"Terus sekarang Guru mengajakku entah mau kemana, sebenarnya apa yang kita cari, Guru?" tanya Sokalima menumpahkan segala unek-uneknya.
Sejak berangkat dari perguruan beberapa hari setelah pernikahan Citrawati, sang guru sama sekali belum memberi tahu apa tujuannya. Sokalima tahu-tahu mendapat perintah saja untuk menemani perjalanan gurunya."Mencari laki-laki yang telah memikat hati Citrawati!" jawab Nyai Padmasari tegas.Di atas pohon, Kameswara kembali terkejut. Bisa jadi Citrawati telah mengungkapkan isi hatinya sebelum menikah. Apalagi sang guru juga perempuan, jadi bisa mengerti perasaan sesama perempuan."Jadi ada laki-laki lain yang dicintai Citrawati?" Sokalima mulai penasaran."Ada, bahkan dia sampai rela menyerahkan kehormatannya!"Baik Sokalima juga Kameswara sama-sama menelan ludah. Rupanya gadis bertubuh jangkung itu berkata sejujur-jujurnya, pikir Kameswara."A-apa, dia bilang sendiri begitu?" cecar Sokali"Aku hanya anak orang biasa yang teraniaya dan selalu ditindas karena aku anak yang lemah. Tidak bisa memiliki ilmu silat karena hanya memiliki jenis tulang Jelata," tutur Kameswara."Karena hinaan itu, maka aku terpaksa jadi pendekar. Beruntung aku punya paman yang baik yang mengantarkan aku bertemu dengan Kakek Kuncung Putih di hutan Mandapa. Di sanalah aku digembleng!" Kameswara menutup ceritanya.Nyai Padmasari pernah mendengar hanya orang-orang tertentu saja yang bisa bertemu Ki Kuncung Putih. Berarti Kameswara termasuk generasi emas walaupun asalnya dia hanya memiliki jenis tulang Jelata.Dan terbukti dalam waktu yang singkat Kameswara sudah mencapai tahap yang luar biasa untuk orang seumurannya. Rasanya belum pernah ada generasi emas sebelumnya yang seperti ini.Wajah Nyai Padmasari tampak lembut, tidak garang seperti tadi. Hawa sakti yang terpancar perlahan menipis dan Sokalima sudah bisa menarik napas lega, dia sudah bisa berdiri bebas.
Kameswara kehilangan jejak Prabu Amuk Marugul dan pengawalnya. Mata saktinya tidak menemukan sosok mereka di kegelapan. Ini aneh, padahal tidak lama Kameswara segera menyusul mereka.Namun, baru sebentar saja dia sudah kehilangan jejak. Kameswara malah menemukan sebuah hutan yang cukup rapat pepohonannya. Hanya ada jalan setapak yang bisa dilewati. Keadaannya sangat gelap gulita karena dedaunan yang sangat lebat menghalangi cahaya bulan sabit di langit. Persis seperti berada di ruang hampa tak terhingga kalau tidak menggunakan mata sakti.Kameswara berjalan sangat waspada. Perasaannya mendadak tidak enak. Sepertinya dia salah jalan atau tersesat. Tiba-tiba terdengar suara angin terbelah oleh lesatan senjata.Tap!Tangan kanan Kameswara secara naluri bergerak sendiri menangkap sesuatu yang melesat dari arah depan."Senjata rahasia, pisau kecil," pekik Kameswara pelan setelah melihat benda digenggamannya. Pemuda ini mencoba mencer
