Dengan sigap Andi menangkap Maya untuk pertama kalinya ia khawatir luar biasa pada wanita itu.
Sedangkan Maya yang merasa tidak sakit langsung membuka matanya.
Alhasil Maya hampir saja melompat melihat wajah Andi sangat dekat dengannya.
"Kamu bisa hati-hati nggak nanti kalo kamu jatuh gimana?" tanya Andi dengan tegas.
Maya hanya menyunggingkan senyum lalu menatap mata elang suaminya itu.
"Kenapa gak di biarin jatuh aja sih Mas?" tanya Maya dengan santainya membuat rahang Andi mengeras.
"Kenapa? Mas takut aku dan bayi ini kenapa-kenapa atau kesakitan.
Padahal tanpa Mas sadari rasa sakit yang sudah Mas berikan itu tidak akan ada apa-apanya dengan rasa sakit jika aku jatuh dari tangga.
Mungkin aku akan pendarahan atau segala macam tapi itu cuma dalam beberapa waktu kemudian sembuh lagi.
Sedangkan hatiku yang sudah terlanjur sakit ntah kapan akan bisa sembuh." terang Maya lalu membuang pandangannya.
Lagi-lagi Andi hanya bisa mematung mendengar ucapan istrinya tersebut.
"Bisa gak pembahasannya jangan si situ-situ aja." kesal Andi yang di balas anggukan oleh Maya.
"Baik Mas silahkan keluar." usir Maya lalu melanjutkan pekerjaannya.
"Kamu jangan egois May." sambung Andi yang masih setia di posisi awalnya.
"Egois? Apa kamu bilang Mas? Aku egois? Dimana letak keegoisanku?
Aku hanya ingin tau kenapa selama ini kamu seolah-olah menjadikanku tawanan yang hanya boleh di rumah saja? Apa itu egois namanya?
Lalu bagaimana dengan kamu yang sudah berhubungan dengan perempuan lain tanpa sepengetahuanku, apa itu tidak egois?" cecar Maya kali ini air matanya benar-benar tidak bisa di bendung.
Andi kaget melihat Maya menangis bukan ini yang dia inginkan.
"Kalo kamu benar merasa aku egois lepaskan aku Mas dan pergi bersama wanitamu itu.
Setidaknya dengan melepaskanku kamu akan bebas dan aku bisa mencari kehidupanku dan anakku ini." tegas Maya diikuti dadanya yang terlihat naik turun menahan amarah.
"Cukup May! Di dalam perutmu ada anakku." jawab Andi berusaha untuk tidak marah.
"Salah, ini bukan keinginanmu. Andai saja malam itu kamu tidak terjebak dengan obat perangsang yang di kasih orang tuamu.
Aku yakin sampai sekarang kamu tidak akan pernah menyentuhku.
Kamu ingat Mas, saat aku bilang aku terlambat datang bulan kamu jawab apa?
Kamu cuma bilang bukan urusanku semua itu terekam jelas di memoriku Mas.
Cukup sudah aku menuruti kemauanmu yang selalu menganggapku sampah.
Sekarang kesabaranku sudah habis Mas jika dalam dua bulan ini kamu terus membuatku sakit hati.
Maaf aku akan pergi jauh dari kehidupanmu." tegas Maya panjang lebar tanpa rasa takut sedikitpun.
Andi yang mendengar itu langsung membuang pandangannya.
"Istirahat gak usah banyak rencana." ucap Andi lalu ia keluar meninggalkan Maya di gudang.
Begitu Andi pergi air mata Maya kembali luruh dengan satu tangannya mengusap lembut perut besarnya.
"Sabar ya sayang Bunda akan terus jaga kamu yang kuat ya." gumam Maya tanpa ia sadari Andi masih mendengar ucapannya dari balik pintu.
Ntah kenapa dadanya terasa sesak mendengar ucapan yang lembut itu.
***
Keesokan harinya
Maya sedang bersiap-siap untuk bekerja karena sepanjang malam ia curhat kepada Wini sahabat lamanya yang kebetulan sedang bekerja di rumah makan.
