Manusia bisa berencana, tapi takdir yang menentukan.
Ayden pikir, setelah dia membereskan kekacauan yang Maura buat, dia bisa bersatu bersama Delisha. Apa yang dia pikir akan semulus pantat bayi, nyatanya semua terasa runyam. Hidup ini seperti sungai, saat air mengalir ada saja tai yang lewat. Mungkin itu gambaran hidup Ayden.
Delisha salah paham. Gadis bodoh dengan segala asumsi bodoh yang dia punya. Sudah bodoh, keras kepala. Delisha yang merusak segalanya dan membuat dirinya seolah-olah korban yang paling tersakiti.
"Dan kamu pikir aku peduli dengan semua yang kamu lakukan? Tidak! Semua kepercayaan aku hilang! Kamu menghilang di saat aku butuh, Oma sakit, dan sampai meninggal, sedikitpun kamu tak pernah ada di sana. Aku bersabar, dan memberi kamu waktu berkali-kali, tapi kamu tidak pernah tahu itu dan selalu seenaknya."
"Oma?"
"Ya! Oma meninggal!" Delisha berteriak s
"Masuk aja ke dalam. Mami tunggu di luar." pesan Delisha pada Cheryl yang mengangguk. Bocah cantik itu begitu bersemangat, memakai seragam baru, sepatu baru, tas baru, beli aksesoris baru, tempat bekal baru, buku baru.Bahkan Cheryl sudah bangun subuh hari agar pergi ke sekolah karena tidak sabar memakai semua perlengkapan sekolah yang baru.Yang bikin Delisha geleng-geleng dan senyum, adalah Cheryl tidur malam sambil memeluk barang-barang baru tersebut. Antusiasnya luar biasa, itu yang membuat Delisha sibuk dan tak ada waktu untuk memikirkan hal-hal sial lainnya.Seperti biasa, banyak orang tua yang menunggu anak mereka di luar bersama pasangan masing-masing. Delisha hanya menunduk melihat dirinya, tubuhnya yang kecil membuat dirinya masih seperti anak remaja walau sudah punya anak.Dia duduk di halte dan menunggu Cheryl pulang sekolah, kebetulan Delisha ada jam kuliah siang, jadi dia punya
Delisha tidak membenci Cheryl, tapi jiwanya terkuras habis membuatnya seperti mengabaikan Cheryl, padahal dia selalu memperhatikan putrinya.Delisha duduk dari kejauhan, dan melihat Cheryl yang sedang menggambar, Cheryl paling semangat sekolah dan mengerjakan PR, diam-diam Delisha bangga jadi seorang ibu."Ayam-ayam punya ekor. Eh maksudnya, ayam-ayam punya sayap." Cheryl berbicara sendiri dan meralat perkataannya sendiri.Cheryl membongkar tas miliknya dan mengeluarkan pewarna dan mulai memberi warna sesuai dengan imajinasinya.Delisha langsung berangkat membuatkan susu untuk Cheryl. Dia mengaduk susu begitu lama, sambil memikirkan Ayden yang menguras emosinya begitu dalam.Delisha menggeleng, dan membawa susu itu di hadapan Cheryl dan mulai belajar bersama Cheryl.Ayden sudah lulus kuliah. Baiklah! Delisha tak ingin memikirkan laki-laki itu, walau pikirannya tetap ke sana meski raganya berada dalam ruang
Delisha tahu, Cheryl menganggap dirinya ibunya yang kejam. Dia tidak bisa mencegah saat Cheryl tumbuh menjadi anak tidak mendapatkan kasih sayang orang tua.Hubungan mereka dingin, bahkan tidak bertegur sapa. Cheryl sudah besar, sudah kuliah, walau Delisha terus memperhatikan putrinya dari jauh. Saat melihat Cheryl dia selalu merasa bangga, menjadi seorang ibu. Dia tidak pernah membenci Cheryl.Delisha pusing dengan toxic relationship yang dia jalani bersama Ayden, terus bertengkar, berbaikan lagi, dan circle itu kembali. Delisha sudah dewasa, mandiri, punya karir bagus tentunya dia tidak butuh Ayden jika terus-terusan terjebak dengan toxic relationship.Bertahun-tahun juga Delisha tak pernah membuka hatinya untuk laki-laki lain, rasa itu hanya tersimpan untuk Ayden, dan juga Delisha malas untuk drama. Dia sudah tahu bagaimana capeknya menjalani hubungan relationship. Ayden sering menemui dirinya berbicara baik-baik dan ingin bertemu Cheryl tap
