Arkatama tidak tahu harus mengatakan hal apa ketika melihat pertarungan yang begitu dahysat antara Lanting Beruga dan Orion sang Binatang Haus Darah dari Sekte Hayna Darah.
Matanya bahkan tidak mampu melihat pergerakan kecepatan dua orang itu dalam pertarungannya.
Seumur hidup Arkatama, dia tidak pernah menyaksikan pertempuran seperti ini, bahkan pertempuran antara Neon melawan Achiles tidak sehebat ini.
Dimana mereka berpijak, di sana akan ada suara ledakan besar yang membuat tanah berguncang.
Dan kali ini, pertarungan tersebut tampaknya bukan lagi terjadi di dalam Kota Air Akelois, tapi sudah keluar dari kota tersebut.
Orion baru saja terhempas di tengah-tengah air yang dipenuhi dengan racun limbah pabrik Sumber Daya, membuat sungai tersebut tiba-tiba berhenti mengalir untuk sementara waktu, bahkan dapat dilihat kedalam sungai tersebut.
Orion benar-benar merasa kesal lagi marah, dia menatap Lanting Beruga yang berada di tepi sungai.<
Selagi menunggu Lanting, silahkan baca Bimantara Pendekar Kaki Satu. Terima kasih.
Saat ini tiba-tiba di langit yang biru tanpa awan, Orion mengeluarkan sebuah jurus level kehancuran. Muncul lingkaran hijau tua di atas langit itu, lebih besar dari lingkaran yang ditunjukan oleh Neon sebelumnya.Motif lingkaran itu juga lebih unik, dengan pola bintang segi delapan yang di tengah bintang itu ada pula lingkaran kecil berlapis lapis seperti gelang.Percikan petir berwarna putih menyambar ke segala arah, tampaknya membakar udara yang ada di sekitarnya.Orion menatap Lanting Beruga dengan penuh amarah, bagaimana tidak ada banyak luka yang diterima oleh Orion saat ini, tapi dia bahkan tidak sanggup untuk memberikan goresan di tubuh Lanting Beruga.Pemuda itu menatap ke atas dengan tatapan tajam, tampaknya dia tidak berniat untuk menghindari serangan tersebut.Dua kakinya sedikit di buka, memasang kuda-kuda dan mulai mengalirkan sejumlah besar energi api pada bilah pedangnya.50% kekuatan energi api mulai tersalurkan p
"Tuan pendekar, apa kau yakin akan pergi hari ini?" Arkatama bertanya kepada Lanting Beruga, ketika pemuda itu mulai menyiapkan buntelan besar untuk segera pergi dari Kota Air Akelois. "Tidakkah kau akan bermalam di sini beberapa hari lagi?""Paman," ucap Lanting Beruga, tangannya menggaruk kepala lalu menjelaskan situasinya saat ini.Lanting Beruga berniat menjelajah dunia utara, dan tujuan utamanya adalah menjadi dewa pedang, tapi untuk mencapai tingkatan tersebut, Lanting Beruga tampaknya harus menghadapi banyak musuh, terutama Sekte Hayna Darah.Lambat laun, dia akan berurusan dengan Sekte tersebut, lebih lagi ketika salah satu petinggi sekte telah ditaklukan oleh Lanting Beruga. Jadi, dia harus menyiapkan segala hal untuk menghadapi musibah tersebut.Berada di dalam Kota ini tidak akan membuat dirinya berkembang, karena itu, Lanting Beruga berniat menjelajahi dunia utara atau mungkin mencari informasi mengenai keberadaan salah satu pusaka ro
Yang dirasakan oleh Lanting Beruga tidak sepenuhnya salah, karena memang keadaan pulau ini benar-benar seperti sedang bernafas. Lanting Beruga seolah berdiri di atas perut atau dada raksasa yang begitu besar lalu merasakan tarikan setiap nafas raksasa tersebut.Namun sebenarnya fenomena ini terjadi, karena ada hentakan dari air laut di bawah permukaan pulau mengambang ini, sehingga terasa seperti sedang bernafas.Berjalan beberapa lamanya, Lanting Beruga tidak menemukan satupun orang yang tinggal di dalam pulau ini, dia bahkan naik ke atas puncak pohon tinggi, menyapukan pandangan ke sekeliling, kemudian mata asuranya mulai diaktifkan tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan sekawanan pendekar bertangan panjang yang dia lihat sebelumnya."Apakah mereka sudah naik ke atas pulau yang lain?" tanya Lanting Beruga.Dia mendongak ke atas, pada sebuah pulau yang terletak paling tinggi dari permukaan tanah. Satu-satunya pulau yang memiliki gunung tinggi dan
