haru.Sementara Laura menatap sekeliling taman carpable, ia mencari sosok Stefen, orang yang telah mengajaknya bertemu, namun ia tidak melihat Stefen di mana pun.Stefen, kenapa dia tidak ada di sini? Bukannya dia yang mengajakku untuk bertemu? Batin Laura.Max mengikuti arah pandang Laura, namun ia tidak menemukan sesuatu."Apa kau mencari sesuatu?" tanya Max penasaran."Ah, tidak, kebetulan kita bisa bertemu di tempat seperti ini." Max mengernyit heran dengan ucapan Laura."Kebetulan? Bukannya kamu yang mengirim surat padaku untuk bertemu diam-diam?" tanya Max.Laura terkejut dengan ucapan Max."Aku, yang mengajakmu ketemuan?""Benar?"Bagaimana mungkin? Aku sama sekali tidak membuat surat itu, jadi aku di sini di jebak? Apakah Stefen pelakunya? Dia yang mengirimi aku surat untuk datang ke tempat ini."Sudahlah, jangan pikirkan yang lain. Aku sangat senang dengan munculnya surat itu." Max berjalan mendekati Laura. Laura merasa canggung
"Nona Red!" teriak pelayan Laura yang pergi menghampiri nonanya yang terjatuh di lantai. Red membantunya untuk berdiri. Pandangan mata dari sekitar tempat itu menatap dingin dan mulai berbisik tentang dirinya."Wanita jalang, dia pikir dia layak untuk kaisar? Syukurlah, akhirnya kedok wanita itu diketahui oleh kaisar, kalau tidak, dia pasti akan menjadi ratu yang paling rendahan." cemooh para wanita dan pelayannya."Jangan cemaskan aku Red, aku akan baik-baik saja di sana."Red tidak mengerti apa yang salah dengan nonanya sampai mendapatkan hukuman penjara bawah tanah? Yang Red ketahui tempat itu luar biasa gelap dan sepi, bagaimana bisa nonanya kembali ke sarang yang menyakitkan? Red, pelayan paling setia Laura bersujud memohon ampun kepada kaisar, bahkan ia memberi kesaksian."Yang Mulia, jika nona Red akan tinggal di penjara bawah tanah maka bawalah aku untuk menggantikan hukumannya."Laura terkejut dengan permintaan Red, ia langsung menolak dengan tegas."Tidak! Kau tidak bersalah
Kenapa aku selalu mendengar perkataan diriku sendiri? Batin Laura. Di tengah ia sedang merasakan sensasi terbakar dari bintang Cupid yang sedang kambuh kembali, Baron dari luar sedang menghadapi kedua pengawal yang melarangnya masuk ke tahanan bawah tanah istana."Tuan Baron, Yang Mulia sudah mengatakan untuk melarang siapa pun menjenguk wanitanya!"Baron emosi mendengar penuturan pengawal yang berani melarangnya masuk, ia menyumpahi Stefen dari hatinya.Jika kamu tau jika wanita yang kamu penjara itu adalah wanita yang sudah kamu cari selama ini, kamu pasti akan menyesal!"Aku tidak peduli jika kaisar akan menghukumku! Aku ingin melihat keadaannya, kau bahkan berani menghadapi ketua panglima, apa kau tidak takut mati?!" geram Baron menakuti pengawal yang sudah mulai gelagapan. Kedua pengawal itu saling menatap dan merasa takut, mereka saling berisyarat dengan matanya untuk membiarkan Baron masuk ke penjara bawah tanah.Akhirnya kedua pengawal pun memutuskan untuk membiarkan Baron mas
Stefen panik ketika Laura tak sadarkan diri. Ia mencoba membangunkan Laura dengan memanggil namanya 'Red', mencoba menepuk pelan pipinya, namun wanita itu sepertinya sudah kelelahan menahan rasa sakitnya hingga limbung ke pelukan sang kaisar."Yang Mulia, sepertinya sensasi terbakarnya mulai mereda, bisakah Anda menolongnya? Sebelum dia datang ke istana Ziarkia, dia sudah pernah merasakan sensasi terbakar di tubuhnya," tutur Red."Dia mengalami ini sebelumnya?" Red mengangguk mengiyakan. Dari sekian banyak wanita yang pernah dibawakan Duke Samuel kepada Stefen, Laura adalah satu-satunya wanita yang terlihat berbeda, dia tidak ingin kekuasaan kaisar, tidak ingin memiliki jiwa dan harta kaisar, dia malah seperti orang yang terpaksa melakukan sesuatu yang sangat ia benci sampai membuat kaisar geram untuk mengungkapkannya, namun wanita ini di pandangannya sangatlah misterius.Di sisi lain Baron memperhatikan sahabat di hadapannya yang begitu peduli pada Laura meskipun ia masih belum meng
