Pov Adriana (Rose)Bapak mengengam erat tangan putrinya, aku duduk di sisinya juga, aku yang sudah di anggapanya anak sendiri."Nduk, bapak sudah dengar semua dari masmu." Ucap Bapak pada Dina, beliau tak berhenti mengusap punggung tangan putrinya.Dina menatap Bapak dalam diam, lalu kembali menunduk menatap jari kakinya sendiri."Bapak tak bisa bohong kalau memang dulu kamu ada masalah nduk." Kalimat itu membuat Dina melihat ke arah Bapak, aku bisa menangkap matanya berkaca."Lalu kenapa Bapak biarkan dia di sini?" Tanyanya polos, aku dapat memahami dia sedang dilema."Mala itu tanggung jawab bapak nduk, kamu tau, dia sudah membayar banyak untuk memberimu rasa percaya padanya, dia bukan lagi Mala yang dulu.""Tapi dia mengancamku pak, aku bisa ingat itu.""Bapak tau, tapi dia tak begitu lagi. Haris hanyalah bagian dari masa lalumu yang kelam, dia lelaki yang Bapak jodohkan padamu namun membawa banyak duri dalam
(Jakarta, sehari sebelum rapat pemegang saham.)"Sejauh ini kita hanya punya tiga puluh tiga persen saham yang ada tuan." Jhon memberikan aku hasil yang kami dapat setelah beberapa hari menemui para investor resmi.Data yang aku dapat mami punya sekitar tiga puluh satu persen saham, dia berhasil meyakinkan banyak pemegang saham untuk bergabung padanya. Sementara saham yang belum kami dapatkan sekitar tiga puluh empat persen. Khan memegang lima belas persen saham yang kini ada di mejaku, namun sampai saat ini aku tak akan menyentuh saham itu, tidak jika aku harus mengkhianati Dina.Dua puluh satu persen sisanya adalah milik pak Wijayanto, sampai detik ini aku tak dapat kabar kemana dia akan berpihak. Jika aku memiliki saham Wijayanto, saham Khan bukanlah hal yang penting sekarang, namun jika saham Wijayanto pergi ke arah mami, aku butuh saham Khan untuk bisa mengajukan banding susulan."Jadi bagaimana kabar tuan Wijayanto?" Aku menanyakan pada Jhon, berharap kab
Hari ini akhirnya tiba, aku menunggu cemas kabar dari Wijayanto, dia bilang akan memberikau kabar sebelum rapat pemegang saham dan Jhon kuminta terus menghubungi nomor yang sejak pagi tadi tak aktif."Masih nihil tuan!" Ucap Jhon kembali menatapku pias. Keputusanku mengembalikan saham Khan dan Naya kini membuat aku berada jauh di bawa Mami.Dina memberikan aku semangat melalui pesan singkatnya, ia kirim foto dirinya dan anak-anak duduk di teras dan tersenyum hangat melihat kearah kamera.[Tenanglah sayang, tersenyumlah, tak akan ada yang hilang dari dirimu, semua akan baik-baik saja, kami masih tetap bersamamu]Kalimat yang dia kirim untukku membuat diri ini merasa tersentuh, damai dan ketenangan membuat aku ikhlas apapun yang terjadi. Kalimat Dina pagi ini padaku seperti Dina yang dulu kembali."Sudah waktunya tuan!" Ucap Jhon memberi tahuku. Aku tau dari sorot matanya, Wijayanto belum memberikan sahamnya, artinya aku hanya membawa kolegaku sendiri tanpa ada bantuan lelaki itu.Kakik