Delisha memperhatikan garis dan lekuk wajah Cheryl. Sudah besar, tidak menyangka, bayinya yang dulu merah dan perjuangannya melahirkan sendiri di toilet sampai ada rasa untuk mencekik bayi itu hingga mati, tapi lihatlah kini, bayi itu menjelma jadi seorang gadis cantik.Delisha senang hubungannya bersama Cheryl kembali membaik, bahkan begitu hangat. Dia sedang makan, sedangkan Cheryl juga makan, walau dia fokus pada ponselnya. Delisha tahu ada yang tidak beres, dia juga tahu jika Cheryl menyukai Juna, dan Cheryl harus membunuh perasaan itu.Mungkin butuh waktu, agar Cheryl bisa mengenal Ayden sebagai ayahnya. Cheryl tumbuh tanpa sosok ayah dan itu tak mudah."Mau tambah?" Cheryl menggeleng. Begitu sayangnya seorang ibu pada anaknya.Delisha pandangi Cheryl dengan sayang, dia ingin Cheryl senang dan tidak merasa sia-sia di dunia ini. Delisha tersenyum, ingin dia peluk Cheryl dan mengatakan dia
Cheryl dan Delisha bertengkar. Masalahnya sepele, Delisha melarang Cheryl menyukai Juna, Cheryl keras kepala tidak ada yang boleh mengaturnya."Sekarang, mami cuman mau jangan dekati Juna lagi. Dan tolong buang perasaan itu." pinta Delisha baik-baik."Atas dasar apa mami melarangku?" tantang Cheryl."Aku, Mamimu.""Alasan yang konyol!" Cheryl tersenyum meremehkan."Aku tahu yang terbaik buatmu!""Tapi tidak dengan melarang dan mengaturku. Apalagi tentang perasaan aku. Ini bukan jaman dulu, sekarang semua orang bebas menaruh perasaan pada siapa aja.""Bagaimana, mami bilang kalau kamu dan Juna saudara kandung? Ayah Juna, ayahmu juga!""A-pa?"Cheryl langsung terkejut, Delisha tersenyum. Dia tahu, ini akan jadi beban buat Cheryl, tapi dia ingin Cheryl tahu dan mungkin sudah saatnya Cheryl mengenal langsung siapa ayahnya.Delisha perlahan mendekati Cheryl yang langsung terdiam, dia akan memberi peng
Detik ini Delisha tahu hidupnya berubah, menit ini dia tahu putrinya yang cantik hanya tinggal nama. Berkali-kali dia pingsan, terbangun dan kembali pingsan, jika dia belum siap menerima kenyataan yang ada.Wanita itu terbaring lemah di atas kasur, jiwanya dibawa pergi, Cheryl pergi! Cheryl meninggalkan dirinya untuk selamanya, putri yang dia rawat dari kecil, putri cantik yang Delisha cinta sepenuh hati. Hatinya begitu sakit, tidak bersemangat untuk melakukan apa-apa."Lisha!" Delisha tak ingin mendengar apa-apa. Rasanya dia hanya ingin menangis, atau ikut meloncat ke kuburan Cheryl.Tubuhnya lemah. Saat merasakan sapuan itu Delisha semakin menutup matanya, jiwanya serasa ikut terbang, tidak ikhlas sama sekali!"Sayang." Delisha memekakan telinga dan mengunci semua indranya.Ini berat! Sangat berat!Ayden tahu, semuanya berubah dan tak lagi sama. Mungkin seumur hidupnya akan dia habiskan untuk penyesalan.