Di depan sana memang batas hutannya, karena di sebelah depannya lagi ada sebuah tanah kosong, sepertinya kebun yang belum digarap.Sejauh lima tombak lagi ke ujung hutan. Hujan serangan senjata rahasia tiba-tiba lenyap. Kameswara geleng-geleng kepala lalu melangkah lagi.Namun, beberapa langkah lagi menuju ujung, tiba-tiba bertiup angin sangat kencang dan dahsyat bagaikan badai yang menghempas Kameswara agar kembali ke dalam hutan.Secara refleks Kameswara mendekap pohon terdekat agar tubuhnya tak terbawa angin. Dia salurkan tenaga dalam ke kaki. Sepasang Kujang Bayangan dijadikan perisai penahan badai.Kemudian Kameswara melangkah seperti sedang mendorong sesuatu yang besar di depannya. Posisi tubuhnya doyong ke depan.Hempasan angin badai ini begitu dahsyat. Kameswara sampai mengerahkan lebih dari setengah tenaga dalam yang dimilikinya.Dia seperti sedang bertarung melawan sepuluh orang pendekar Utama tingkat sembilan atau punc
"Paman, kenapa ada di sini?"Surya Kanta tidak menjawab. Jelas saja Kameswara tidak mengerti mengapa orang yang sudah meninggal bisa hidup lagi di sini. Apa ini yang disebut alam barzakh menurut Ahmad Jailani.Alam tempat menunggu datangnya hari kebangkitan lagi, tapi Kameswara kan masih hidup di alam dunia.Akhirnya dia tidak mempedulikan apa yang dilihat. Pikirannya kembali bahwa dia harus menghadapi ujian agar bisa kembali ke dunianya.Sosok Surya Kanta terlihat datar dengan wajah pucat pasi. Di tangannya tergenggam tongkat sepanjang tinggi tubuhnya. Tongkat dari baja berwarna hitam yang mengkilap.Kameswara sejenak merasa ragu menghadapi orang yang sangat dia hormati, tapi ini harus.Terlihat Surya Kanta mengangkat tongkat lurus ke depan sejajar dengan matanya. Energi buruk memancar lebih kuat lagi.Kameswara mempersiapkan diri, memunculkan Kujang Bayangan di tangan kanannya dan menunggu Surya Kanta yang lebih dulu m
Kameswara sudah berdiri dalam jarak lima tombak dari lawan keduanya yang ternyata adalah Ahmad Jailani. Benar juga dugaannya semula, pasti orang yang pernah dekat dengannya.Namun, dia segera membuang perasaannya, tidak memikirkan tentang kedekatannya lagi. Sosok ini hanya jelmaan saja, bukan sukma, roh, atau arwah aslinya.Seperti Surya Kanta sebelumnya, Ahmad Jailani juga bersikap dingin sedingin wajahnya yang pucat pasi. Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut.Sementara Kameswara menunggu lelaki yang selalu pakai sorban ini menyerang lebih dulu sambil menyiapkan kekuatan.Ahmad Jailani juga memakai jubah putih, tapi tidak membawa tongkat. Hawa yang dirasakan Kameswara begitu panas, maka dia mengimbangi dengan menyalurkan hawa dingin.Ahmad Jailani membuka sorbannya, kemudian diputar-putar. Segelombang energi panas tak kasat mata memancar ke udara. Kameswara siapkan segenap kekuatan.Blurr!Tiba-tiba tercipta li
Ternyata ketika sudah masuk, Kameswara berhadapan dengan hutan belantara. Padahal sewaktu di luar tadi dia melihat hamparan rumput luas.Kenapa jadi berubah? Kameswara jadi ingat hutan aneh yang baru dilewati sebelum masuk ke alam yang juga aneh ini.Terlihat banyak jalan setapak ke berbagai arah, Kameswara memilih yang lurus. "Yang lurus pasti benar!"ujarnya asal-asalan.Ternyata di ujungnya banyak cabang ke berbagai arah lagi. Kameswara tak ambil pusing. Dia berjalan lurus, diterabasnya apapun yang ada di depannya, yang penting berjalan lurus. Walaupun harus menerobos semak belukar. Meloncati batu atau pohon perdu. Kalau ada pohon besar menghadang, maka memutar sedikit kemudian lurus lagi.Sampailah di sebuah tanah agak lapang. Kameswara dikejutkan oleh tiga harimau yang siap menerkam memamerkan taringnya yang runcing dan panjang. Dia jadi ingat si belang yang ditemui di bukit Cipasung."Jadi aku harus gelut sama 'maung'?" tan