"Hari ini Bunda akan kerja di rumah makan pasti anak Bunda ini bakal kecapean juga nanti.
Maafin Bunda ya sayang." gumam Maya sambil mengusap perutnya.
Ia melihat jam tangannya menunjuk pukul 8.30.
Tanpa membuang waktu Maya langsung berangkat ke rumah makan yang di katakan Wini.
15 menit perjalanan, akhirnya Maya sampai di rumah makan tersebut dengan semangatnya ia masuk ke dalam restoran.
"Maya!" pekik Wini membuat Maya langsung menoleh lalu tersenyum melihat Wini berlari ke arahnya.
"Apa kabar?" tanya Wini sambil memeluk Maya.
"Aku baik-baik aja Win maaf ya ngerepotin kamu." jawab Maya yang dibalas gelengan oleh Wini.
"Nggak dong May intinya kalo kamu mau pergi dari rumah suamimu datang ke kosanku ya.
Kita muat kok di situ dan aku akan mengurus lahiranmu juga buat apa pertahanin suami gak punya perasaan seperti itu." sanggah Wini membuat Mata Maya mulai berkaca-kaca.
"Makasih Win maafin aku ya bakal banyak ngerepotin kamu." lirih Maya.
Wini memang tidak pernah tega melihat jika Maya menangis terakhir ia melihat Maya menangis saat bercerita tentang masa lalunya dan sekarang untuk yang kedua kalinya.
"Udah ih May masa pagi-pagi mewek sih selow kita berdua keluarga.
Ponakanku kapan keluar ini." lanjut Wini sambil mengusap perut Maya.
"Dua bulan lagi Win makanya aku mau kerja untuk biaya bersalin nggak ada gunanya lagi mengharapkan Mas Andi." terang Maya yang dibalas anggukan oleh Wini.
"Santai, ntar aku bantu biaya bersalin kamu akukan orang kaya hahah." jawab Wini dengan pedenya membuat Maya tertawa.
"Kaya kok ngekos." sindir Maya.
"Kan aku lagi merendah nggak boleh pamer." lanjut Wini tidak mau kalah.
"Okelah ... ayo kita kerja arahain aku ya." ajak Maya yang dibalas anggukan oleh Wini.
***
Hari menunjukkan pukul 1 siang waktunya restoran ramai karena jam istirahat kerja kantoran.
"May kalo siang gini restoran rame banget aku minta tolong kamu ikut nyatat pesanan pelanggan ya.
Nanti kalo udah sepi kamu boleh di belakang aja nyuci piring." pinta Wini.
"Oke bos siap." jawab Maya lalu ia mengambil pulpen dengan kertas lalu berjalan ke depan.
"Disana dulu kali ya rame banget satu meja." gumam Maya lalu ia berjalan menuju meja yang ramai.
"Permisi Pak, Bu boleh saya catat pesanannya." ucap Maya sopan.
Semuanya menyahut kecuali satu pria yang sedang menelepon sambil menghadap ke bawah.
"Maaf Pak, bapak yang pesan apa?" tanya Maya saat semua pesanan sudah ia tulis.
Pria itu langsung mendongak detik kemudian pandangan keduanya langsung beradu.
Deg!
'Maya.' ucap Andi dalam hati begitupun dengan Maya.
"Maaf Pak pesanannya apa?" ulang Maya menghilangkan rasa canggungnya.
"Eh, sa--saya pesan Ayam geprek aja." jawab Andi gugup.
Setelah selesai menulis semua pesanan Maya langsung buru-buru ke dapur.
Karena terlalu buru-buru Maya tidak memperhatikan jalannya alhasil tidak sengaja kakinya tersangkut di meja orang lain.
Bruk!
