Sam Hong kembali dengan keadaan terluka, di bantu oleh Tang Long masuk menemui seorang Tetua yang menjadi guru mereka.
Di altar batu merah, Tetua itu sedang melakukan meditasi yang mungkin tidak ingin diganggu oleh siapapun, termasuk itu adalah Sam Hong dan Tang Long sebagai murid ke lima dan ke enamnya.
"Apa yang terjadi dengan kalian berdua?" Kakak Pertama dari murid Tetua itu bernama Zixin, sang pendekar tercepat di generasi murid sekte pedang Phonik tahun ini.
Tang Long menjelaskan prihal Lanting Beruga yang mereka lawan di desa Bukit Bambu beberapa hari yang lalu secara garis besarnya. Pada intinya, mereka mengatakan tidak sanggup melawan pemuda itu, yang diyakini sebagai pendekar level bumi.
Mendengar hal itu, Zixin yang kini telah mencapai level bumi rendah sedikit menaikan alisnya, karena tidak terlalu percaya terhadap dua adik bodoh yang ada dihadapannya.
Tidak ada pendekar level bumi di tempat ini kecuali yang berasal dari Sekt
Rekomendasi novel terbaru, Serangan Balik Beradal Seksi
Lanting Beruga telah melewati dua desa untuk menuju Sekte Pedang Phonik, dan hingga saat ini belum menemukan lokasi keberadaan tempat itu. Padahal peta yang dibuat oleh Ling Cun sudah sangat jelas, tapi sayangnya otak bodoh pemuda itu tidak dapat membaca sebuah peta. "Ehhhh ...," Lanting Beruga menggaruk kepalanya, setelah berkeliling di desa selanjutnya. "Dimana jalan keluar dari desa ini, payah!" Dia memaki dirinya sendiri sepanjang perjalanan, membuat beberapa orang menganggap dirinya orang gila. Sesekali pemuda itu menampar kepalanya. "Bodoh! Lanting Bodoh!" maki dirinya. Setelah hampir satu hari berkeliling seperti orang edan, barulah dia berhasil keluar dari desa tersebut, dan kembali melanjutkan perjalanan. Di atas langit, Garuda Kencana menggelengkan kepala karena melihat tindakan Lanting Beruga, yang jelas selalu menyusahkan dirinya. Jelas burung itu menawarkan tunggangan untuk Lanting Beruga, tapi pemuda itu memutuska
Lanting Beruga melepaskan beberapa serangan dengan pedang sisik naga hijau, membuat semua senjata lawan-lawannya bergetar kesakitan. Setiap tebasan yang dilakukan oleh Lanting Beruga tidak mampu dibendung oleh pendekar level lemah itu, bahkan setelah mereka mengalirkan banyak tenaga dalam untuk senjata mereka. Kaka Ke Dua masih begitu penasaran, dan merasa Lanting Beruga hanyalah pendekar biasa yang memiliki keberuntungan cukup besar, jadi dia ingin menguji pemikiran itu dengan segenap kekuatan yang dimilikinya. Cahaya hijau baru saja dikirim ke arah Lanting Beruga, tapi semua serangan Kakak Ke Dua tidak berguna, kecuali untuk mengusir sekawanan serigala yang menonton di balik bebatuan. Pertarungan ini berlangsung sangat singkat, ketika Lanting Beruga menggunakan teknik pedang awan berarak untuk melumpuhkan semua lawannya. Sekarang, 5 orang itu telah terkapar di tangah dengan semua senjata yang terpotong menjadi banyak bagian. Tang Lon
Siang harinya, Lanting Beruga membuka mata dan melihat 5 orang itu masih berdiri dengan dua lutut tapi dengan mata tertutup, mungkin pula karena tidur. "Bah!" teriak Lanting Beruga, mengejutkan mereka berlima, dan yang lucu adalah Tang Long langsung bersujud di hadapan Lanting Beruga dengan ratapan pilu. "Ja ..jangan bunuh aku ...aku masih perjaka, masih belum menikah ..." Lanting Beruga menggaruk kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak. "Kalian semua benar-benar lucu ...," ucap Lanting Beruga. "Sudahlah, lekas berdiri dan tunjukan jalan menuju markas kalian!" Dengan berat hati, lima orang itu berjalan beriring-iringan sementara Lanting Beruga membuntuti di belakang mereka. Sepanjang perjalanan, lima orang itu masih sibuk berbisik-bisik, dan sesekali menatap ke arah Lanting Beruga yang sibuk memperbaiki penutup wajahnya. Sesekali pula, pemuda itu memasukan telunjuk di balik tutup wajah itu, hanya untuk membersihkan lubang hidungnya.