(satu hari sebelum rapat pemegang saham.)"Bawa perempuan ini!" Dentuman masih memenuhi telingaku, aku mendengar namun tubuhku tak bisa di gerakkan"Kemana?" Sayup sebuah jawaban juga kudengar."Pergi dari sini! Aku mau dia tetap hidup untuk mengembalikan semua mimpiku!" Suara berat seorang lelaki seperti pernah aku dengar, namun aku tak bisa mengingat siapa pemiliknya.Segala ingatan itu berkelebat dengan cepat, pernikahan, pengkhianatan, tipudaya, ancaman, segalanya menyembul keluar tanpa kendali, seolah aku baru keluar dari lembah yang membawaku kedalamnya tanpa dasar."Tidak!" Bisikku masih menolak segala rada sakit yabg tergambar dalam ingatanku."Banyu!" Nama itu menggema begitu saja, bersamanya segala ingatan indah terlintas juga, pernikahan, cinta, kehangatan dan kebahagiaan, aku merasakan ketenangan menjalar dalam tubuhku."Banyu!" Nama itu kusebut lagi, mataku terbuka dan aku mengenali tempat ini.Ya, aku terbangun pada pagi yang membawa kembali hidupku, pada jiwaku yang lam
Aku menatap Mami dengan tajam, yah, wanita itu yang aku ingat semua perbuatannya, dia yang membuat segalanya jadi sangat rumit, wanita yang tak pernah ku bayangkan mengkhianatiku dan Banyu." Ada apa ini, apa yang sudah terjadi, ini bagian dari strategimu Banyu?" Teriaknya di dalam aula, ia berdiri dan mencari pembenaran tentang apa yang terjadi."Tenanglah nyonya Amelia, bukankah rapat ini adalah keinginanmu?" Seorang staf perusahaan mencoba menenangkan."Diam kamu, pegawai rendahan sepertimu beraninya bicara padaku!" Teriaknya kehilangan kendali.Aku melihat napasnya memburu, dia menatapku penuh kebencian dan seolah akan menerkamku hidup-hidup."Wanita itu, bagaimana bisa dia jadi pemegang saham tunggal, aku tau saham itu milik tuan Wijayanto, bagaimana bisa dia kemudian menjadi pemiliknya?"Aku hanya tersenyum, biarkan saja mertuaku ini mendidih lebih dulu, ia akan lebih kejang bila tau semuanya bersamaan.Dia berjalan penuh amarah menaiki podium, seolah tak ingin kehilangan dukung
"Tidak, tidak, jangan bercanda kalian semua!" Mami histeris melihat tempatnya kosong, hanya di isi beberapa orang dengan saham kecil, posisinya kini benar-benar kalah."Pengkhianat!" Teriaknya lagi menatap mereka yang tadinya ada di posisi mami."Kami berbisnis nyonya, siapa yang menguntungkan itu yang kami bela!" Ucap seorang wanita yang kulihat sama angkuhnya dengam mami."Jadi nyonya Amelia, apakah anda akan menjual saham anda?" Aku bertanya padanya dengan senyum meremehkan."Diam kamu Dina! Seharusnya aku bunuh saja dirimu waktu itu! Kenapa aku harus menuruti mantan suamimu itu!"Aku terdiam, teringat memang Haris juga terlibat dalam kejahatan ini, namun sekarang dimana dia?"Harusnya memang anda bunuh saja saya nyonya, jadi kejahatan anda akan aman dan jasad yang terkubur itu tak akan terbongkar!" Ucapku dengan senyum mengembang.Ya, pagi tadi mas Pandu memberi tahuku, Jasad yang menggantikan posisiku adalah salah satu staf di perusahaan kami. Wanita itu terjerat pinjaman online
Satu bulan berlalu, setelah tertangkapnya Mami dan semua kembali seperti dahulu. Kami kembali tinggal di Jakarta dengan emak yang tak mau berpisah dariku dan cucunya.Sidang Mami akan di gelar pekan depank. Hari ini aku dan Banyu ada di sebuah makam, mengumpulkan kekuatan kami untuk datang ke makam papa, makam yang membuat rasa rindu kami semakin terasa menggerus jiwa."Kami datang pa." Ucap Banyu membuat aku meneteskan air mata.Kuletakkan bunga lili putih di atas pusara berumput itu, Banyu mencengkeram erat nisan marmer yang jelas terukir nama papa di sana, diusapnya nisan itu seperti seorang anak yang tengah membersihkan wajah orang tuanya."Pa, maaf tidak bisa bawa anak-anak kemari, Dara dan Sean sedang ujian tengah semester." Ucapku seolah lelaki bersahaja itu ada di depan kami. Jelas terlintas dalam bayangku bagaimana wajah teduhnya kala duduk bersama."Maaf harus berakhir seperti ini pa, maaf." Ucap Banyu dengan suara parau, aku tau dia sedang menanggung lara sendiri.Kuusap pu