Enam bulan kemudian.Tidak mudah bagi Delisha untuk melewati ini semua. Dia terus saja menangis seperti orang gila, bahkan Delisha memilih resign dari pekerjaannya. Harusnya dia menyibukkan diri dengan bekerja agar tidak mengingat Cheryl terus-terusan, tapi Delisha tahu dia tidak akan bisa bekerja dengan tenang, daripada dia terus menangis saat bekerja, lebih baik Delisha mengurus anak-anaknya—berbagai macam bunga.Mulai menata diri, dan memperhatikan asupan.Bersama Ayden, Delisha bisa sampai sejauh ini. Jika tidak, mungkin dia sudah tinggal nama. Cheryl adalah alasan dia bertahan hidup, tapi saat putrinya pergi, dia tidak punya alasan lagi.Delisha menyisir rambutnya yang terus saja rontok, tapi dia sudah menata hidupnya, makan dengan teratur dan memberi vitamin rambut.Delisha sekarang jadi pengrajin bunga, dia menanam berbagai tanaman di samping rumahnya, yang ada gazebo. Delisha belum berani untuk mengunjung
"Anak Mami yang cantik, setahun itu rasanya cepat, lambat, menyiksa, kelam, terpendam. Tidak menyangka, kamu pergi untuk selamanya. Setahun berlalu, tapi, Mami tak pernah lihat senyuman kamu kecuali hanya dalam mimpi. Bahkan, udah jarang mami mimpi. Kenapa? Udah nggak rindu Mami, lagi? Udah bahagia di sana?" Delisha masih bersungut sambil curhat, di kuburan Cheryl."Ah, Mami masih belum ikhlas. Tapi ... Hari ini, dengan segala kelemahan, Mami datang untuk pertama kalinya ke sini. Ini bukan hal yang mudah, Nak. Tapi, perlahan Mami bisa bangkit. Kamu pergi, tapi, penyesalan terdalam dari kami semua takkan pernah kami lupa sama kami menyusulmu. Mami tahu, kamu pernah menyebut, Mami sebagai Mami yang kejam di muka bumi ini." air mata itu tak berhenti mengalir, bahkan semakin deras seperti air terjun Niagara. Padahal, Delisha sudah berjanji untuk melupakan semuanya, tapi kembali lagi ke kuburan, sama seperti kembali mengingat memori lama yang tersimpan, dan luka itu kembali
"Cheryl, jangan cekik adiknya!" Delisha sudah berteriak, melihat Cheryl yang ternyata sangat nakal walau dia perempuan. Hobby manjat, merusak barang, dan membuat adiknya menangis.Delisha mendekat ke arah kedua anaknya dan memisahkan Cheryl dari Auden. Bayi mungil yang nengerjap-ngerjap lucu dan memasukan tangan ke mulut."Mami, makan." Delisha akhirnya mengendong Cheryl dan membawa ke dapur. Putrinya hanya bersandar di bahunya dan terus bergerak-gerak tak nyaman. Delisha merasa Cheryl ini lebih nakal dari Cheryl dan akan jadi preman ketika besar nanti."Mami masak spaghetti. Suka?" Cheryl mengangguk. Di usianya yang yang tiga tahun, Cheryl sudah lancar berbicara dan sangat cerewet."Duduk di meja, atau bantu Mami ngaduk pastanya." Cheryl membantu ibunya mengaduk dengan tangan mungilnya. Bocah itu duduk dekat tungku.Delisha menyiapkan saus untuk pasta mereka. Bayi Auden berusia lima bulan dan harus ekstra menjaganya,
Delisha memperhatikan perut buncitnya. Dengan terusan berwarna abu-abu dia duduk di sofa sambil nonton TV.Sejujurnya, untuk bernapas saja dia kesusahan sekarang. Wanita itu menunduk melihat kakinya yang membengkak."Mami, Sayang." Delisha berbalik melihat suaminya dan tersenyum, Ayden membawa susu di tangannya.Laki-laki itu meletakan gelas berisi susu di atas meja dan menarik kaki Delisha dan memijitnya."Capek bangat, ya?" Delisha hanya mengangguk. Sebenarnya sekarang masih pagi, dia sudah berjalan keliling komplek, disarankan berjalan atau melakukan olahraga kecil agar membantu proses kelahiran. Sedikit takut dan was-was. Saat kehamilan Cheryl dulu, Delisha tidak pernah merasa se was-was seperti ini. Mungkin karena kehamilan dulu tidak dia harapkan dan ketakutan."Kamu ngapaian?" pekik Delisha, ketika merasakan Ayden membuka dress miliknya. Terlihat gumpalan bulat dengan ujung perut yang terlihat memerah, urat-urat
