Maman terus menatap tajam dengan aura mengancam ke arah para pria tersebut, dia menunggu reaksi selanjutnya dari mereka.
"Siapa yang menyuruh kalian melakukan ini?." Tanya Maman tegas.
Keenam pria tersebut saling berpandangan tak tahu mau berbuat apa, dengan tenang Maman menuju ke arah salah satu dari mereka. Maman memilih yang terlihat paling tegap.
Sontak para pria tersebut kemudian bereaksi dan memasang posisi bertahan. Me
"Pak Maman, kami sudah berhasil memperoleh keterangan yang cukup sebagai barang bukti dari para pelaku. Hari ini kami akan menangkap orang yang bernama Hans itu." Baru saja Maman masuk dan duduk diruang kerjanya, Briptu Muthalib menelepon untuk menginfokan hal tersebut.Maman mengapresiasi kinerja Briptu Muthalib dan timnya, mereka bekerja dengan cepat dan tepat kali ini."Terima kasih Pak Thalib, saya sungguh gembira mendengarnya.""Oh ya untuk dua kasus sebelumnya
Maman hendak mencegah Pak Sumardi untuk keluar ruangan, ia akan merasa lebih santai jika Pak Sumardi ada diantara dirinya dengan Pak Suryawan. Sayangnya ia kehilangan kesempatan untuk melakukan hal itu dan hanya memandang dengan kecewa saat Pak Sumardi menutup pintu dari luar."Maman, kamu apa kabar?."Maman menatap kearah Pak Suryawan dengan ekspresi dingin, sambil berkata. "Saya baik-baik saja.""Maman, kupikir saat ini tug
Betapapun terkejutnya Maman saat melihat kedua sosok tersebut ada di depan pintu ruang kerjanya, ia buru-buru segera menaiki tangga untuk menemui mereka. Kehadiran kedua sosok tersebut secara bersamaan pasti berkaitan dengan sesuatu yang penting.Segera, Maman sudah berhadapan dengan kedua sosok tersebut. Meskipun sedikit lelah karena harus menaiki tangga secara terburu-buru ia tetap tersenyum sambil bertanya."Eh tumben kalian berdua ada disini?."Dua orang yang menunggu Maman dari tadi adalah Simon dan Mursalim."Bukannya tadi Pak Maman yang menyuruh kami kesini?." Mursalim mengingatkan Maman soal pesan singkat yang masuk ke ponselnya yang meminta dia sehabis jam istirahat agar segera ke ruang kerjanya."Astagaa!!!." Maman menepuk jidatnya, bagaimana ia bisa lupa?. Dia memang berencana untuk mengadakan diskusi kecil bersama Simon dan Mursalim soal pembenahan sistem yang ada di
Maman dengan tenang berjalan menuju ke ruang kerja Bu Ros. Ruang tersebut terletak di sebelah kanan dari arah masuk gedung utama, ruang kerja yang sekaligus difungsikan juga menjadi ruang tamu.Dari luar Maman melihat Bu Ros sedang menerima tamu, Bu Ros yang duduk searah dengan pintu langsung menangkap sosok Maman yang berdiri sejenak di pintu."Selamat sore, Bu Ros!." Sapa Maman."Sore Juga, Maman...ayo masuk!." Seru Bu Ros dengan sumringah. Maman kemudian masuk ke ruang kerja Bu Ros, saat melewati sosok tamu Bu Ros ia sempat melirik ke arahnya. Maman cukup terkejut melihat wajah sang tamu, ia sangat mengenali wajah pria ini meskipun baru satu kali bertemu."Kamu!." Pria tersebut terkejut melihat kehadiran Maman di ruang kerja Bu Ros."Ah dunia memang sempit, ternyata kita bisa bertemu disini." Maman menanggapi keterkejutan pria tersebut dengan dingin."Tern
