Setelah hampir dua minggu dirawat, akhirnya aku diperbolehkan pulang. Finalement!! Aku kangen kasurku, aku kangen Brigitte, aku kangen Ipad Penku, dan alat - alat gambarku. Aku benci dengan semua selang - selang yang menempel di tubuhku ini!
Luka - lukaku sudah mengering, masih ada beberapa yang masih tertutup plester. Tapi sudah tidak separah sebelumnya, hanya perlu memakai pakaian lengan panjang untuk menyembunyikannya selama beberapa waktu sampai bekasnya menghilang. Hampir semua fungsi tubuhku bekerja dengan normal. Karena diet ketat dan latihan rutin yang kulakukan di rumah sakit. Itu juga nantinya menjadi PR ku setelah pulang.
Tapi ada yang aneh. Kebahagiaanku terganjal oleh sesuatu. Aku menghilang selama dua minggu dan tidak ada yang curiga? Menanyakan keberadaanku mungkin, karena tidak terlihat di sudut manapun di rumah ini? Serius?
“Mira?!”Kami menoleh kaget pada suara yang memanggilku. Anak itu, yang mengajakku ngobrol di Gazebo dekat gerbang keluar ARBA tempo hari, aku lupa namanya. Duh siapa ya? Aku berusaha mengingat namanya sementara dia berjalan mendekat bersama seorang balita perempuan.Ah! Sonia!“Hi Sonia.” Aku tersenyum membalas sapaannya.“Its rare to see you outside your maison.” Katanya sesampainya di depanku. “Oh, ini Nagita, adikku. Dit salut, Gita.” Sonia memperkenalkan kami ramah. Nagita yang masih malu - malu bersembunyi di belakang kakinya.“Kau juga tinggal di daerah sini?” Tanyaku kaget.“Oui!,
“Richard, mind if Sonia comes with us?” Richard hanya mengacungkan jempolnya ke cabin belakang. Aku dan Sonia bergegas naik sebelum dia berubah pikiran. Beberapa hari terakhir, aku dan Sonia menjadi lumayan dekat. Kami banyak melakukan hal bersama di kampus. Sonia sering menungguku di Gazebo saat kelasnya lebih dulu berakhir. Ditemani Sonia, ada bagusnya sih, jadi tidak sepi karena Sonia suka sekali bercerita. Tapi di sisi lain, hidupku jadi terlalu berisik karena dia terlalu banyak bicara. Yah, i guess it’s the consequence i need to take. Tapi dengan adanya Sonia di dekatku, aku jadi lebih sering mendengar bisikan - bisikan yang diarahkan padaku. Aku baru tau jika kehadiranku di sini mengusik beberapa orang. Selama itu tidak mengganggu aktifitasku di kampus dan tidak dilakukan secara terang - terangan, akan kuabaikan. Bagiku, hidup dengan desas - desus seperti itu sudah biasa. Itu yang akan mengikutimu kemanapun saat kau tumbuh tanpa seorang Ayah, dan status
Libur musim panas datang lebih cepat rasanya. Seperti kemarin Daddy bilang ingin mengajakku ke Ardennes dan besok kami sudah harus berangkat. Brigitte dan Cedric berpamitan malam ini untuk memulai cutinya. Besok pagi, ibu dan anak itu akan pulang ke desa dan berlibur dengan keluarga mereka. Brigitte, meskipun sedih meninggalkanku, kegembiraannya akan bertemu cucu - cucunya tidak dapat disembunyikan. Aku turut senang untuknya. Richard menginap malam ini, karena dia harus membantu Daddy dengan sesuatu paginya, sebelum kita berangkat menjelang tengah hari.Aku kembali ke kamar setelah makan malam. Richard, Daddy dan Cedric melanjutkan obrolannya di ruang duduk. Sepertinya bukan obrolan, lebih ke apa yang harus dilakukan jika ini terjadi atau apa yang harus diantisipasi selama Daddy absen dan lain - lain. Kudengar tadi, Richard juga harus mengirim email ke beberapa orang sebelum tengah malam untuk menjel