Pov AdrianaMalam tiba, setelah acara panjang kami lalui akhirnya aku bisa duduk tanpa baju adat yang menyesakkan dada. Tamu Bapak begitu banyak, mungkin satu kota beliau undang, aku bahkan tak ada waktu duduk sebentar, antrian tamu seperti naga yang panjangnya bukan kepalang."Sedang apa?"Aku hampir terlonjak saat melihat malaikat tampan mendekat dengan senyum yang hangat, ah aku lupa dia suamiku sekarang. Mas Pandu memang tampan, aku yakin mungkin di kehidupan yang lalu dia adalah dewa perang tak terkalahkan dan aku permaisurinya pasti kala itu. Masih seperti mimpi sebenarnya, kenapa lelaki yang terlampau sempurna sepertinya mau menikah denganku yang sangat tidak bijaksana ini."Kok diam, ditanya juga." Aku tersenyum lagi, sejak tadi sepertinya aku hanya senyam-senyum saja, mabuk cinta kayaknya."Kamu sakit?"Greng! Dia menyentuh keningku, tersetrum rasanya tubuh ini"Nggak kok mas, aku baik."Gereget sekali jawabanku, lagi pula masak pengantin baru sakit, mana bisa bersayang-saya
Sky yang melihat itu tersenyum, dia tau Banyu akan punya cara membawaanya pergi. Ya, Tali itu di ayun Terus agar ujungnya bisa mendekati Sky. beberapa kali ayunan membuat ujungnya lebih dekat ke arah Sky, dirinya mencoba meraih namun masih belum tergapai."Kamu harus lompat!" Teriak Banyu, dipa merasakan angin terlalu kuat sekarang."Lompat Sky!" Banyu merasakan ombak mulai tinggi menghantam"Kompat? sekarang?""Tahun depan, sekarang lah!" Ucap Banyu kesal, kapal terbakar itu mulai tenggelam dan Sky masih juga ragu untuk meninggalkan nya.Sky melihat air laut semakin dekat, jika dia gagal melopat, artinya takk ada lagi kesempatan, tali kapal tak cukup jika harus menyentuh lautan dan jangkar tak bisa di keluarkan dengan segera, sementara gulungan awan hitam mulai terlihat di atas mereka."Kenapa cuaca tiba-tiba berubah mbak?" Anik panik melihat badai akan segera datang."Tidak tiba-tiba, awan itu sudah bergelantung di atas kita sejak pagi hanya saja tidak sebesar ini.""Sky, lompat!" T
Kanaya begitu marah mendengar kabar pelarian Banyu, dia sudah berbuat banyak sejauh ini, namun justeru kebodohan demi kebodohan dia dengar."Tolol kalian semua!" Teriaknya kesal di ruang sunyi tempatnya bersembunyi.Panggilan dari Philip tak lagi di gubrisnya, Kanaya merasa semua sudah berakhir sekarang. "Aku benci pada Kalian semua!" Teriaknya lagi, bayang wajah Banyu semakin membuat hatinya tercabik dan nyeri.Mencoba perbikir jernih bagaimana dia akan menemui Banyu sekarang, Kanaya berjalan keluar ruangan, berusaha tersenyum pada beberapa orang staf nya di luar, Kanaya berjalan menuju lif."Ada apa lagi Naya?" Khan menarik tangan adiknya itu.Kanaya menatap Khan dengan kesal, berusaha melepaskan tangan kakaknya."Aku ada urusan.""Soal Banyu lagi?" Khan bertanya, setelah pertengkaran dengan adiknya tempo hari, Khan mencoba kembalu memberikan kesempatan."Bukan, aku harus pergi menemui temanku!" Ucapnya dingin lalu meninggalkan Khan di depan Lif.Kanaya turun ke lanti dasar, ingin
