Setelah pelatihan mereka selesai, Kuro dan Gidi kembali ke desa. Namun, pemandangan yang mereka lihat jauh lebih buruk dari sebelumnya.Iblis raksasa itu telah tumbuh lebih besar, dan desa hampir sepenuhnya hancur. Shien berdiri di atas reruntuhan, menatap mereka dengan senyum mengejek."Akhirnya kalian kembali. Aku berharap lebih dari ini," katanya.Kuro menatapnya tanpa gentar. "Kali ini, aku akan mengakhiri ini."Kiryu berdiri di belakang mereka. "Kalian tahu apa yang harus dilakukan."Kuro mengambil napas dalam, lalu mengaktifkan Ten no Ryūjin yang baru. Kali ini, cahaya dan kegelapan menyatu di tubuhnya. Saat ia melangkah maju, tanah di bawahnya bergetar.Shien mengerutkan dahi. "Apa ini?"Kuro tersenyum tipis. "Ini adalah keseimbangan sejati."Pertarungan kembali dimulai, tapi kali ini, Kuro dan Gidi memiliki keunggulan. Panah Gidi kini mampu menghancurkan pasukan bayangan Shien, sementara serangan Kuro bisa melukai iblis raksasa itu lebih dalam.Shien mulai terdesak. "TIDAK MUN
Saat Kuro meluncurkan serangan terakhirnya, iblis raksasa itu mengeluarkan kekuatan terakhirnya. Gelombang energi hitam menyapu seluruh desa, hampir menghancurkan semuanya.Kiryu melompat ke depan, menggunakan tubuhnya untuk menahan serangan itu."KIRYU!" teriak Kuro.Kiryu menoleh dan tersenyum. "Ini takdirku sebagai penjaga. Kalian harus menyelesaikannya."Dengan kekuatan terakhirnya, Kiryu mengorbankan dirinya, mengubah seluruh energinya menjadi cahaya yang memperkuat serangan Kuro.Dengan satu tebasan, Kuro menghancurkan iblis raksasa itu sepenuhnya.Shien terjatuh ke tanah, terluka parah. Ia menatap Kuro dengan ekspresi marah dan frustasi."Tidak… ini tidak mungkin…"Kuro mendekatinya. "Sudah berakhir, Shien."Shien tertawa pelan. "Mungkin untuk kali ini…"Lalu, tubuhnya perlahan menghilang menjadi bayangan.Gidi mengerutkan dahi. "Dia kabur…"Kuro menghela napas. "Biar saja. Aku yakin kita akan bertemu lagi."Kuro berdiri diam di tengah reruntuhan, napasnya masih terengah-engah
Setelah pertempuran berakhir, desa mulai membangun kembali. Banyak yang terluka, tapi mereka tidak kehilangan harapan.Kuro dan Gidi berdiri di atas bukit, menatap matahari terbit."Kita menang," kata Gidi.Kuro mengangguk. "Tapi ini bukan akhir. Aku yakin kegelapan akan kembali."Gidi tersenyum. "Kalau begitu, kita harus siap."Mereka berdua menatap ke depan, siap menghadapi masa depan.Di kejauhan, terdengar suara angin berbisik—seolah Kiryu masih mengawasi mereka.Kuro dan Gidi masih berdiri di atas bukit, membiarkan angin pagi menerpa wajah mereka. Matahari terbit dengan cahaya keemasan, menandakan awal yang baru bagi desa di bawah mereka.Asap dari reruntuhan mulai berkurang, dan penduduk desa telah bergegas membangun kembali rumah mereka. Meski luka masih terasa, mereka tidak kehilangan harapan."Ini aneh," gumam Kuro, masih menatap desa."Apa yang aneh?" tanya Gidi."Aku merasa seharusnya lega setelah ini semua berakhir. Tapi aku tidak merasa seperti itu."Gidi menyeringai. "Ka
