Suara Yuna membuat Eric bergidik. Ia langsung menjauhkan mulutnya dari dada Yuna.'Apa yang sudah aku lakukan?'Matanya kini beradu dengan milik Yuna. Kemudian kembali turun ke dua dada Yuna yang masih terbuka.Yuna sadar akan hal itu. Gadis itu cepat-cepat menutup tubuhnya kembali. Tubuh Yuna sedikit gemetaran ketika bangun dan duduk di sampingnya.Eric meraih tangan Yuna. Kemudian membimbingnya menuju barang pusakanya."Lakukan...."Niat hati ingin membentak Yuna. Akan tetapi, suara yang ia keluarkan cukup pelan dan dalam. Hampir seperti bisikan.'Sial! Aku pasti sudah gila!'***"Pagi, Pak Direktur. Ini dokumen-dokumen yang harus ditandatangani," ujar Dina dengan gaya genit khasnya.Dina meletakkan dokumen sambil menunduk setengah badan. Memamerkan bongkahan dadanya yang besar sambil menggoyangkannya.Eric geleng-geleng kepala melihat tingkah Dina. "Keluar."Bukan hanya Dina, banyak relasi wanita yang berusaha menggoda Eric. Bahkan
Untuk pertama kali Eric menciumnya. Yuna awalnya takut ketika Eric tiba-tiba menyerangnya seperti pagi tadi.'Apa ini waktunya melepas perawan yang aku jaga selama ini demi uang? Bukan, demi Yuni.'Rasa ragu semakin tenggelam ketika Eric menyesap kuat bibirnya. Yuna terlena dan membalas ciuman itu semakin dalam.Tangan Eric menjelajahi tubuhnya dengan bebas. Yang tadinya setia meremas buah dadanya kemudian turun menyelusup ke bawah gaun.Kesadaran Yuna kembali ketika inti kewanitaannya diaduk-aduk oleh jemari pria itu tanpa membuka celana dalam. Tangan kirinya mendorong tubuh Eric, sementara tangan kanan mencoba menghentikan ciuman pria itu."Kenapa? Bukankah kamu menyukainya?" bisik Eric.Yuna dapat merasakan napas Eric berhembus di wajahnya tidak beraturan. Mata pria itu fokus menatap bibirnya.Tangan Yuna berusaha menjauhkan tangan Eric dari organ kewanitaannya. Namun Eric lebih kuat darinya.Yuna ingin menolak. Akan tetapi, yang keluar dari mulutn
"Ingat pesanku, Yuna. Mau apa pun yang terjadi, kamu harus selalu tersenyum pada Eric Volker. Dia tidak peduli dengan masalah para kupu-kupu malam. Yang dia inginkan hanya gadis cantik ceria dan memuaskan," ucap Mami Maria waktu itu."Tuan, di kontrak..."Eric memotong ucapan Yuna, "Turuti semua ucapanku."Yuna terpaksa menarik kedua sisi mulutnya ketika Edo meraih tangannya. Kini Yuna di atas pangkuan pria tua itu.Eric sepertinya puas melihat Yuna dinikmati pria lain. Yuna dapat melihat sebuah senyuman mengembang di mulut Eric.'Kenapa dia memberikanku begitu saja? Bukankah dia membayar mahal untuk perawanku?'Tubuh Yuna gemetaran ketika tangan kasar Edo mengusap lengannya. Ia mundur ketika Edo hendak menciumnya."Pak Edo, kamu harus membayarnya dua kali lipat jika ingin menikmatinya," kata Eric dingin ketika tangan Edo hampir menyentuh buah dada Yuna."Tuan Muda, tadi katanya...""Cepat ke sini," perintah Eric sambil memelototi Yuna."Terim
Hampir tengah malam, Eric terbangun oleh getaran ponsel di nakas. Ia merasakan hangat di anggota tubuhnya. Yuna tengah tertidur pulas sambil memeluk dirinya.Eric menggeser tubuh Yuna dan mengambil ponselnya. Tidak ada pesan atau panggilan satu pun. Rupanya ponsel Yuna yang bergetar sejak tadi.Yuna tidak merasa saat tangannya dipaksa menyentuh kunci ponselnya. Eric sekarang bisa melihat semua isi pesan yang mengganggu istirahatnya itu.Banyak sekali panggilan dan pesan dari nomor tanpa nama.[Yuna, kamu masih marah padaku?][Aku ingin kita kembali seperti dulu.][Sayang, aku rindu sama kamu.]"Pasti manajer itu," gumam Eric.Pesan-pesan terakhir dibukanya. Kali ini menunjukkan foto-foto kemesraan Yuna dan Edward zaman dulu. Ia segera menghapus semua pesan itu.Edward mengirim pesan terbaru. Sebuah foto ketika Yuna memeluk dan mencium Edward.Hampir saja Eric membanting ponsel Yuna hingga hancur berkeping-keping. Ia tidak bisa lagi melanjutkan
Jantung Eric berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Eric sendiri tidak paham, mengapa ia justru merasa senang?Sekelumit rasa bersalah menusuk relung hati. Apalagi, ketika melihat memar di tangan Yuna. Eric membelai lembut lalu mengecupnya. Namun, rasa bersalah itu hanya sebentar. Barang pusakanya terlanjur memasuki gadis itu. Euforia mendapatkan yang pertama dari Yuna membuat Eric semakin gencar memaju mundurkan pinggul.Yuna merintih kesakitan ketika Eric terus mengentak barang pusakanya dengan kasar dan kencang. Peluh dan tangisan membasahi wajah gadis itu.Eric lupa diri. Tidak ingat lagi dengan rencananya. Bahkan ia tidak sadar dengan jeritan Yuna yang semakin keras."Pelan... Tuan...."Karena Yuna semakin berisik, Eric melumat habis mulutnya. Yuna sampai kehabisan napas dan mendorong-dorong Eric. Tetapi Eric justru semakin keras menghajar inti Yuna."Masih sakit?" Eric bertanya lirih di telinga Yuna Yuna mengangguk. Tidak memiliki tenaga lagi un
Edward mengetuk pintu setelah kedua kakak adik itu berhenti bicara. "Halo, Yuni.""Edward?""Kak Edward!"Dua kakak adik itu berseru bersamaan. Satunya senang, satunya bertanya-tanya. Yuna jadi orang yang mempertanyakan maksud kedatangan Edward. Sementara, Yuni yang dari dulu mengagumi Edward, senang sekali bisa bertemu dengan mantan calon kakak iparnya itu."Ngapain kamu di sini?" tanya Yuna ketus."Dari mana Kak Ed tahu aku dirawat di sini?"Dua gadis itu kembali berucap di waktu yang sama. Edward terkekeh-kekeh melihat kekompakan kakak adik itu."Aku dengar dari Riana kalau Yuni habis kecelakaan. Syukurlah kondisimu sudah membaik, nggak seperti cerita Riana."'Riana? Apa dia menyewa kupu-kupu malam di Hotel Laisa lagi?'Yuna menatap tajam Edward. Seolah menembakkan laser ke arah pria itu."Santai, Yun. Niatku mau nengok Yuni. Aku bahkan nggak tahu kamu ada di sini.""Ini, Yun, buah buat kamu. Udah boleh makan buah-buahan belum?" ta
"Apa adikmu ganti jenis kelamin?"Yuna terkejut setengah mati mendengar suara Eric. Ia langsung menjauhkan diri dari Edward."Aku pergi dulu, Yun. Mari, Tuan.""Siapa yang bilang kamu boleh pergi?" hardik Eric."Ada perlu apa, Tuan?""Apa yang kamu lakukan di sini?""Saya menjenguk adik kenalan saya.""Maksudmu adik dia?" Eric menunjuk Yuna dengan matanya."Benar.""Ayo, Tuan. Kita pulang." Yuna menyeret lengan Eric."Kamu..." 'Siapa yang bolehin kamu pegang-pegang aku.' Awalnya Eric akan mengatakan itu. Tapi segera diurungkan. Tidak ada gunanya bersikap kasar lagi di depan Yuna karena ia adalah yang pertama. Mengingat hal itu saja membuat wajah Eric merona.Meskipun ia tidak akan sudi mengakui hatinya sendiri yang mulai tertarik kepada Yuna. Ia lalu membuang muka dan mengikuti Yuna yang membimbingnya pergi."Di mana Pak Hendri, Tuan?""Belum datang.""Lalu Tuan naik apa ke sini?""Sepupu.""Oh... Tuan sudah m
