Home / Romansa / Kursi Panas di Kantor / Bab 30 - A Stolen Kiss

Share

Bab 30 - A Stolen Kiss

Author: JEMMA JEMIMA
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Akira bertindak sesuai instingnya. 

Dan instingnya sejak tadi telah mendorong jauh-jauh akal sehatnya, serta bertumpu pada satu hal saja yang sejak tadi merangsek masuk dalam hatinya. 

‘Cium Giselle sekarang juga! She’s so cute, and pretty and fierce!’

Begitu yang ada di dalam pikirannya sejak tadi mereka berbicara di sudut bar ini. 

Sudah berulang kali dia menahan keinginannya tersebut, tapi akhirnya Akira tak kuasa menutupinya lagi dan bertindak seperti apa yang dia mau lakukan. 

Dia mengincar bibir ranum berwarna merah muda milik gadis cantik di hadapannya ini, dan melumatnya dengan penuh rasa. 

Giselle terpekik kaget dengan t

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 31 - Woof Woof!

    Operasi menaklukan hati Giselle. Awalnya Giselle pikir dia salah mendengar. Tak mungkin Akira akan seberani itu mengatakan hal picisan seperti itu di hadapannya. Namun Giselle kini paham. Akira berbicara sesuka hatinya. Tanpa bisa Giselle prediksi ke mana arahnya. Selalu seperti itu. Giselle yang akan kesulitan menebak dan meraba-raba apa motif di balik ucapan Akira. Sama seperti tadi. Apa maksud Akira mengucapkan hal tersebut? Giselle speechles, dibuat tak bisa berkata-kata lagi. Dirinya tak suka berada di situasi yang tak dapat diprediksi seperti ini. Giselle sedikit mendorong paksa tubuh Akira agar tak menutupi tubuhnya yang sudah terdesak dan terjepit antara tubuh bidang Akira dengan tembok di belakangnya. “Lupakan saja ciuman sialan itu!” desis Giselle sambil melewati tubuh Akira. Meninggalkan pria yang mengacak-acak rambutnya karena frustasi dengan Giselle. Dia bertekad untuk kembali menuju meja, mengambil barang-barangnya dan pulang duluan. Biarkan saja jika d

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 32 - Menghindar

    Giselle akhirnya mendapatkan jadwal untuk mengadakan meeting dengan Kelana Sastrowilogo setelah dua hari pingpong dengan sekretaris pribadi konglomerat muda tersebut untuk mencocokkan jadwal mereka berdua.Untung saja Giselle telah menyelesaikan seluruh dokumen pitching yang akan diberikan kelak kepada Kelana. Dia 120% berharap jika pria itu setidaknya mendengar dan tidak menolak proposal pertamanya.Itu semua lebih baik dibandingkan jika dia ditolak mentah-mentah tanpa mendengar terlebih dahuluMeeting mereka akan dilakukan di salah satu jaringan restoran milik keluarga kelana di bilangan Senopati.Restoran

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 33 - Project Pitching

    Restoran The Ambience cukup ramai saat Giselle tiba. Jam 11 siang merupakan jam brunch. Memang tidak akan seramai jam makan siang yang akan dimulai sekitar satu jam mendatang, tapi Giselle cukup kesulitan mencari Kelana Sastrowilogo di tengah sembulan kepala-kepala yang duduk sambil bercengkrama satu sama lain di setiap meja sepanjang Giselle memandang. Nyaris saja Giselle hendak bertanya kepada pramusaji di sana, tapi ternyata Kelana telah melihat dirinya terlebih dahulu dan melambaikan tangan dari sudut ruangan. Meja yang dipilih kelana cukup tertutup dan semi privat. Mungkin pria itu sengaja memilih tempat ini karena ada pembicaraan yang cukup serius kelak. Dengan langkah penuh percaya diri, Giselle menghampiri Kelana seraya memegang erat dokumen serta iPad yang dipeluk di dadanya. Melemparkan senyum sopan namun bersahabat, Giselle menyapa sang konglomerat muda. “Halo, selamat siang Pak Kelana. Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk meeting lanjutan hari ini,” ujar Gisel