Banyu keluar lebih dulu ke dalam kabin, Rock masih terduduk di sana dengan mata hampir tak bisa terbuka lagi."Tidurlah, aku akan gantikan." Ucapnya pada Rock, lelaki itu berdiri dan berpindah posisi ke belakang, menyandarkan tubuhnya pada kursi yang lebih lega."Aku masih ada di jalur yang benar, kemudikan saja begitu, mungkin beberapa jam lagi kita sampai di darat." Ucap Rock dengan suara sedikit meracau.Banyu hanya tersenyum tipis menyadari kantuk menguasai sahabatnya itu. "Tidur saja di dalam, aku akan Pastika semua aman." Ucap Banyu lagi, namun Rock sudah tak mendengar, dengkurannya halus sudah menemani tidurnya yang lelap.Banyu kembali menatap ke laut, semalam benar-benar membuatnya ketakutan, matanya yang bening seolah menelisik arah mana dirinya dan yang lain datang semalam."Cari sesuatu?" Sky masuk degan semangkuk mie dalam sterofom, aromanya membuat perut banyu serasa meronta."Baru buat?" Tanya banyu."Ya, di belakang ada, air panas yang aku buat juga masih, bikin saja s
"Kami ada di tempat semula, bergeser sedikit kearah barat."Suara Rock terdengar pada alat yang Dina pakai dalam baju selamnya.Bus... Bus...Suara peluru menembus air, mereka dapat melihat peluru-peluru itu membelah air membentuk gelembung-gelembung yang menjurus ke bawah.Dina memberi sinyal bahaya pada Rock, sementara Banyu membuat isyarat agar mereka berenang lebih dalam.Matikan lampuBanyu meminta dengan isyarat, Dina dan Anik mematikan lampu di tangan mereka.Ke bawah!Sky meunjuk arah bawah dan mereka bergandengan menjauhi peluru yang masih terus menerjang ke dalam air.Mereka menyelam menjauhi tembakan yang masih terdengar, semakin ke dalam menuju ke arah yang di rasa benar. Banyu menyalakan lampu merah di dalam air, mereka saling melihat untuk membaca isyarat selanjutnya.Kalian di mana?Rock kembali menghubungi dan mencari dimana sahabat-sahabat nya sekarang. Anik menyalakan sinyal yang ada di pinggangnya, lalu mencari di mana letak kapal mereka berhenti.Ke arah barat kali
"Bagaimana kita bisa ke bawah? Lihat semua tempat penuh dengan pengawasan." Sky memperhatikan setiap tempat yang mereka lewati, namun tak satupun tempat sepi."Jika begitu kita harus turun." Banyu berbisik, mereka berhenti sebentar di atas sebuah lorong."Bagaimana bisa kita turun? Lantas dimana kita akan turun?" Sku masih tak mengerti apa yang Nanti rencanakan."Jika kita tak bisa mengelabuhi mereka, maka jadilah bagian dari mereka!" Ucap Banyu lalu berusaha membuka tutup lubang angin di bawahnya."Kamu benar!" Ucap Sky saat sadar bahwa ide Banyu mungkin bisa di gunakan membawa mereka ke ruang bawah.Mereka melompat turun, lalu bersembunyi di antara tepian lorong, Banyu sedikit lega sekarang, sebab semua cctv berada di bawah kendali teamnya.Sky berada di belakang Bantu, menyelinap di antara lorong dan tak lama empat lelaki keluar dari sebuah ruangan."Ada yang datang!" Ucap Sky bersembunyi dinujung lorong bersama Banyu. Empat orang itu berbatus rapi, dan dua di antaranya masuk ke ru
Dina menyelam lautan dingin, dia tau bisa saja nyawanya tak selamat malam ini, tugasnya bersama anik adalah masuk dari bawah kabin kapal. Banyu sudah memberikan koordinasi kapal tempatnya di tawan, Sky dan dirinya sudah bisa mengendalikan ruang kontrol kapal sejak kemarin.Anik dan Dina hanya bisa berkomunikasi dengan sandi cahaya, sandi yang sudah mereka pelajari selama perjalanan kemari. Tiba di dekat pintu bawah, Dina dan Anik berusaha meraih tangga besi di atasnya. Kapal itu berhenti di satu tempat jadi cukup aman berada tepat di ujung belakang kapal untuk bisa meraih tangga ke atas.Hup!Anik naik lebih dulu, dia melepas tabung oksigen di pijakan terakhir dan menalinya dengan erat, lalu menarik tubuh Dina naik lebih dulu. Dina Menik melewati Anik dan ikut melepaskan tabung oksigen nya lalu Anik menerimanya dengan sigap, ia menali lagi tabung itu tepat di sisi bawah tabung miliknya.Tanpa banyak bicara, mereka lalu naik mengikuti tangga yang membawa mereka ke pintu belakang kapal