Suara kicauan burung di pagi hari membuat Laura terbangun, matanya perlahan terbuka sedikit demi sedikit dan samar-samar ia melihat seorang pria tidur di ranjang bersamanya. Saat matanya mulai bisa melihat dengan jelas, Laura tertegun begitu sadar Stefenlah pria itu, tapi Laura kembali memikirkan bagaimana ia bisa kembali ke kamarnya? Dan selintas beberapa ingatan ketika dirinya kepanasan saat binatang Cupid itu bereaksi Laura sempat melihat kecemasan Stefen di hadapannya, begitu Stefen memeluknya, rasa kepanasan saat itu mulai mereda dan Laura kehilangan kesadaran, sejak saat itu Laura mulai mengerti reaksi Cupid. Ia yang menginginkan darah Stefen juga ia bisa berhenti hanya karena sentuhan Stefen. Ini terdengar gila ldan membuatnya ngeri, bahkan Laura tak ingin membayangkan bagaimana setiap malam ia harus meminta Stefen untuk menyentuhnya? Tidak! Kemarin Stefen sudah membuatnya begitu malu dan membawanya ke penjara bawah tanah yang begitu mengerikan, bagaimana bisa Laura langsung m
Red sebagai pelayan Laura yang setia membawa banyak buku untuk dibaca nonanya di sela terkurung di dalam kamar, Laura tampak sudah jenuh karena ia sudah seharian berdiam diri di kamarnya. "Red, aku tidak bisa berdiam diri di sini saja, ini benar-benar membosankan! Bisakah kau membawa aku pedang atau belati? Atau tongkat apa pun itu! Aku akan melenturkan tubuhku untuk melatih diriku kembali," tutur Laura. "Melatih apa? Memangnya kau ini bisa bertarung?" ejek Red yang meremehkan Laura. "Inilah salah satu rahasiaku! Aku pandai berkelahi, itu sebabnya bekas luka di tubuhku muncul." Red mengingat bekas luka sebelumnya di tubuh Laura, ia menatap nonanya. "Benarkah?" Tampaknya Laura harus membuktikan dirinya pada pelayan yang sudah meremehkannya ini, sudah lama ia tidak menggerakkan tangannya untuk berlatih dan bertarung, ia menarik bawahan rok yang menutupi kakinya itu dengan satu kali tarikan merobeknya. Batas betisnya menjadi batas robekan gaun yang dia pakai. Red terkejut melihat no
Kabar kritis Stefen sampai ke telinga Astra di kediamannya. "Apa katamu? Stefen tidak sadarkan diri? Apa yang terjadi padanya selama ini?" Astra kaget mendapat kabar baru tentang Stefen yang kondisinya kritis. “Saya dengar Yang Mulia mogok makan berhari-hari, seminggu hanya minum satu gelas air hangat, rutinitasnya berburu binatang dan membagikannya kepada orang miskin, namun tubuhnya yang tidak seimbang menyebabkan dia dicakar oleh seekor beruang besar." Air mata Astra mengalir cukup deras tanpa suara, kedua telapak tangannya terkepal penuh haru. "Kenapa dia tidak berselera makan? Mungkinkah dia sedang merasa kehilangan aku atau... dia dibuat sedih oleh wanita berambut biru itu?" suara Howard teringat kembali, Howard pernah mengatakan padanya jika Red adalah Laura Estelle. Tidak-tidak, tidak mungkin seperti itu. Astra menatap dirinya di cermin, mata hijaunya menghilang, emosinya terkikis, kini ia telah kehilangan kekuatan sihir pemotongannya. Menjadi manusia biasa membuat
Baron berusaha membangunkan Laura dengan menepuk lembut pipinya, ia mengamati bagian tubuh Laura yang terlihat di hadapannya, ia tidak melihat satupun luka di tubuhnya, mengapa Laura sendirian dan terbaring seperti ini? dia benar-benar berniat untuk meninggalkan semuanya? Pikir Baron, yang ia tahu, Laura adalah wanita yang sangat kuat dan gigih. Untuk pertama kalinya dia melihat Laura terjatuh lemah seperti ini, melihat pahlawan wanita yang sangat berjasa atas kehidupannya, Baron merasakan sakit hati yang luar biasa karena telah gagal menjaganya dan membalas kebaikan Laura selama ini. “Laura, Laura, bisakah kamu mendengarku?!” panggil Baron dengan lembut. Tidak ada satupun pergerakan yang terlihat, di tengah hujan yang sangat deras dan angin kencang, Baron memaksakan diri untuk menempatkan Laura di atas kudanya. Meski dalam perjalanan Baron berharap Laura baik-baik saja, kini ia memikirkan keduanya dengan perasaan khawatir yang sama pada Stefen dan Laura. Mengapa kalian berdua t