Kuro dan Gidi melangkah masuk ke rumah kayu tua itu dengan hati-hati. Aroma kayu terbakar bercampur dengan wangi rempah-rempah memenuhi ruangan. Seorang pria tua duduk di dekat perapian, menatap mereka dengan mata tajam seperti elang. “Kalian datang lebih cepat dari yang kuduga,” katanya, suaranya berat dan penuh pengalaman. “Kau tahu kami akan datang?” tanya Kuro, sedikit terkejut. Pria tua itu tersenyum tipis. “Aku telah hidup cukup lama untuk mengenali takdir ketika ia mengetuk pintuku. Kalian mencari kekuatan, bukan?” Gidi menatap Kuro, yang mengangguk. “Kami ingin memahami Ten no Ryūjin lebih dalam. Kami tahu ini bukan sekadar kekuatan biasa.” Pria tua itu menghela napas. “Kekuatan itu bukan sesuatu yang bisa diberikan begitu saja. Ten no Ryūjin bukan hanya tentang kekuatan fisik. Ia adalah keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan roh.” Kuro mengepalkan tinjunya. “Aku siap belajar.” Pria tua itu menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, “Kalau begitu, kau harus melalui ujian
Keesokan paginya, mereka berangkat menuju Hutan Kiryu. Pepohonan raksasa menjulang tinggi, menciptakan bayangan gelap meskipun matahari bersinar terik. Udara di dalam hutan terasa berat, seperti ada sesuatu yang mengawasi mereka.“Kita harus tetap waspada,” kata Gidi sambil meraih busurnya.Mereka melangkah lebih dalam, menyusuri jalan setapak yang semakin menyempit. Tiba-tiba, suara gemerisik terdengar dari semak-semak.Dari balik pepohonan, muncul seekor serigala hitam dengan mata menyala merah. Bulu-bulunya berdiri, menandakan agresi.Gidi mengangkat busurnya, tapi Kuro mengangkat tangan, menghentikannya. “Tunggu.”Serigala itu tidak langsung menyerang. Ia hanya menatap mereka, seolah sedang menilai sesuatu. Lalu, tanpa peringatan, ia melompat ke arah Kuro.Kuro bergerak cepat, menghindari cakaran serigala itu, lalu menebas dengan pedangnya. Namun, saat pedang hampir mengenainya, tubuh serigala itu berubah menjadi bayangan dan menghilang.“Ini tidak normal,” gumam Kuro.“Sepertinya
Setelah berjam-jam berjalan, mereka tiba di sebuah sungai dengan air berwarna biru kehijauan. Di seberang sungai, seorang pria berjubah hijau berdiri menatap mereka.“Kalian bukan penduduk hutan ini,” katanya dengan suara tenang.“Kami mencari ramuan langka,” jawab Kuro.Pria itu mengangkat alis. “Ramuan itu bukan untuk sembarang orang. Mengapa kau mencarinya?”Kuro menggenggam pedangnya erat. “Aku ingin menjadi lebih kuat. Aku harus menghentikan Shien sebelum dia menghancurkan lebih banyak nyawa.”Pria itu mengamati Kuro beberapa saat, lalu mengangguk. “Baiklah. Tapi untuk mendapatkan ramuan itu, kau harus melewati ujian terakhir.”“Ujian apa?” tanya Gidi.Pria itu tersenyum tipis. “Kau akan mengetahuinya segera.”Tiba-tiba, tanah di bawah mereka bergetar, dan dari sungai muncul makhluk besar berbentuk naga air dengan mata bersinar biru.Naga air itu menjulang tinggi, tubuhnya berkilau di bawah cahaya rembulan yang mulai muncul di langit. Air sungai berputar di sekelilingnya, mencipt
Naga air itu melingkar di atas sungai, mengeluarkan suara gemuruh yang mengguncang pepohonan. Matanya menatap Kuro, seolah menantangnya.“Ini tidak akan mudah,” kata Gidi sambil menyiapkan panahnya.Naga itu menyerang lebih dulu, menyemburkan air bertekanan tinggi ke arah mereka. Kuro melompat ke samping, menghindari serangan itu, lalu menebas dengan pedangnya. Namun, pedangnya hanya menebus air, tidak melukai naga itu sedikit pun.“Serangannya tidak berguna!” seru Kuro.Pria berjubah hijau yang berdiri di tepi sungai berbicara. “Ten no Ryūjin bukan hanya tentang serangan. Kau harus memahami aliran energi di sekitarmu.”Kuro mengingat kata-kata sang pertapa. Ia menutup matanya sejenak, mencoba merasakan energi di sekelilingnya.Saat ia membuka matanya kembali, ia melihat aliran energi biru yang mengalir di sekitar naga itu. Ia menyadari bahwa naga itu bukan musuh, melainkan ujian.Alih-alih menyerang, Kuro menurunkan pedangnya dan berlutut. “Aku tidak ingin bertarung. Aku hanya ingin