Kameswara terkejut bukan main. Ternyata dia tidak tercebur ke lautan ganas, tapi jatuh bergedebukan di tanah berumput. Dia merasakan tulang-tulangnya remuk, sendi-sendinya ambrol.Tubuh pemuda ini tak berkutik. Jiwanya entah melayang kemana. Yang pasti dia tidak merasakan apa-apa. Apakah ini ajalnya?Beberapa lama Kameswara meringkuk tak bisa merasakan dirinya sendiri. Perlahan kesadarannya mulai pulih. Kedua bola matanya sudah berputar-putar."Apa aku sudah mati?" batinnya. "Ah, belum. Si suara brengsek itu bilang aku akan abadi di sini. Hidupku selalu dilewati pertarungan sampai aku lulus, tapi berapa lama?Kameswara tak bisa sama sekali tak bisa menggerakkan tubuhnya. "Apa aku lumpuh, kalau begini bagaimana bisa bertarung?"Lalu pemuda ini mencoba konsentrasi. Kedua mata dipejamkan. Dia mencoba memunculkan hawa sakti, mengumpulkan energi dan juga tenaga dalam.Ternyata prosesnya sangat lancar. Seluruh tubuhnya sudah dialiri ha
"Hah, ternyata begitu!" Kameswara melongo sambil garuk-garuk kepala. "Dari mana asalmu?""Aku hidup di jaman Tarumanagara!" jawab si pemuda berpayung yang wajahnya tampak cerah bagaikan bercahaya."Berarti kau sudah di alam lain?""Benar!""Oh, ya, tadi si suara tanpa wujud bilang kau mau bertemu denganku, ada apa?""Setiap yang berjodoh dengan kitab Jaya Buana, akan aku wariskan tiga ilmu!"jawab pemuda berpayung terbang."Tiga ilmu?""Ya, tiga ilmu ini tidak ada kaitannya dengan kitab Jaya Buana. Karena aku menciptakannya sebelum berjodoh dengan kitab itu!""Apakah masih ada hubungannya dengan Gelang Kamulyan?" tanya Kameswara yang terpikirkan ketika mengingat dirinya berada di alam Gelang Kamulyan. Alam lain."Tidak juga, hanya kebetulan saja kita bertemu di alam ini. Sebenarnya aku akan menemuimu di dalam mimpi!""Aku sudah lama menguasai kitab Jaya Buana, kenapa kau baru datang sekarang?"
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be
Sejak tahu Puspa Arum diam-diam mengunjungi Kameswara di puncak bukit, Rana Surya jadi ingin tahu lebih banyak tentang Kameswara.Yang dia tahu Kameswara hanya buronan yang sedang dicari-cari pihak kerajaan. Namun, kehadirannya terasa menjadi penghalang baginya untuk memiliki Puspa Arum.Ya, Rana Surya memang menyukai gadis bertubuh mungil itu sejak dia masuk ke padepokan ini. Sejak itu pula dia selalu melakukan pendekatan.Rana Surya merasa sudah menaklukan sifat si gadis yang judes. Karena kalau sedang bersamanya Puspa Arum tidak lagi judes, malah bersikap baik dan manis.Sehingga Rana Surya menyangka gadis mungil itu juga menyukainya, tapi setelah mengenal Kameswara ada sedikit perubahan pada si gadis.Yang paling mengejutkan adalah kejadian tadi, diam-diam mengunjungi Kameswara dengan membawa makanan. Walaupun sikapnya sengaja dibuat acuh, tapi tetap saja ada yang aneh.Dari kejauhan Rana Surya memperhatikan Kameswara yang se