Seminggu setelah Stefen siuman, Stefen mendapat balasan dari Kirim yang kembali membawa pesan tentang Laura, namun mirisnya Stefen mendapat kabar yang menyedihkan, hadiah yang diberikannya tidak diterima dan yang lebih mengejutkannya adalah Laura meninggalkan Nest dan juga Ziarkia, dia sangat sedih mendengar hal itu, ia melampiaskan emosinya dan kembali berburu ditemani para pengawalnya, gambaran mimpi buruk selalu muncul di benaknya dan tidak pernah berhenti. "Enyahlah di hadapanku!." Kata-kata Laura sangat menusuk, membuatnya kehilangan semangat hidup, betapapun dia mengalihkannya untuk berburu, dia masih terus mengingat kata-kata itu berulang kali. Suatu ketika seekor beruang besar hampir terjatuh menimpa tubuhnya yang lebih kecil. Para penjaga sudah siap turun tangan membantu Stefen, namun dengan cepat menggunakan jurus pedang tankendon, beruang besar itu terluka. Darah kental beruang itu muncrat ke seluruh tubuh Stefen. Stefen berbalik dan pergi dengan tatapan kosong, sementar
Max tersulut emosi dengan ucapan Kirim, semua hanya karena ikrar ketika wilayah kekuasaannya berhasil diambil alih menjadi milik Ziarkia. Mau tak mau ada beberapa penegasan yang menjadikan dirinya tak bisa melawan balik. Kirim bisa menatap mata tegas itu sebagai emosi Max yang sangat kontras, sehingga ia memberi cibiran padanya. "Kalau tatapan itu bisa membunuh! Aku yakin bahwa itu sudah bisa menebak keinginan hasrat untuk membunuhku!" Terdengar kasar jika kalimat itu dilontarkan di hadapan wanita yang dicintai Max. "Dengar, Kirim, aku bisa mengusirmu sekarang juga dan melarangmu untuk datang kemari lagi!" Max tidak ingin jika wanita yang ia cintai melihat emosi dirinya yang berapi-api dia sungguh menjaga martabat itu, agar Laura bisa memandangnya sebagai pria yang baik dengan penuh ketulusan. Tapi tak bisa dipungkiri lagi jika perang saling tatap terus berlanjut antara dirinya dan kirim. "Coba saja kalau bisa!" ucap Kirim melawan balik dengan menatap matanya.. Laura ha
Seminggu kemudian, kehidupan di Nest aman terkendali, Laura mulai mendapatkan pelajaran baru tentang pedang, guru yang melatihnya terlihat tangguh dan juga lincah, wajahnya terlihat sangar dan menakutkan namun ternyata pria itu sedikit periang dan juga suka bercanda dengannya. Laura yang sudah sangat lama tidak berlatih pedang merasa gerakannnya kembali kaku, ia mendapatkan kesulitan mengimbangi tubuh saat berlatih bersama gurunya yang berkulit sawo matang, rambutnya panjang hingga di kucir di belakang, namun ia memiliki penampilan yang sangat gagah dan juga telaten. Bunyi perlawanan pedang masih terus berlanjut, Laura sudah merasa terintimidasi oleh serangan gurunya, hingga dalam gerakan terakhir berhasil membuat pedangnya terjatuh, sang guru memintanya beristirahat. hah hah hah suara helaan nafas Laura. "Luar biasa, Nona. Ini baru perlatihan pertama, tapi gerakanmu terlihat sudah terbiasa memakai pedang," puji guru. Laura tersenyum setelah mendengar pujian dari gurunya, rasa
