"Dia masih bersemedi di puncak!" Yang menjawab adalah Arya Soka.
"Bersemedi!"Banyak tanda tanya muncul salam benak Puspa Arum. Bukankah dia murid baru? Pertama kali bertemu saja dia tidak memiliki kepandaian apa-apa.Lantas mengapa sekarang semedi? Hal yang dilakukan oleh seseorang yang sudah tinggi ilmunya."Sebenarnya siapa dia, Ayah?" tanya Puspa Arum lagi."Sebenarnya dia seorang pendekar besar,""Untuk apa bersemedi?" Si gadis sepertinya penasaran. Padahal tempo hari dia begitu kesal pada pemuda itu."Pada saat aku temukan dalam keadaan pingsan, semua cakranya tertutup sehingga kesaktiannya terkunci,""Dari mana asalnya?"Sekali lagi Puspa Arum dibuat tersipu malu saat ditatap dengan pandangan aneh."Memangnya aku tidak boleh bertanya?" lanjut si gadis.Karena memang tidak biasanya Puspa Arum banyak bertanya. Biasanya juga judes walaupun di depan ayah, ibu dan kakaknya. Bicara haSejak tahu Puspa Arum diam-diam mengunjungi Kameswara di puncak bukit, Rana Surya jadi ingin tahu lebih banyak tentang Kameswara.Yang dia tahu Kameswara hanya buronan yang sedang dicari-cari pihak kerajaan. Namun, kehadirannya terasa menjadi penghalang baginya untuk memiliki Puspa Arum.Ya, Rana Surya memang menyukai gadis bertubuh mungil itu sejak dia masuk ke padepokan ini. Sejak itu pula dia selalu melakukan pendekatan.Rana Surya merasa sudah menaklukan sifat si gadis yang judes. Karena kalau sedang bersamanya Puspa Arum tidak lagi judes, malah bersikap baik dan manis.Sehingga Rana Surya menyangka gadis mungil itu juga menyukainya, tapi setelah mengenal Kameswara ada sedikit perubahan pada si gadis.Yang paling mengejutkan adalah kejadian tadi, diam-diam mengunjungi Kameswara dengan membawa makanan. Walaupun sikapnya sengaja dibuat acuh, tapi tetap saja ada yang aneh.Dari kejauhan Rana Surya memperhatikan Kameswara yang se
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Kita lihat saja perkembangannya ke depan," ujar Darpa.Terlihat Singgih ingin mengatakan sesuatu. Tapi tertahan oleh suara angin berkelebat di atas wuwungan.Dua prajurit ini saling pandang seraya sigap segera mengambil senjata masing-masing. Sebilah pedang dan perisai. Lalu segera berlari keluar."Sebelah sana!" seru Darpa berlari di depan menuju tanah yang sedikit lapang di belakang Barak.Singgih menyusul di belakang. Dari gerakannya tampak Darpa lebih cekatan dari temannya. Sampai di suatu tempat, Darpa menghentikan pengejaran lalu mengajak Singgih sembunyi di balik pohon yang batangnya besar."Kenapa?" bisik SinggihDarpa menggerakan kepalanya sebagai isyarat menunjukkan sesuatu ke arah depan.Kira-kira sepuluh tombak ke depan, dalam gelapnya suasana tampak dua sosok yang tengah bertarung adu jurus. Kedua sosok itu kurang jelas karena tersamarkan oleh gelapnya malam."Kau tahu siapa mereka?" tanya Singgih
Si suami segera masuk ke kedai dia langsung ke halaman depan menyambut tiga orang lelaki bertampang sangar. Salah satunya mengenakan jubah merah yang memiliki kerah tinggi.Wajahnya lonjong, dagu lancip, bibir tebal. Di atasnya ada kumis tipis yang tidak kentara kalau dari jauh. Bentuk alisnya mencuat seperti sepasang tanduk dan kedua matanya sipit.Mungkin ini yang disebut Kalong Merah tadi. Senyum angkuh mengandung kekejian di bibirnya tampak sedikit miring.Dua orang di belakangnya adalah pembantunya. Mereka sama-sama berpakaian serba hitam. Senjata golok tergantung di pinggang masing-masing."Maaf, Tuan. Hari ini baru ada pengunjung mereka saja. Jadi saya belum mempunyai setoran, tapi kalau mau makan saya beri cuma-cuma,""Omong kosong apa ini, hah. Sudah tengah hari masa tidak ada pengunjung dari pagi. Jangan coba macam-macam kau!"Si Kalong Merah mendorong pemilik kedai ke samping hingga hampir terjatuh. Lalu dia melangkah
Sebelum Kalong Merah melancarkan serangan kedua, Kameswara sudah mengeluarkan satu Kujang Bayangan di tangan kanan saja.Wutt! Srang!Begitu cahaya melesat dari tangan Kalong Merah, kujang dikibaskan menangkis cahaya tersebut. Tentu saja kujang itu sudah dilapisi ajian Bantai Jagat.Kilatan cahaya terpental balik menuju si pemiliknya sendiri. Kalong Merah terkesiap, dia tidak siap untuk menghindar.Ajian Dewa Kalong Mengamuk mengenai diri sendiri. Si jubah merah ini seperti tersedak makanan. Mulut terbuka bagaikan hendak menelan sesuatu, tapi susah.Sementara di bagian dalam tubuhnya bergejolak terasa terbakar dari mulai kepala sampai kedua kaki. Panas dan sakitnya tak tergambarkan, bahkan untuk sekadar berteriak pun tidak bisa.Bratt!Tubuh Kalong Merah meledak langsung jadi debu. Semua yang melihat tampak bergidik ngeri. Apalagi suami istri pemilik kedai sampai gemetar.Semuanya termasuk Kameswara juga baru me
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay