Dina mengemasi barangnya dengan cepat, membawa hanya yang di perlukan hari itu juga, sebenarnya Banyu sudah bilang dia baik-baik saja, namun hati Dina mengatakan semua sedang tak baik."Bunda mau pelgi?" Sean bertanya saat Dina menarik koper kecil ke ruang tengah. Mereka baru saja tiba dan Dina tak sempat lagi menjelaskan gamblang pada anak-anaknya.Dina menarik Sean duduk bersamanya."Bunda harus pulang ke rumah sebentar sayang." Ucap Dina menjelaskan"Jemput ayah?" Kali ini Dara yang bertanya, dia ikut nyempil di antara pinggul sang ibu"em.... Iya Bunda akan membawa ayah ke sini." Ucapnya memberi pengertian."Lama?" Dara kembali bertanya, ia mengintrogasi sang ibu seperti menyelidik."Sebentar sayang, Dara jaga adik Sean baik-baik ya!"gadis itu tersenyum saat Dina mencubit hidungnya dan memberinya kecupan di kening."kamu yakin berangkat sendiri nduk?" Emak terlihat cemas, sebab Dina pergi dalam keadaan tak tenang."Iya mak, nggak apa-apa Dina sendiri.""Bagaimana jika pulang besok
Ramdan keluar minimarket, terkejut mobil yang ia tumpangi mrnghilang bersama Dina di dalamnya. Ia menjatuhkan plastik belanja di tangan, berlari hampir ke jalan, namun urung saat petugas restarea berteriak memanggilnya."Mas, mau mati apa gimana?" Seorang lelaki megacungkan tongkat sembari berlari kecil ke arahnya.Ramdan hampir tak mendengar, pikirannya berkelana kemana kiranya Dina sekarang, ia berjalan memastikan lagi mobil itu masih ada atau tidak, hingga berkali ia berjalan ke segala arah mobil BMW serie i8 itu tak terlihat."Mas cari apa?" Petugas itu menarik tangannya untuk berhenti berjalan, Ramdan terlihat benar-benar cemas."Mobil pak, sedan hitam di sini, tadi saya parkir di sini!" Ucapnya terlihat tak tenang."Sebentar, maksudnya mobil mas ini hilang begitu?"Ramdan menjambak rambutnya kasar, susah menjelaskan posisinya, terlebih dalam pikirannya kini di penuhi prasangka Dina yang salah tentang foto Banyu di galeri ponselnya."Queen, jangan buat aku khawatir Queen!" Ucapny
Ramdan menepikan mobilnya tak jauh dari lokasi kecelakaan, melihat kesekitar memastikan posisinya gelap."Aoa rencanamu?" Rock bertanya, ia membuat pilihan sulit sekarang."Bisa kendalikan CCTV hari ini?" Ucapnya meminta."Oke, lalu kamu?" Rock kembali bertanya, ia mengambil laptop di kursi belakang."Aku akan pastikan siapa yang ada di bawah sana!" Ucapnya lalu membuka pintu mobil. "Kau yakin melakukannya sendiri?""Iya, aku yakin! Dengar, aku Rock, jika dalam setengah jam aku tak datang, itu artinya kamu harus pergi tanpa aku!" Ucapnya pada Rock."Bukan aku harus menyusulmu?"Ramdan memggelengkan kepala. "Tak ada tawar menawar Rock, jika setengah jam aku tak kembali, artinya kamu harus pergi meminta bantuan." Ramdan berjalan dalam gelap menyeberang ke sisi lain, ia berhasil pindah jalur, masih berusaha sembunyi dia berbaur bersama team yang lain, Ramdan mengambil rompi petugas di dalam mobil pickup, memakainya dan ikut masuk berjalan ke arah sungai.Bebatuan tajam dan terjal di la
