Share

Bab 67

Penulis: Blade Armore
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hari ini, Aqila berulang tahun. Usianya sudah menginjak tahun kedua. Dia sudah pandai berjalan dan berlari kecil, selalu saja memanggilku dengan berteriak, MAMA! Inilah kebahagiaan yang tidak terkira yang kurasakan di balaik rasa gusar yang sedang melanda.

"Sudah jam berapa ini, kamu belum mandi juga?" tegur bapak.

"Sedikit lagi ini, Pak." Aku membereskan hadiah untuk anak-anak seusia Aqila.

Membagikan sedikit harta Aqila untuk sesama, aku ingin mengajarkan pada anakku untuk berbagi sedini mungkin. Agar kelak, saat sudah dewasa tangannya sudah terbiasa berbagi untuk sesamaa.

"Beres!" ucapku senang.

Lalu, mengibas-ibaskan kedua tangan yang terasa sangat pegal. Semua sudah tertata rapih, dan juga jumlah parselnya sudah melebihi dari undangan yang disebar. Aku melangkah ke kamar untuk membersihkan diri dan mengganti penampilan yang lebih sopan.

Aku menajamkan telinga, ketika di depan terdengar suara riuh orang-orang. Tidak mungkin, kan para tamu sudah datang sedangkan sekarang masih ter
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 68

    Pesta sederhana Aqila yang kuharapkan akan meriah, malah membuatku bermuram durja. Wajah-wajah tegang dan tidak bersahabat, nampak sangat jelas. Terlebih mantan mertuaku yang diam saja, setelah aku berkata cukup keras padanya. Aku tahu aku salah, tapi tidak bisakah mereka mengerti apayang ada dalam hatiku. Apakah mereka tidak tahu betapa sakitnya hatiku, setelah dikhianati oleh Mas Attar."Acara sudah selesai berhari-hari, tapi kamu masih bersikap seperti ini!" ujar bapak yang membuat lamunanku buyar."Tapi aku tidak ingin menikah lagi, Pak!" ujarku lirih."Apa ada yang memaksamu untuk segera menikah?" tanya bapak dengan wajah datarnya.Aku menggelengkan kepala,, setelah dipikir-pikir, tidak ada satupun yang memaksaku untuk kembali merajut benang kehidupan berumah tangga. Apa aku yang terlalu overthinking, sehingga apa yang mereka bicaralkan selalu saja kukaitkan dengan permintaan mereka, agar aku cepat menikah. Atau ini karena lamaran Hilman yang selalu terpikirkan olehku?"Semua ora

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang    Bab 69

    "Maaf?" tanyaku. "Maaf buat apa, Tan?" imbuhku bingung.Bagai mana tidak terkejut, tiba-tiba Tante Rumi duduk di sampingku dan langsung memegang erat tanganku. Matanya sudah berkaca-kaca, dan bibirnya bergetar."Ada apa sih, Tan?" tanyaku makin bingung dengan tingkahnya."Ibu kamu sudah menceritakan semuanya, dan apa yang kamu rasakan saat Hilman di rumah sakit, juga sikap tante yang terkesan mengabaikanmu. Tante tidak mengabaikanmu, Yumna. Tante hanya terlalu fokus dengan satu hal, tidak bisa dibagi dalam waktu yang bersamaan. Tante ingin berbicara denganmu waktu itu, tapi kondisi yang tidak memungkinkan. Saat tante siap, kamu gantian yang terbaring tidak berdaya di rumah sakit!" terang Tante Rumi, membuatku sedikit lega, tapi juga sesak.Tidak, aku tidak mengharapkan ada pembahasan ini lagi. Harusnya aku menepati janjiku pada bapak dan ibu, untuk memperbaiki semuanya."Udahlah, Tan. Aku juga udah lupain masalah itu!" Yakinku.Tante Rumi terlihat tidak senang dengan jawabanku, dia me

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 70

    Hilman dengan santai melepaskan kungkungannya, dan duduk di sofa yang agak jauh dariku. Kemudian dagunya disangga dengan kedua tangan, sedangkan kedua tangannya bertumpu pada kedua kaki. Matanya menatap lurus ke arahku dengan senyum yang sangat manis, untung saja aku tidak diabetes."Aku permisi!" Berpamitan, dan langsung berpaling darinya."Kamu lupa, Yumna?" tanya Hilman, dan aku langsung berbalik.Hilman memperlihatkan sebuah kunci, yang dia apit dengan dua jari dan diayun-ayunkan seperti mainan. Kemudian, menaik turunkan kedua alisnya yang nampak sangat menjengkelkan bagiku.."Berikan," pintaku dengan menyodorkan tangan, untuk meminta kunci yang masih dibuat mainan oleh Hilman.Aku berusaha merampas kunci itu dari Hilman, terlalu kesal dengan kejahilan yang sangat dinikamati oleh lelaki berjanbang tipis itu"Aku senang, ternyata kamu mau menikah denganku,"uajr hilman serius dan kembali memasukkan kunci itu ke dalam celananya."Ini sudah lebih dari sepuluh menit, berikan kuncinya!"