Andi langsung berdiri saat melihat Maya hampir terjatuh tapi seorang pria dengan sigap menahan kadua bahu Maya membuat Maya tidak jadi jatuh."Kamu tidak apa-apa?" tanya pria berpakaian Dokter itu Maya langsung menggeleng."Saya tidak apa-apa Mas makasih banyak sudah membatu saya." jawab Maya lalu sedikit menundukkan kepalanya.Dokter tersebut yang melihat Maya sangat sopan malah tersenyum."Gak usah formal gitu saya juga manusia biasa kok kalo lagi hamil gini jangan terlalu capek-capek ya." Saran Dokter tersebut yang di balas anggukan oleh Maya. Tidak jauh dari tempat mereka ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dengan raut tidak suka.Apalagi melihat Dokter tersebut tersenyum ke arah Maya membuat Andi mengepalkan tangannya di bawah meja.Apa sekarang dia cemburu? Bagaimana dengan Nora cinta pertamanya di bangku SMA yang kini mulai mengisi hari-harinya.***Sampai di belakang Maya buru-buru mencari Wini."Win." panggil Maya membuat Wini yang sedang menyusun makanan langsung m
"Berhenti kerja!" tegas Andi membuat Maya langsung tersenyum kecut lalu menyandarkan punggungnya ke sisi sofa kenapa Andi selalu membuatnya kesal."Mau kamu apa sih Mas? Kalo kamu ingin aku pergi bilang aja gak perlu dengan cara seperti ini semuanya salah, apa-apa salah." terang Maya.Andi langsung memijit pelipisnya melihat Maya yang begitu keras kepala."Kamu kerja buat a-" belum sempat Andi menyelesaikan ucapannya Maya langsung memotongnya."Buat biaya persalinan anakku jangan kira karena aku sebatang kara.Aku selalu bergantung samamu Mas, tidak! Kamu salah kamu memberiku uang setiap bulannya itu aku gunain untuk keperluan rumah dan dapur selebihnya aku taro di laci kamu.Aku nggak pernah foya-foya uang kamu Mas walau gini-gini aku sadar aku miskin cukup kamu kasih makan aku udah bersyukur.Selebihnya aku gak minta apa-apa aku gak pernah gunain uang kamu buat beli baju gak pernah. Baju gamis ibu hamil ini di kasih Wini Mas bukan aku yang beli.Jadi tolonglah Mas jangan melarang-l
Deg!Jantungnya kembali berdebar saat merasakan pergerakan bayinya yang begitu aktif.Dari awal kehamilan Maya ini kali pertama Andi menyentuh perutnya. Perlahan Andi mendekatkan telinganya ke perut Maya.Disisi lain Maya malah merasa risih dengan perlakuan Andi yang menurutnya sok romantis.Tapi Maya akui kram di perutnya perlahan hilang setelah di usap-usap oleh Andi.Hingga akhirnya ia tidak tau berapa lama Andi disitu karena matanya sudah ngantuk berat.***Keesokan harinyaMaya sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah.Sekarang ia tinggal menunggu Andi keluar dari kamar."Udah siap?" tanya Andi yang baru saja keluar dari ambang pintu kamar Maya hanya membalas dengan deheman.Sebenarnya ia tidak yakin dengan kerjaannya kali ini tapi apa boleh buat Andi selalu memaksanya.Pukul 7.50Mereka berangkat ke kantor di tengah jalan Andi menghentikan mobil membuat Maya heran lalu menoleh ke samping."Ayo turun." ajak Andi, Maya langsung mengangkat alisnya sebelah bingung dengan sik
