Share

Bab 17

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-18 07:14:43
Si Kumis Berantakan menyibak hamparan rumput dan dedaunan kering yang menutupi lantai pondok. Tampak sebuah pintu papan berukuran kecil.

Saat pintu diangkat, sebuah tangga mengarah ke bawah terpampang di depan mata. Lelaki itu kembali memanggul Puti Tan, lalu membawanya turun.

Tanpa mengeluarkan Puti Tan dari dalam karung, si Kumis Berantakan membaringkan gadis tersebut di atas tanah keras yang dibentuk menyerupai ranjang. Tak lama kemudian ia kembali ke atas dan menutupi lubang itu seperti semula.

Setelah memastikan semuanya tampak wajar, si Kumis Panjang dan si Kumis Berantakan meninggalkan pondok itu.

Bola mata Puti Tan perlahan bergerak-gerak. Selang beberapa detik, kelopak matanya pun terbuka. Merasakan sesuatu yang kasar menggores dagunya, Puti Tan menyadari bahwa dirinya berada di dalam karung. Beruntung kedua tangan dan kakinya tidak terikat.

Tiba-tiba Puti Tan menyesali keputusannya yang menolak niat baik Kuranji untuk mengantarnya pulang. Sayang nasi sudah menjadi bubur.
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kuranji   Bab 18

    “Itu dia! Dalang di balik hilangnya warga kampung kita.”“Tangkap lelaki bertopeng itu!”Segerombolan warga, entah dari mana datangnya, tiba-tiba mengepung Kuranji yang baru saja berhasil merampas kembali Puti Tan dari tangan si Kumis Berantakan. Mereka bahkan belum keluar dari hutan.Kuranji dan Puti Tan saling pandang, kemudian beradu punggung, melindungi satu sama lain.“Dijelaskan juga percuma. Mereka tidak akan percaya,” bisik Kuranji. “Begitu ada kesempatan, Puti kaburlah! Kembali ke perguruan.”“Hm.” Puti Tan mengangguk.Kali ini ia tidak ingin berdebat dengan Kuranji. Pengalaman sebelumnya telah memberinya sebuah pelajaran berharga.Puluhan pasang mata merah karena dikuasai amarah itu bergerak liar, menebar renjana pembalasan dendam.“Seraaang!”Dengan satu komando, beragam senjata berlomba-lomba ingin mencincang Kuranji dan Puti Tan. Pergerakan mereka laksana gelombang tsunami yang siap meluluhlantakkan daratan dan segala sesuatu yang mengadang kecepatan lajunya.Melihat dari

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-19
  • Kuranji   Bab 19

    Pancaran netra Kuranji tajam menusuk. Sementara jari-jari kokohnya mencengkeram dan memelintir pergelangan tangan lelaki yang bersikap kurang ajar terhadap Puti Tan.“Akh!”“Aakh!”“Aaakh!”Semakin kuat pelintiran Kuranji, bertambah keras pula raung kesakitan yang meledak dari mulut nakal lelaki itu.Tiga temannya lekas menghambur, menyerang Kuranji. Mereka melompat dan menerjang Kuranji.Kuranji berputar tanpa melepas cengkeramannya seraya menyongsong terjangan lawan dengan tendangan pula. Ketika dua telapak kaki beradu, lawan Kuranji terbang sejauh lima meter. Dua lainnya terpaksa menarik mundur serangan, lantaran Kuranji menjadikan rekan mereka sebagai tameng, dengan memelintir tangan lelaki itu ke belakang sembari menempelkan punggung sang pengganggu ke dadanya.“Saudara-saudara, dengarkan aku!” ujar lelaki yang dilempar terbang oleh Kuranji. “Tangkap mereka! Kalian akan kaya jika berhasil menangkap mereka.”Namun, orang-orang yang berada di ruangan itu tidak mudah untuk diprovoka

