"Roh Logam menjadi incaran banyak mahluk di dunia ini, dewa, manusia, dan kegelapan, apa kau ingin menggiring asura datang ke sini?""Tidak sama sekali," jawab Lanting Beruga, "Sebelumnya aku minta maaf karena lancang datang ke sini, namaku Lanting Beruga, sekarang di dunia kami sedang terjadi pertempuran antara manusia melawan Asura. Kami membutuhkan pedang ini untuk menghadapi mereka."Pimpinan Kurcaci terdiam sejenak, kemudian dia bergumam kecil, "sepertinya ramalan itu sudah terjadi,""Kakek, bagaimana ini? apakah kita harus menyempurnakan pedang ini?" seorang kurcaci muda bertanya kepada pimpinan Kurcaci. Meskipun muda, tapi kurcaci tersebut sudah berumur ratusan tahun, dan janggutnya sudah mencapai bagian dadanya."Aku tidak akan menyempurnakan pedang ini," ucap Pimpinan Kurcaci tersebut. "Sangat sulit mengendalikan roh logam, aku tidak ingin berurusan dengan kekuatan tersebut.""Kakek kurcaci, bagaimana jika aku menciptakan sebuah matahari di sini?" tanya Lanting Beruga, "Angga
Mendengar dua bahan yang dibutuhkan itu, jelas membuat Lanting Beruga benar-benar terkejut mendengarnya. Dia tidak pernah mendengar suara langkah seekor kucing, bahkan tidak pernah melihat seekor burung berludah.Ini jelas tidak masuk akal. Pimpinan Kurcaci ini mungkin sedang mempermainkan dirinya, dengan meminta bahan-bahan yang mustahil dapat dicari oleh Lanting Beruga.Namun pemuda itu bodoh, dia tidak pernah menggunakan otaknya dalam hal-hal yang rumit. Jadi dengan polosnya, Lanting Beruga bertanya dimana dia harus menemukan dua bahan tersebut."Hahahaha ... aku tidak percaya kau benar-benar ingin mencarinya," ucap Pimpinan Kurcaci itu."Jika memang ada, maka aku akan mendapatkannya," ucap Lanting Beruga."Kau tidak menganggap benda itu sebagai hal yang mustahil?""Hemmm ...." Lanting Beruga menggaruk kepalanya beberapa kali, "sepertinya tidak begitu mustahil.""Aku tidak pernah bertemu orang bodoh seperti dirimu, mempercayai dua benda tersebut. Namun bukan berarti dua buah benda
Bukan hanya Ares yang kehilangan jejak Lanting Beruga, tapi juga sebaliknya. Ketika pemuda itu baru saja selesai menyeka mulutnya yang dipenuhi oleh bekas muntahan, dia mendapati jika Ares tidak berada di depannya lagi. Satu dayung juga hilang entah kemana.Hal ini jelas membuat Lanting Beruga merasa begitu panik. Dia berteriak memanggil nama temannya, tapi tidak ada suara sahutan.Menyapukan pandangan ke sekeliling, tetap saja Lanting Beruga tidak melihat keberadaan Ares.-Mata Asura-Lanting Beruga sekali lagi memeriksa keadaan sekeliling, tapi kali ini dengan menggunakan mata asuranya. Sialnya, di sini mata asura Lanting Beruga tidak dapat digunakan secara maksimal.Lanting Beruga tidak bisa menembus gelapnya danau ini, pandangannya sedikit terbatas, meskipun masih lebih terang jika dibandingkan dengan mata satunya."Ealah ... kok aku malah ditinggal sendirian?" Lanting Beruga benar-benar bingung. Jelas saja, sekarang siapa yang akan mengendalikan perahu ini jika Ares tidak ada."K
Ares juga telah tiba di ujung danau ini, dan hal ini juga membuat dirinya berdebar-debar karena ujung danau adalah kehampaan.Air danau mengalir lebih deras, dan membentuk sebuah air terjun yang jatuh langsung ke angkasa. Ya, paling tidak ini adalah pemahaman Ares saat ini, karena dia tidak melihat apapun di bawah sana kecuali gelap gulita dan kehampaan.Anehnya lagi, air danau ini seolah tiada habisnya dan terus berjatuhan."Ahkkkk!" Lanting Beruga mulai berteriak, sedikit panik, karena perahu tidak dapat dikendalikan lagi, dan akan terus meluncur mengikuti arus danau ini. "Katakan dimana itu letaknya Istana Kurcaci?"Lanting Beruga masih belum mengetahui tepatnya lokasi yang akan mereka tuju, dan sejauh mata memandang dia tidak menemukan apapun kecuali taburan bintang-bintang di gelapnya malam ini.Perlahan namun pasti, perahu kecil mulai tak terkendali, dan kini semakin kencang, mengikuti arus danau gelap ini.Lanting Beruga sekuat tenaga mendayung perahunya, tapi itu tidak berhasi