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 71

    "Ya, pasti aku pernah berpaling dari namamu dalam doa-doaku, karena waktu itu aku merasa tidak mungkin akan bersamamu. Namun, semua nama yang kusebut selalu saja menjauh atau pergi meninggalkanku, ada juga yang berjodoh dengan orang lain. Sehingga aku kembali menyebutkan namamu dalam doa-doaku, apa lagi setelah aku mengetahui suamimu memiliki waita lain!" lanjut Hilman. Aku hanya bisa diam, mendengarkan apa yang diucapkannya. Ingin menyangkal, tapi Hilman memang selalu sendiri selama aku mengenalnya sejak dulu. Mungkin dia pernah dekat dengan wanita, tapi hanya sekedarnya saja. Dikarenakan Tante Rumi pun jarang menceritakan tentang wanita yang dekat dengan Hilman. Semua cerita berisi tentang diriku dan kelucuan Aqila. Ada getar aneh yang menelusup dalam hatiku. Apakah aku sudah mulai bersimpati dengan cintanya yang begitu besar, ataukah hanya rasa iba yang mengusik jiwaku. "Berhentilah mencintai Attar, bukalah hatimu untukku! Attar sudah bahagia dengan pilihannya, aku pun akan member

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 72

    "Kenapa kamu meninggalkan aku sih, Mas!" sungut wanita cantik di belakang Mas Attar, dengan napas tersengal-sengal. Mas Attar meliriknya sejenak, dan mengacuhkannya begitu saja. Kembali menatap sayu ke arahku, perlahan langkahnya pasti mendekatiku. Hilman yang melihat reaksi Mas Attar, langsung bergeser ke hadapanku. Menghalangi, lelaki yang pernah membersamaiku selama lebih dari tujuh tahun. "Yumna! Jangan mau menikah dengan lelaki brengsek itu, dia ular berbisa!" rayu Mas Attar dan mencoba meraihku. "Kamu hanya tercipta untukku dan hanya akan bahagia, jika bersama denganku!" imbuhnya dengan suara tinggi. "Mas, sebelum kamu mengatakan hal itu, apa kamu enggak lihat anak dan istri kamu?" tanya Shanum yang menghempaskan tas tenteng yang sejak tadi dipegangnya. Kemudian berjalan masuk dan duduk di sofa tanpa ada yang menyuruhnya. Sungguh muka tembok wanita di depanku ini, tanpa canggung dia menidurkan bayinya di sofa dan duduk dengan santai untuk melepas lelah. "Mas, aku menerima si

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 73

    Aku terduduk lesu di sofa, memijat kepala yang terasa mau meledak. Apakah Mas Attar tidak bisa menghilang saja. Agar aku bisa bahagia, atau dia pergi tidak pernah kembali."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Hilman mengejutkanku."Iya!" jawabku lirih dan menunduk dalam. "Man, apa kamu ...." Ucapanku terhenti karena jari telunjuk Hilman berada di bibirku."Jangan meminta hal yang sudah kita sepakati, berilah aku waktu untuk membahagiakanmu hingga akhir hayatku!" ujar Hilman, yang membuatku merasa terenyuh.Ingin sekali aku memintanya menjauh dariku, tapi sepertinya tidak akan mungkin. Selama ini, begitu banyak yang dia korbankan untuk cintanya yang bodoh. Atau aku yang bodoh, mengabaikan cintanya sebelum kehadiran Mas Attar.***"Kamu yakin kita berangkat duluan, tidak bersama besan dan Hilman?" tanya bapak heran."Yakin, Pak. Hilman dan Yumna sudah membicarakan hal ini." Aku meyakinkan bapak."Ya sudah, ayo!" ajak bapak.Ibu menggendong Aqila, sedangkan aku berjalan berdampingan dengan b

