Setelah acara makan siang berlangsung, Daffa akan berusaha terus mendekati Nilam.Mumpung ada kesempatan saat perusahaan itu di bawah, Daffa bisa memanfaatkan kesempatannya."Ibu Nilam, jika Anda atau Pak William memerlukan bantuan, jangan sungkan meminta bantuan pada saya," ucap Daffa.Nilam tersenyum dan menganggukkan kepalanya.*****Sementara Willy harus bolak balik ke perusahaan dan pabrik untuk memantau pembangunan yang harus selesai dua bulan ini."Pak! Bekerja dengan baik ya, semua harus diperhitungkan! Awas jangan ada kesalahan!" ucapnya pada semua karyawan yang bekerja di sana."Baik, Pak William!" Ia berjalan- jalan mengitari gudang depan. Melihat semu pekerja bekerja dengan giatnya. William suka pada pekerjaan mereka yang gigih dan bersemangat."Tuan William! Awas!" Seseorang pekerja berteriak keras pada William yang berjalan di atas sebuah balok kayu besar yang akan terjatuh mengenainya.William mendongak ke atas. Sebelum menghindari dari benda besar dan panjang itu jat
"Mas William? Kenapa Mas seperti ini? Ayo Mas, kita berjuang sama-sama, kita mulai lagi. Aku ada bersamamu."Wajah Nilam yang menunjukkan belas kasihnya pada William, mengusap bulir air mata yang tiba-tiba saja tergelincir di pelupuk mata William.Ia tidak menyangka pria sekuat dan setegar suami Nilam ini, bisa menitihkan air mata juga. Membuat hatinya bergejolak, dan ikut bersedih bersamanya. 'Tidak! Aku tidak boleh seperti ini. Menunjukkan kesedihanku di depan Mas Willy. Aku harus kuat, aku berusaha untuk memberikan dia semangat. Untuk kesembuhannya.'Nilam mendorong kepala William untuk bersandar di bahunya sementara. Dengan lirih ia memberikan semangat. "Mas, tunjukkan padaku, Kamu adalah pria yang kuat! Berusahalah untuk sembuh dan kita bangun perusahaan dan pabrik kita sama-sama, sebuah musibah kecil. Tanpa bantuan siapapun kita pasti bisa berdiri!"William segera mengangkat kepalanya, menatap kedua bola mata Nilam dengan serius. Ia berkata dengan memegang kedua pipi Nilam. "T
Dengan hati ketar ketir, akhirnya Nilam akhirnya menyajikan makanan itu di dinner plate. "Tara ... Silahkan di cicipi ... Ini adalah spagehty ala ala Mama Nilam, untuk Marni dan Bibi Kira! Kalian jangan berebut ya, ini adalah karya terbaik saya. Coba di cicipi!"Satu desert plate di berikan pada William yang menunggunya dengan sabar. William mengangkat sudut bibirnya melihat usaha Nilam menyenangkan hatinya."Silahkan, Sayangku ..." ucap Nilam, ia tidak membiarkan suaminya makan sendiri. Ia membantu menyuapinya. "Cie ... Cie ... Mama sama Papa, ehem!" Angel mulai menggoda mereka. Sementara Marni dan Kita duduk di meja pojok, berjauhan dengan majikannya. Mereka ingat kasta mereka berbeda.Meski Nilam tidak seberapa mempermasalahkan nya akhir-akhir ini. Jika yang disana Nilam asli, itu tidak akan terjadi."Nona Angel ... Tidak boleh gitu. Dosa," ingat Marni yang selalu mengajarkan kebaikan.Saat satu suapan masuk ke dalam mulut William, ia merespon. "Sayang ... Duh kamu mau buat aku d
"Sedang apa Anda disini?"Nilam menunggu pria itu berbalik badan. Setelah beberapa saat pria itu menoleh ke arah Nilam, ia memberikan senyum dan berjalan ke arahnya."Seperti yang Anda lihat, saya sedang melihat perkembangan yang bagus pada pabrik Anda. Lebih bagus dari semula. Semua atas ide cemerlang Anda sebagai direktur."Nilam tidak lekas menyanggah. 'Cih! Pria bedebah! Brengsek! Rasanya aku muak mendengarkan dia berkata! Benar dia mantan suamiku, tapi saat ini aku sangat membencinya! Ah, kapan rencana balas dendamku terlaksana ... Aku betul -betul butuh seseorang untuk mendukungku.'"Jika Anda kekurangan dana, saya akan tambahkan berapapun Anda mau."Ucapan Daffa Ardiansyah itu membuat satu ide terlintas dalam benaknya. Ia akan memanfaatkan untuk menguras uangnya. Ya, benar. Kesempatan emas untuk menghabiskan uang Daffa. Bertahap dan pasti.Tempo hari sudah berapa banyak uang yang di pakai Shireen bersama ibu-ibu sosialita itu, lumayan untuk permulaan."Sebenarnya aku malu untuk