Lanting Beruga tidak percaya jika ular yang dibuat oleh Bangsa Kurcaci benar-benar sangat kuat, lebih kuat dari senjata level tinggi sekalipun.Saat ini, Lanting Beruga berpikir mungkin hanya pedang sisik naga hijau yang bisa bertanding melawan ular tersebut, tapi masalahnya dia tidak membawa pedang itu. Sisik naga hijau telah ditinggalkan kepada Pimpinan Kurcaci.Mau tidak mau, dia harus menggunakan pedang-pedang yang ada di tempat ini. Dengan menyelimuti pedang tersebut dengan roh api, membuat tingkat kerusakan yang dihasilkan oleh pedang bertambah dua kali lipat.Suara logam beradu terdengar beberapa kali, memenuhi ruangan ini, dan setiap kali Lanting Beruga menggunakan pedangnya, akan muncul percikan api dari benturan pedang dan sisik ular tersebut.Di sisi lain, Ares berusaha membantu dengan teknik petir yang dikuasainya. Sesekali akan terlihat percikan listrik menyelimuti tubuh ular itu, tapi sial sekali, serangan tersebut tidak berhasil membunuh Sang Ular.Bukannya mati, ular i
Karena ulah Lanting Beruga itu, Ares terpaksa hanya bisa menghindari semua serangan boneka ular, tanpa melakukan perlawanan sedikitpun. Namun ini cukup membuat dia lebih santai, karena menghindar bukanlah perkara sulit bagi orang yang memiliki kecepatan petir seperti dirinya."Dasar orang gila," ucap Ares, "apa dia tidak memikirkan dampak dari semua tindakan cerobohnya."Sementara di sisi lain, Lanting Beruga kini sudah berada di dalam tubuh boneka ular tersebut.Sayangnya bagian dalam ular tidak seperti yang dia duga. Ada banyak benda yang tidak diketahui oleh Lanting Beruga, seperti roda-roda bergerigi besar yang berada di beberapa titik. Luas di dalam perut ular mungkin sebesar kamar, tapi memiliki ukuran yang panjang. Beberapa titik terasa lebih sempit dengan kemudian di titik lain terasa begitu longgar.Lanting Beruga harus dapat menyeimbangkan tubuhnya dengan baik, agar tidak terhempas ketika ular itu sedang bergerak."Dimana kelemahan ular ini ..." Lanting Beruga mulai menyelu
Setelah boneka ular tak berkutik, Lanting Beruga keluar dengan perasaan yang lebih lega. Dia kemudian memperhatikan bagian keseluruhan tubuh ular, tapi tidak ada hal yang menarik kecuali sepasang mata ular itu.Meskipun sedikit ragu, Lanting Beruga berhasil mencongkel keluar dua mata ular yang mirip seperti batu permata."Dimana kotak pandoranya?" tanya Ares.Lanting Beruga tidak menjawab, dia hanya sibuk memperhatikan dua mata ular di tangannya, hingga mendadak muncul cahaya terang dari dua mata tersebut.Lanting Beruga mengarahkan mata ke atas, dan cahayanya jauh lebih terang lagi. Ini seperti sebuah radar.Mereka berdua kemudian mengikuti kearah mana cahaya yang lebih terang dari mata tersebut, hingga akhirnya mereka tiba di lantai ke dua.Di sini, Lanting Beruga dan Ares menemukan sebuah gerbang lain. Ada dua lubang pada gerbang atau pintu itu. Lanting Beruga langsung meletakan dua mata ular pada masing-masing pintu, dan tiba-tiba gerbang terbuka.Sebuah ruangan yang dipenuhi oleh
Ritual pembuatan pedang Bramasta akhirnya dilakukan oleh Pimpinan Kurcaci yang dibantu 3 kurcaci lain. Ketiga Kurcaci itu memiiki skill yang berada di atas rata-rata.Sementara itu, Lanting Beruga dan Ares diharapkan untuk menunggu dengan sabar, tanpa mengganggu proses pembuatan pedang Bramasta.Ares memutuskan untuk melakukan meditasi dan fokus untuk memulihkan tenaganya yang banyak terkuras. Sementara Lanting Beruga kini bersama dengan anak-anak kurcaci, membuat makanan.Sumber makanan di tempat ini berasal dari buah-buahan pohon besar. Meski hanya satu batang saja, tapi pohon itu bisa menghasilkan lebih dari lima macam buah-buahan.Beberapa buah bisa dimakan secara langsung jika telah matang, beberapa buah yang lain harus melewati proses terlebih dahulu sebelum bisa disantap oleh bangsa Kurcaci.Lanting Beruga bertugas membuat api di tungku, sementara beberapa anak kurcaci mulai mengiris buah yang terlihat seperti jeruk tapi itu bukan jeruk karena teksturnya yang lumayan keras."Ra
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m