Di wilayah hutan belantara, sebuah pulau kecil yang tidak dapat di temukan di dalam peta, markas besar kelompok Sayap Putih berdiri tanpa disadari oleh Bangsawan Dunia dan antek-anteknya.Dewa Pemarah telah tiga bulan mengawasi Satrio Langit dari kejauhan, memastikan tidak ada yang mengganggu perkembangan dari muridnya tersebut.Ya, sekarang Satrio Langit berusaha untuk menembus batasan level bumi menuju level langit rendah. Selama hal itu berlangsung, Dewa Pemarah selalu memastikan ketersediaan sumber daya pelatihan untuk pemuda tersebut.Dan akhirnya, hari ini tepat sebelum matahari naik satu tombak di ufuk timur, tekanan kuat yang terpancar dari dalam hutan membuat semua orang anggota Sayap Putih tertegun.Dewa Tidur yang biasanya menghabiskan waktunya untuk bersantai tidak bisa menahan gejolak yang ada di dalam dirinya, ketika merasakan tekanan kekuatan tersebut."Apakah dia berhasil melampauinya ....?"Arya Mandala kini ter
Satu persatu orang melewati rintangan untuk tiba di atas pulau ke dua, dan orang terakhir dari sekian banyak orang itu adalah Lanting Beruga.Dia menggunakan mode pertama cahaya api, lalu digabungkan dengan tubuh pisiknya yang kuat, pemuda itu berhasil mencapai pulau ke dua. Pendaratan yang begitu mulus.Keadaan pulau ke dua tidak jauh berbeda dengan pulau pertama barusa, hanya saja di pulau ke dua semua tumbuhan tumbuh sedikit lebih jarang dari sebelumnya.Tanah di pulau ini lebih gersang dari pulau yang berdekatan dengan air laut, dengan tanah berwarna putih karena mungkin kandungan kapur.Sementara di sisi lain, ada sekelompok mahluk kecil, lebih kecil dari manusia kerdil yang pernah ditemui oleh Lanting Beruga di dunia bawah.Mereka mengintip setiap pergerakan manusia yang datang ke pulau tersebut, bersembunyi di balik tanah dan bergerak perlahan dengan mata besar dan bulat.Apakah mereka adalah penghuni pulau ini? atau apaka
Mahluk kerdil yang dapat menjadi bola itu masih menyerang sekawanan pendekar suku tangan panjang, dan meskipun kekuatan mereka tidak dapat membunuh para pendekar itu, tapi tetap saja mampu membuat mereka muntah darah karena serangannya.Beberapa yang lain malah mengalami cidera yang cukup parah seperti patah tulang tangan atau pula patah tulang kaki.Sejauh ini memang belum ada korban jiwa karena perbuatan manusia kerdil yang diselimuti batu itu. Ah sekali lagi, tidak tahu apakah mereka manusia atau memang batu yang hidup di tempat ini, mengingat ada banyak kejadian aneh di dunia utara yang sulit diterima oleh akal sehat manusia.Booom.Satu mahluk tersebut baru saja menghantam perut salah satu pendekar suku tangan panjang, membuat pendekar itu terpukul kasar di permukaan tanah hingga tercipta sebuah parit dangkal.Namu, ketika mahluk tersebut melakukan serangan sekali lagi, tiba-tiba salah satu pendekar suku tangan panjang, malah menyeringai karen
Lanting Beruga mulai menghadapi beberapa banyak mahluk kerdil yang mencoba menghentikan langkah kakinya. Satu serangan dua serangan dan selanjutnya, ada banyak serangan yang mengarah ke tubuh dirinya.Dengan teknik cahaya api, Lanting Beruga berhasil menghindari semua serangan tersebut, bahkan sesekali dia berhasil menyerang balik lawan-lawannya.Namun Lanting Beruga cukup terkejut mendapati kekuatan mahluk ini sungguh luar biasa. Semua serangan Lanting Beruga tidak berpegaruh pada tubuh mereka, bahkan pedang sisik naga hijau seolah menghantam logam yang begitu keras."Mahluk ini sulit dikalahkan ..." Lanting Beruga hampir saja tersudut oleh kekuatan mahluk kerdil tersebut.Namun menurut Roh Api, semua mahluk ini memiliki energi yang hampir sama dengan Roh Bumi, atau mungkin mereka memang hidup karena kekuatan roh bumi tersebut.Namun jika memang benar yang dikatakan oleh Roh Api, maka kekuatan dari mahluk penjaga pulau ini terletak pada
Sebuah serangan lagi-lagi mengarah ke tubuh Lanting Beruga tapi lagi-lagi pemuda itu berhasil menghindarinya dengan cukup baik, dia bahkan kini terlihat berlari di atas permukaan tangan raksasa tersebut.Pada saat yang sama pula, Lanting Beruga melepaskan serangkaian serangan pedang energi yang menancap di sepanjang tangan raksasa tersebut."Ledakan!" teriak Lanting Beruga.Pedang-pedang itu masuk ke dalam lapisan batu mahluk itu, kemudian sesuai dengan perkataan Lanting Beruga, pedang itu akhirnya meledak.Teknik ini sebenarnya tidak ada di dalam teknik Pedang Bayangan atau pula teknik pedang awan berarak, teknik ledakan seperti ini sebenarnya ada pada pedang emas. Namun biasanya, teknik pedang emas menggunakan pedang sungguhan dari logam untuk menciptakan ledakan pada ujung mata pedang tersebut, dan Lanting Beruga malah menggunakan pedang energi.Artinya, dia menggabungkan dua teknik dalam satu serangan tersebut.Petinggi Sekte
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m