"Le, apa yang sebenarnya terjadi?"Bapak menelpon Ramdan, dua petugas datang di tengah malam, mengabarkan hilangnya Dina dalam kecelakaan. Hati orang tua mana tak remuk, putri semata wayangnya harus mengalami tragedi tak terduga."Piye to le, kepiye ya Allah!" Bapak memukul dadanya yang sesak, sekuat apa beliau mampu menahan lara ini, tetap saja perihnya tak tertahan, terlebih menjelang pagi tadi kabar penemuan jenazah Dina menggubur harapan dua orang tua itu untuk bertemu anaknya lagi.Suara Bapak terdengar parau sementara tangis histeri Emak juga menggema, suasana begitu kacau di rumah joglo, pun Dara dan Sean yang tak tau keadaan apa yang terjadi, hanya bisa ikut menangis ketakutan dalam pelukan Pandu.Ramdan menceritakan segalanya melalui telpon, membuat Bapak berkali-kali beristigfar. Para tetangga mulai datang memenuhi rumah, memberi semangat juga do'a untuk Dina, mereka menangis kala melihat dua bocah kecil itu kehilangan sang ibu."Pa, Bunda sakit?" Dara bertanya setelah berul
Sky berlari ke halaman rumah sakit saat Rose menghubunginya, memintanya turun dan bertemu, Ia menyeberang jalan dan melihat mobil Rock terparkir di bahu sebelah. Sejak semalam ia terus menyalahkan dirinya sendiri, merasa berkhianat dengan keputusannya menceritakan semua pada Black."Bagaimana ini terjadi!" Sky membuka pintu depan, mencengkeram kerah Black saat melihatnya duduk di balik kemudi. Dia menangis mendapati banyaknya kabar di televisi yang tanpa dia tau ternyata hanyalah sandiwara seseorang."Kenapa menjaga satu Queen saja kamu tak becus!" Umpatnya lagi mengguncangkan tubuh Black yang pasrah tak melawan."Lepaskan Sky!" Rock menariknya dari belakang."Aku tak akan lepas sebelum ada penjelasan!" Ucapnya bertahan di pintu mobil, ia menyikut tubuh Rock menjauh."Aku akan jelaskan, tapi lepaskan dulu Sky!" Ramdan dengan tenang menjawab, ia tau Sky sedang emosi, ia tak ingin menambah masalah lagi jika dirinya ikut terpancing."Tidak! jawab saja aku sekarang!" Ucap Sky lagi, kali i
Ramdan pulang lebih dulu bersama Rose. Sky dan Rock masih di jalan, mempersiapkan kepulangan Banyu ke Solo, ia memaksa tetap datang apapun yang terjadi. Hingga saat penyerahan jenazah berkedok Dina itu selesai, Ramdan dan Rose bungkam.Batin Rose menjerit melihat peti berisi wanita asing itu bernamakan sahabat karibnya. Ia terus mencengkeram tas slempangnya sendiri, menahan amarah yang bergejolak di dalam diri kala peti itu di angkat memasuki rumah Joglo milik keluarga Dina.Emak histeris, menyambut peti itu dengan air mata, tentu saja tangisnya pecah, bayang wajah ayu Dina terus menyiksa batinnya."hah..." Rose menghela napas, air matanya terus turun membasahi pipi."Menangislah!" Ramdan bicara sambil mengusap juga manik matanya, ia sedang memikirkan bagaimana keadaan Dina sekarang."Bagaimana aku tak menangis, wanita yang di makamkan itu bukanlah Queen, tapi dia pakai nama Queen." Rose kembali menghela napas."Mau bagaimana, ini satu-satunya cara meyakinkan orang itu kita sudah perc
Rose berlari membatu Ramdan berdiri, beberapa anak buah Ramdan juga ikut membantunya, Ramdan meletakkan jarinya ke mulut saat Rose ingin bicara, ia takut Rose akan kelepasan."Aku baik-baik saja Rose, kamu tak perlu khawatir!" Ucapnya membersihkan bajunya yang kotor.Rose yang menyadari banyak mata menatapnya memilih membawa Ramdan masuk lewat pintu samping, sementara Bapak di bawa Pandu masuk ke kamar untuk menenangkan diri.Rose melihat ujung bibir Ramdan berdarah, dengan segera ia mengambil tisu basah di dalam tasnya."Aku baik-baik saja!" Ramdan menolak lukanya di bersihkan, namun Rose memaksa dengan tatapan tajam."Jangan menolak, kamu seperti anak kecil!" Ucap Rose kesal, Ramdan masih saja mempertahankan harga dirinya setinggi langit."Kamu tak marah pada Bapak?" Rose bertanya sembari menyeka darah di ujung bibir Ramdan."nggak, buat apa aku marah." Ramdan menjawab singkat.Rose melihat sekitar, memastikan tak ada yang mendengar mereka sekarang, gazebo belakang rumah sepi, semua