"Kakak Yuna!"Riana mendorong kursi roda yang dinaiki Yuni masuk ke dalam ruangan tanpa permisi. Eric langsung membuang tangan Yuna dengan kasar.Riana melepaskan senyuman menggoda pada Yuna. Dari malam di pesta menjijikkan itu, Riana tahu si tuan muda tertarik kepada Yuna. Tebakannya dibenarkan oleh apa yang baru saja dilihatnya "Kakak kok jadi ikut-ikutan sakit?" Yuni melihat kaki Yuna lalu menutup mulut dengan tangan. "Kakak juga kecelakaan? Atau jangan-jangan disiksa majikan Kakak?"Jantung Eric serasa berhenti berdetak. Ucapan Yuni dengan suara nyaring itu tepat sasaran. Seolah-olah sengaja menusuk rasa bersalahnya sekali lagi."Nggak, Yuni. Kakak cuma diserempet orang kok. Nggak apa-apa sekarang. Cuma lecet-lecet."Eric menatap Yuna lekat-lekat. Tidak tahu mengapa, ia justru kagum dengan kata-kata Yuna.Yuna sengaja berbohong agar adiknya tidak cemas. Demi adiknya juga Yuna sampai menjual perawannya. Dan dengan jahatnya Eric merusak itu semua!
"Buat apa kamu ke sini? Mau mengganggu Yuna lagi, hah?" bentak Diana sambil berkacak pinggang menghalangi pintu rumah."Bukan, Ma. Saya bukan mau bertemu Yuna.""Ma? Jangan memanggilku seolah-olah kamu itu anakku!" cerca Diana. Mata Diana melotot tajam kepada Aldo."Maaf, Bu- Nyonya. Saya mau bertemu dengan Pak Herman, sekalian Anda," kata Aldo sopan.Herman yang mendengar suara kencang besannya pun keluar dari dalam kamar. "Ada apa?" Ia memicingkan mata ke arah Aldo."Boleh saya bicara sebentar dengan Anda? Lima menit saja," pinta Aldo.Herman akhirnya mengizinkan Aldo masuk. Meskipun Diana masih menggerutu terus-menerus. Bahkan, ketika Bi Jumi mau menyiapkan minuman, Diana dengan tegas melarangnya.Yudha dan Eric datang setelahnya. Mereka ikut duduk karena ingin tahu apa yang akan Aldo katakan."Bapak mungkin sudah tahu siapa saya," kata Aldo kepada Herman."Ya, saya tahu," jawab Herman datar.Aldo tiba-tiba bersimpuh di depan kaki Herman. Namun, Herman langsung mencegahnya. Aldo te
"Nggak mau," tolak Eric sambil menggeleng-geleng tidak percaya dengan permintaan aneh sepupunya."Kembalilah ke kota, Kak. Kamu bisa kembali menjadi Presiden Direktur Volker Corp. Aku cuma mau Yuriana, nggak ingin kekuasan yang seharusnya jadi hakmu," lanjutnya.Billy mendesah lelah. "Kamu pulang besok. Sekarang sudah hampir malam. Dan Yuriana pergi pakai jalur laut, jangan naik helikopter, suaranya berisik.""Baik, Kak. Berikan dulu Yuriana. Aku ingin menggendongnya."Billy menyerahkan Yuriana setelah bayi itu puas meminum susunya dan Eric selesai mencuci tangan. Eric langsung memeluk erat Yuriana ke dalam pelukan.Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata bagaimana lega dan bahagia dirinya sekarang. Sampai air mata haru meleleh di pipinya. Eric juga tidak bisa berhenti menciumi seluruh wajah Yuriana.Billy menghela napas, lalu berdecak-decak masuk ke dalam rumah. Entah sudah berapa kali, sejak kedatangan Eric menjemput Yuriana, Billy selalu menghela napas. Suasana hatinya jadi memburuk