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-20
  • Kuranji   Bab 20

    “Hahaha … kita kaya! Kaya!” “Hahaha ….” Tawa kemenangan saling bersambut melihat penderitaan Kuranji. Sekali lagi Kuranji menjadi korban bulan-bulanan. Kali ini bukan oleh saudara seperguruannya, melainkan sekelompok masyarakat yang silau akan kilau gulden. Empat utas tali membelit pinggangnya dan menariknya dari arah yang saling berlawanan. Kuranji menahan tarikan tali dari dua sisi. Sungguh pinggangnya terasa mau putus. Namun, tak peduli sekuat apa pun Kuranji melilitkan tali itu pada kedua lengannya serta menariknya, dua lelaki yang berada di ujung tali itu juga mati-matian mempertahankan senjata mereka. Drap! Drap! Entakan kaki berlari kencang gegas menderap ke arah Kuranji. Lelaki yang berada paling depan, menunjuk tepat ke wajah Kuranji, berkata lantang dengan nada geram, “Ini dia orangnya! Tidak salah lagi. Aku ingat betul pakaian yang dikenakannya saat melarikan kuda milikku.” “Kalau begitu, tunggu apa lagi? Dia harus membayar tunai perbuatan buruknya.” “Seret dia!”

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-21
  • Kuranji   Bab 21

    “Mampus kau!”Mata telanjang orang awam tidak dapat membedakan apakah si Kumis Berantakan berlari atau meluncur di atas permukaan tanah saat melancarkan serangan mautnya.Saking cepatnya gerakan lelaki itu, tubuhnya tampak seperti sebuah bayangan yang melesat ke depan. Angin yang dihasilkan dari gerakan tersebut menjadikan tanaman kecil yang dilaluinya laksana helaian ilalang yang diterpa angin kencang.Namun, tidak demikian halnya bagi penglihatan Kuranji. Ia dapat melihat dengan jelas serangan si Kumis Berantakan yang datang kepadanya.“Lumayan.” Kuranji berkelit ke kiri.Serangan si Kumis Berantakan menghantam udara kosong. Di saat bersamaan, Kuranji menangkap lengan lawan yang terentang lurus.Si Kumis Berantakan bergerak cepat, mengarahkan punggungnya pada Kuranji, lalu menyikut dada Kuranji. Kuranji terus berkelit dan menangkis.Bugh! Bugh! Bugh! Bugh!Suara pukulan dan tendangan yang saling beradu mengusir gerombolan burung yang berlindung dari terik mentari untuk terbang menja

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-22
  • Kuranji   Bab 22

    Melompat dan bertengger dari satu pohon ke pohon lainnya di sekitar penginapan, tatapan tajam Kuranji jeli mengawasi setiap jendela di lantai dua yang masih terbuka. Kelompok berbeda dari sekumpulan pria memeriksa kamar yang mereka masuki. Tak segan-segan mereka juga menyeret paksa menghuninya. “Ke mana pemilik penginapan itu membawa Puti?” Tidak satu pun dari wanita, yang diseret keluar, memiliki wajah mirip dengan Puti Tan. Sayang, suara jeritan tak lagi terdengar. Kuranji sangat yakin bahwa suara yang dia dengar sebelumnya merupakan lengkingan Puti Tan. “Jalan! Cepat! Jangan manja hanya karena sebuah luka kecil!” Pria muda, berusia sekitar dua puluh tujuh tahun dengan tompel besar di pelipis kirinya, mendorong Puti Tan hingga gadis itu nyaris tersungkur. Kedua tangannya terikat. Mulutnya juga disumpal dengan ikat kepala hitam yang disimpul erat ke belakang. Semenjak kehilangan kekuatan akibat pertarungannya dengan Kavland, kemalangan demi kemalangan terus menghampiri Puti Tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-23
  • Kuranji   Bab 23

