"Arkatama, Arkatama!" salah satu penjaga di atas menara pengintai berteriak keras, "mereka sudah datang, mereka sudah datang!"
Arkatama melompat ke atas tembok Kota Air Akelois, dan merasakan bulu kuduknya berdiri ketika melihat 100 pendekar dari Sekte Abu-Abu datang ke tempat ini, dengan kecepatan tinggi.Wajah tegang jelas terpancar dari wajah Arkatama, dan dia mulai berpikir jika melawan pria itu adalah tindakan yang benar-benar mustahil dapat dilakukan.Jelas saja, lawan yang akan dihadapi oleh mereka adalah salah satu petinggi Sekte Hayna Darah, yang dijuluki sebagai Binatang Haus Darah.Dari semua petinggi Sekte Hayna Darah, pria itu mungkin bukan orang yang paling hebat, dia orang ke empat terbaik di antara para petinggi Sekte Hayna Darah, tapi demikian level kekuatan pria itu tidak bisa dianggap remeh.Pendekar yang telah mencapai level langit menengah puncak, setengah langkah lagi mencapai level langit tinggi. Itu artinya, kekuatSuara teriakan Orion laksana petir yang menggelegar di telinga Arkatama, Juli dan Timon serta pasukan mereka yang lain.Kematian tampaknya benar-benar sangat dekat dengan mereka semua, dan sekarang 100 pendekar yang lain telah memasuki Kota Air Akelois, dan bersiap menerima perintah dari Neon.Apakah harus dihancurkan? atau pula menenggelamkan Kota ini ke dalam Sungai Akelois.Orion menemukan mayat para prajurit Keluarga Gagak Hitam bergeletakan di sekitar dataran tinggi tersebut, bahkan dia melihat salah satu eksekutif tinggi bertubuh mungil tidak jauh berada di ujung dataran tinggi ini, dalam keadaan terluka parah, dia adalah Rea gadis kecil yang mampu menciptakan patung batu.Lanting Beruga tidak membunuh gadis kecil itu, bahkan tidak sempat melukai dirinya, tapi luka yang didapatkan oleh Rea mungkin terjadi ketika edakan Pabrik Sumber Daya Pelatihan."Jadi Neon telah dikalahkan oleh kalian?!" Orion bertanya ke arah Arkatama, suaranya
Sementara itu, si pemuda bodoh yang gila makan baru saja bangun dari tidurnya yang pulas setelah menyantap seluruh makanan di dapur salah satu penduduk.Dia menguam, kemudian menggeliatkan tubuhnya beberapa kali, seraya sesekali mengacak rambutnya yang terlihat jabrik.Sialnya, Garuda Kencana mendengkur pulas di samping pemuda itu. Ya, tuan dan peliharaan sama saja, dan entah kenapa suara ledakan besar tidak sampai membangunkan ke dua mahluk tersebut."Oi ...Kencana ...Kencana ....bangunlah bodoh!" Lanting Beruga menyepak punggung Burung Elang Berkaki Empat itu beberapa kali, tapi burung itu sepertinya lebih pulas dari tuannya. "Dasar, kau tidak dengar ada keributan di luar sana?""Klik Klik Klik ...." Garuda Kencana hanya menjawab dengan suara kecil, setengah sadar setengah malas.Lanting Beruga menarik nafasnya panjang, sebelum kemudian keluar dari dalam rumah itu dengan tatapan linglung dan polos, lalu dia berkata lagi, "Walah, kok sep
"Siapa yang menghajar Paman Arkatama?" tanya Lanting Beruga, dia muncul dari kejauhan, dengan pedang yang berwarna merah dan mengarah ke samping. Tekanan aura api dapat dirasakan oleh semua orang yang ada di tempat itu, meluap-luap dan mengintimidasi lawannya. Mata merah redup yang dimiliki oleh Lanting Beruga menjadi ciri khas miliknya, dan hal itu menambah kesan angker dari wajah pemuda tersebut. Orion menaikan dua alisnya, sepertinya dia tidak terpengaruh dengan cara berjalan Lanting Beruga, atau pula bentuk dan ekspresi wajah pemuda pendek tersebut. Ya jika harus dibandingkan dengan orang-orang bertubuh tinggi ini, tubuh Lanting Beruga memang terkesan pendek, hanya sebatas pundak mereka. "Kau yang melakukan semua ini?" tanya Lanting Beruga, mengarahkan mata pedangnya ke tubuh Orion, dan seperti bisa mengartikan ucapan Lanting Beruga, Orion malah menampar dadanya yang kekar beberapa kali, seolah mengatakan bahwa dialah yang telah menghajar
Arkatama tidak tahu harus mengatakan hal apa ketika melihat pertarungan yang begitu dahysat antara Lanting Beruga dan Orion sang Binatang Haus Darah dari Sekte Hayna Darah. Matanya bahkan tidak mampu melihat pergerakan kecepatan dua orang itu dalam pertarungannya. Seumur hidup Arkatama, dia tidak pernah menyaksikan pertempuran seperti ini, bahkan pertempuran antara Neon melawan Achiles tidak sehebat ini. Dimana mereka berpijak, di sana akan ada suara ledakan besar yang membuat tanah berguncang. Dan kali ini, pertarungan tersebut tampaknya bukan lagi terjadi di dalam Kota Air Akelois, tapi sudah keluar dari kota tersebut. Orion baru saja terhempas di tengah-tengah air yang dipenuhi dengan racun limbah pabrik Sumber Daya, membuat sungai tersebut tiba-tiba berhenti mengalir untuk sementara waktu, bahkan dapat dilihat kedalam sungai tersebut. Orion benar-benar merasa kesal lagi marah, dia menatap Lanting Beruga yang berada di tepi sungai.