"Loh Mbak Maya yang cateringannya Mas Andi bukan? Mbak kok bisa disini?" tanya Nora saat ia masuk ke dalam ruangan Maya hanya tersenyum lalu mengangguk."Pak Andi sangat baik sehingga ia menawarkan saya bekerja disini." puji Maya membuat Nora langsung mengangguk.Sedangkan Andi hanya diam memperhatikan keduanya secara bergantian."Iya tahu Mbak, Mas Andi itu orangnya nggak tegaan dia juga baik dan mudah banget kasihan." lanjut Nora membuat Maya mangut-mangut."Ayo Mas kita keluar nanti jam istirahat habis gak jadi makan lagi aku harus kembali ke butik banyak barang baru yang harus di promosiin." ajak Nora sambil menarik tangan Andi.Disisi lain Andi merasa tidak enak dengan Maya ia dapat melihat kilat kesedihan dimata wanita itu.Setelah keduanya pergi Maya langsung meregangkan tubuhnya perlahan.Lalu ia mengusap-usap perutnya, anaknya yang begitu aktif di dalam membuat Maya sangat bahagia.Segala kesedihannya selalu sirna begitu saja saat ia berbicara dengan bayinya."Laper nggak say
Maya yang mendengar itu langsung kaget dan kembali mundur.Jantungnya berdebar kencang hampir saja ia kecelakaan karena terlalu senang membeli rujak."Kamu nggak apa-apa?" tanya Andi tiba-tiba membuat Maya langsung mendongak lalu menggeleng."Nggak kok Mas ini kembaliannya." jawab Maya lalu menyodorkan uang kembalian rujak tersebut. Andi tidak menghiraukan ucapan Maya, ia langsung menarik tangan Maya membawanya menyebrang.Malam hari Maya keluar dari gudang ia melihat Andi sedang menonton televisi.Tanpa membuang waktu ia langsung menghampiri suaminya itu."Mas." panggilnya Andi langsung mendongak."Kenapa?" tanya Andi singkat.Maya langsung menyodorkan selembar uang merah membuat Andi mengangkat alisnya sebelah."Apa ini?" tanyanya bingung."Uang rujak tadi." jawab Maya polos.Belum sempat Andi ngomong tiba-tiba ponselnya berbunyi.Saat melihat siapa yang nelpon Andi langsung berdiri."Nggak usah pegang aja uangnya." jawabnya singkat lalu pergi menjauh dari Maya.Sedangkan Maya yang
Tanpa membuang waktu Andi langsung berlari keluar dari restoran.Lalu ia mengikuti jalan mencari rumah sakit terdekat.Disisi lain Dokter Devan masuk ke dalam ruangan menghampiri Wini."Bagaimana temanmu?" tanya Devan pada Wini.Wini langsung tersenyum walaupun matanya masih sembab."Terima kasih banyak Dokter kalo tadi tidak ada Dokter di restoran saya tidak tahu harus berbuat apa.Alhamdulillah Maya baik-baik saja ia sedang istirahat kecapean." jawab Wini dengan suara serak yang dibalas anggukan oleh Devan."Sama-sama, bayinya mana?" tanya Devan lagi.Belum sempat Wini menjawab suster datang sambil membawa bayi."Ini bayinya." ucap suster tersebut memberikannya pada Wini."Boleh saya gendong." ujar Devan ingin mengambil alih bayi itu dari tangan suster tersebut Wini mengangguk sambil tersenyum."Bayi yang cantik mirip ibunya." gumam Devan membuat Wini mangut-mangut."Dokter." panggil Wini yang dibalas deheman oleh Devan."Saya boleh minta tolong lagi nggak?" tanya Wini hati-hati mem
Andi langsung berbalik dengan tatapan tidak suka melihat Devan yang masih setia di tempatnya. Andi berusaha mengontrol emosinya mengingat pria yang di hadapannya itu adalah orang baru saja menolong Maya.Jika tidak rasanya ia sudah ingin menghajarnya."Kenapa Dokter harus ikut campur dalam urusan rumah tangga saya, apa Dokter menyukai istriku?" tanya Andi dengan tatapan penuh selidik.Devan yang mendengar itu langsung menggedikkan bahunya."Bukan masalah suka nggak suka sih tapi menurut saya jika cara Pak Andi memperlakukan istri seperti ini.Saya khawatirnya Bapak akan kehilangan mereka selamanya karena setiap orang punya batas sabar." jawab Devan sambil matanya melihat orang-orang yang keluar masuk dari dalam rumah sakit."Terima kasih atas nasehatnya tapi lain kali sepertinya Dokter harus menasehati diri sendiri juga termasuk cara yang tepat untuk tidak ikut campur dalam urusan orang lain." ujar Andi sinis lalu pergi begitu saja.Devan yang melihat itu langsung gegeleng-geleng.'T
