Tiba di rumah, suasana masih ramai, tenda tanpa hiasan belum di lepas, Rock memarkir mobil di bawah pohon mangga, Rose menghampiri dan terkejut melihat Mala keluar dari mobilnya."ngapain kamu di mobilku?"Mala melihat ke arah Rock dan Sky, mereka nampak membuang wajah tak bisa membantu memberi jawaban.Mala menghela napas, ia mendekatkan bibirnya ke telinga Rose. "Aku sudah tau semua mbak, jangan lagi tutupi apapun dariku!" Bisiknya lalu berjalan masuk meninggalkan Rose yang terdiam dengam wajah marah.Rose menatap tajam dua sahabatnya itu, membuat Rock dan Sky merasa takut, mereka berangsut masuk dengan cepat ke dalam, mencari perlindungan agar tak di cecar banyak pertanyaan saat itu.Sementara Mala berjalan bagai tanpa beban, hatinya yang lara masih menaruh harapan, mbak yang begitu ia sayang mungkin masih bisa dia temui, meski ketika kakinya melangkah masuk, wajah sendu Emak kembali membuatnya teriris sedih."Budhe makan ya?" Anik mengambilkan sepiring nasi dan kuah sup untuk Emak
Pandu menunggu di balkon belakang, bayang wajah Dina begitu jelas tergambar di kepalanya, selain di balkon atas rumah depan, ia juga sering menghabiskan banyak waktu di balkon belakang ini, tempat rahasianya dulu bersama Dina sambil memandang hamparan sawah dan hewan ternak milik Bapak."Bagaimana keadaanmu sekarang nduk? Mungkinkah kamu benar masih hidup, atau kami tak akan bisa mlihatmu lagi?"Pandu menghela napas, dari atas ia melihat Ramdan datang sendiri, tak lama setelahnya yang lain menyusul di belakangnya. Pandu lalu menghubungi Ramdan. "Aku di balkon!" Ucapnya singkat lalu mematikan sambungan.Ramdan melihat ke atas, lalu mengajak yang lain naik. Dari semua tempat di rumah Bapak, Balkon ini memang paling aman, letaknya di belakang kandang sapi, di atas gudang padi milik Bapak. Jarang ada yang ke sini juga selain Dina dan Pandu, sebab balkon belakang ini Bapak buat hanya untuk mempercantik atap gudang.Ramdan naik lebih dulu, di susul Rock, Sky dan Rose, mereka lalu ikut dudu
Rose mengemasi barangnya, tak menunggu tujuh hari seperti kata Ramdan, ia tak bisa menunggu selama itu. Mengingat Dina, ia tiba-tiba diam, air matanya kembali jatuh, Rose mendudukan tubuhnya di ranjang, di sisi koper yang masih terbuka.Tok! Tok!Suara ketukan terdengar, Rose menghaous air matanya. "Masuk!" Ucapnya pelan.Klek!Hendel pintu terdengar, Mala sudah berdiri di pintu bersama Dara di sampingnya, gadis itu bermata sayu, perlahan ia berjalan mendekati Rose."Tante cantik." Ucapnya pelan lali mendekap tubuh Rose yang harum."Ada apa sayang?" Rose mengusap kepala Dara dengan lembut."Dia merindukan bundanya." Mala menjawab, membuat Rose kini melihat ke arahnya dalam diam."Kamu akan pergi mbak?" Mala melihat koper di sisi Rose dan beberapa baju yang tertumpuk di sisi lain."Ya, aku akan pulang." Ucapnya lalu membawa Dara ke tengah ranjang, gadis itu mulai terlelap lagi."Pulang?" Mala terkejut, ia pikit Rose akan lebih lama di sini, mencari tau di mana Dina berada."Iya, aku ak