    Tak kenal maka tak sayang. Apa yang dilihat dan didengar belum tentu kenyataan yang sebenarnya, bahkan seringkali malah bermuara pada kekeliruan. Menghakimi tanpa menyelidiki kebenaran dengan teliti, sungguh merupakan sebuah vonis yang dapat membunuh mental korbannya.“Hei, hei!” Puti Tan keluar dari balik punggung Kuranji. “Rimba raya ini ciptaan Tuhan. Hanya karena kalian biasa berburu di sini, bukan berarti tempat ini mutlak menjadi hak milik kalian. Lagi pula ….”Puti Tan berjalan mondar-mandir seraya memindai penampilan sepasang pendekar itu. “Setahu aku ya … Perguruan Tapak Harimau cukup jauh dari sini.”“Kau … mengenal kami?” tanya sang lelaki, dengan alis terangkat tinggi.“Ya enggaklah. Aku cuma menebak.”“Jangan memancing emosiku, Nisanak! Aku tak peduli kamu seorang perempuan, jika kamu membuatku marah!”Rupanya sang pria termasuk tipe manusia yang tidak terlalu pandai dalam mengontrol emosi.“Yeee, kamu saja yang bersumbu pendek.”“Kamu—”“Kenapa?! Mau bertarung? Ayo!” tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-25
  • Kuranji   Bab 24

    “K–kenapa Runduih Ameh bertingkah aneh?” Kuranji berkata dengan terbata-bata seraya mendorong Runduih Ameh.Tenaga yang ia salurkan melalui kedua tangannya tak mampu membuat pedang pusaka itu bergerak maju. Senjata sakti tersebut justru seakan terdorong ke belakang.“Mustahil! Apa yang salah dengan senjataku?”Kirai tak kalah syok, menyaksikan sepasang kerambit miliknya berhenti bergerak dan hanya melayang-layang di udara.Saat Kuranji dan Kirai masih terhipnotis oleh keganjilan yang sedang berlangsung, senjata mereka mendadak mengeluarkan pendar cahaya pelangi yang saling menggulung.Kuranji terpaksa melepaskan tangannya dari gagang Runduih Ameh lantaran pedang tersebut bergerak liar, seolah-olah berontak, meminta lepas dari cengkeraman tuannya.Shuut! Shuut! Shuut!Runduih Ameh dan sepasang kerambit itu serentak melesat terbang menuju satu titik.Kuranji dan Kirai berlari memburu senjata mereka.Ting! Ting! Ting!Tak lama kemudian terdengar bunyi berdenting keras.Tab!Sebuah pedang

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-29
  • Kuranji   Bab 25

    Blam!Runduih Ameh menancap pada mata kanan si naga hitam.Makhluk jadi-jadian milik Pendekar Sabuk Maut itu pun menggelinjang liar dengan mulut yang menganga lebar.Runduih Ameh masih terus bergerak, memberikan dorongan kuat hingga si naga hitam terlempar jatuh dan kembali ke bentuk aslinya begitu menyentuh tanah.Jruuung!Swuut!Runduih Ameh melesat balik kepada tuannya.Pendekar Sabuk Maut muntah darah. Ia melotot, tak percaya.“K–kau … s–siapa kau sebenarnya, h–hah?!” tanya Pendekar Sabut Maut sembari membungkuk, memegang dada.Kuranji mengelus pedang pusakanya. Menatap dingin pada Pendekar Sabuk Maut, ia menjawab acuh tak acuh, “Kau tak layak berkenalan denganku.”“B–bang … akh! Uhuk!”Umpatan Pendekar Sabuk Maut tercekat di tenggorokan, berganti dengan rintih kesakitan yang disusul dengan batuk darah.Di sisi lain, beberapa meter dari tempat Kuranji berdiri, Mahzar tampak kewalahan mengimbangi kelebat pedang milik lawannya.Cresh!Senjata milik Pendekar Pedang Kilat berhasil meny