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 74

    Sepanjang perjalanan, aku menatap wajah Hliman yang berada di pangkuanku. Wajah pucat dan tidak berdaya terlihat sangat tersiksa, membuatku tidak sadar meneteskan air mata."Man, kamu kenapa? Jangan biarkan aku menjanda, untuk kedua kalinya!" isakku dengan mengusap wajahnya dengan lembut."Yumna!" bentak bapak.Bapak terlihat marah dengan ucapaku yang tanpa kupikirkan. Radit membawa mobil dengan kecepatan tinggi, hingga terjadi insiden kecil. Namun, semua dapat diatasi, apalagi kami memang sedang membawa Hilman yang terlihat sedang sekarat."Hati-hati, Dit!" tegur bapak yang berada di sampingnya.Ibu dan yang lainnya, berbeda mobil dengan kami dan berjalan beriringan, hingga sampai di rumah sakit. Semua, segera membantu membawa HIlman ke brankar yang di bawa oleh perawat laki-laki."Kita beri dia dukungan, dan juga doa yang tidak putus agar segera sembuh sedia kala," ujar Tante Rumi, yang memegang tanganku, saat kami berada di ruang tunggu."Tante, ada apa dengannya? Apa dia mau menin

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 75

    Aku terjatuh, akibat dorongan dari seseorang, membuat bokongku terasa sakit. Kepala kudongakkan untuk melihat siapa yang berani mendorong tubuhku."Kamu!" tunjukku pada wanita yang baru saja datang.Berusaha berdiri, dan menahan nyeri di area bokong yang cukup terasa. Bukan hanya karena terkena lantai, tapi juga terkena sudut meja."Janda yang enggak bosan-bosannya membuat Hilman celaka, mau nunggu sampai dia mati! Pergi dari sisinya dan jangan pernah kembali, jika Hilman mencarimu, maka kamu harus menjauh. Mengerti!" seru wanita yang waktu itu dipanggil dengan nama Mutiara oleh Mama Rumi."Maksud kamu apa, ya? Saya istri Hilman!" ujarku tak kalah sengit.Aku tidak mau lagi, suamiku direbut oleh orang lain. Cukup satu kali, dan tidak akan pernah terulang untuk kedua kalinya. Aku akan mempertahankan rumah tangga yang baru saja kumulai."Cih, mimpi anda terlalu tinggi wahai janda gantel! Pergi, jika kamu berani datang lagi, maka kamu berurusan denganku!" ancamnya dengan menepuk dada ber

Bab terbaru

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 121

    Setelah satr tahun pertemuanku dengan Mas Attar, Aqila tidak lagi terlihat murung. Dia selalu memancarkan senyuman manis yang menenangkan, becanda dengan adik-adik dan sepupunya. Sungguh pemandangan yang selalu ingin kulihat sampai mataku tak mampu lagi terbuka.Radit dan istrinya benar-benar pindah, untuk menetap dan kembali memulai usahanya di sini. Kami bersama, mengurus semua hal yang ditinggalkan oleh suamiku tercinta. Si kembar pun sangat gembira, meski kehilangan sosok ayah, tapi mendapatkan banyak cinta yang tidak terduga. Ya, inilah buah kesabaran kami dan cinta yang datang terlambat. Rasanya, aku merindukan suamiku yang telah lama pergi meninggalkanku."Ma," Aqila memanggil dan langsung memelukku dari belakang.Gadis itu mengecup pundakku dan menangis, mengatakan kata maaf berulang kali dan makin mengeratkan pelukannya. Aku membelai kepalanya, dan memegang kedua tangannya. Merasakan kegelisahan yang dialaminya."Kenapa? Apa kamu enggak yakin dengan pernikahan ini?" tanyaku pa

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 120

    Aku mengerjapkan mata berkali-kali, takut jika yang kulihat hanya khayalanku saja. Akan tetapi, orang itu tidak berubah sedikitpun, dia tersenyum dengan matanya yang memerah. Bukan marah, tapi seperti menahan kesedihannya yang membuat matanya seperti itu. "Ada apa, Mas?" tanyaku lirih. Radit memilih duduk menjauh, memberi ruang padaku dan Mas Attar. Aku yakin, ini pasti ada hubungannya dengan Aqilla. Membuat Mas Attar memberanikan diri datang ke rumahku, karena tidak mungkin dia akan datang dengan suka rela tanpa ada sesuatu yang mendesak. "Maaf, aku melukai anakmu lagi," ujarnya, dengan suara bergetar. Tubuhku pun ikut lemas dengan apa yang dia ucapkan, apa yang sebenarnya terjadi, sampai mereka berdua seperti ini dan kenapa Mas Attar tidak mau belajar dengan kesalahannya yang telah lalu. Terus saja menyakiti hati putri semata wayangnya. "Ada apa?" tanyaku lembut, tidak ingin merusak mood yang sudah terbangun dengan baik. "Aku meminta Aqilla menjauhi lelaki yang sedang dekat den