Richard’s Ini buruk! Benar-benar buruk! Seharusnya hari ini agenda kami adalah berpamitan ke Istana sebelum ke rumah peristirahatan di Ardennes. Jika sesuai rencana, kami bahkan hanya butuh tidak sampai setengah jam disini. Tapi ini sudah lewat tengah hari dan belum ada tanda - tanda kami akan pulang. Kulihat Pak Tua itu gelisah. Yah, tidak heran, berita yang datang subuh tadi memang menyerangnya secara pribadi. Dan aku juga mulai merasa tidak tenang, takut akan dampaknya pada Mira. Berita tersebut ditulis oleh koran yang dikenal tidak pro dengan kerajaan. Bukan tentang Pak Tua Goureille, tapi tentang… Mira. PUTRI GELAP ORANG KEPERCAYAAN RATU (A.G) Begitu judul beritanya, dicetak besar dan ditampilkan di halaman utama. Di bawahnya, ada foro Mira di ARBA,
Richard’s Nyaris, nyaris saja aku berteriak frustasi keluar dari kamarnya ketika mendadak dia muncul entah dari mana di selasar ruang tamu. Rasanya sudah campur aduk, marah, geregetan, tapi yang paling mendominasi adalah kelegaan. Sebelum otakku bisa memproses apapun, aku berjalan kearahnya dan memeluknya. Tubuhnya yang kecil dan kurus, dia marah kalau dibilang pendek, tenggelam di lenganku. Begini lebih baik. Sebentar saja seperti ini, batinku menolak melepaskan Mira. Aku terlalu ketakutan kalau terjadi sesuatu padanya. Sesaat tadi rasanya seperti ada bor melubangi dadaku, belum pernah aku merasa ketakutan dan khawatir sekaligus seperti itu. Bahkan tidak saat Arlaine pergi. Kepergiannya hanya meninggalkan kesedihan yang dalam, tapi yang barusan itu… ah, tidak mau aku mengingatnya! “Richard… sesak!” Sepasang tangan kecil mend
Malam ini, Daddy mengetuk pintu kamarku pelan malam itu. Sudah agak malam, dan aku juga sudah bersiap untuk tidur dan membereskan semua sketsa yang kucorat coret sedari tadi aku meninggalkan Richard di selasar depan. “Dad?” “Hai Cherie.” Daddy tersenyum kecil, yang anehnya, terlihat menambah tua bayangan di wajahnya. “Maaf mengganggumu. Boleh Daddy masuk?” Aku menepi memberinya jalan. Dia masuk ke kamarku dan duduk di kursi meja belajarku. Kursi dan meja yang tidak pernah kupakai karena aku lebih suka melakukan kegiatanku di atas kasur atau di balkon kamar. Yah, di mana saja, tapi tidak di sana. Entahlah. Membayangkan melukis sambil duduk sementara ada kasur yang empuk tak jauh darimu.... terasa penuh dosa. “Duduklah, temani Daddy ngobrol sebentar.” Katanya menunjuk tepian kasurku. Aku menurut. Hari ini, aku sedang dalam mode malaikat. Tidak ingin membantah, tidak ingin juga melawan. Aku akan melakukan apa saja yang tidak mengur
Aku sengaja mendiamkan Richard sepanjang perjalanan. Inginnya tidak begitu. Tapi aku terlanjur malu tadi pagi. Dia membelikanku menstrual pads! Kenapa Daddy tidak membangunkanku dan membiarkanku turun untuk membelinya sendiri saat kami sampai di pharmacy? Dan herannya, yang dibelinya sesuai dengan yang kubutuhkan! Coba, bagaimana dia tau?! Ugh, mengingatnya masih membuat wajahku panas! Kami tiba sore harinya di Ardennes. Villa ini tidak begitu besar, jika dibandingkan dengan Maison Guireille di ibu kota. Tapi cukup luas. Terdiri dari dua lantai, dengan empat kamar tidur yang kesemuanya ada di lantai dua. Di bawah, dapur yang merangkap ruang makan, ruang keluarga, ruang kerja Daddy, gudang, dan kamar penjaga Villa. Biasanya, Villa ini ditinggali dan dirawat oleh seseorang, tapi jika Daddy di sini, maka mereka akan dipulangkan, libur. Stock makanan di lemari dan di kulkas penuh. Mungkin bisa untuk persediaan selama seminggu, dan jika habis, tak j