Dengan ramuan di tangan, Kuro dan Gidi kembali ke rumah pertapa. Pria tua itu menyambut mereka dengan anggukan puas.“Jadi, kau memilih untuk tidak bertarung,” katanya.Kuro mengangguk. “Aku menyadari bahwa kekuatan sejati bukan hanya tentang mengalahkan lawan, tapi juga memahami mereka.”Sang pertapa tersenyum. “Pelajaran penting yang banyak orang gagal pahami.”Ia mengambil ramuan itu dan mulai meracik ramuan khusus. Setelah beberapa saat, ia menyerahkan sebuah botol kecil berisi cairan berwarna keemasan.“Minumlah ini, dan kau akan merasakan perubahan,” katanya.Kuro mengambil botol itu dan meneguk isinya. Seketika, tubuhnya terasa ringan, dan aliran energi baru mengalir melalui nadinya.Sang pertapa menatapnya serius. “Kini, kau telah mengambil langkah pertama menuju pemahaman sejati tentang Ten no Ryūjin. Tapi ingat, kekuatan ini datang dengan tanggung jawab.”Kuro menggenggam tangannya, merasakan energi baru dalam tubuhnya. Ia tahu ini baru permulaan.Di kejauhan, angin berbisik
Debu mulai mengendap. Angin berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan kehidupan baru. Dunia telah selamat. Pertempuran dahsyat melawan Sang Penenun dan ancaman yang lebih besar telah berakhir. Namun, jejaknya tetap terukir dalam setiap sudut dunia. Bekas luka menganga di permukaan bumi, mengingatkan akan kekuatan dahsyat yang hampir menghancurkan segalanya. Kota-kota hancur, desa-desa porak-poranda, dan jutaan jiwa telah hilang. Namun, di tengah kehancuran itu, tumbuh tunas-tunas kehidupan baru. Tanaman-tanaman mulai tumbuh kembali, menunjukkan kekuatan regenerasi alam yang luar biasa. Manusia, yang telah kehilangan begitu banyak, mulai membangun kembali kehidupan mereka, mencari harapan di tengah keputusasaan. Kuro, pahlawan yang telah menyelamatkan dunia, tidak ada di sana untuk menyaksikannya. Pengorbanannya telah menyelamatkan alam semesta, tetapi dengan harga yang sangat mahal—kehidupannya sendiri. Ia telah lenyap, menjadi bagian dari alam semesta. Namun, kisahnya tetap hid
Kuro terhuyung, tubuhnya hancur lebur, luka menganga di sekujur tubuhnya seperti peta bintang yang mengerikan. Darah segar membasahi tanah yang sudah retak dan terbakar, mencampur dengan debu dan abu yang beterbangan. Namun, di tengah kehancuran itu, cahaya emas Kekuatan Naga Emas masih menyala, suatu suar harapan yang gigih melawan kegelapan yang hampir membenamkan segalanya. Ia telah menggunakan hampir semua kekuatannya, mengeluarkan seluruh kemampuannya hingga ke titik kering. Namun, Sang Penenun, entitas kekacauan itu, masih berdiri teguh, pusaran energi gelapnya semakin besar, semakin ganas, menelan segalanya dalam cengkeramannya yang tak kenal ampun. Harmoni yang Kuro coba ciptakan, harmoninya yang merupakan benteng terakhir melawan kekacauan, terasa rapuh, seperti kaca yang siap hancur berkeping-keping. Ia merasakan kelelahan yang luar biasa, tubuhnya terasa seperti akan runtuh, namun tekadnya tetap membara. Ia tidak boleh menyerah. Ia harus menang.Pandan