Ketika Goang Fai kembali berusaha menekan Lanting Beruga, pria itu telah terhenti tepat ketika ujung mata pedang pemuda itu berada di depan lehernya. "Jangan melawan!" ucap Lanting Beruga. "Atau pedang ini tidak akan memberi ampun..." Wajah Goang Fai mulai pucat saat ini, dia tidak berkutik sama sekali, seraya bergerak mundur dengan pelan. Lanting Beruga hanya menyunggingkan senyum tipis ke arah pria itu, benar-benar tidak berniat untuk membunuh orang-orang ini. Namun bukannya berterima kasih karena mendapat simpati dari Lanting Beruga, Ang Bei melepaskan beberapa serangan senjata rahasia ke arah wajah Lanting Beruga. Beberapa serangan itu membuat penutup wajah yang selalu menjaga mulut Lanting Beruga akhirnya terlepas pula, tertiup oleh angin dan melayang jauh meninggalkan markas sekte ini. Pada saat yang sama, Goang Fai langsung melompat ke belakang, seraya melepaskan seberkas sinar panas ke arah Lanting Beruga. Boom.
Zixin tidak menduga serangannya dengan seluruh aura alam yang dikuasainya dapat dipatahkan oleh Lanting Beruga, dengan sangat mudah.Dari beberapa orang pemuda yang dihadapi oleh Zixin, terdapat banyak yang memiliki ilmu kanuragan di atas rata-rata dan dia mampu mengalahkan mereka semua. Namun Lanting Beruga adalah pengecualian.Lanting Beruga masihlah berumur 20 tahun, dari sisi manapun usia semuda itu tidak mungkin memiliki ilmu kanuragan yang begitu tinggi hingga dapat mengalahkan pendekar level bumi rendah."Siapa kau sebenarnya?" tanya Zixin, "Apa kau orang tua yang menyamar menjadi seorang pemuda?""Apa yang kau bicarakan?" tanya Lanting Beruga, menggaruk telinganya beberapa kali, sebelum kemudian berbalik ke arah belakang. "Tetaplah di sana, jangan melakukan hal bodoh!"Meskipun Zixin mungkin ingin sekali melawan, tapi luka dalam yang didapatnya karena serangan Lanting Beruga, membuat Zixin jatuh pula. Dia tidak kuasa untuk menggerakka
Lanting Beruga masih berusaha mengingatkan 3 tetua untuk tidak melawan, karena semua yang mereka lakukan akan percuma, tapi bahasa isyarat yang dikatakan oleh Lanting Beruga tampaknya sulit dimengerti oleh para Tetua yang telah diselimuti oleh amarah. Mereka berusaha menekan Lanting Beruga setiap ada kesempatan, dan mencoba melukai pemuda itu dengan segara cara. Hal licik kadang kala dilakukan oleh mereka, dengan melempar debu racun atau pula melempar senjata rahasia berupa jarum-jarum berukuran kecil. Namun, semuanya tidak berarti bagi pendekar pedang yang telah memahami dasar-dasar pedang dengan mendalam. Lanting Beruga dapat menghindari semua hal itu. Lien Hua, yang merupakan tetu terbaik diantara dua temannya, mencoba peruntungan dengan pertarungan jarak dekat. Dia menukik cepat dengan ilmu meringankan tubuhnya, berada di belakang Lanting Beruag dengan tebasan secara horizontal. Ketika Lanting Beruga berhasil menahan serangan itu,
Dalam hitungan waktu yang cepat, semua tetua telah terpental jauh dari tempat itu. Luka dalam yang mereka derita mungkin tidak terlalu parah, karena Lanting Beruga masih menahan kekuatannya, tapi mereka semua kini mulai tidak berdaya.Tidak ada yang benar-benar dapat berdiri dengan baik saat ini, apa lagi sampai melepaskan serangan pada sosok pemuda tersebut.Dari kejauhan, para tetua melihat Lanting Beruga memasuki Markas Pedang Phonik.Lanting Beruga menyimpan kembali pedang sisik naga hijau, dan berjalan pelan dan berhenti pada ruangan yang besar.Di tengah ruangan itu, ada sebuah gambar dirajut di atas kain sutra dengan tinta merah yang berbentuk seperti seekor burung berekor panjang dengan paruh mirip seperti burung elang, dan kaki yang panjang.Burung Phonik. Legenda menyatakan burung itu adalah raja dari segala raja burung, tercipta dari saripati api yang membuatnya terlihat diselimuti oleh api yang terang.Untuk sesaat, Lanting Berug
Sementara di tempat lain, markas besar Sayap Putih yang terletak di Pulau misterius, jauh dari wilayah Bumi Tengah. Terlihat Satrio Langit sedang berlatih keras di tengah teriknya mata hari. Ada banyak logam-logam besar yang menjadi sasaran serangan pemuda itu. Beberapa lempengan logam itu sudah hancur di banyak sisi. Sejak kembalinya dari Kota Pertengahan, Satrio Langit semakin keras berlatih. Pertarungan antara Lanting Beruga melawan Ares membuktikan bahwa tubuhnya masih begitu lemah. Dia tidak bisa bertarung untuk membantu Lanting Beruga pada saat itu, dan sialnya dia hanya dianggap setara dengan Naga Emas. Level ini tentu jauh dibawah Lanting Beruga. "Satrio Langit!" seru Rindu Hati. "Ketua memintamu untuk mengikuti rapat!" "Aku sedang latihan," timpal Satrio Langit, masih melepaskan beberapa pukulan pada lempengan logam yang ukurannya cukup tebal. Sesekali terlihat pancaran emas dari kepalan tinjunya, di iringi aura emas yang berb