Pesawat lepas landas dari Bandara Leonardo da Vinci di Fiumicino Roma menuju Bandara Punta Raisi di Palermo, ibu kota Sisilia. Cuaca pagi itu sangat cerah.Perjalanan satu jam menuju pulau Sisilia, membuat Mawar menggenggam tangan Juna norak, dia selalu terbayang tempat itu banyak mafia di sepanjang gang dan memegang senjata, salah melangkah, maka kamu akan tewas."Tuh kan, Yang." Mawar berbisik ketika tiba di bandara dan diperiksa langsung oleh seekor anjing herder besar berwarna coklat. Gadis itu mengintip melihat gigi-gigi anjing yang panjang dan tajam, bisa dipastikan semua kulit dan dagingnya koyak.Anjing itu mengendus-endus, jangan sampai ada barang haram yang terbawa masuk ke pulau ini.Setelah mengintip lagi, Mawar melihat banyak turis yang tersenyum cerah sama seperti cuaca di Sisilia pagi ini. Mawar sedikit bernapas lega, tampak tak ada polisi atau tentara bersenjata seperti bayangannya.Sisilia menawarkan keindah
Papergbag berisi banyak makanan, berada di tangannya.Keduanya berjalan sambil tersenyum, dan akan mengumumkan kehamilan Delisha ke orang tua Ayden. Usia yang tak lagi muda untuk mereka semua, tapi, Delisha dan Ayden menyambut antusias kehadiran Cheryl.Dulu sekali, saat masih remaja, bodoh dan naif, mereka merasa kehamilan itu awal bencana, teringat saat keduanya bolos sekolah demi mengugurkan anak walau gagal, berkali-kali menelan pil untuk mengugurkan anak, makan nanas mudah soda seperti yang orang-orang bilang, nyatanya tak berhasil."Mama." Delisha langsung bersorak norak, ketika memasuki ruang tamu.Ibu Ayden yang sudah tua dengan kulit keriput walau masih cantik tersenyum ke arahnya."Mama." Delisha memeluk Ibu Ayden, sosok ibu itu bisa dia rasakan, ketika dia hidup tidak pernah merasakan bagaimana punya ibu yang sayang dan peduli padanya."Papa." Delisha juga memeluk Papa mertua."Mama
"Di antara banyaknya kejadian, di antara semua kejadian yang entah sengaja atau tidak, pertemuan bersama kamu adalah sebuah pertemuan yang selalu membuatku bersyukur di antara semua embusan napas ini.Terima kasih, telah hadir dalam hidupku, terima kasih telah mengisi hari-hariku yang terasa suram dan seolah tak masa depan yang menjanjikan di sana, tapi, kehadiran kamu mencerahkan semuanya." Delisha tersenyum pada Ayden memegangi wajah laki-laki itu. Saat mengingat kisah hidupnya, dan juga perjalanan panjang ini rasanya air matanya terus saja meleleh, Ayden sengaja Tuhan ciptakan untuknya.Ayden menyeka air mata wanita cantik itu. Rumah tangga mereka terasa damai, usia yang matang membuat sama-sama mengerti dan mengalah. Telah saling mengenal nyaris seumur hidup, membuat Delisha dan Ayden sama-sama memahami."Terkadang, kalau dipikir-pikir, semuanya sudah Tuhan atur. Ya, dulu, aku merasa Tuhan kejam dan Tuhan tidak adil, tapi, ketika aku menari