Rose keluar kamar setelah subuh, Dara masihbtertidur di ranjangnya sejak Mala mengantarnya.ke kamar semalam. Rose sudsh rapi, berjalan ke dapur menemui Emak yang sedang memasak nasi di bantu mak Rum dan Anik."Mak!"Emak menoleh dan tersenyum melihat Rose sudah berdiri di sisi meja makan."Sudah bangun nduk, Dara rewel tidak? Kata Mala Dara minta tidur bersamamu.""Iya mak, Dara nggak rewel, ini malah masih tidur.""Syukurlah, Sean panas sejak samalam, Emak dan Banyu bergantian jaga, anak itu nggak mau di sentuh siapapun selain Ayahnya dan Emak.""Sean sakit mak? Rose ke kamarnya dulu mak!" Rose beranjak dari dapur berjalan menuju kamar Dina.tok! tok!"King!""Ya Rose, masuk!" Sayup terdengar suara Banyu, ia masih di atas ranjang saat Rose masuk ke dalam kamarnya."Hay, gimana keadaan Sean?" Rose mendekat dan menyentuh kepala anak lelaki Dina, memang panas, pantas saja bila dia merengek tak nyaman."Setelah minum obat dia tidur, semoga panasnya segera turun." Banyu menjawab, ia tak b
Haris berkaca, tubuhnya memang lebih besar sekarang, bobotnya di atas 90 kg dengan perut buncit yang tebal. Jambangnya panjang tak terawat dan rambutnya terikat ke atas, ia sudah mirip gembel bila tak di urus sang nyonya besar.Haris berusaha memakai kemeja, meski kancingnya terlihat tak menutup dengan sempurna, sungguh penampilan yang jauh dari kata indah di mata namun senyumnya tersungging merasa dirinya tampan.Haris berjalan ke kamar Dina, sebuah kamar yang di buat mirip ruang perawatan. Ia membawa seikat bunga mawar ke dalam ruangan, menaruhnya di vas berisi air dan di letakkan di meja dekat tempat tidur Dina.wanita itu sudah membuka mata, hanya diam melihat ke dalam ruangan tak menghiraukan siapapun yang datang, pun Haris yang menatapnya lekat sejak pertama masuk."kau sudah ingat sesuatu?" Haris bertanya, ia duduk di kursi kayu di sisi ranjang, menimbulkan bunyi decitan yang khas.Dina diam, ia hanya menatap kosong ke depan, seperti enggan untuk melihat lelaki yang lebih mirip
wanita berambut pendek itu berjalan memasuki ruang tempat Dina di rawat, ia tersenyum saat melihat Dina duduk di tepian jendela, meliha ke arah taman di sisi belakang."Hay, apa yang kamu lakukan?" Dia bertanya ramah, membuat Dina kini beralih menatapnya."kamu siapa?" Ucapnya bertanya, semua orang yang datang ke kamar ini terlihat begitu asing."Aku? Aku penyelamatmu sayang!" Bisiknya ke telinga Dina.Dina hanya diam, kembali menatap ke arah jendela, ia tak tau mengapa semua orang terasa tak benar-benar pernah ada dalam hidupnya.Wanita itu menarik Dina menghadapnya, ia membuka tempat makan dan menyuapkan bubur ke mulut Dina."kau harus makan, segera sembuh dan menjalankan misiku selanjutnya!" Ucapnya dengan mata tajam menatap Dina.Mau tak mau Dina membuka mulutnya, merasakan makanan hambar masuk melewati kerongkongan. "Jika saja lelaki itu tak memintaku menyelamatkanmu, kamu sudah mati di dalam arus deras sungai. Sayangnya dia berusaha membuatku memberimu hidup lagi!" Ucapnya dala
"Apa kamu bilang?" Rose terkejut dengan kalimat yang Sky ucapkan."Kanaya, wanita yang di jodohkan dengan King sebelum menikahi Queen." Sky mengulang kalimatnya."Ia pernah di jodohkan?" Rock bertanya, ia tak pernah tau Banyu pernah di jodohkan.Sky menganggukan kepala, ia ingat betul wanita itu sebelum memakai jilbab, namun saat memakai jilbab, ia begitu mirip dengan Dina."Pernah beberapa kali tapi hanya Naya yang sempat dekat dengannya.""kamu kenal dia Sky?" Rose begitu penasaran.Sky menggelengkan kepala "Aku hanya tau dari King, kami tak sengaja bertemu saat di keramaian, setelahnya aku menelpon menanyakan siapa wanita itu. Kalian tau kan, jiwa kepo_ku meronta-ronta." Sky tersenyum tipis mengingat betapa konyolnya ia dulu."Tapi kenapa dia datang ke Solo, maksudku dari mana dia tau alamat keluarga Queen?" Rose bertanya lagi, ia tak habis pikir ada urusan apa wanita itu datang ke rumah Dina.Mendengar kalimat Rose mereka saling pandang, lalu kembali ke layar komputer masing-masin