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 34 - Kontak Personal Assistant Saya

    Senyum Pepsodent yang Giselle lemparkan pada Kelana bertahan selama beberapa detik yang cukup mendebarkan. 'Ayolah, jawab! Apa lagi yang ditunggu!' Giselle berteriak dalam hati.Setelah menyesap air mineral premiumnya, Kelana mengangguk singkat."Kamu nanti telepon Personal Assistant saya, kita bisa ngobrol tentang ini lebih jauh lagi selepas saya kembali dari Monako.""Yes!" Giselle memekik girang.Kelana menaikkan sebelah alisnya.Oops... sepertinya dia tak bisa mengontrol antusiasmenya dan justru kelepasan memekik seperti itu."Ada proyek pembangkit listrik dan energi yang sedang saya incar di daerah Sulawesi dan Kalimantan," ujar Kelana seraya memotong daging steak wagyu A5 kuailtas terbaik yang disajikan di Restoran The Ambience."Sebahagia itukah kamu sekarang?" Kelana tertawa singkat melihat senyum Giselle yang semakin lebar."Oh, maaf Pak Kelana, saya terlalu bersemangat!" ujar Giselle sedikit malu."Ayo makan," Kelana menunjuk piring yang ada di hadapan Giselle.Dia memesan

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 35 - Gesekan Antar Partner

    AKIRASejak pagi tadi dia fokus untuk mempelajari lagi dokumen yang berkaitan dengan proyek Sudibyo Corporation yang sebelumnya dimenangkan dan dipegang oleh Giselle.Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Giselle sudah sangat baik, dan Akira jujur saja merasa kagum dengan hasil analisa yang diberikan oleh Giselle.Analisanya tajam, mengerti pokok permasalahan dan memberikan beberapa skenario yang bisa diikuti oleh Sudibyo Corporation saat mereka menjalankan proyek real estate-nya yang akan kick off beberapa waktu mendatang.Proyek yang akan ditangani Sudibyo Corporation kali ini adalah sebuah kompleks perumahan eksklusif namun mengusung tema modernitas, tapi tetap menonjolkan moto mereka yaitu minimalis, elegan namun tetap berpatokan pada

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 36 - Rencana Lembur Bersama Akira

    Perasaan Giselle hari ini bisa dibilang begitu bahagia.Dia sudah mendapatkan langkah selanjutnya untuk follow up dengan konglomerat muda Kelana Sastrowilogo.Ketika perjalanan pulang setelah pitching singkatnya tadi dan seusai Kelana pergi meninggalkan restoran, Giselle dihubungi oleh seorang perempuan dengan suara jernih yang memperkenalkan dirinya sebagai Personal Assistant Kelana Sastrowilogo. Ibu Cecillia namanya. Dia secara profesional memberikan salinan NDA kepada Giselle saat itu juga melalui email korporat. Mengharapkan Giselle dapat menandatanganinya dalam waktu 24 jam sebelum berlanjut ke tahapan selanjutnya. Yaitu tahapan pemberian data. Giselle belum tahu data apa yang akan diberikan Kelana kepadanya. Namun dia yakin ada sangkut pautnya dengan proyek energi yang tadi sempat disinggung dan dibahas oleh Kelana saat mereka makan siang tadi. Kini dia telah tiba di kantor sekitar pukul 14:30 siang. Jalanan lumayan ramai ketika orang kembali ke kantor masing-masing setelah

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 37 - Lembur di Ruang Cendrawasih

    Tak terasa waktu bergulir dengan cukup cepat sampai-sampai Giselle tak menyadari kalau sore telah berganti dengan petang. Tak menyadari jika sekarang sudah jam lima sore. Itupun karena Akira sudah siaga di depan pintu kacanya, dan bersandar di sana seraya memperhatikan Giselle yang sedari tadi sibuk mengotak-atik laporan yang akan disiapkan untuk proyek konsultasi real estate Sudibyo Corporation. Ketukan persisten di pintunya membuat Giselle terjaga dan menoleh ke sumber suara. “Apa kamu masih membutuhkan waktu sebelum kita meeting?” tanya Akira. Sepertinya Akira berkata demikian karena menimbang-nimbang melihat kesibukan Giselle yang sampai tak sadar dengan keadaan sekeliling. “Oh, sorry Akira. Saya sudah selesai. Hanya tinggal menyimpan data dan kita bisa mulai meeting. Mau meeting di mana? Apa sudah ada ruangan?” Giselle mengkonfirmasi kalau dia bisa langsung meeting setelah menyimpan data. “Di ruang Cendrawasih saja. Hanya kita berdua untuk meeting awal hari ini. Kalau