"Kita bicarakan masalah ini nanti, setelah Yuriana pulang."Eric tentunya senang oleh permintaan maaf Yuna, tetapi ia masih ingin mengamati perubahan Yuna. Eric tidak ingin lagi ada masalah di kemudian hari dengan persoalan yang sama. Cukup sekali Eric merasakan kesal, marah, dan sedih karena tidak dipercaya dan tidak dihargai istrinya sendiri. Bagaimanapun juga, semua yang ia lakukan demi masa depan keluarganya. "Baiklah. Lalu, berapa lama Mas Eric pergi?""Belum tahu. Aku berangkat dulu, ya. Jangan lemah, Yuna. Kamu sudah menjadi ibu sekarang. Pikirkan Yuriana nanti kalau pulang. Kamu tidak boleh sakit."Hanya mendengar kata-kata perhatian dari Eric saja, Yuna sudah tahu jika Eric telah memaafkan dirinya. Sebelum Eric berbalik, Yuna meraih pundaknya."Ada apa lagi, Yuna?"Yuna mengecup bibir Eric begitu lembut. Sejuta kerinduan yang tertutupi akibat kesedihan dan pikiran negatifnya, akhirnya dapat ia salurkan.Yuna melepaskan ciuman itu, tetapi tangan Eric sudah lebih dulu mendara
"Tuan, sebaiknya kita mengembalikan anak ini kepada orang tuanya." Suara Lima begitu lemah karena seharian kecapekan mengurus Yuriana.Di pulau pribadi Billy Volker, tidak ada satu pun pelayan, hanya ada lusinan bodyguard dan semuanya pria. Lima merasa kesulitan karena tidak terbiasa menggendong bayi.Sejak kemarin, Billy sendiri yang mengasuh Yuriana. Tetapi, hari ini, Billy sedang ingin santai-santai dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun."Malas. Kamu saja yang mengembalikan kalau mau.""Bagaimana saya pergi dari pulau ini kalau cuma Tuan yang bisa menerbangkan helikopter," gerutu Lima."Jangan berisik di dekatku kalau nggak mau aku hukum," ancam Billy.Billy berbaring santai sambil menikmati jus buah segar yang dipetik Lima beberapa saat lalu. Matanya terlihat hampir terpejam karena angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah tampannya.Suara Yuriana menangis membuat Billy melompat dari kursi santai. Dadanya naik turun dengan cepat karena sangat terkejut."Lima!! Kamu ini nggak becus se
"Lepaskan aku!" Emilia meronta-ronta ketika dua petugas polisi mencekal lengannya. "Brengsek! Aku akan membunuh kalian semua! Siapa yang berani melaporkan aku?!"Eric terdiam. Keputusan memenjarakan Emilia juga sangat berat baginya. Yudha dan Diana awalnya juga menentang, tetapi tidak ada cara lain untuk menghentikan kegilaan Emilia.Untung saja, penangkapan Emilia terjadi di tempat terpencil. Mereka masih bisa menyembunyikan kasus itu dari media.Setelah Emilia pergi, beberapa petugas kesehatan yang berjaga-jaga sebelumnya masuk dan memeriksa semua orang. Aldo yang paling parah lukanya. Hampir semua jahitan di perut Aldo terlepas. Ia cukup beruntung karena organ dalam yang tadinya terluka masih baik-baik saja.Rombongan Yuna dan Eric bersama-sama menuju ke kantor polisi terdekat untuk menginterogasi Emilia. Selama berjam-jam, Emilia hanya mengamuk dan mengucap sumpah serapah.Akhirnya, Emilia lelah dan mulai mengakui perbuatannya. Selama berjam-jam tadi, Emilia sengaja mengulur wakt
"Jangan bohong! Cepat katakan di mana anakku!" pekik Yuna sambil berurai air mata.Aldo mendekati Emilia. "Sayang, ayolah, kita jemput Yuriana, lalu pulang ke rumah kita. Atau ... kita tinggal di sini saja berdua. Nggak akan ada yang mengganggu kita. Kita bisa punya anak sendiri. Sekarang, kembalikan dulu Yuriana."Iris mata Emilia berpindah ke arah pintu. Dua pria lain menerobos masuk ke dalam rumahnya. Eric dan Rendra akhirnya sampai, setelah berlarian ke tempat itu.Tanpa memedulikan apa yang baru terjadi, Eric langsung menarik kemeja Aldo dan memutar badan Aldo ke arahnya. Ia langsung meninju wajah Aldo sampai Aldo tersungkur jatuh."Brengsek!" umpat Eric."Kenapa kamu memukul Aldo, Mas?!" Yuna menarik lengan Eric yang bersiap memukul Aldo sekali lagi. "Dia membantuku mencari Yuriana, nggak seperti kamu yang nggak peduli sama sekali!""Kamu membelanya?!" bentak Eric. "Aku nggak membelanya. Kamu datang-datang cuma mau cemburu? Yang ada di pikiran kamu itu apa sebenarnya? Kamu ngga