Banyu menangis mengiringi peti berbalut bunga itu turun ke liang lahat, beberapa kali Emak pingsan melihat peti yang di yakini putrinya itu menghilang dalam gundukan tanah. Bapak yang mencoba kuat tetap saja gemetar saat tanah menghilangkan peti dari pandangnya.Mala mendekap erat tubuh Emak bersama Anik yang juga ikut memeluk sisi lain wanita paruh baya itu, Emak terlalu rapuh untuk bisa berdiri sendiri."Apa yang kamu lihat?" Rock bertanya, sejak tadi Sky tak berhenti memperhatikan Mami Banyu. Wanita itu menangis meraung di samping pusara bernisan Dina Arleta."Aku tak melihat apa-apa, sepertinya Mami Banyu sangat kehilangan." Sky masih menutupi apa yang di lihatnya, ia sendiri belum yakin apakah itu senyuman atau sesuatu yang matanya salah tangkap."Dimana Black?" Rock bertanya, sejsk tadi dia tak terlihat."Di rumah bersama Rose, Bapak sangat marah padanya saat ini, ia memilih menjauh sebentar."Rock menganggukkan kepala, ia tau Ramdan begitu karena dia mengetahui mayat itu bukan
Sky yang melihat itu tersenyum, dia tau Banyu akan punya cara membawaanya pergi. Ya, Tali itu di ayun Terus agar ujungnya bisa mendekati Sky. beberapa kali ayunan membuat ujungnya lebih dekat ke arah Sky, dirinya mencoba meraih namun masih belum tergapai."Kamu harus lompat!" Teriak Banyu, dipa merasakan angin terlalu kuat sekarang."Lompat Sky!" Banyu merasakan ombak mulai tinggi menghantam"Kompat? sekarang?""Tahun depan, sekarang lah!" Ucap Banyu kesal, kapal terbakar itu mulai tenggelam dan Sky masih juga ragu untuk meninggalkan nya.Sky melihat air laut semakin dekat, jika dia gagal melopat, artinya takk ada lagi kesempatan, tali kapal tak cukup jika harus menyentuh lautan dan jangkar tak bisa di keluarkan dengan segera, sementara gulungan awan hitam mulai terlihat di atas mereka."Kenapa cuaca tiba-tiba berubah mbak?" Anik panik melihat badai akan segera datang."Tidak tiba-tiba, awan itu sudah bergelantung di atas kita sejak pagi hanya saja tidak sebesar ini.""Sky, lompat!" T
Kanaya begitu marah mendengar kabar pelarian Banyu, dia sudah berbuat banyak sejauh ini, namun justeru kebodohan demi kebodohan dia dengar."Tolol kalian semua!" Teriaknya kesal di ruang sunyi tempatnya bersembunyi.Panggilan dari Philip tak lagi di gubrisnya, Kanaya merasa semua sudah berakhir sekarang. "Aku benci pada Kalian semua!" Teriaknya lagi, bayang wajah Banyu semakin membuat hatinya tercabik dan nyeri.Mencoba perbikir jernih bagaimana dia akan menemui Banyu sekarang, Kanaya berjalan keluar ruangan, berusaha tersenyum pada beberapa orang staf nya di luar, Kanaya berjalan menuju lif."Ada apa lagi Naya?" Khan menarik tangan adiknya itu.Kanaya menatap Khan dengan kesal, berusaha melepaskan tangan kakaknya."Aku ada urusan.""Soal Banyu lagi?" Khan bertanya, setelah pertengkaran dengan adiknya tempo hari, Khan mencoba kembalu memberikan kesempatan."Bukan, aku harus pergi menemui temanku!" Ucapnya dingin lalu meninggalkan Khan di depan Lif.Kanaya turun ke lanti dasar, ingin