Beberapa saat kemudian, di depan gedung panti asuhan.Pada saat ini, Maman sudah bersiap meninggalkan tempat tersebut. Ia baru saja menstater motornya, namun belum sempat ia menarik gas tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namanya."Bang Maman, tunggu...!!!."Maman menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat sosok August sedang menuju kearahnya dengan cepat. Maman kemudian turun kembali dari motornya untuk menyambut August."Maaf Bang, saya sedikit mengganggu." Suara August terdengar lebih sopan, peristiwa di ruang kerja Bu Ros barusan telah mengubah sikapnya ke Maman."Gak usah panggil Abang lah, Maman aja." Maman tidak terlalu nyaman dengan panggilan Abang dari August, baginya itu terlalu formal sementara saat ini mereka berdua ada di situasi informal."Oh iya...maaf Maman.""Gak apa-apa...ada yang bisa aku bantu lagi?." Ta
Gordo menundukkan kepalanya dengan kesal. Ia tahu, menghadapi para tamu ini membuatnya kesulitan, dan dia seharusnya tidak mencoba memprovokasi sejak tadi.Melihat Gordo hanya tertunduk, salah satu dari kelima tamu tersebut kemudian memberikan kode kepada keempat tamu lainnya untuk berdiri dan bersiap untuk meninggalkan rumah Gordo. Sebelum mereka mulai melangkah keluar, tamu yang paling dominan tadi berkata. "Sepertinya anda sudah paham maksud kami, terlalu lama disini hanya akan membuang-buang waktu!."Melihat para tamu itu akan pergi, Gordo hanya menatap sejenak ke arah mereka lalu dengan sedikit acuh tak acuh membalas. "Pergilah! Sisanya biar aku yang urus."Beberapa saat setelah kelima tamu itu pergi, seorang pria bertubuh gempal, berambut plontos, masuk ke ruang tamu. Pria tersebut kemudian menuju ke arah Gordo yang masih duduk gelisah."Aku tadi bertemu dengan lima orang aneh diluar, sia
Meskipun wanita itu sedikit takut dan ragu-ragu, Simon tak menyadarinya. Ia malah dengan sedkit kencang sambil terkekeh menarik tangan wanita tersebut untuk mengikutinya menuju ke arah sosok pria yang disangka hantu."Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran anak ini, namun kamu jangan tersinggung. Ia menyangka kamu hantu!." Kata Simon ke Mursalim yang memang sejak tadi hanya berdiri mematung dibelakang Simon dan wanita itu sambil menyaksikan interaksi keduanya.Setelah melihat dengan jelas sosok yang ia kira hantu. Wanita itu tertunduk karena ia merasa bersalah, jelas-jelas ia salah paham."Oh ya kenalkan, ini adikku Yohana. Dia bekerja di salah satu perusahaan pemasaran." Simon memperkenalkan wanita itu ke Mursalim.Mursalim lalu mengulurkan tangannya ke Yohana. "Hai Yohana...aku Mursalim.""Dia teman kerjaku." Sambung Simon.Yohana mengangkat wajahnya lalu menyambut
Maman menyeruput kopinya dengan santai, saat ini ia duduk di teras rumahnya. Sesuai percakapannya dengan Simon tadi, ia mengundang Simon dan Mursalim datang kerumahnya malam ini.Pandangan Maman fokus terarah ke arah jalan. Suasana jalan malam ini begitu lengang meskipun beberapa kendaraan bermotor sesekali lalu lalang, cuaca sehabis hujan membuat udara cukup dingin. Maman menikmati semua itu meskipun diotaknya sedang sibuk berpikir mengenai keadaan bagian produksi.Ekspresi wajah Maman berubah-ubah sesuai dengan rumitnya sejumlah hal yang ia pikirkan. Beberapa waktu terakhir ini keadaan bagian produksi mulai banyak berubah meskipun beberapa kali gejolak perlawanan muncul, namun Maman tak khawatir jika hal itu muncul dengan begitu ia bisa lebih mudah mengenali siapa-siapa yang menjadi penghalang. Yang perlu ia perhatikan saat ini tentu saja adaptasi para karyawan yang ada di bawah pimpinannya, selain itu ia harus mengantisipasi masalah yang