Emilia membawa Yuriana ke praktik dokter terdekat. Dokter mengatakan jika Yuriana harus dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan penunjang."Sakit apa anak saya, Dok?" tanya Emilia panik. Emilia khawatir jika dokter itu akan membawa Yuriana ke rumah sakit. Keberadaan mereka bisa langsung ditemukan oleh keluarganya."Dari gejala yang Ibu sebutkan, putri Ibu kemungkinan mengalami intolerasi laktosa. Jadi, sebaiknya Ibu memeriksakan putri Ibu ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap," kata sang dokter."Apa tidak bisa di sini saja, Dok?""Maaf, Bu. Seperti yang bisa Anda lihat, kami hanya datang sesekali melakukan pemeriksaan umum gratis dan tidak memiliki peralatan memadai untuk pemeriksaan lengkap. Tetapi, kami bisa membantu Ibu untuk merujuk putri Ibu ke rumah sakit."Emilia melihat sekeliling ruangan. Hanya ada dua kamar saja di tempat itu. Satu untuk mendaftar, kamar lain untuk memeriksa. Hanya ada beberapa alat medis minim di sana."Saya ke rumah sakit sendiri saja, Dok. Ter
"Bukankah Mas Eric nggak peduli dengan kami lagi? Urusi saja pekerjaan dan sekretaris Mas Eric itu," ujar Yuna dengan suara lirih.'Yuna! Pulang sekarang! Kamu benar-benar nggak bisa mematuhi aku, hah?!' bentak Eric."Nggak, aku mau mencari Yuriana!" Yuna balas membentak Eric.Yuna mematikan ponsel Hilman supaya Eric tidak dapat menghubungi. Ia juga tidak mau Eric melacak lokasinya saat ini. Ia hanya ingin Eric melihat, dirinya tidak butuh bantuan Eric untuk menemukan Yuriana."Nyonya ... Bagaimana kalau kita kembali dulu? Saya takut ...."Yuna memotong ucapan Hilman, "Kalau kamu nggak mau mengantar aku, biar aku pergi ke sana dengan orang ini."Hilman tidak berani memprotes lagi. Lebih baik ia menurut daripada meninggalkan Yuna sendirian. Pulang-pulang, ia pasti akan kehilangan kepala jika sampai terjadi sesuatu pada Yuna.Aldo yang tadinya juga ingin membujuk Yuna agar mereka memutar mobil untuk kembali, urung mengatakannya. Aldo juga ingin segera menemukan anak Yuna. Jika terjadi ap
"Mas Eric ... malas denganku?" Air mata mulai menetes di wajah cantik Yuna. "Karena itu, Mas Eric cuma sibuk di sini, bukan malah mencari Yuriana ....""Aku juga mencari Yuriana, Yuna! Jangan sembarangan bicara! Pulanglah! Di sini kantor, bukan untuk bicara masalah pribadi," tegas Eric.Yuna menggeleng-geleng pelan. Ia tidak percaya jika Eric tega membentak dan mengusirnya. Prasangka buruk Yuna bertambah ketika melihat kehadiran Dina tadi. Dan sekarang makin menjadi-jadi.Karena Yuna tak kunjung pergi, Eric yang memilih keluar dari ruangan, meninggalkan Yuna seorang diri. Eric harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan supaya bisa menyusul Rendra untuk mencari Yuriana.Eric sepenuhnya mengabaikan Yuna yang terluka oleh kata-katanya. Yuna mengusap air mata, lalu berbalik pergi. Langkah Yuna terhenti ketika melihat sosok Dina. Yuna mendatangi Dina, tetapi Dina cepat-cepat memalingkan muka dan pergi menjauh. "Mbak Dina!!"Namun, Yuna malah memanggil Dina dengan suara lantang. Seperti k