Banyu keluar lebih dulu ke dalam kabin, Rock masih terduduk di sana dengan mata hampir tak bisa terbuka lagi."Tidurlah, aku akan gantikan." Ucapnya pada Rock, lelaki itu berdiri dan berpindah posisi ke belakang, menyandarkan tubuhnya pada kursi yang lebih lega."Aku masih ada di jalur yang benar, kemudikan saja begitu, mungkin beberapa jam lagi kita sampai di darat." Ucap Rock dengan suara sedikit meracau.Banyu hanya tersenyum tipis menyadari kantuk menguasai sahabatnya itu. "Tidur saja di dalam, aku akan Pastika semua aman." Ucap Banyu lagi, namun Rock sudah tak mendengar, dengkurannya halus sudah menemani tidurnya yang lelap.Banyu kembali menatap ke laut, semalam benar-benar membuatnya ketakutan, matanya yang bening seolah menelisik arah mana dirinya dan yang lain datang semalam."Cari sesuatu?" Sky masuk degan semangkuk mie dalam sterofom, aromanya membuat perut banyu serasa meronta."Baru buat?" Tanya banyu."Ya, di belakang ada, air panas yang aku buat juga masih, bikin saja s
"Kami ada di tempat semula, bergeser sedikit kearah barat."Suara Rock terdengar pada alat yang Dina pakai dalam baju selamnya.Bus... Bus...Suara peluru menembus air, mereka dapat melihat peluru-peluru itu membelah air membentuk gelembung-gelembung yang menjurus ke bawah.Dina memberi sinyal bahaya pada Rock, sementara Banyu membuat isyarat agar mereka berenang lebih dalam.Matikan lampuBanyu meminta dengan isyarat, Dina dan Anik mematikan lampu di tangan mereka.Ke bawah!Sky meunjuk arah bawah dan mereka bergandengan menjauhi peluru yang masih terus menerjang ke dalam air.Mereka menyelam menjauhi tembakan yang masih terdengar, semakin ke dalam menuju ke arah yang di rasa benar. Banyu menyalakan lampu merah di dalam air, mereka saling melihat untuk membaca isyarat selanjutnya.Kalian di mana?Rock kembali menghubungi dan mencari dimana sahabat-sahabat nya sekarang. Anik menyalakan sinyal yang ada di pinggangnya, lalu mencari di mana letak kapal mereka berhenti.Ke arah barat kali
"Bagaimana kita bisa ke bawah? Lihat semua tempat penuh dengan pengawasan." Sky memperhatikan setiap tempat yang mereka lewati, namun tak satupun tempat sepi."Jika begitu kita harus turun." Banyu berbisik, mereka berhenti sebentar di atas sebuah lorong."Bagaimana bisa kita turun? Lantas dimana kita akan turun?" Sku masih tak mengerti apa yang Nanti rencanakan."Jika kita tak bisa mengelabuhi mereka, maka jadilah bagian dari mereka!" Ucap Banyu lalu berusaha membuka tutup lubang angin di bawahnya."Kamu benar!" Ucap Sky saat sadar bahwa ide Banyu mungkin bisa di gunakan membawa mereka ke ruang bawah.Mereka melompat turun, lalu bersembunyi di antara tepian lorong, Banyu sedikit lega sekarang, sebab semua cctv berada di bawah kendali teamnya.Sky berada di belakang Bantu, menyelinap di antara lorong dan tak lama empat lelaki keluar dari sebuah ruangan."Ada yang datang!" Ucap Sky bersembunyi dinujung lorong bersama Banyu. Empat orang itu berbatus rapi, dan dua di antaranya masuk ke ru
Dina menyelam lautan dingin, dia tau bisa saja nyawanya tak selamat malam ini, tugasnya bersama anik adalah masuk dari bawah kabin kapal. Banyu sudah memberikan koordinasi kapal tempatnya di tawan, Sky dan dirinya sudah bisa mengendalikan ruang kontrol kapal sejak kemarin.Anik dan Dina hanya bisa berkomunikasi dengan sandi cahaya, sandi yang sudah mereka pelajari selama perjalanan kemari. Tiba di dekat pintu bawah, Dina dan Anik berusaha meraih tangga besi di atasnya. Kapal itu berhenti di satu tempat jadi cukup aman berada tepat di ujung belakang kapal untuk bisa meraih tangga ke atas.Hup!Anik naik lebih dulu, dia melepas tabung oksigen di pijakan terakhir dan menalinya dengan erat, lalu menarik tubuh Dina naik lebih dulu. Dina Menik melewati Anik dan ikut melepaskan tabung oksigen nya lalu Anik menerimanya dengan sigap, ia menali lagi tabung itu tepat di sisi bawah tabung miliknya.Tanpa banyak bicara, mereka lalu naik mengikuti tangga yang membawa mereka ke pintu belakang kapal