  • Kursi Panas di Kantor   Bab 38 - Let's Have a Dinner

    “Iya, aku tahu. Tapi kenapa kita nggak coba berkolaborasi walaupun kita sedang bersaing?” ujar Akira sambil tertawa pelan. Jika sebelumnya Akira merasa dia harus defensif setiap Giselle menyerangnya, kini Akira mencoba menyiasatinya dengan memakai taktik baru. Menjawab dan merespon Giselle dengan kepala dingin, bahkan jika perlu balas saja dengan berkelakar ringan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menghindari konflik lebih dalam lagi. Setelah Akira perhatikan, Giselle akan lebih berguna jika mereka berdua dapat bekerja sama dengan baik, dibandingkan jika mereka gontok-gontokan dan saling bertentangan setiap mereka membuka mulutnya. Akira sadar dia telah mengubah taktiknya. Tapi sepertinya Giselle masih tidak menyadari perubahan sikap oleh Akira. Perempuan itu masih menatap curiga dengan jawaban Akira yang cenderung santai tersebut. “Bagaimana bisa kalau bersaing tapi masih bisa kolaborasi? Ini akal-akalan kamu aja kan biar saya nggak fokus sama taruhan kita!” ujar Gisel

Latest chapter

  • Kursi Panas di Kantor   EPILOG

    EPILOG Akira dan Giselle bertatapan setelah di kursi pelaminan mereka berdua, dan tak lama Giselle terkikik geli dan menepuk lengan Akira sebelum akhirnya terdistraksi oleh beberapa tamu yang mendekat untuk datang memberikan selamat kepada mereka. Akira tak henti-hentinya mengagumi Giselle yang terlihat begitu cantik, elegan dan menawan dalam balutan kebaya modern berwarna silver yang membalut tubuhnya. Wajahnya terlihat bersinar. Make up dan Hairdo yang begitu sempurna membuat decak kagum tamu yang melihat Giselle. Tak sedikit yang memuji secara langsung dan mengatakan kalau Giselle cocok menjadi selebriti atau model papan atas. Mereka pun mengangguk setuju ke arah Akira dan mengatakan kalau mereka pasangan serasi. Tampan dan cantik dalam hari istimewa mereka. “Kamu capek?” bisik Akira kepada Giselle yang masih memasang senyumnya selepas para tamu kembali turun. Giselle menggelengkan kepalanya. Tapi perempuan yang kini telah resmi menjadi istrinya melirik ke arah mama dan p

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 116 - Persiapan

    AKIRA Akira merasa sedang berada di atas angin. Semua yang dia inginkan kini berada dalam genggamannya. Tunangannya yang cantik, baik hati dan pintar luar biasa. Keluarga Akira yang begitu mendukung hubungan mereka. Sikap calon mertuanya yang semakin hari semakin melunak kepada dirinya. Meskipun tentu saja terkadang mereka masih suka kelepasan mengontrol sikap snobbish-nya di hadapan Giselle dan Akira. Tapi Akira sadar, mungkin memang mereka yang terbiasa dengan perlakuan golden spoon sehingga realitas mereka berbeda dengan Akira yang memang dibesarkan secara membumi dan sederhana. Tapi untungnya kini sudah tidak ada tendensi merendahkan lagi kepada Akira, dan mereka sudah mulai bisa membuka hati mereka kepada Akira. Kini jadwal malam minggu Akira dan Giselle menjadi lebih padat daripada biasanya. Kini, Tante Mira dan Om Anton terkadang berebut slot, bersikeras agar Giselle mendatangi rumah mereka masing-masing atau mereka mencari waktu untuk lunch bersama di restoran sambil men