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-04

Bab terbaru

  • Kuranji   Bab 33

    Hop! Hop!Empat orang pria bertopeng mendarat di hadapan Kirai, juga menghentikan ayunan kaki Mahzar yang berlari beberapa langkah di belakang sang adik.Keduanya dikepung dengan senjata yang terhunus di tangan lawan.“Ini area terlarang. Enyah dari sini sebelum tubuh kalian berubah menjadi daging cincang!” ancam salah satu dari mereka, dengan postur tubuh paling tinggi.Mahzar dan Kirai serentak melangkah mundur, saling beradu punggung. Netra mereka awas mengamati gerak-gerik lawan.“Haha … kalian penguasa yang salah kaprah,” ledek Mahzar. “Sejak kapan jalan umum diakui sebagai milik pribadi atau kelompok, heh? Jangan mimpi! Penjahat seperti kalian cuma bisa menyengsarakan rakyat.”“Kurang ajar! Masih bau kencur, tapi tidak tahu caranya menghargai orang yang lebih tua.”Mahzar menyeringai. “Dan orang tua seperti kalian, tidak bisa memberi contoh yang baik.”Meski tak dapat melihat wajah keempat orang itu, kemarahan salah satu dari mereka cukup menjadi petunjuk bagi Mahzar bahwa kompl

  • Kuranji   Bab 32

    “Kalian kenapa? Perang dingin?” tanya Kirai, melirik heran pada Kuranji dan Puti Tan.Mereka terus mengayun langkah mendahuluinya dengan saling berdiam diri. Tidak ada yang menanggapi pertanyaannya.“Sst! Jangan ikut campur urusan mereka. Pura-pura tidak tahu saja,” bisik Mahzar, menyikut Kirai. “Namanya juga sepasang kekasih. Pasti ada bumbu pertengkaran kecil, biar makin lengket.”“Apaan sih!” Kirai cemberut.“Kamu … jangan bilang kamu jatuh hati sama dia,” imbuh Mahzar, melempar lirik pada Kuranji. “Dia sudah jadi milik orang. Lebih baik mundur dengan teratur.”Bugh!“Akh!”Nasihat Mahzar dibalas Kirai dengan hantaman siku pada dada sang kakak.“Kalau ngomong, pakai filter. Sembarangan, asal tuduh. Belum tentu mereka pacaran.”“Marah berarti iya,” ledek Mahzar sambil mengusap-usap dadanya yang terasa sakit. “Eh, dari mana kamu tahu mereka bukan sepasang kekasih?”Kirai mengancakkan tinju. “Mau hadiah bogem mentah dariku?”“Cih!” Mahzar mendecih, memilih berhenti menggoda sang adik.

  • Kuranji   Bab 31

    “Huh! Kelihatan saja gampang. Ternyata butuh perjuangan ekstra.”Kuranji berbaring kelelahan, telentang di lantai ruang baca Tuan Guru Tan. Entah sudah berapa kali ia melatih jurus Menghapus Jejak. Walau berhasil menyusun rapi tumpukan buku milik sang guru, masih saja ada yang acak.“Cih! Lemah! Baru beberapa kali latihan sudah keok,” ledek Tuan Guru Tan, melirik sekilas pada Kuranji sambil menikmati secangkir kopi pahit.Napas Kuranji masih ngos-ngosan. “Aduh, Tuan Guru … gerakannya memang sederhana, tapi menguras tenaga dalam.”“Itu karena kau gagal berkali-kali.” Tuan Guru Tan bangkit, melangkah menuju pintu. “Kalau ingin tahu kabar ayahmu, teruslah berlatih. Aku hanya akan memberitahumu setelah kau berhasil menguasai jurus itu.”Kuranji terlonjak duduk, berputar menghadap Tuan Guru Tan. “Tapi, Guru—”“Kau menyerah?”“Tidak, tidak!”“Bagus! Lanjutkan latihanmu!”Tuan Guru Tan menghilang di balik pintu, lagi-lagi meninggalkan Kuranji seorang diri.Jika menuruti lemahnya badan, Kuran