Banyu tau dirinya dan Sky dalam keadaan terancam, kapanpun mereka bisa saja mati sia-sia, sebab semua penjaga di sini tak pernah lepas dari senjata api. Philip diam-diam terus mengawasi, meski Banyu pura-pura tak tau, namun mata-mata yang di bayarnya bisa banyu ketahui.Hari ini terpaksa juga Banyu meminum sesuatu yanh sudah di campur obat pencahar, ia tau Philip yang sudah membuatnya begini, bahkan siapa yang membawakan obat itu Banyu juga tau, tapi untuk sesuatu yang lebih besar, dia relakan perutnya terkuras hari ini."Harusnya jangan kamu telan minuman itu!" Sky berbisik kesal, mereka sedang berada di klinik saat ini."Lalu menurutmu Philip tak akan curiga?" Banyu bertanya dengan alis terangkat."Entah, tapi menyebalkan sekali saat kita tau seseorang ingin mengerjaimu tapi kamu justeru pura-pur bodoh untuk membiarkannya." Ucap Sky kesal sendiri.Banyu tersenyum sendiri, meski benar apa yang Sky katakan, kali ini dia harus mengalah dulu."Ini obat diarenya, jangan lupa untuk banyak
Pov author.Mereka tiba di bandara Banyuwangi, lalu Rock membawa mereka semua ke sebuah tempat yang tak pernah mereka kunjungi. Rock meminta bantuan seseorang untuk bisa membawanya datang kempat ini. Perjalanan mereka cukup menguras tenaga, menyeberangi lautan dengan kapal kecil dan membawa team Dream Net ke pulau misterius."Kita sudah ada di ujung timur jawa.""Lantas apa maksudnya kak?" Anik bertanya, gadis itu begitu tak sabar memulai misinya membawa pulang sang kekasih."Kalian tau Kanaya jelas tak sendiri, kita bahkan tak yakin apakah Khan memang tak tau apa yang di lakukan adiknya atau ini hanya bagian dari rencana mereka.""Lantas apa maksudnya kak Rock?" Anik masih belum memahami."Maksudnya adalah kita kecoh mereka!" Ucapk Dina menjelaskan lebih gamblang apa yang akan mereka lalukan."Jika untuk mengecoh, kenapa hanya di ujung timur kita bisa pergi ke luar jawa, mereka akan berpikir tujuan kita bukan di tempat kapal itu berada." Anik dengan kritisnya mencoba menerka apa yang
Emak terus mendekapku malam ini, tak ada sedikitpun kalimat terucap dari bibirnya setalah aku berpamitan sore tadi, bahkan ketika makan malam bersama, emak tak banyak bicara, bibirnya terkatup dan hanya tersenyum saat dua cucunya mengajak bicara.Dingin udara malam semakin membuat aku menyadari bahwa kehilangan itu terasa sangat menyesakkan. Bapak bahkan menahan tangis saat aku pamit selepas magrib tadi."Mak..."Aku memanggilnya, namun wanita yang melahirkan aku itu hanya memejamkan mata dan diam."Mak, apa emak..." Belum juga aku selesai bicara, emak sudah mengatup bibirku dengan jarinya."Koe ra perlu ngomong opo-opo nduk, emak wes reti kabeh." (kami tak perlu bicara apapun nduk, emak sudah tau semua.)Aku hanya diam, lalu memeluk erat emak. Mungkin juga ini kali terakhir aku bisa mencium aroma tubuh wanita yang begitu aku cintai ini. Mungkin ini juga kali terakhir aku bisa mendekap dan merasakan napas hangatnya menyentuh kulit ku.Mataku terpejam, merasakan setiap detik kasih emak