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 115 - Strategi Mas Damar

    Balasan tajam yang Mas Damar lancarkan membuat napas Papa memburu keras seperti habis bertengkar hebat. Tante Elena yang duduk diam di samping papa hanya bisa mengusap punggung papa, sedangkan Giselle meremas jemari Mas Damar yang duduk di sampingnya, menatap Papa dengan tatapan tajamnya. Sepertinya memang berdiskusi dengan papa adalah satu hal yang begitu sulit. Rasa-rasanya restu dari Papa akan sulit mereka dapatkan dan mereka harus siap dengan batu terjal yang termanifestasi dalam bentuk kekeraskepalaan Papa untuk menolak hubungan Giselle dan Akira. Mas Damar setelah ditenangkan oleh Giselle akhirnya menghela napas panjangnya. “Pa, apa yang membuat Papa begitu keras kepala tidak menyukai hubungan Giselle dan Akira? Mereka pasangan yang sempurna dan aku melihat Akira begitu bertanggung jawab sebagai lelaki dan begitu menghormati serta mencintai Giselle,” ujar Mas Damar yang memuji Akira dengan tulus. Papa masih terdiam dengan wajah yang mengeras setelah perdebatannya dengan Mas

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 114 - Bertemu Papa Giselle

    GISELLEBenar sesuai janji Mas Damar, dia datang ke kediaman Giselle sebelum mereka bertolak menuju rumah ayah mereka di daerah Pondok Indah. Ini pertama kalinya Mas Damar datang mengunjungi unit studio apartemen milik Giselle. “Wah, tempatmu ternyata nyaman juga ya,” puji Mas Damar saat menginspeksi apartemen Giselle. “Terima kasih, Mas!” jawab Giselle. Saat ini mereka sedang menunggu Akira tiba dan mereka bertiga bisa pergi bersama menuju rumah ayahnya. “Giselle, tenang saja, aku pasti akan mendukung dan membela kamu. Jangan terlalu dipikirin nanti respon papa akan seperti apa,” ujar Damar dengan serius sejurus kemudian. Giselle sontak tersenyum miris. “Sebelum aku ketemu Akira, aku selalu saja merasa kalau ada yang salah sama diriku. Sepertinya mama dan papa nggak pernah puas sama aku. Apa saja yang aku lakukan dianggap salah di mata mereka,” Giselle mengingat kembali kepingan masa lalunya. Hidup sebelum dia mengenal Akira terasa begitu jauh dan pudar. Berbeda ketika Akira d

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 113 - Kejadian di Cork&Screw

    “Ayo kita bicara!” ujar Pak Hasan dengan cukup keras. Membuat beberapa pengunjung menoleh penasaran ke arah mereka. Beberapa waitress melirik was-was pula ke arah sumber keributan.“Tapi saya sedang ada urusan lain,” jawab Akira tak kalah dingin.Tak bisakah mantan bosnya itu melihat dia sedang bersama orang lain?Tapi sepertinya Pak Hasan sedang diliputi kemarahan dan dia tak peduli bahkan tidak melirik sedikitpun ke arah Raka, Giselle dan Damar.“Kamu bisa-bisanya menarik klien kakap kita dan meminta mereka untuk mundur bekerja sama dengan The Converge! Kotor sekali caramu itu!” Wajah Pak Hasan sudah memerah, dan urat di dahinya mulai keluar–seiring dengan meningkatnya emosi Pak Hasan.

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 112 - Onboarding

    AKIRAAkira tiba di kantor Darius pagi ini dan diharapkan untuk langsung menemui Raka serta head of HR perusahaan ini. Dengan nominal bonus sign in yang telah ditransfer Darius tempo hari, tentu saja Akira harus datang lebih awal dan menunjukkan komitmennya untuk bergabung dengan perusahaan ini dengan sungguh-sungguh. “Hey Akira, akhirnya datang juga!” Raka ternyata telah menyambutnya dan memintanya untuk segera naik ke lantai 50, tempat Darius dan yang lainnya berkantor. Saat di foyer lantai 50, dia melihat ada beberapa gadis berperawakan tinggi seperti Giselle yang menyambut Akira dengan senyum mereka. Setelah menyampaikan kalau dia ingin bertemu dengan Raka dan Darius, sikap mereka berubah profesional dan menunjukkan di mana ruangan yang telah disediakan oleh Raka sebagai tempat Akira menunggu. “Siapa dia? Kok ganteng sih? Rekan kerja Pak Darius kah?” Sayup-sayup Akira masih bisa mendengar diskusi para resepsionis tersebut sebelum pintu ditutup. Tak lama Raka datang dengan seo