  • Kuranji   Bab 30

    “Tuan Guru, otakku masih terlalu cetek untuk memikirkan hal-hal berat. Lagi pula, aku laki-laki, Tuan Guru. Masa badan kekar begini mainannya bunga.” Kuranji cengengesan.“Bocah semprul!”Tuan Guru Tan mengibaskan tangan, seketika sekumpulan buku, yang berserakan di lantai, melayang ke arah Kuranji, seperti sekawanan lebah yang sedang marah.“Ampun, Tuan Guru! Ampun!” Kuranji melindungi wajah dengan kedua lengannya.Setelah serangan mendadak itu mereda, Tuan Guru Tan bersungut-sungut. “Orang tua lagi serius malah diajak bercanda.”“Hehe … biar tidak cepat pulang ke balik papan, Tuan Guru.”Hanya saat bersama Tuan Guru Tan Kuranji bisa menjadi diri sendiri dan bersikap kekanak-kanakan.“Kuranjiii!”“Iya, iya. Maaf!” Wajah Kuranji berubah serius begitu menerima pelototan dari Tuan Guru Tan.Berulang kali Tuan Guru Tan mendesah.“Kuranji, lima tahun yang lalu, seharusnya usiamu delapan belas tahun.”“Benar, Tuan Guru.”“Artinya, sudah dua belas tahun waktu berlalu, sejak aku membawamu pu

  • Kuranji   Bab 29

    “Tuan Guru, kita sudah sepakat untuk pergi bersama.”“Kali ini, aku sungguh minta maaf, dengan sepuluh jari serta kepala. Kalian pergilah! Aku percaya kalian bisa menyelesaikannya tanpa aku.”“Tapi, Tuan Guru—”“Tolong ….”Dua rekan Tuan Guru Tan mendesah lesu. Jika Tuan Guru Tan telah menggunakan salah satu kata ajaib andalannya, maka tidak ada yang dapat mengubah keputusannya.“Baiklah. Mohon doa restu, Tuan Guru.” Dua lelaki itu menangkupkan tangan di depan dada seraya membungkuk takzim.Tuan Guru Tan meremas pundak keduanya. “Ingat, libatkan Allah dalam segala ucapan dan tindakan! Sekuat apa pun kita sebagai manusia, semua itu tidak akan berguna tanpa rida–Nya.”Sepeninggal kedua rekannya, Tuan Guru Tan memeriksa kereta kuda dan jejak di sekitarnya.Ia berjongkok, meraba jejak kaki kecil yang tercetak samar di atas permukaan jalan. Perlahan ia mulai bangkit dan menyusuri jejak itu.Jejak itu berhenti di tepi sebuah jembatan. Di bawahnya, mengalir sungai berair jernih, cukup dalam

  • Kuranji   Bab 28

    “Hiyaa! Ck, ck, ck! Hiyaa!”Sais menyemangati kuda penarik kereta yang dikendalikannya. Sesekali ia melecut pelan.Hop! Hop!Beberapa lelaki bertopeng yang berbalut pakaian serba hitam tiba-tiba mencegat laju kereta. Ngeeehk!Dua ekor kuda putih meringkik kencang ketika sang kusir menarik tali kekang dengan kuat.Seorang lelaki berusia tiga puluhan dan bocah berumur enam tahun berguncang hebat.“Ayah, aku takut!”“Tidak apa-apa. Ada ayah di sini,” timpal sang ayah seraya merangkul putranya.Setelah kereta tak lagi bergoyang, lelaki itu melepaskan dekapannya pada sang bocah. Ia menangkup pipi anaknya, menatap lembut dengan seulas senyum yang memancar hangat.“Kalau terjadi sesuatu pada ayah, pergilah sejauh mungkin dan jangan pernah menoleh ke belakang!”Lelaki itu menyelipkan sebuah botol kecil ke dalam genggaman putranya. “Jaga baik-baik botol ini!”Suara di luar kereta mulai terdengar berisik. Lelaki itu dapat menerka dengan jelas, sedang berlangsung perkelahian hebat disertai peng