Delisha tidak menyangka, ketika orang lain menikah di usia 20-an, maka, dia akan merasakan jadi pengantin baru di usia 36 tahun. Bukan lagi usia yang muda.Tidak ada acara mewah, tidak ada pesta di gedung seperti menikah banyakan wanita seperti seorang Princess. Cukup, dia terus bersama laki-laki itu.Kerasnya hidup membuat Delisha terus belajar, tak perlu banyak menuntut, asal bersyukur dengan apa yang kamu punya sekarang, maka, semuanya terasa lebih dari cukup.Wanita itu mematut dirinya di cermin. Gaun velvet brokat simple warna putih tulang yang Delisha pilih. Dia akan menambahkan mahkota kecil di kepalanya."Ah, sudah tua." Wanita itu berbicara pada dirinya sendiri dan menggeleng, takdir menuntun hidupnya untuk menemukan belahan jiwanya ketika berusia 36 tahun, setelah melewati banyak hal bersama.Tak terasa, bulir bening setitik merembes melewati pipi kiri. Tidak ada yang dia punya di dunia kecuali Ayden. Wanita
"Anak Mami yang cantik, setahun itu rasanya cepat, lambat, menyiksa, kelam, terpendam. Tidak menyangka, kamu pergi untuk selamanya. Setahun berlalu, tapi, Mami tak pernah lihat senyuman kamu kecuali hanya dalam mimpi. Bahkan, udah jarang mami mimpi. Kenapa? Udah nggak rindu Mami, lagi? Udah bahagia di sana?" Delisha masih bersungut sambil curhat, di kuburan Cheryl."Ah, Mami masih belum ikhlas. Tapi ... Hari ini, dengan segala kelemahan, Mami datang untuk pertama kalinya ke sini. Ini bukan hal yang mudah, Nak. Tapi, perlahan Mami bisa bangkit. Kamu pergi, tapi, penyesalan terdalam dari kami semua takkan pernah kami lupa sama kami menyusulmu. Mami tahu, kamu pernah menyebut, Mami sebagai Mami yang kejam di muka bumi ini." air mata itu tak berhenti mengalir, bahkan semakin deras seperti air terjun Niagara. Padahal, Delisha sudah berjanji untuk melupakan semuanya, tapi kembali lagi ke kuburan, sama seperti kembali mengingat memori lama yang tersimpan, dan luka itu kembali
Enam bulan kemudian.Tidak mudah bagi Delisha untuk melewati ini semua. Dia terus saja menangis seperti orang gila, bahkan Delisha memilih resign dari pekerjaannya. Harusnya dia menyibukkan diri dengan bekerja agar tidak mengingat Cheryl terus-terusan, tapi Delisha tahu dia tidak akan bisa bekerja dengan tenang, daripada dia terus menangis saat bekerja, lebih baik Delisha mengurus anak-anaknya—berbagai macam bunga.Mulai menata diri, dan memperhatikan asupan.Bersama Ayden, Delisha bisa sampai sejauh ini. Jika tidak, mungkin dia sudah tinggal nama. Cheryl adalah alasan dia bertahan hidup, tapi saat putrinya pergi, dia tidak punya alasan lagi.Delisha menyisir rambutnya yang terus saja rontok, tapi dia sudah menata hidupnya, makan dengan teratur dan memberi vitamin rambut.Delisha sekarang jadi pengrajin bunga, dia menanam berbagai tanaman di samping rumahnya, yang ada gazebo. Delisha belum berani untuk mengunjung
Detik ini Delisha tahu hidupnya berubah, menit ini dia tahu putrinya yang cantik hanya tinggal nama. Berkali-kali dia pingsan, terbangun dan kembali pingsan, jika dia belum siap menerima kenyataan yang ada.Wanita itu terbaring lemah di atas kasur, jiwanya dibawa pergi, Cheryl pergi! Cheryl meninggalkan dirinya untuk selamanya, putri yang dia rawat dari kecil, putri cantik yang Delisha cinta sepenuh hati. Hatinya begitu sakit, tidak bersemangat untuk melakukan apa-apa."Lisha!" Delisha tak ingin mendengar apa-apa. Rasanya dia hanya ingin menangis, atau ikut meloncat ke kuburan Cheryl.Tubuhnya lemah. Saat merasakan sapuan itu Delisha semakin menutup matanya, jiwanya serasa ikut terbang, tidak ikhlas sama sekali!"Sayang." Delisha memekakan telinga dan mengunci semua indranya.Ini berat! Sangat berat!Ayden tahu, semuanya berubah dan tak lagi sama. Mungkin seumur hidupnya akan dia habiskan untuk penyesalan.