Huft! Gara - gara tadi pagi dia membeli menstrual pad untukku dan memergokiku ngiler setelah tidur sore yang, harus kuakui amat sangat lelap, aku jadi malu sendiri dan sekarang malah menghindari Richard.Mari pikirkan alasan bagus untuknya jika bertemu besok. Karena dia terlalu peka untuk tahu aku menghindarinya sepanjang hari. Dan sebenarnya aku sama sekali tidak mengantuk dan perutku sudah jauh lebih baik.Aku mengambil buku yang sengaja aku bawa untuk dibaca dari Maison, dan menata bantalku agar posisiku lebih nyaman. Meraih ponselku untuk mengecek apakah ada pesan yang masuk atau sesuatu yang lain yang terlewatkan.Itu bukan kebiasaanku, mengecek ponsel dan sebagainya. Lagipula, aku tidak punya teman sebelumnya atau seseorang yang akan bertukar pesan denganku. Tapi Corrine dan Sonia selalu m
Kali ke dua aku naik pesawat. Aku gugup, dan terus menerus ke toilet sejak tadi. Ada satu penjaga yang mengawalku sampai aku boarding nanti. Namun aku menolak untuk terus diikuti sampai Indonesia.Di sini aku memang keluarga kerajaan, tapi di sana aku bukan siapa-siapa. Untunglah Daddy mau mengerti hal ini. Aku sedang menunggu panggilan untuk boarding. Dan lagi-lagi, aku teringat akan alasanku pergi."Stop, Mira. Terima saja. Cinta pertamamu tak berjalan lancar. Kau harus melupakannya."Aku menarik satu kali nafas panjang tepat saat panggilan pertama pesawat yang akan membawaku ke Indonesia terdengar. Aku dan beberapa penumpang pesawat lainnya mengantri untuk verifikasi terakhir sebelum masuk pesawat dan masuk dengan tertib.Tak seperti penerbanganku sebelumn
Granny melarangku untuk berpikir pergi dari sini adalah yang terbaik. Bahkan setelah dua hari berlalu. Dia ingin aku kuat, dan dia meyakinkan bahwa semua yang ada di sini keluargaku. Bahwa aku tak sendirian di sini."Kita bisa mengganti pengawalmu jika kau tak ingin bertemu dengan Richard. Tapi aku tak setuju jika kau pergi meninggalkan kami. Semua keributan ini akhirnya berakhir, dan kita bisa hidup dengan tenang bersama, kenapa kau malah memikirkan untuk pergi?"Dari situ aku sadar, Granny benar. Bagi semua orang, ini adalah kemenangan. Hanya aku yang merasa kalah dalam hal ini, dan itu karena Richard. Aku merasa buruk setelah mendengar hal itu."Maaf, aku jadi egois."Granny Louisa menggeleng. "Kau memang tak bisa kembali ke sana, tapi kau bisa berkunjung sebent
Richard'sAku menonton berita di televisi dengan tatapan puas. Phillip, ibunya, JJ, Cedric dan anak buahnya yang terbukti membelot sudah diringkus. Pengadilan kasus mereka memang belum ditetapkan kapan, namun, mereka tak akan lepas dari sanksi sosial kali ini. Dulu, Pak Tua terlalu baik hati untuk mengumumkan perbuatan mereka pada media. Namun sekarang tidak lagi."Makanlah dulu. Kau memang sudah tampak sehat, tapi kau masih perlu banyak waktu dan asupan bagus untuk memulihkan tenagamu."Aku mendongak menatap gadis yang beberapa hari terakhir menemaniku di sini. Dia gesit dan telaten mengurusku. Itu hal yang bagus, bukan? Saat terbaring tak berdaya, ada seseorang yang tulus mengurusmu.Betapa beruntungnya diriku?"Lyn.."
