LEBIH BAIK KITA BERPISAH 47PoV JONASAku hempas mendengarnya, mendengar orang yang pernah kucintai, menjerit-jerit histeris karena ternyata, matanya tak lagi bisa melihat. Dalam pelukan dokter Aylin, Marsya meronta-ronta. Dia tak terima akan nasib buruk yang menimpanya. Aku sendiri, gemetar dalam pelukan Biru.Kemarin, aku tiba kembali di Indonesia karena rindu pada Zara. Dan seperti ikatan batin, Zara juga ternyata sedang demam. Setelah puas menemaninya, aku pergi ke rumah Biru, tapi di perjalanan, tak jauh dari gerbang perumahan keluarga Senja, aku menemukan Marsya, mengalami kecelakaan dengan kondisi mengenaskan. Luka yang amat parah di wajah karena mobilnya menabrak pohon besar.Takdir ternyata masih mempertemukan kami. Bagaimanapun, dia adalah Ibu dari anakku. Jauh di lubuk hatiku, aku menginginkan dia menyadari kesalahan dan meraih jalan taubatnya.Marsya terkulai lemas. Dia pingsan lagi."Dia shock. Oh ya, menurut saksi mata yang melihat, Nyonya Marsya membenturkan kepalanya d
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 48Marsya, akhirnya menyerah oleh hidup yang dipilihnya sendiri.Dia menabrakkan dirinya di kaca jendela kamarnya di lantai tiga, dan jatuh dari sana. Rumah sakit heboh, dan berita itu langsung menjadi trending topik. Spekulasi berkembang, mengatakan bahwa rumah sakit lalai karena pasien tak bisa melihat, namun semua itu terbantahkan dengan pesan terakhir yang direkam Marsya di ponselnya.'Aku sudah tak tahan lagi. Hidupku, dan dunia ini tak pernah berpihak padaku. Aku pergi, semoga ada kebahagiaan yang kutemukan di dunia yang berbeda'Di pemakaman yang akhirnya kami gelar, karena Clay tak juga datang, aku mendengarkan lagi rekaman suaranya. Kutahan tangis sekuat tenaga, membayangkan anakku Zara. Apa yang akan ku katakan padanya nanti, kelak jika dia besar? Atau sebaiknya, dia tak pernah tahu? Apakah aku akan membiarkan saja Mami dan Papi Biru menjadi orang tuanya, membiarkan dia hanya tahu hal itu saja?Meski kelak, aku tak bisa menjadi wali nikah Zara karena
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 49POV SENJA"Hai, Senja, masih ingat aku?"Aku memandang wajah cantik di hadapanku. Pada rambut ikal bergelombang berwarna kecoklatan, yang dia biarkan tertiup angin. Pada hidung bangirnya, dan tentu saja, pada kacamata segi empat berwana coklat tua, senada dengan warna rambutnya, yang membuatnya tampak terpelajar. Tentu saja aku ingat dia. Satu diantara sekian gadis yang pernah digosipkan dekat dengan Jonas di kampus dulu. Sayangnya, aku yang tak pernah memergoki mereka secara langsung, menganggap itu hanya gosip saja."Aku ingat wajahmu, kamu seseorang yang pernah dekat dengan Jonas, dulu, kan?" Aku mengacungkan dua jari, memberi tanda kutip pada kata 'dekat'. "Tapi, maaf, aku nggak ingat nama kamu. Yoan, Erika, Tania, Diana, Raras, kamu yang mana?"Wajah Jonas merah padam karena aku menyebut nama-nama gadis yang pernah dekat dengannya. Sementara, gadis di depanku malah tertawa."Rupanya, Jonas punya banyak penggemar. Atau mungkin, pacar bayangan. Erika. Na
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 50"Mami, aku boleh masuk, kan? Aku kangen sama Zara."Erika hendak menerobos masuk, ketika Mami membentangkan tangan."Eehh… ehh.. Nanti dulu. Kami mau pergi, dan biasanya saya nggak izinkan orang luar ada di rumah. Jadi, kamu bisa kembali lagi nanti."Erika manyun."Rumah aku jauh, Mi… aku…""Mi… Mami… Mami… sejak kapan mertua aku jadi Mami kamu?" sentakku kesal. Entahlah, kehadiran Erika ini terasa amat menjengkelkan. Bahkan lebih dari Marsya, yang terang-terangan menunjukkan sikap memusuhi. Erika sepertinya manipulatif, wajah manis yang terasa dibuat-buat dan tidak tulus. Aku tidak bodoh untuk menyadari bahwa dia menginginkan sesuatu sehingga tiba-tiba saja muncul dalam hidup Jonas. "Kamu cemburu ya, Senja?" Erika tersenyum, menangkupkan kedua tangan di depan dada. "Maaf, aku cuma menjalankan amanah Jonas. Jonas, sungguh. Aku bukan sedang menggoda suamimu, kok."Erika memilin-milin ujung jilbabnya. "Ternyata kamu langsung mengakuinya. Kebanyakan orang bi