Hari demi hari Maya merasa tidak begitu memikirkan Andi semenjak adanya Hana.Sedangkan Andi, ia tidak bisa melupakan Nora walaupun ia tahu sekarang posisinya sudah menjadi seorang Ayah tapi tetap saja ia berhubungan dengan Nora.Malam itu, tidak sengaja Maya kembali mendengar gombalan romantis Andi untuk Nora.Tiba-tiba bibirnya tersenyum kecut mendengarnya.'Jika cinta mati banget kenapa nggak lepasin aku aja, sih? Baik Mas kita lihat sampe mana aku bertahan.Satu kesalahan lagi yang membuatku sakit hati selamat tinggal semua ini." ucapnya dalam hati dengan mata yang mulai berembun.Lalu kembali menutup tirai kamar ternyata Andi menelpon tepat di balkon dekat jendela kamar mereka.Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, akhirnya momen yang ditunggu-tunggu Maya terkabul. Dimana ia melihat dari kejauhan mobil Nora mulai terparkir di halaman depan untuk pertama kalinya."May ... May," panggil Andi buru-buru ke dapur menemui Maya seperti di kejar-kejar setan."Kenapa?" tanya Maya
"Bagaimana dengan Devan?"pertanyaan Andi sukses membuat Maya terdiam lalu kembali menunduk, air matanya kembali menggenang membuat Andi kaget."Hey ... kok malah nangis sayang, kenapa?" tanya Andi lagi sambil tangannya meraih wajah Maya.Maya menepis tangan Andi lalu berhambur kepelukan suaminya itu.Andi paham dengan posisi Maya, mungkin saja istrinya ini masih diambang kebimbangan dengan keputusannya.Andi mengusap punggung Maya lembut sambil menciumi puncak kepala wanita itu."Mas," lirih Maya."Iya sayang mau apa, hem?" "Bantu Kak Devan ketemu Wini please." pintanya membuat Andi diam sejenak."Kak Devan cinta banget sama Wini Mas, aku jahat.Aku udah buat Wini pergi, aku tuduh Wini yang bukan-bukan, hiks." Maya kembali terisak, Andi hanya tersenyum sambil tangannya mengusap air mata Maya."Ada syaratnya," tantang Andi."Apa itu?""Kamu nggak boleh nangis lagi, kalo kamu nangis-nangis terus kayak gini, aku nggak mau bantu." tegas Andi membuat Maya langsung mengangguk."Hu'um aku
Devan benar-benar putus asa setelah melihat pesawat yang di tumpangi Wini lepas landas.Hatinya terasa perih dan ngilu, andai ia bisa mengulang waktu ingin rasanya ia memahami perempuan itu terlebih dahulu.***Tiga hari kemudian, Andi sedang di rumah orang tuanya, di ruang tamu mereka ngobrol terkait Andi dan Maya. Andi hanya diam mendengarkan omongan kedua orangtuanya."Assalamualaikum." panggil seseorang dari pintu membuat semuanya langsung menoleh, jantung Andi terasa berdetak lebih kencang melihat wanita itu.'Apakah pagi ini bener-bener fix semuanya berakhir, intinya apapun itu aku harus terima dengan lapang dada.' ucap Andi dalam hati."Sini Nak, kita ngobrol secara kekeluargaan dulu." ucap Ayah yang dibalas anggukan oleh Maya."Gimana May, disini Ayah dan Mama hanya mengikuti kemauan kalian. Rencana ini sudah lama dan banyak sekali pertimbangan." ucap Ayah memulai percakapan, Andi langsung tercekat."Em ... Maaf Ayah, Mama untuk keputusan aku serahkan ke Maya sepenuhnya, jadi