  • Kuranji   Bab 27

    “Masih ingat jalan pulang, hm?”Tuan Guru Tan memasang wajah cemberut.“Ayah, aku hanya sedikit bersenang-senang di luar,” sahut Puti Tan, merengek manja.Seperti biasa, Tuan Guru Tan tidak pernah bisa mempertahankan kemarahan pada sang putri semata wayangnya untuk waktu yang lama.“Setidaknya, ayah senang kau pulang baik-baik saja.”Senyum ceria terbit di wajah Puti Tan. Ia melepaskan diri dari dekapan sang ayah, lalu menyambar lengan Kuranji.“Berkat dia. Ayah tidak lupa, ‘kan?”Netra tenang dan berwibawa milik Tuan Guru Tan menyipit untuk sesaat. Mungkin sedang mencoba menelanjangi sebagian wajah Kuranji yang tersembunyi di balik topeng.Menyadari sang guru menatapnya dalam, Kuranji mengulurkan tangan, menjabat erat sembari mencium takzim punggung tangan lelaki berjenggot itu.“Kuranji?” tebak Tuan Guru Tan.“Iya, Tuan Guru.”“Ih, ayah curang. Kok bisa sih ayah mengenali Kuranji secepat itu?”Awalnya, Puti Tan berniat untuk mengerjai Tuan Guru Tan, agar ia bisa menggoda lelaki tua

  • Kuranji   Bab 26

    Set! Set!Kardit Masiak melesat cepat, terlihat seperti kelebat bayangan hitam yang melintas dengan kecepatan cahaya, berpindah dari satu sisi hutan ke sudut lainnya.Sesaat ia berhenti, memindai kegelapan sekitar dengan netra elangnya. Mendengar suara gerakan yang mencurigakan dari arah belakang, lelaki itu berbalik. ‘Hmm, itu pasti mereka.’Bergegas ia melesat, mendatangi sumber suara tersebut.“Sial! Tidak ada siapa-siapa,” gerutu Kardit Masiak, memperhatikan belukar di hadapannya. “Aku yakin tadi mendengar gerakan dari arah sini.”Netra tajamnya memicing, mengawasi kerimbunan semak yang bergoyang-goyang. Saat ia hendak mengayun langkah untuk memeriksanya, seekor ayam hutan terbang menghambur, mengagetkan dirinya.“Sial! Aku tertipu.” Kardit Masiak berbalik pergi.Beberapa menit sebelum Kardit Masiak tiba di tempat itu …Grep!Hop!Kuranji menyambar pinggang Puti Tan, membawa gadis itu melompat ke dalam lubang.Begitu kaki mereka menjejak tanah, pintu belukar itu pun menutup dengan

  • Kuranji   Bab 25

    Blam!Runduih Ameh menancap pada mata kanan si naga hitam.Makhluk jadi-jadian milik Pendekar Sabuk Maut itu pun menggelinjang liar dengan mulut yang menganga lebar.Runduih Ameh masih terus bergerak, memberikan dorongan kuat hingga si naga hitam terlempar jatuh dan kembali ke bentuk aslinya begitu menyentuh tanah.Jruuung!Swuut!Runduih Ameh melesat balik kepada tuannya.Pendekar Sabuk Maut muntah darah. Ia melotot, tak percaya.“K–kau … s–siapa kau sebenarnya, h–hah?!” tanya Pendekar Sabut Maut sembari membungkuk, memegang dada.Kuranji mengelus pedang pusakanya. Menatap dingin pada Pendekar Sabuk Maut, ia menjawab acuh tak acuh, “Kau tak layak berkenalan denganku.”“B–bang … akh! Uhuk!”Umpatan Pendekar Sabuk Maut tercekat di tenggorokan, berganti dengan rintih kesakitan yang disusul dengan batuk darah.Di sisi lain, beberapa meter dari tempat Kuranji berdiri, Mahzar tampak kewalahan mengimbangi kelebat pedang milik lawannya.Cresh!Senjata milik Pendekar Pedang Kilat berhasil meny

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status