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 51Aku mungkin terperangkap cinta buta. Seperti dulu, saat masih menjadi gadis gula-gula Jonas, aku kembali hanyut pada romantisme Clay, pemuda keturunan yang tampan meski bertampang badboy. Kami bertemu di Australia, dan aku speechless mengetahui kami berasal dari kota yang sama. Lalu, drama mengejar cinta terulang lagi. Aku mengikutinya pulang ke Indonesia, tepat saat keluarganya berada di ambang kehancuran. Clay dan Marsya, dua kakak beradik korban keegoisan orang tua. Mereka tumbuh menjadi anak yang dingin, sinis, dan minim kasih sayang. Marsya bahkan terindikasi gangguan jiwa, mengerikan sekali. Tapi, Clay, berbeda. Dia punya setitik jiwa yang penuh kasih. Buktinya, dia ingin memiliki Zara, Satu-satunya keluarga sedarah yang dia punya.Masalahnya, bukankah menculik itu tindakan kriminal? Aku memang nakal, kadang seenaknya, dan liar. Tapi, aku belum pernah melakukan tindakan kriminal. Kenapa Clay tidak meminta saja bayi itu secara baik-baik? Setelah itu ka
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 52Aku tersenyum, meski dalam hati, gugup setengah mati. Bagaimana dia bisa menebak dengan begitu sempurna bahwa aku punya hubungan dengan Clay?"Clay siapa?" ujarku, mencoba mengeluarkan suara yang meyakinkan.Senja menatap wajahku dengan pandangan meneliti, lalu dia tersenyum."Kamu yakin nggak mengenal seseorang bernama Clay?"Aku menggeleng "Baiklah, tapi kalau suatu saat aku tahu kamu bohong, aku mungkin akan marah padamu. Karena, ini hal yang sangat penting."Aku membuang pandang, jengah melihat tatapan mata bulatnya yang tajam."Jangankan kenal, dengar namanya saja baru ini. Kupikir, itu sejenis mainan anak-anak."Senja tersenyum, mengangkat gelas susu dan meneguknya perlahan-lahan. Aku melangkah ke depan, ketika kemudian, suaranya terdengar lagi."Manusia yang cerdas tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Jika iya, dia lebih bodoh dari keledai."Aku terdiam sejenak. Apa yang dia maksud? Siapa yang lebih bodoh dari keledai? Aku gegas meninggalkan d
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 53Apa yang harus kulakukan pada bayi ini? Oh, Clay menungguku. Bukankah seharusnya dia menungguku mengabarinya? Bukankah hari ini, dia seharusnya pergi dari negara ini? Meski aku masih belum mengerti, kenapa dia mau repot-repot membawa bayi.Tok tok tok…Aku tersentak. Kaca jendela mobilku diketuk orang dari luar. Dan ketika aku mengangkat kepala, aku terkejut bukan kepalang, mendapati wajah Tante Ivana dan Om Irwan disana. Jantungku rasanya berhenti berdetak."Buka pintu, Erika."Gemetar, aku malah terpaku padanya, menatap wajah Tante Erika, dan Om Irwan. Jika biasanya aku melihat mereka ramah dan murah senyum, kali ini, wajah itu tampak dingin sekali. Kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana mereka bisa ada disini? Kenapa mereka tahu akan membawa bayi ini? Sungguh, kepalaku rasanya mau pecah karena dijejali beribu pertanyaan."Erika!"Sementara itu, Zara masih terus menangis. Suaranya melengking-lengking memekakkan telinga. Dia terus bergerak, meronta-ronta, beru
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 54"Pilihan ada ditanganmu, Clay. Apakah akan terus hidup dalam penyesalan, atau bertobat dan menebus dosa."Biru membantu Clay berdiri, dan aku terkejut melihat dia menangis. Lelaki seperti dia? Yang tega melakukan kejahatan luar biasa, membunuh orangtuanya sendiri, menangis?"Dosaku tak mungkin lagi diampuni. Aku telah membunuh orang tuaku sendiri."Suaranya tercekat di tenggorokan. Aku sendiri, sejak melihat air matanya menetes, telah pula merasakan sedih. Sampai usiaku ini, aku memang tidak pernah merasa derita seperti dirinya. Hidupku bahagia dan lurus-lurus saja. Tapi, bukan berarti empatiku tak terasah."Allah itu maha pengampun, Clay. Berdoalah, dan meminta."Clay menghela napas dalam-dalam, menatapku sejenak, lalu memandang Biru."Aku akan menyerahkan diri, tapi, tolong izinkan aku melihat bayi itu… keponakanku."***Aku memandang lelaki itu, dengan langkahnya yang terpincang-pincang, dan tatapan mata penuh kerinduan. Aku tak pernah menyangka ada hidu