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 119

    "Mbak?" Radit bertanya, tapi hanya menyebutku namaku saja. Sekarang semua mata menatapku, tatapan penuh tanya. Catra menuntunku untuk duduk dan memijat bahuku, mengecup ubun-ubunku penuh kasih sayang dan aku menggenggam tangannya yang masih berada di pundakku. "Ada apa, Ma?" tanya Candra lembut dan tangannya mengengam tangaku dan Catra. "Mama hanya mencicipi nasi goreng buatan Aqila, dan mama menggunakan sendok dan hanya sekali tanpa mengaduk-ngaduk," jawabku apa adanya. "Keterlaluan kakak!" Candra yang memang lebi emosian berjalan menuju kamar Aqila, mengetuk pintu itu dengan sangat kasar. Namun, Aqila tidak membukanya. Candra yang sedang terbalut emosi, terus memanggil kakaknya, berharap mendapatkan jawaban yang lebih baik dari pernyataanku. "Kenapa kakak tiba-tiba menjadi kasar?" tanya Catra, tepatnya seperti gumaman untuknya sendiri. "Mungkin kakak sedang banyak pekerjaan dan sedang kelelahan," ujarku menenangkan. Perubahan-perubahan inilah yang membuatku takut, apakah semu

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 118

    Siang ini, aku berencana ke cafe untuk mencocokkan data-data yang sudah masuk ke emailku. Tidak semua cafe dapat kukontrol, hanya ada dua saja. Bukannya tidak ingin melihat semua progres cafe yang sudah berjalan, tapi keterbatasan waktu dan tempat membuatku harus tetap memperhatikan kesehatanku sendiri. Ada rasa tidak nyaman dalam tubuku dan entah itu apa, aku tidak ingin periksa ke dokter. Bukan apa-apa, aku hanya takut, jika diagnosanya tidak baik dan membuat semua menjadi khawatir padaku. Membuat peraturan-peraturan yang akan membatasi ruang gerakku."Mama mau pergi?" tanya Aqila yang baru keluar dari dalam kamarnya."Loh, kamu enggak kerja?" Aku balik bertanya padanya tanpa menjawab pertanyaannya terlebih dulu."Mama kebiasaan, ditanya malan nanya!" gerutu Aqila, dan aku hanya tersenyum mendengarnya. "Hari ini jadwalku padat untuk keluargaku, Ma. Aku berharap, mama tidak terlalu lelah. Mama terliat pucat dan lemah," Aqila memperhatikanku dari ujung kaki hingga ujung kepala.Helaan

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 117

    Pagi ini begitu cerah, secerah hati dan wajah Aqilla. Suaranya yang bersenandung, dan tangannya yang cekatan mengerjakan pekerjaan rumah. Tidak ada satu pun yang diperbolehkan membantunya, dia membersihkan ruma dan membuat sarapan seorang diri. Aku tau, ini pasti karena dia telah mengetahui keberadaan ayahnya dan juga memastikan ijin yang telah kuberikan. "Mama ini teh hangatnya," ujar Aqila, dan wajanya selalu dihiasi dengan senyuman hangat. Setelah meletakkan cangkir te itu, Aqila berlalu pergi. Enta apa saja yang dia lakukan di dalam rumah, bahkan adik kembarnya langsung disuruh jogging, saat berniat membantu. Aku hanya bisa tertawa geli melihat tinkah putriku, memang cukup ajaib saat dia mengetahui keberadaan sang ayah. "Mbak, aku mau jalan pagi saja. Anakmu sepertinya memiliki tenaga samson hari ini, semuanya ingin dia kerjakan, termasuk merawat Nita. Semuanya deh!" Radit berpamitan. Aku hanya bisa mengangguk, dan menikmati udara pagi di depan teras. Melihat bunga-bunga yang b