Aku meninggalkan Corrine berdua dengan Abe Villich di balkon rumah sakit agar mereka saling berbicara. Semoga saja keputusanku tak salah. Aku sedikit khawatir karena Corrine terlihat amat pucat dan kaget saat melihat Abe ada di sana. Pria itu pasti mengikuti kami tadi saat keluar untuk berbicara.Aku masih berada di balik pintu balkon selama beberapa saat, hanya untuk memastikan bahwa Corrine baik-baik saja. Sungguh. Aku tak berniat menguping. Aku masih ingat apa yang dilakukan Abe pada Corrine dulu hingga membuat Corrine yang biasanya ceria menjadi amat pendiam dan tertekan."Katakan, Corry. Apa yang mereka katakan tentangmu sehingga kau ikut tanpa perlawanan seperti itu." Suara Abe dingin dan tegas. Bahkan aku yang bukan lawan bicaranya saja berjengit, apalagi Corrine.Aku bisa mendengar suara tangis saat ak
“Tak bisakah kita sedikit lebih cepat?” Aku memajukan tubuhku untuk berbicara pada supir dengan nada tak sabar.“Cherie…”Kurasakan tangan Daddy menggengam tanganku dan meremasnya pelan. Mungkin menegur, atau mungkin juga sekedar menguatkanku karena kejadian-kejadian yang terjadi hari ini. Aku hanya menatapnya dengan tatapan putus asa. Namun aku kembali ke kursiku dan duduk dengan rapi. Mencoba untuk tenang meskipun rasanya sudah tak karuan lagi di dalam diriku.Tiga jam lalu kami dihubungi oleh Corrine yang berbicara dengan sangat cepat dan nyaris tak jelas tentang jangan pulang ke istana dan pergi ke tempat lain karena istana tak aman. Dia tak menjelaskan lebih jauh dan hanya terus mengulang kalimat itu. Kami baru saja sampai di istana, namun kami tak masuk dan langsung melanjutkan k
Richard’sPolisi dan pasukan tambahan datang tepat waktu untuk menyelamatkan kami. Seperti dugaanku, ada beberapa orang dari pasukan Cedric yang membelot dan berkhianat dengan pria itu. Hal itu membuat pasukan yang kubawa menjadi kalang kabut dan kami sempat terpukul mundur karena bingung siapa lawan dan kawan di sini.Untungnya, polisi ada yang membawa senapan paintball sehingga kami bisa menandai siapa saja yang berkhianat dengan peluru cat merah di punggungnya. Ini membantu kami mengidentifikasi siapa yang berada di tim kami dan tim lawan.Corrine sempat di bawa ke ruangan lain oleh Phillip, tapi aku berhasil mengejarnya setelah menumbangkan Cedric dengan mematahkan bahunya.“Sorry, Pal, tapi kau pantas mendapatkannya. Ibi bahkan tak setimpal dengan
Aku terbelalak tak mempercayai mataku. Di depan kami, muncul dua orang yang sama sekali tak kuduga akan kutemui di sini. Mereka yang menjadi dalang penculikan Corrine? Kenapa?!“Cedric? JJ?” Aku mengucap dengan nada tak percaya. “Why?! Kenapa kalian melakukan ini?”“Apakah itu belum jelas, mademoiselle?”JJ menjawab sembari berjalan melenggang mendekat pada Putra Mahkota… bukan. Richard memanggilnya Phillip, karena dia sudah bukan lagi Putra Mahkota. JJ mendekat pada Phillip dan mereka mulai menempelkan tubuh mereka satu sama lain. Pemandangan yang langsung membuatku mual! Rupanya JJ adalah partner sesama jenis Phillip?! Bukankah…“Oh, maafkan, kami terlalu larut dalam dunia kami yang penuh cinta. JJ. Kekasih
Richard’s“Akhirnya kalian datang juga. Aku terkesan.”“Kau…”“Apa maksudnya ini?!”Pertanyaan Mira dan pak Tua saling bersahutan saat melihat pemilik rumah yang dan sandera yang mereka cari sedang duduk sambil bermain catur di ruang baca. Aku menggertakkan gigi dan mengepalkan tinjuku erat. Mencoba menahan amarahku yang meperti mengancam ingin menelanku bulat-bulat.Aku sudah memiliki kecurigaan sejak menemukan lokasi di mana Corrine berada. Tak banyak yang tahu bahwa rumah ini bukan lagi milik Abe Villich. Namun aku dan Cedric adalah sedikit di antara orang-orang yang tahu bahwa sejak Arlaine meninggal. Rumah ini dibeli oleh Abe Villich sebagai hadiah pernikahan untuk Arlaine
Granny Louisa menangis tersedu mendengar cerita tentang Corrine dariku.Pada akhirnya, aku tak punya pilihan untuk tidak mengatakannya. Lagi pula, mengenai hal ini, aku juga butuh berdiskusi tentang beberapa hal. Tentang apa peranku di sini. Aku sama sekali tak tahu apa yang harus kulakukan jika penjahatnya benar-benar tertangkap. Atau bagaimana caranya agar penjahatnya tertangkap dan Corrine kembali pada kami dengan selamat.Betul kata Daddy. Aku tak tahu apa yang seharusnya kulakukan di saat seperti ini. Betul kata Madame Villich, aku hanya boneka di sini yang tak akan bisa menggantikan posisi siapa pun. Aku muncul hanya karena panggung terlalu sepi."Richard sedang mencarinya, Granny. Aku yakin dia pasti akan berusaha dengan seksama dan membawa Corrine pulang dengan selamat."