Ia kembali menuju perusahaan Bhaskara group. Seperti biasanya semua pekerja menghormatinya."Selamat siang Ibu Nilam ..."Sapa semua pegawai yang di laluinya. Ia memberikan senyum tipis yang dipaksakan. Entahlah ia kehilangan mood untuk sekedar basa basi saat ini.Ia akan bekerja lebih cepat, dan akan segera mengakhiri semua ini. Kehidupannya di perusahaan ini tidak akan lama lagi.Tidak ada bangkai yang berlarut-larut tersimpan. Sepandai-pandainya tupai melompat, ia akan jatuh juga."Siang!"Senyum hambar ia tunjukkan pada mereka. Terserah mereka bicara apa dibelakangnya. Tidak ada secuil pun ia perduli sekarang.Ia hanya ingin prestasinya di perusahaan ini membantu kemajuan perusahaan William semata.Ia duduk di kursi kebesarannya. Meski sedikit malu, akan siapa dia di sana. Tidak sepantasnya ia melakukan perbuatan ini. Tapi, biarkanlah saja untuk sementara waktu.Ia mengulik berkas-berkas yang belum ia kerjakan, beberapa diantaranya harus ia periksa. Sembari menunggu pergerakan ma
'Apa? Dia memanggilku Mas? Haha rupanya wanita itu sudah terlalu jauh mengagumi diriku ini. Dalam satu sentuhan lagi, ia akan mengejar perhatian dariku!' Daffa penuh percaya diri, di balik kesedihannya, masih bisa tersenyum gembira atas pencapaiannya membuat Nilam simpatik padanya."Ah, saya lebih senang Anda memanggil saya dengan sebutan Mas saja."Tanpa basa basi, Daffa mengatakan hal tersebut. Membuat Nilam tercengang. Ternyata pria ini lebih dari sekedar buaya darat. Pikirnya.Beberapa kali mereka bertemu untuk sekedar makan siang. *****Pada suatu saat, kembali Nilam mengadakan kembali pertemuan dengan Daffa, namun kali ini pada acara meeting di perusahaan Bhaskara. Tanpa William di sana.Daffa memainkan mata melihat Nilam yang setiap saat ia melihatnya semakin cantik mempesona. Tiara ikut dalam acara meeting yang menurutnya tidak terlalu penting, Nilam tanpa bantuan Daffa pun bisa menyelesaikan nya.Dari pandangan nya, ia melihat suatu ketidak benaran terhadap Nilam. Sala
Mobil Nilam melesat cepat, pria suruhan Shireen membuntuti dibelakangnya.Melihat kearah spion, berulang kali. Nilam merasa aneh terhadap mobil berwarna hitam yang sedari tadi mengikutinya.Saat mencoba berbelok, mobil itupun mengikutinya lagi. Menghindari sesuatu yang akan terjadi, ia menambah laju kendaraanya. Ia lekas menelpon beberapa anak buah nya. Memberi tahu apa yang saat ini ia alami. Gegas, mereka menjalankan tugasnya. Nilam masuk sebuah gang sepi, dan mobil itu menghimpit nya. Mobil Nilam terpaksa berhenti.Ia tidak gusar, karena ia yakin anak buah mereka lebih banyak dari seseorang yang akan bertindak buruk terhadapnya.Ia mencoba memancingnya. Berdiam seolah ketakutan. Seseorang keluar dari mobil hitam tersebut, dengan mengenakan penutup kepala. Ia membawa senjata tajam yang di sembunyikan dibelakang tubuhnya."Keluar!" teriaknya.Klek!Tanpa basa-basi Nilam membuka pintu mobilnya.Brak!!Tubuh pria itu terjatuh ketanah, pisaunya terpental jauh.Sebuah pukulan bebera
Malam itu William tidak dapat memejamkan mata. Beberapa laporan issue tentang Nilam bersama pebisnis rekan kerja, mengganggu pikirannya.Ada beberapa yang mengatakan jika kedekatan mereka terlihat tidak hanya sekali dua kali saja, berkali-kali laporan itu mengusik pikirannya.Ia tidak akan berdiam diri, meski kondisinya seperti ini.Tubuhnya yang semula menatap langit-langit kamar, bergeser memandangi wajah Nilam yang telah memejamkan mata.Beberapa saat, terlihat ia menggeliat dan membuka mata, ia melihat William memperhatikannya.Nilam menyipitkan mata, dan membukanya lebar. Melihat ke arah didinding. Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari."Mas? Kamu belum tidur?" tanya wanita yang terpaksa bangun dari pembaringan."Aku tidak bisa tidur, Sayang," jawab nya, masih melihat Nilam dengan raut wajah sedih."Ada apa? Kenapa sepertinya ada hal yang mengusik pikiran kamu, Mas? Kamu cerita saja padaku!" titahnya dengan sabar.'Nilam, kenapa aku sudah tidak dapat mengenali kamu lagi. En