Bab 149: Harmoni yang Hilang – Pertempuran SengitAlam semesta bergetar. Bukan getaran lembut, namun guncangan dahsyat yang mengguncang realitas itu sendiri. Kekuatan tiga naga – Muzunoryu, Tsuchiryu, dan Arashiryu – berbenturan dengan kekuatan Sang Penenun, menciptakan gelombang energi yang tak terbayangkan. Air, tanah, dan angin beradu dengan kegelapan, menciptakan pusaran yang mengerikan, pusaran yang mengancam untuk menghancurkan segalanya. Kuro, di tengah badai itu, merasakan kekuatan dahsyat yang mengguncang jiwanya.Tubuhnya, yang sudah penuh luka, terasa seperti akan hancur. Setiap inci kulitnya terasa perih, setiap tulang terasa remuk. Ia telah menggunakan hampir semua kekuatannya, namun Sang Penenun masih berdiri teguh, pusaran energi gelapnya semakin besar dan semakin ganas. Harmoni yang ia coba ciptakan, harmoninya yang merupakan benteng terakhir melawan kekacauan, terasa rapuh, hampir hancur.Kuro tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu, dan cepat.
Kelelahan mencengkeram Kuro. Tubuhnya, yang biasanya dipenuhi dengan energi kosmik yang tak terbatas, kini terasa lemah dan remuk. Luka-luka yang ia derita dalam pertempuran sebelumnya masih terasa perih, ditambah dengan luka-luka baru yang ia dapatkan dari serangan Sang Penenun. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya, menodai jubahnya yang sudah compang-camping. Ia merasakan kekuatannya terkuras, semakin menipis, seperti lilin yang hampir padam.Sang Penenun, entitas kosmik yang mengerikan itu, mengeluarkan kekuatannya yang sebenarnya. Ia melepaskan serangan yang mampu memanipulasi realitas itu sendiri. Waktu dan ruang menjadi terdistorsi, berputar-putar seperti pusaran air yang tak berujung. Ilusi-ilusi yang membingungkan muncul di mana-mana, menciptakan pemandangan yang surealis dan mengerikan. Kuro merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung, di mana realitas dan ilusi bercampur aduk, di mana ia tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana y
Kekalahan di awal pertempuran telah meninggalkan jejak yang dalam pada Kuro. Tubuhnya terasa remuk, namun tekadnya tetap membara. Darah masih mengalir dari sudut bibirnya, menodai jubahnya yang sudah compang-camping. Ia menatap Sang Penenun, pusaran energi gelap yang tak berujung itu, dengan mata yang dipenuhi dengan campuran rasa sakit, kemarahan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Ia tahu bahwa ia harus menggunakan semua kekuatannya, semua kemampuannya, untuk melawan entitas kosmik yang mengerikan ini. Ia harus menciptakan harmoni yang sempurna, keseimbangan yang mutlak, untuk melawan kekacauan yang mengancam untuk menelan segalanya.Dengan napas yang tersengal-sengal, Kuro memanggil Kuchiyose Kinpika Ryu (Naga Emas). Api emas berkilauan menerangi kegelapan yang mencekam, menciptakan kontras yang dramatis antara cahaya dan bayangan. Kinpika Ryu, naga emas yang megah dan perkasa, muncul dari dimensi lain, sisiknya berkilauan seperti emas murni yang dilebur oleh mat
Langit bukan lagi langit. Ia adalah kanvas gelap yang tercabik-cabik, dirobek oleh tentakel-tentakel energi hitam yang tak terhitung jumlahnya. Tentakel-tentakel itu, tebal seperti gunung dan hitam pekat seperti jurang maut, menari-nari dengan kejam di antara bintang-bintang yang meredup. Mereka bukan sekadar energi; mereka adalah manifestasi dari kekacauan itu sendiri, perpanjangan dari kehendak Sang Penenun, entitas kosmik yang haus akan jiwa. Jiwa-jiwa manusia, terhisap oleh tentakel-tentakel itu, menghasilkan jeritan yang menyayat hati, simfoni kematian yang mengerikan yang bergema di seluruh dunia. Di tengah badai ini, Kuro berdiri tegak, sebuah patung marmer yang tak tergoyahkan di tengah badai yang mengerikan.Rambut putihnya yang panjang berkibar ditiup angin yang berputar-putar, menyerupai api yang siap menyala. Wajahnya, yang biasanya dipenuhi dengan ketenangan, kini dikerutkan oleh tekad yang tak tergoyahkan. Ia bukanlah manusia biasa lagi; ia adalah m