Dream Net memutuskan kembali ke Solo, mereka tak menemukan apapun di Jogja, selain sebuah informasi pemesanan mobil dan ambulan tak ada lagi informasi lain. Rose pulang lebih dulu, bersama Ramdan dalam satu kendaraan, malam nanti tepat tujuh hari setelah Dina di nyatakan meninggal dan kembali akan diadakan pengajian besar di rumah Joglo orang tua Dina. Rose sampai setelah magrib, tak banyak bicara ia langsung masuk ke kamar hingga azan isya' berkumandang, ia dan Mala sepakat untuk tak terlihat banyak bersama sebab ada Mami di sana, Mala harus tetap terlihat bersih dan tak tau apapun.[Perempuan itu di depan mbak!]Rose mendapat sebuah pesan dari Mala, ia bertanya apa yang di maksud Mala pads pesannya. Rose segera keluar kamar dan terkejut saat Mami benar-benar masuk membawa wanita lain. Mata Rose lekat menatap ke arah Naya, wanita itu benar-benar mirip dengan Dina, wajahnya mungkin berbeda, namun caranya jalan, berpakaian dan bicaranya sangat mirip."Keterlaluan!" Umpatnya kesal, mer
Sky yang melihat itu tersenyum, dia tau Banyu akan punya cara membawaanya pergi. Ya, Tali itu di ayun Terus agar ujungnya bisa mendekati Sky. beberapa kali ayunan membuat ujungnya lebih dekat ke arah Sky, dirinya mencoba meraih namun masih belum tergapai."Kamu harus lompat!" Teriak Banyu, dipa merasakan angin terlalu kuat sekarang."Lompat Sky!" Banyu merasakan ombak mulai tinggi menghantam"Kompat? sekarang?""Tahun depan, sekarang lah!" Ucap Banyu kesal, kapal terbakar itu mulai tenggelam dan Sky masih juga ragu untuk meninggalkan nya.Sky melihat air laut semakin dekat, jika dia gagal melopat, artinya takk ada lagi kesempatan, tali kapal tak cukup jika harus menyentuh lautan dan jangkar tak bisa di keluarkan dengan segera, sementara gulungan awan hitam mulai terlihat di atas mereka."Kenapa cuaca tiba-tiba berubah mbak?" Anik panik melihat badai akan segera datang."Tidak tiba-tiba, awan itu sudah bergelantung di atas kita sejak pagi hanya saja tidak sebesar ini.""Sky, lompat!" T
Kanaya begitu marah mendengar kabar pelarian Banyu, dia sudah berbuat banyak sejauh ini, namun justeru kebodohan demi kebodohan dia dengar."Tolol kalian semua!" Teriaknya kesal di ruang sunyi tempatnya bersembunyi.Panggilan dari Philip tak lagi di gubrisnya, Kanaya merasa semua sudah berakhir sekarang. "Aku benci pada Kalian semua!" Teriaknya lagi, bayang wajah Banyu semakin membuat hatinya tercabik dan nyeri.Mencoba perbikir jernih bagaimana dia akan menemui Banyu sekarang, Kanaya berjalan keluar ruangan, berusaha tersenyum pada beberapa orang staf nya di luar, Kanaya berjalan menuju lif."Ada apa lagi Naya?" Khan menarik tangan adiknya itu.Kanaya menatap Khan dengan kesal, berusaha melepaskan tangan kakaknya."Aku ada urusan.""Soal Banyu lagi?" Khan bertanya, setelah pertengkaran dengan adiknya tempo hari, Khan mencoba kembalu memberikan kesempatan."Bukan, aku harus pergi menemui temanku!" Ucapnya dingin lalu meninggalkan Khan di depan Lif.Kanaya turun ke lanti dasar, ingin