Pencarian Ritim masih terus dilakukan hingga malam hari, Max telah memerintahkan seluruh bawahannya untuk tidak menyerah dan mengeluh sampai Ritim ditemukan. Terlalu lama menunggu, ia akhirnya kembali menemui Laura di kamarnya. Di belakang pintu, ia hendak mengetuk tapi perlahan ia urungkan niatnya karena merasa gagal melindungi Laura dari bahaya, karena merasa malu untuk bertatap muka, Max hanya mampu berkata dibalik pintu mencoba memanggil namanya. "Laura, apa kau sudah tidur?" tanyanya dengan suara yang rendah. Laura masih terisak, hatinya masih mengingat segelintir ingatan yang kembali padanya, mendengar suara Max, ia langsung membuka pintu dan menyenderkan kepalanya. Max tertegun sebentar hingga ia perlahan membalas Laura dengan pelukan. Saat ini Laura merasa sedikit stress antara keberuntungan dan kesedihan yang membuatnya bertahan hidup selama ini ternyata telah lama dalam lingkaran ramalan ibunya. Ia membutuhkan sandaran untuk hatinya yang sedang bersedih, dan Max tepat di
Ritim sudah hampir sekarat semenjak ia melarikan diri dari Nest. Ini adalah pertama kalinya ia merasa sesak nafas karena bau darah yang menyengat dari Laura, ia bertanya-tanya pada dirinya mengapa ia merasakan hal itu? Tidak bisa mendekatinya dan melarikan diri. Kesal disertai dengan emosi karena terpaksa berpisah dengan pangeran Max yang sangat dicintainya. Kembali ke Black Hall tempat persembunyian ras iblis Raja Neon, dengan nafas yang tersenggal dan langkah kaki yang kikuk, Ritim terus memaksakan diri untuk terus berjalan. Howard yang kebetulan berjalan tak sengaja memperhatikannya di kejauhan, ia melihat Ritim dengan wajah yang pucat dan melihat wanita itu terus berteriak. "Panggil Raja Neon, sekarang! Cepat!" teriak Ritim pada bawahan yang sedang berjaga. Tak kunjung lama Raja Neon datang menghampirinya, Howard yang berada di kejauhan penasaran dengan apa yang sedang dia lihat di hadapannya, ia pun dengan hati-hati bersembunyi untuk memperhatikan Raja Neon dan Ritim mengobrol
"Ibu, apa yang akan kau lakukan padanya?" tanya seorang laki-laki remaja yang berdiri dengan penasaran melihat penyihir wanita itu bersiap-siap membuka pakaian Laura yang saat itu masih anak-anak dan terbaring di atas kasur dengan tak berdaya. "Aku melihat ada malapetaka untuknya setelah ini, tapi, aku ingin dia bisa hidup seperti anak normal lainnya, di bawah sinar matahari dan melihat benda-benda indah di sekelilingnya," balasnya. Sejak Laura terlahir ke bumi, ia sudah memiliki penyakit langka yang membuat dirinya tidak bisa dekat dengan matahari dan bulan. Ia hanya bisa berdiam di rumah dengan tubuh yang memiliki banyak tanda seperti luka bakar. Penyakitnya ini membuatnya sangat menderita hingga dirinya tak sanggup untuk hidup lebih lama lagi dan memilih untuk tidak bicara pada siapa pun. Tidak dibiarkan keluar, menatap teman sebaya yang terdengar bergembira di lapangan membuatnya sangat iri. Betapa dirinya hidup dengan tubuh yang begitu lemah, hingga ia merasa berkecil hati dan
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Neon dengan mata yang terbelalak, ia terkejut karena ia kembali pada waktu sebelumnya menyerang, dirinya di tempat yang sama dan melihat rakyat Ziarkia baik-baik saja, dia masih mengingat apa yang dia lakukan sebelumnya karena hampir menyerang seluruh pengawal di Ziarkia. Namun yang lebih mengejutkan adalah ia menatap Lyra di hadapannya berdiri dengan penuh luka di sekujur tubuhnya."Apa kau sudah gila! Kau benar-benar memilih mati!" teriak Neon.Lyra tidak bergeming, kepalanya sudah mulai terasa berat dan matanya menjadi remang-remang, kekuatannya sudah diambang batas.Sementara Raja Ziarkia yang masih terperangkap dalam sangkar salju tak kuasa menahan derita dan terus memukul sangkar salju, berharap ia bisa membantu Lyra yang sudah berkorban untuk Ziarkia.Lyra menatap kekasihnya dengan senyuman yang sangat tulus, ada perasaan yang sangat bersalah di dalam hatinya ketika ia memandang pandangan Neon dan kekasihnya."Semua ini salahku! Jika saja ak