Kuro, yang telah mencapai usia lanjut namun tetap teguh dalam semangatnya, merasakan sebuah panggilan yang kuat dari dalam dirinya. Bukan panggilan untuk bertempur, melainkan panggilan untuk mencari pemahaman yang lebih mendalam. Selama beberapa dekade terakhir, ia telah memimpin dunia menuju perdamaian dan kemakmuran, namun sebuah pertanyaan besar tetap terngiang dalam pikirannya: apakah perdamaian ini akan bertahan selamanya? Apakah ancaman kegelapan benar-benar telah musnah? Ataukah masih ada misteri yang tersembunyi, mengintai di balik kedamaian yang tampak sempurna ini?Pertanyaan-pertanyaan ini telah menghantuinya selama bertahun-tahun. Ia telah berkonsultasi dengan para bijak, para pendeta, dan para ilmuwan, namun tak satu pun dari mereka mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Ia merasa ada sesuatu yang masih tersembunyi, sesuatu yang hanya dapat ditemukan di tempat yang terdalam dan terjauh—dunia roh.Ia telah mendengar legenda tentang dunia roh, dunia di m
Debu pertempuran masih menyelimuti lembah, mengingatkan akan pertarungan sengit yang baru saja berakhir. Aroma tanah basah bercampur dengan bau darah—bau yang tak akan pernah hilang dari ingatan Kuro, Sylva, dan Kaien. Kemenangan atas entitas kegelapan terasa pahit, dibumbui oleh kehilangan dan kelelahan yang mendalam. Banyak sekutu mereka telah gugur, korban dari pertempuran yang hampir menghancurkan dunia. Keheningan yang menyelimuti mereka dipenuhi oleh kesedihan yang dalam, namun juga oleh rasa syukur yang tak terhingga. Mereka telah berhasil. Mereka telah menyelamatkan dunia.Kuro, dengan luka-luka yang masih menganga di tubuhnya, duduk bersila di tengah reruntuhan. Ia menatap langit yang mulai dipenuhi bintang, merasakan beban tanggung jawab yang luar biasa di pundaknya. Ia bukan hanya seorang pemimpin bagi pasukan mereka, tetapi juga seorang pemimpin bagi dunia yang baru saja mereka selamatkan—dunia yang hancur, dunia yang membutuhkan pemulihan yang panjang dan
Setelah berhasil mengendalikan kekuatan Naga Bumi dan menyeimbangkan energi di dalam dirinya melalui ritual purba, Kuro merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, kedamaian itu hanyalah sementara. Ia tahu bahwa entitas kegelapan yang telah merasukinya belum sepenuhnya hilang. Ia masih merasakan bisikan-bisikan jahat di dalam pikirannya, dan ia masih melihat kilasan-kilasan gambar yang mengerikan. Ia tahu bahwa ancaman itu masih mengintai, menunggu saat yang tepat untuk menyerang kembali.Ia menghabiskan beberapa bulan berikutnya untuk berlatih dan bermeditasi, menjaga keseimbangan antara kekuatan cahaya dan kegelapan di dalam dirinya. Ia juga menghabiskan waktu bersama Sylva dan Kaien, menikmati kedamaian dan kebersamaan yang telah lama dirindukannya. Namun, ia selalu waspada, selalu siap untuk menghadapi ancaman yang mungkin datang kapan saja.Suatu hari, saat ia sedang berlatih di hutan, ia merasakan perubahan di udara. Udara terasa dingin da