Banyu keluar lebih dulu ke dalam kabin, Rock masih terduduk di sana dengan mata hampir tak bisa terbuka lagi."Tidurlah, aku akan gantikan." Ucapnya pada Rock, lelaki itu berdiri dan berpindah posisi ke belakang, menyandarkan tubuhnya pada kursi yang lebih lega."Aku masih ada di jalur yang benar, kemudikan saja begitu, mungkin beberapa jam lagi kita sampai di darat." Ucap Rock dengan suara sedikit meracau.Banyu hanya tersenyum tipis menyadari kantuk menguasai sahabatnya itu. "Tidur saja di dalam, aku akan Pastika semua aman." Ucap Banyu lagi, namun Rock sudah tak mendengar, dengkurannya halus sudah menemani tidurnya yang lelap.Banyu kembali menatap ke laut, semalam benar-benar membuatnya ketakutan, matanya yang bening seolah menelisik arah mana dirinya dan yang lain datang semalam."Cari sesuatu?" Sky masuk degan semangkuk mie dalam sterofom, aromanya membuat perut banyu serasa meronta."Baru buat?" Tanya banyu."Ya, di belakang ada, air panas yang aku buat juga masih, bikin saja s
"Kami ada di tempat semula, bergeser sedikit kearah barat."Suara Rock terdengar pada alat yang Dina pakai dalam baju selamnya.Bus... Bus...Suara peluru menembus air, mereka dapat melihat peluru-peluru itu membelah air membentuk gelembung-gelembung yang menjurus ke bawah.Dina memberi sinyal bahaya pada Rock, sementara Banyu membuat isyarat agar mereka berenang lebih dalam.Matikan lampuBanyu meminta dengan isyarat, Dina dan Anik mematikan lampu di tangan mereka.Ke bawah!Sky meunjuk arah bawah dan mereka bergandengan menjauhi peluru yang masih terus menerjang ke dalam air.Mereka menyelam menjauhi tembakan yang masih terdengar, semakin ke dalam menuju ke arah yang di rasa benar. Banyu menyalakan lampu merah di dalam air, mereka saling melihat untuk membaca isyarat selanjutnya.Kalian di mana?Rock kembali menghubungi dan mencari dimana sahabat-sahabat nya sekarang. Anik menyalakan sinyal yang ada di pinggangnya, lalu mencari di mana letak kapal mereka berhenti.Ke arah barat kali
"Bagaimana kita bisa ke bawah? Lihat semua tempat penuh dengan pengawasan." Sky memperhatikan setiap tempat yang mereka lewati, namun tak satupun tempat sepi."Jika begitu kita harus turun." Banyu berbisik, mereka berhenti sebentar di atas sebuah lorong."Bagaimana bisa kita turun? Lantas dimana kita akan turun?" Sku masih tak mengerti apa yang Nanti rencanakan."Jika kita tak bisa mengelabuhi mereka, maka jadilah bagian dari mereka!" Ucap Banyu lalu berusaha membuka tutup lubang angin di bawahnya."Kamu benar!" Ucap Sky saat sadar bahwa ide Banyu mungkin bisa di gunakan membawa mereka ke ruang bawah.Mereka melompat turun, lalu bersembunyi di antara tepian lorong, Banyu sedikit lega sekarang, sebab semua cctv berada di bawah kendali teamnya.Sky berada di belakang Bantu, menyelinap di antara lorong dan tak lama empat lelaki keluar dari sebuah ruangan."Ada yang datang!" Ucap Sky bersembunyi dinujung lorong bersama Banyu. Empat orang itu berbatus rapi, dan dua di antaranya masuk ke ru
Dina menyelam lautan dingin, dia tau bisa saja nyawanya tak selamat malam ini, tugasnya bersama anik adalah masuk dari bawah kabin kapal. Banyu sudah memberikan koordinasi kapal tempatnya di tawan, Sky dan dirinya sudah bisa mengendalikan ruang kontrol kapal sejak kemarin.Anik dan Dina hanya bisa berkomunikasi dengan sandi cahaya, sandi yang sudah mereka pelajari selama perjalanan kemari. Tiba di dekat pintu bawah, Dina dan Anik berusaha meraih tangga besi di atasnya. Kapal itu berhenti di satu tempat jadi cukup aman berada tepat di ujung belakang kapal untuk bisa meraih tangga ke atas.Hup!Anik naik lebih dulu, dia melepas tabung oksigen di pijakan terakhir dan menalinya dengan erat, lalu menarik tubuh Dina naik lebih dulu. Dina Menik melewati Anik dan ikut melepaskan tabung oksigen nya lalu Anik menerimanya dengan sigap, ia menali lagi tabung itu tepat di sisi bawah tabung miliknya.Tanpa banyak bicara, mereka lalu naik mengikuti tangga yang membawa mereka ke pintu belakang kapal