Banyu tau dirinya dan Sky dalam keadaan terancam, kapanpun mereka bisa saja mati sia-sia, sebab semua penjaga di sini tak pernah lepas dari senjata api. Philip diam-diam terus mengawasi, meski Banyu pura-pura tak tau, namun mata-mata yang di bayarnya bisa banyu ketahui.Hari ini terpaksa juga Banyu meminum sesuatu yanh sudah di campur obat pencahar, ia tau Philip yang sudah membuatnya begini, bahkan siapa yang membawakan obat itu Banyu juga tau, tapi untuk sesuatu yang lebih besar, dia relakan perutnya terkuras hari ini."Harusnya jangan kamu telan minuman itu!" Sky berbisik kesal, mereka sedang berada di klinik saat ini."Lalu menurutmu Philip tak akan curiga?" Banyu bertanya dengan alis terangkat."Entah, tapi menyebalkan sekali saat kita tau seseorang ingin mengerjaimu tapi kamu justeru pura-pur bodoh untuk membiarkannya." Ucap Sky kesal sendiri.Banyu tersenyum sendiri, meski benar apa yang Sky katakan, kali ini dia harus mengalah dulu."Ini obat diarenya, jangan lupa untuk banyak
Pov author.Mereka tiba di bandara Banyuwangi, lalu Rock membawa mereka semua ke sebuah tempat yang tak pernah mereka kunjungi. Rock meminta bantuan seseorang untuk bisa membawanya datang kempat ini. Perjalanan mereka cukup menguras tenaga, menyeberangi lautan dengan kapal kecil dan membawa team Dream Net ke pulau misterius."Kita sudah ada di ujung timur jawa.""Lantas apa maksudnya kak?" Anik bertanya, gadis itu begitu tak sabar memulai misinya membawa pulang sang kekasih."Kalian tau Kanaya jelas tak sendiri, kita bahkan tak yakin apakah Khan memang tak tau apa yang di lakukan adiknya atau ini hanya bagian dari rencana mereka.""Lantas apa maksudnya kak Rock?" Anik masih belum memahami."Maksudnya adalah kita kecoh mereka!" Ucapk Dina menjelaskan lebih gamblang apa yang akan mereka lalukan."Jika untuk mengecoh, kenapa hanya di ujung timur kita bisa pergi ke luar jawa, mereka akan berpikir tujuan kita bukan di tempat kapal itu berada." Anik dengan kritisnya mencoba menerka apa yang
Emak terus mendekapku malam ini, tak ada sedikitpun kalimat terucap dari bibirnya setalah aku berpamitan sore tadi, bahkan ketika makan malam bersama, emak tak banyak bicara, bibirnya terkatup dan hanya tersenyum saat dua cucunya mengajak bicara.Dingin udara malam semakin membuat aku menyadari bahwa kehilangan itu terasa sangat menyesakkan. Bapak bahkan menahan tangis saat aku pamit selepas magrib tadi."Mak..."Aku memanggilnya, namun wanita yang melahirkan aku itu hanya memejamkan mata dan diam."Mak, apa emak..." Belum juga aku selesai bicara, emak sudah mengatup bibirku dengan jarinya."Koe ra perlu ngomong opo-opo nduk, emak wes reti kabeh." (kami tak perlu bicara apapun nduk, emak sudah tau semua.)Aku hanya diam, lalu memeluk erat emak. Mungkin juga ini kali terakhir aku bisa mencium aroma tubuh wanita yang begitu aku cintai ini. Mungkin ini juga kali terakhir aku bisa mendekap dan merasakan napas hangatnya menyentuh kulit ku.Mataku terpejam, merasakan setiap detik kasih emak