Saat ini tiba-tiba di langit yang biru tanpa awan, Orion mengeluarkan sebuah jurus level kehancuran. Muncul lingkaran hijau tua di atas langit itu, lebih besar dari lingkaran yang ditunjukan oleh Neon sebelumnya.Motif lingkaran itu juga lebih unik, dengan pola bintang segi delapan yang di tengah bintang itu ada pula lingkaran kecil berlapis lapis seperti gelang.Percikan petir berwarna putih menyambar ke segala arah, tampaknya membakar udara yang ada di sekitarnya.Orion menatap Lanting Beruga dengan penuh amarah, bagaimana tidak ada banyak luka yang diterima oleh Orion saat ini, tapi dia bahkan tidak sanggup untuk memberikan goresan di tubuh Lanting Beruga.Pemuda itu menatap ke atas dengan tatapan tajam, tampaknya dia tidak berniat untuk menghindari serangan tersebut.Dua kakinya sedikit di buka, memasang kuda-kuda dan mulai mengalirkan sejumlah besar energi api pada bilah pedangnya.50% kekuatan energi api mulai tersalurkan p
"Tuan pendekar, apa kau yakin akan pergi hari ini?" Arkatama bertanya kepada Lanting Beruga, ketika pemuda itu mulai menyiapkan buntelan besar untuk segera pergi dari Kota Air Akelois. "Tidakkah kau akan bermalam di sini beberapa hari lagi?""Paman," ucap Lanting Beruga, tangannya menggaruk kepala lalu menjelaskan situasinya saat ini.Lanting Beruga berniat menjelajah dunia utara, dan tujuan utamanya adalah menjadi dewa pedang, tapi untuk mencapai tingkatan tersebut, Lanting Beruga tampaknya harus menghadapi banyak musuh, terutama Sekte Hayna Darah.Lambat laun, dia akan berurusan dengan Sekte tersebut, lebih lagi ketika salah satu petinggi sekte telah ditaklukan oleh Lanting Beruga. Jadi, dia harus menyiapkan segala hal untuk menghadapi musibah tersebut.Berada di dalam Kota ini tidak akan membuat dirinya berkembang, karena itu, Lanting Beruga berniat menjelajahi dunia utara atau mungkin mencari informasi mengenai keberadaan salah satu pusaka ro
Yang dirasakan oleh Lanting Beruga tidak sepenuhnya salah, karena memang keadaan pulau ini benar-benar seperti sedang bernafas. Lanting Beruga seolah berdiri di atas perut atau dada raksasa yang begitu besar lalu merasakan tarikan setiap nafas raksasa tersebut.Namun sebenarnya fenomena ini terjadi, karena ada hentakan dari air laut di bawah permukaan pulau mengambang ini, sehingga terasa seperti sedang bernafas.Berjalan beberapa lamanya, Lanting Beruga tidak menemukan satupun orang yang tinggal di dalam pulau ini, dia bahkan naik ke atas puncak pohon tinggi, menyapukan pandangan ke sekeliling, kemudian mata asuranya mulai diaktifkan tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan sekawanan pendekar bertangan panjang yang dia lihat sebelumnya."Apakah mereka sudah naik ke atas pulau yang lain?" tanya Lanting Beruga.Dia mendongak ke atas, pada sebuah pulau yang terletak paling tinggi dari permukaan tanah. Satu-satunya pulau yang memiliki gunung tinggi dan
Di wilayah hutan belantara, sebuah pulau kecil yang tidak dapat di temukan di dalam peta, markas besar kelompok Sayap Putih berdiri tanpa disadari oleh Bangsawan Dunia dan antek-anteknya.Dewa Pemarah telah tiga bulan mengawasi Satrio Langit dari kejauhan, memastikan tidak ada yang mengganggu perkembangan dari muridnya tersebut.Ya, sekarang Satrio Langit berusaha untuk menembus batasan level bumi menuju level langit rendah. Selama hal itu berlangsung, Dewa Pemarah selalu memastikan ketersediaan sumber daya pelatihan untuk pemuda tersebut.Dan akhirnya, hari ini tepat sebelum matahari naik satu tombak di ufuk timur, tekanan kuat yang terpancar dari dalam hutan membuat semua orang anggota Sayap Putih tertegun.Dewa Tidur yang biasanya menghabiskan waktunya untuk bersantai tidak bisa menahan gejolak yang ada di dalam dirinya, ketika merasakan tekanan kekuatan tersebut."Apakah dia berhasil melampauinya ....?"Arya Mandala kini ter