Banyu tau dirinya dan Sky dalam keadaan terancam, kapanpun mereka bisa saja mati sia-sia, sebab semua penjaga di sini tak pernah lepas dari senjata api. Philip diam-diam terus mengawasi, meski Banyu pura-pura tak tau, namun mata-mata yang di bayarnya bisa banyu ketahui.Hari ini terpaksa juga Banyu meminum sesuatu yanh sudah di campur obat pencahar, ia tau Philip yang sudah membuatnya begini, bahkan siapa yang membawakan obat itu Banyu juga tau, tapi untuk sesuatu yang lebih besar, dia relakan perutnya terkuras hari ini."Harusnya jangan kamu telan minuman itu!" Sky berbisik kesal, mereka sedang berada di klinik saat ini."Lalu menurutmu Philip tak akan curiga?" Banyu bertanya dengan alis terangkat."Entah, tapi menyebalkan sekali saat kita tau seseorang ingin mengerjaimu tapi kamu justeru pura-pur bodoh untuk membiarkannya." Ucap Sky kesal sendiri.Banyu tersenyum sendiri, meski benar apa yang Sky katakan, kali ini dia harus mengalah dulu."Ini obat diarenya, jangan lupa untuk banyak
Pov author.Mereka tiba di bandara Banyuwangi, lalu Rock membawa mereka semua ke sebuah tempat yang tak pernah mereka kunjungi. Rock meminta bantuan seseorang untuk bisa membawanya datang kempat ini. Perjalanan mereka cukup menguras tenaga, menyeberangi lautan dengan kapal kecil dan membawa team Dream Net ke pulau misterius."Kita sudah ada di ujung timur jawa.""Lantas apa maksudnya kak?" Anik bertanya, gadis itu begitu tak sabar memulai misinya membawa pulang sang kekasih."Kalian tau Kanaya jelas tak sendiri, kita bahkan tak yakin apakah Khan memang tak tau apa yang di lakukan adiknya atau ini hanya bagian dari rencana mereka.""Lantas apa maksudnya kak Rock?" Anik masih belum memahami."Maksudnya adalah kita kecoh mereka!" Ucapk Dina menjelaskan lebih gamblang apa yang akan mereka lalukan."Jika untuk mengecoh, kenapa hanya di ujung timur kita bisa pergi ke luar jawa, mereka akan berpikir tujuan kita bukan di tempat kapal itu berada." Anik dengan kritisnya mencoba menerka apa yang
Emak terus mendekapku malam ini, tak ada sedikitpun kalimat terucap dari bibirnya setalah aku berpamitan sore tadi, bahkan ketika makan malam bersama, emak tak banyak bicara, bibirnya terkatup dan hanya tersenyum saat dua cucunya mengajak bicara.Dingin udara malam semakin membuat aku menyadari bahwa kehilangan itu terasa sangat menyesakkan. Bapak bahkan menahan tangis saat aku pamit selepas magrib tadi."Mak..."Aku memanggilnya, namun wanita yang melahirkan aku itu hanya memejamkan mata dan diam."Mak, apa emak..." Belum juga aku selesai bicara, emak sudah mengatup bibirku dengan jarinya."Koe ra perlu ngomong opo-opo nduk, emak wes reti kabeh." (kami tak perlu bicara apapun nduk, emak sudah tau semua.)Aku hanya diam, lalu memeluk erat emak. Mungkin juga ini kali terakhir aku bisa mencium aroma tubuh wanita yang begitu aku cintai ini. Mungkin ini juga kali terakhir aku bisa mendekap dan merasakan napas hangatnya menyentuh kulit ku.Mataku terpejam, merasakan setiap detik kasih emak