"Dia masih bersemedi di puncak!" Yang menjawab adalah Arya Soka."Bersemedi!"Banyak tanda tanya muncul salam benak Puspa Arum. Bukankah dia murid baru? Pertama kali bertemu saja dia tidak memiliki kepandaian apa-apa.Lantas mengapa sekarang semedi? Hal yang dilakukan oleh seseorang yang sudah tinggi ilmunya."Sebenarnya siapa dia, Ayah?" tanya Puspa Arum lagi."Sebenarnya dia seorang pendekar besar,""Untuk apa bersemedi?" Si gadis sepertinya penasaran. Padahal tempo hari dia begitu kesal pada pemuda itu."Pada saat aku temukan dalam keadaan pingsan, semua cakranya tertutup sehingga kesaktiannya terkunci,""Dari mana asalnya?"Sekali lagi Puspa Arum dibuat tersipu malu saat ditatap dengan pandangan aneh."Memangnya aku tidak boleh bertanya?" lanjut si gadis.Karena memang tidak biasanya Puspa Arum banyak bertanya. Biasanya juga judes walaupun di depan ayah, ibu dan kakaknya. Bicara ha
Si jubah hitam tertawa lantang. "Kalau kalian tidak bisa melihat gerakanku, berarti kalian bukan tandinganku!"Dua murid padepokan saling pandang. Memang benar, rekannya tewas seketika tanpa terlihat gerakan si jubah hitam.Melihat wajah si jubah hitam sepertinya masih seumuran dengan mereka, tapi mimiknya yang kaku tampak seperti topeng. Bukan wajah aslinya."Bersiaplah menyusul kawan kalian!"Si jubah merah sudah bergerak lagi. Lebih cepat dari sebelumnya. Tahu-tahu ujung pedangnya sudah mengancam mereka.Trang! Trang!Dua murid hanya mempunyai kesempatan kecil. Masih beruntung bisa menangkis serangan si jubah hitam walau mereka harus tersurut mundur beberapa langkah.Tenaga dalam si jubah hitam ini tiga tingkat di atas mereka. Murid andalan padepokan Sagara Kaler ini memprediksikan hasil dari pertarungan ini.Namun, mereka tidak ingin mati sia-sia. Setidaknya lawan juga harus mendapatkan ajalnya. Maka keduany
Di puncak bukit padepokan Mega Sutra Ki Jagatapa mulai membantu Kameswara untuk membuka Cakra tersisa yang masih tertutup.Ki Jagatapa membantu dengan cara mengajak Kameswara bertarung. Pada awalnya si kakek melancarkan serangan pelan-pelan saja."Jangan menghindar, tapi lawan!"Kameswara mengikuti arahan Ki Jagatapa. Tidak menghindar serangan, tapi menyambut dengan memapak, menangkis bahkan beradu pukulan.Karena hanya menggunakan tenaga kasar, maka Kameswara melakukannya dengan hati-hati. Terutama keseimbangan dan kuda-kuda serta mengatur napas yang tepat.Demi mendapatkan kembali kesaktiannya Kameswara tidak peduli rasa sakit yang didapatkan ketika menangkis, memapak atau beradu pukulan.Berkali-kali Kameswara terjatuh dan mendapatkan luka lebam, tapi itu bukan masalah baginya. Tentu saja karena ada sabuk sakti.Kameswara tidak ubahnya orang yang benar-benar baru belajar silat.Semakin lama gerakan Ki Jagatap
Di kediaman Nyai Mintarsih.Si gadis mungil tampan bersungut-sungut sedang membalurkan ramuan obat pada tubuh Kameswara yang penuh luka.Pemuda ini melepas pakaian atasnya sehingga nampak bentuk tubuhnya kekar dan gagah meski penuh goresan luka.Kameswara senyum-senyum penuh kemenangan. Rasanya cukup setimpal atas apa yang didapatkan sebelumnya.Diobati oleh tangan mungil nan indah seorang gadis cantik putrinya sang guru padepokan.Nyai Mintarsih sudah tahu akan datangnya Kameswara atas suruhan suaminya. Wanita ini pernah melihat Kameswara sewaktu dalam keadaan pingsan saat dibawa oleh Ki Jagatapa.Tentu saja karena untuk menuju ke padepokan atas harus melewati padepokan bawah dulu.Ketika sang putri melaporkan, Nyai Mintarsih sudah menduga pasti ada kesalahpahaman. Begitu melihat siapa yang ditangkap, dia langsung membebaskan Kameswara.Sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahpahaman ini, Puspa Arum si gadis