"Sebentar aku periksa dulu." ucap Devan.Maya langsung menjauh sedikit lalu Devan memeriksa Hana, bibir Maya terus berdoa begitu juga dengan Wini dan Andi."Alhamdulillah, Hana nggak kenapa-kenapa kok ini efek obat, Hana lagi istirahat aja kasih ketenangan dulu ya." terang Devan lalu mengusap kepala Hana.Maya kembali mendekap Hana lalu tangisnya kembali pecah, andai boleh mengubah keadaan Maya ingin sekali menggantikan posisi Hana."Hana ... jangan tinggalin Bunda, Nak. Hana satu-satunya kebahagiaan Bunda, kasian sama Bunda sayang, Bunda mohon banget sama Hana." irih Maya bahkan matanya mulai terasa perih dan kepalanya sakit karena terlalu lama menangis.Air mata Andi ikut berjatuhan melihat pemandangan menyakitkan itu di hadapannya.Wini tidak kuat melihat itu, ia langsung memilih keluar dan berlari ke taman belakang rumah sakit sambil menutup mulutnya menahan tangis.'Ya Allah aku mohon banget beri Hana kesembuhan, bayi itu hadir menjadi kebahagiaan buat semuanya menjadi pemersatu
"Kamu masih sayang sama Andi?" tanya Devan, membuat Maya mendongak lalu menggeleng pelan.“Aku nggak tau kak, tapi aku nggak bisa ngebayangin jika Mas Andi beneran ninggalin Hana." lirih Maya, Devan tersenyum sekilas lalu menuntun maya untuk duduk.“Kamu ingat May, kamu selalu bilang Hana adalah kekuatan dan kebahagiaan kamu dan kebahagiaan Hana sekarang adalah Ayahnya.Kamu gak tega memisahkan Hana dengan kebahagiaannya dan yang aku lihat itu adalah kebahagiaan kamu juga.” ucap Devan Panjang lebar membuat Maya menunduk melihat Hana yang di balut jas Andi.“Tanyakan hati kecil kamu May, jangan hanya emosi sesaat kamu malah salah ambil langkah.Kamu malah ngorbanin Hana dan masalah aku nggak perlu khawatir, I am okey.Kamu tahu nggak alasanku selama ini selalu mengunjungimu hampir setiap hari?” tanya Devan, lagi-lagi maya hanya menggeleng.“Awalnya jujur aku suka sama kamu, tapi semakin hari apalagi melihat perjuangan Andi untuk menemui Hana itu sangat tulus.Aku langsung sadar ternyat
“Nggak May ... Aku memang lagi ada tugas di luar kota, nanti begitu semuanya selesai aku segera kembali kok, aku akan datang jenguk Hana lagi." jawab Andi berusaha santai agar Maya tidak semakin curiga.“Bohong kan Mas, ada yang kamu sembunyikan dari aku dan Kak Devan.Kamu selama ini tetap kontakan sama Wini?” tanya Maya membuat Andi kaget, tapi sebisa mungkin Andi berusaha tetap tenang, sedangkan Devan langsung melihat Maya.‘Wini, Andi kontakan sama wini?’ ucap Devan dalam hati, sudah hampir tiga bulan ia tidak mendengar gadis lucu imut itu. Andi menggeleng sekilas lalu ia fokus melihat Hana, Maya yang melihat itu hanya tersenyum mengejek sambil menggeleng tidak habis pikir dengan Andi.“Mas ingin melihatku bahagia dengan Kak Devan, Mas tidak ingin melihatku menangis lagi, Mas ingin semuanya baik-baik saja.Namun itu semua cuma di mulut nyatanya Mas cemburu melihatku dengan Kak Devan, Mas nggak sanggup melihatku semakin hari semakin dekat dengan Kak Devan begini bukan yang Mas bil
Saat Andi hampir saja tertidur, Hana mulai serba salah dan merengek membuat Andi kembali membuka matanya.Ia melihat Maya sudah pulas sambil menggenggam erat tangannya.Perlahan ia melepaskan tangan Maya lalu ia beralih menggendong Hana karena jika tidak Hana pasti akan mengamuk seperti biasanya."Udah mainnya sayang, udah ngantuk?" ucap Andi mulai menimang-nimang Hana.Tapi bayi itu tidak langsung tidur melainkan serba salah seperti biasa mencari posisi ternyaman.Maya terjaga dari tidurnya mendengar suara Hana, ia melihat Andi sedang berusaha menenangkan putrinya."Mas." panggil Maya membuat Andi menoleh."Sini Hana biar aku susuin dulu." ucap Maya.Andi hanya mengangguk lalu merebahkan Hana di samping Maya, saat Maya hendak membuka kancing baju atasannya, tiba-tiba ia teringat ada Andi.Maya menoleh ke arah Andi membuat sang empu paham maksud Maya."Aku di ruang tengah aja." ucap Andi karena tahu pasti Maya malu menyusui Hana di depannya.Setelah Andi keluar, Maya langsung memberi