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 111 - Rekonsiliasi Mengharukan

    Giselle tiba di sebuah gedung perkantoran besar di kawasan SCBD tempat di mana co-working space Mas Damar berada. Giselle berdiri di depan resepsionis sambil menunggu Mas Damar menjemput dirinya. Tak lama, Mas Damar datang dari dalam salah satu ruangan. Hari ini penampilan kakaknya terlihat casual dan santai, namun tetap terlihat rapi dan menawan. Khas gaya CEO muda perusahaan rintisan. “Giselle! Akhirnya kamu datang!” sapa Mas Damar dengan sumringah. “Kamu sudah sarapan belum? Mau sarapan dulu di bawah? Ada kafe di bawah dan croissant-nya juara,” tawarnya kepada Giselle penuh semangat. Ini merupakan sisi lain Mas Damar yang tidak Giselle kenal. Tapi sesungguhnya Giselle sangat menyukai sisi lain kakaknya yang hangat seperti ini. “Aku sudah sarapan tadi dari rumah. Tapi kalau Mas Damar ingin ke kafe itu ayo aku ikut aja,” Giselle menawarkan. “Oke, kita turun sebentar ya. Sekalian aku mau cek supply kopi di kafe tersebut. Ada keluhan atau nggak,” ujar sang kakak. Mereka tu

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 110 - Life Goes On

    GISELLE Saat perjalanan pulang, ponsel Akira kembali berdering dan cukup membuat konsentrasi sang kekasih sedikit terbelah saat mengendarai mobil untuk mengantar Giselle kembali pulang dari rumah mamanya ke apartemennya. “Sayang, mending kita menepi dulu deh. Aku penasaran siapa itu yang dari tadi telepon kamu nggak putus-putus,” Giselle akhirnya gregetan dan meminta Akira untuk menepikan mobilnya terlebih dahulu dan mengecek siapa yang menghubunginya malam-malam ini. Tak lama, mereka menepi dan mengecek ponselnya. “Hmm… Pak Hasan menghubungiku berkali-kali,” ujar Akira seraya mengernyitkan dahinya. “Huh? Ngapain dia telepon kamu?” Giselle jadi ikut penasaran. Tak lama, ponsel Akira kembali berdering dan akhirnya pria itu mengangkatnya. “Pak Hasan,” ujar Akira dengan dingin, meskipun masih terdengar sedikit sopan. Giselle mencoba menganalisa apa pembicaraan mereka berdua. Kepalanya mendekat ke arah Akira, dan Akira yang menyadari sikap konyolnya tertawa tanpa suara sebe

  • Kursi Panas di Kantor   Chapter 109 - Restu Tante Mira

    Dering ponsel di saku celananya begitu mengganggu sepanjang perjalanannya menuju rumah mamanya Giselle yang terletak di kawasan Dharmawangsa, Kebayoran Baru - Jakarta. “Kamu nggak mau angkat teleponnya?” Giselle yang tadinya sudah gugup seharian ini karena Akira mengiyakan ajakan mama Giselle untuk menemui mereka berdua, akhirnya terdistraksi juga dengan suara ponsel Aira yang bergetar sedari tadi. “Nanti saja, yang pasti ini bukan dari keluarga. Nada dering mereka aku setting berbeda,” jawab Akira seraya mengernyitkan dahinya. “Oke kalau begitu,” ucap Giselle pasrah. “Akira… nanti kita bakal bicara apa sama Mama?” Tak lama Giselle bersuara, menyiratkan kekhawatiran yang dari tadi bergumul di dalam hatinya.

DMCA.com Protection Status