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 116

    Aqilla mendekatiku dan duduk di sampingku, menatapku dengan tatapan sayunya. Matanya sudah mulai berkaca-kaca, bibirnya bergetar tanpa suara. Aku tahu, rindunya pada Mas Attar sangatlah besar. Sejak kecil dia selalu menanyakan Hilman yang sudah dikebumikan, lalu beralih bertanya mengenai Mas Attar karena tetangga julid yang mempengaruhinya."Iya," Mau tidak mau, aku memberitau kenyataan ini pada Aqilla.Rasanya sudah lelah untuk menyembunyikan hal yang seharusnya memang diketahui oleh anak itu. Meski ada rasa tidak nyaman dalam sudut hatiku yang terdalam, tidak ingin keegoisan ini menyelimuti hati dan membuat anak-anak malah menjauhiku."Mama rela aku menemuinya?" tanya Aqilla dengan suaranya yang lirih."Kenapa kamu bertanya seperti itu pada mamamu?!" tanya Radit dengan ekspresi yang datar.Aqila menegakkan tubuhnya dan menatap ke arah pamannya dengan tatapan yang entahlah, aku pun menatap Radit dengan kesal. Bagaimana lelaki itu bisa berucap seperti itu, tapi aku tahu dia hanya meng

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 115

    "Emang apa yang aku lakukan?" tanyanya dengan pongah dan menaikkan dagunya. Aku tidak menyangka, wanita ini sama dengan ibunya dulu, yang sering sekali menggangguku. Bagaimana aku bisa bertahan dengan mereka sebagai tetanggaku. "Baiklah, dari pada kita ribut dan cari pembenaran sendiri, maka lebih baik kita bawa masalah ini ke ranah hukum. Ini sudah perbuatan yang sangat tidak manusiawi, dan mengancam nyawa. Juga nanti akan ketahuan saya selingkuh dengan Radit atau tidak!" Kembali, aku menekankan setiap kata-kata yang keluar. Bisik-bisik kembali terdengar, aku bukan merasa sok atau apalah, cuma menghindari hal yang paling menakutkan dikemudian hari. Belum apa-apa, sudah ada yang berani melakukan hal keji seperti ini. Apa lagi jika aku hanya diam dan menerima semua gosip murahan yang mereka lakukan. Bisa saja mereka berbuat seenaknya. "Lebih baik kalian bubar, dan biarkan ini ditangani oleh polisi,' ujarku dengan tatapan sinis. Satu persatu mereka pergi dengan wajah pias, ini sudah

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 114

    Aku dan Radit. tentu saja panik mendengar Nita yang terjatuh entah di mana dan aku yakin ini ada campur tangan orang lain, karena setahuku, Nita adalah wanita yang sangat hati-hati dalam segala hal. Tidak mungkin pula dia terjatuh karena terpleset, saat ini bukan musim hujan."Tenang, Dit. Jangan sampai kita juga ikut celak," Aku memperingatkan Radit yang mengemudi terlalu cepat. "Pasti ada yang menolongnya, tidak mungkin dia sendirian di jalan! Mbak tahu kamu khawatir, tapi kamu juga harus bisa menguasai diri kamu untuk saat ini!" imbuhku, karena Radit semakin terlihat gugup.Radit tidak menjawab pertanyaanku, atau pun melihat ke arahku. Pandangannya terlalu fokus ke depan. Hingga kami kembali ke rumah dan dengan cepat dia turun untuk mencari Nita. Aku sedikit aneh, karena melihat beberapa orang ada di teras rumah dan sebagian ada di halamn rumah. Seperti sedang membicarakan sesuatu, aku yakin ini mengenai kejadian Nita yang terjatuh."Permisi, Bu," sapaku seramah mungkin.Namun, aku

  • Kurelakan Suamiku untuk si Pelakor Magang   Bab 113

    Aku menoleh ke arah radit, dan tertawa dengan sangat lepas, menertawakan pertanyaan konyol dari lelaki yang selalu ada saat aku butuhkan sejak dulu. Dia-lah adik sepupu, rasa adik kandung."Kamu tahu usia mbak berapa?" tanyaku dan Radit mengangguk. "Wanita seusiaku, tidak ada yang memikirkan untuk menikah lagi, sudah memikirkan bagaimana untuk bekal akhirat dan melihat anak-anak bahagia. Jadi buang pikiranmu yang ane itu!" ujarku dengan gelengan kepala.Tidak habis pikir, kenapa bisa ada kata-kata seperti itu yang muncul darinya. Apakah ini yang membuatnya tidak semangat hari ini. Aku tidak ingin bertanya lebih jauh padanya, takut dia malah bertanya hal-hal aneh lagi. Diam ... diam lebih baik, untuk saat ini.Sesekali aku melirik ke arah radit yang tidak nyaman dengan posisinya, apakah dia sedang sakit atau sedang menahan sesuatu. Namun, aku juga mendengar beberapa kali dia menghela napas berat, adakah kaitannya dengan pertanyaannya tentang kesendirianku. Lama-lama aku juga kesal meli

DMCA.com Protection Status