"Ya sudah, aku pamit dulu assalamualaikum." pamit Andi lalu ia bergegas pergi Maya masih mematung melihat punggung Andi yang mulai menjauh hingga laki-laki itu masuk ke dalam mobil.Disisi lain, sebelum menjalankan mobil Andi melihat sekilas ke arah Maya dan Devan ntah kenapa ia malah cemburu.Tanpa membuang waktu ia langsung meninggalkan tempat tersebut.***Hari demi hari berlalu, Andi sangat sibuk bekerja sehingga untuk menjenguk Hana pun ia sampe sering tidur di mobil.Hari ini adalah hari weekend, Andi sengaja pagi-pagi datang ke kontrakan Maya, ia ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama putrinya.Bagitu ia sampai alangkah kagetnya ia melihat Maya dan Devan sedang jogging di sekitar komplek kontrakan Maya.Sebenarnya ini bukan hal yang baru lagi namun ntah kenapa akhir-akhir ini Andi malah selalu cemburu melihat keduanya."Eh Andi, baru datang mau ikut olahraga nggak?" tanya Devan begitu melihat Andi."Nggak usah terima kasih, aku mau ketemu Hana dulu." jawab Andi berusaha
"Selama ini kamu membuntuti, Maya?" Devan bertanya sedikit tegas, Andi langsung paham jika Devan tidak suka ia langsung mengangguk sekilas."Tapi Di sepertinya niat kami tetap tidak akan berubah deh untuk menggugat ceraimu," lanjut Devan membuat Andi mematung sejenak lalu mengangguk."Aku tidak mempermasalahkan itu sedikitpun, apapun yang ingin kalian lakukan lanjutkan." jawab Andi datar berusaha menata hatinya.Ia langsung mencium Hana hanya pada bayi itu ia bisa melimpahkan isi hatinya."Em ... Aku bawa Hana ke depan dulu ya jalan-jalannkalian lanjutin aja dulu ngobrolnya," ucap Andi sambil berdiri lalu membawa Hana pergi.Setelah melihat Andi pergi Maya langsung menoleh ke arah Devan."Kak bagaimana dengan Wini? Apa Kakak tidak punya perasaan sedikitpun samanya?" tanya Maya serius.Devan langsung menyandarkan punggungnya di kursi plastik tersebut."Akan kupikirkan dulu lagi tapi bukan berarti ngasih kesempatan secepat itu sama Andi," jawab Devan membuat Maya langsung melihat Andi y
4 hari telah berlaluNamun Devan tak kunjung datang ke rumah Maya begitu juga dengan Andi.Karena terlalu penasaran Maya sampai nekat ke kantor Andintapi lagi-lagi usahanya gagal karena Andi sedang ada tugas di luar kota.Sedangkan Devan, Maya tidak berani menganggunya karena Devan sibuk operasi selama seminggu itu.Mau tidak mau Maya harus sabar menunggu keduanya mengunjungi Hana.***Disisi lain Andi tengah bersiap kembali pulang ke Indonesia sekarang ia tengah memandangi keindahan Singapura dari kamar hotelnya.'Andai aja bisa bawa Maya dan Hana kesini pasti lebih seru dan menyenangkan ditemani istri dan anak," ucap Andi dalam hati sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.Lama ia bergelut dengan pikirannya hingga tidak sengaja netranya menangkap seseorang yang tidak asing baginya ia melihat perempuan tersebut baru keluar mini market."Wini!" Andi tersadar ia langsung mengucek-ngucek berkali-kali sambil memicingkan matanyaTanpa membuang waktu ia langsung berlari k