Share

Bab 45A

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
"Sudah pasti ibu jauh lebih bahagia saat tinggal bersamaku. Apa kamu baru sadar?"

Zahra menimpali dengan suara tak kalah pelan. Wajah Nadira langsung berubah datar mendengar ucapan kakak iparnya.

"Jika ibu bahagia tinggal di sana, kenapa wajahnya tidak mencerminkan itu? Dan kenapa sampai ibu kurang gizi, padahal semuanya sudah tersedia untuk ibu?"

Ingin Nadira berkata demikian, tapi urung dilakukan saat melihat wajah ibu yang kini tersenyum lebar, sudah duduk manis di bangku penumpang. Ia pun enggan berdebat di depan ibu dan juga kakaknya.

"Di rumahku ada Rayyan, cucu kesayangan ibu. Sedangkan di rumahmu, aku yakin ibu tidak akan nyaman. Ibu merasa menumpang kalau di sana, beda kalau tinggal sama aku, berada di rumahnya sendiri," lanjut Zahra dengan berbisik. Lagi.

Nadira menghela napas panjang, lalu berkata, "Hem, ya. Lihat saja nanti, Mbak."

Zahra mencebik tak suka, lalu menyusul masuk ke mobil. Baru akan meletakkan bokong, sebuah tangan menariknya ke luar.

"Kamu naik motor saja, a
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nisa Khair
belum tamat, Kak. mohon maaf kalau lama updatenya, ya ...
goodnovel comment avatar
Indah Ridwan
ini sudah tamat atau gimana ya...ko ngegantung ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 45B

    "Ayo, dong, Bu. Tinggal tanda tangan saja apa susahnya, sih!"Zahra memberi perintah dengan wajah keruh. Sementara Bu Astuti menggeleng kuat-kuat, mengusap sudut matanya."Tidak! Ibu tidak mau tanda tangan. Itu satu-satunya yang tersisa peninggalan ayahmu, Nak."Bu Astuti tergugu. Rudy berdecak kesal."Ya makanya. Aturan sawah itu memang dijual lalu dibagi begitu ayah meninggal. Biar nggak makin rumit nanti. Lihat, cucu ibu itu juga punya hak waris. Sebentar lagi Nadira juga akan melahirkan. Semua anak cucu ibu punya hak yang sama. Kalau tambah banyak, tambah rumit hitung-hitungannya. Kalau perlu, rumah dan pekarangan ini juga sekalian dibagi, Bu!"Bu Astuti mengangkat kepala. "Ayah berpesan kalau sawah itu tidak boleh dijual, karena itu juga pemberian orang tuanya. Terus kalau rumah ini dijual, ibu mau tinggal di mana? Dan kamu juga, mau dibawa ke mana anak dan istri kamu, Rudy? Eling, Nang … ."Sosok yang mengenakan jilbab hitam itu berkata dengan suara parau. Pandangannya menerawan

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 45C

    Hari telah berganti malam. Usai perdebatan melelahkan yang tak menemukan titik temu itu, Bu Astuti memilih ikut pengajian di rumah salah satu tetangga. Kondisinya memang sudah jauh lebih baik. Berjalan pun sudah lebih tegak dari sebelumnya yang seperti kehabisan tenaga.Beberapa kali tidak ikut pengajian karena sakit, membuat wanita paruh baya itu rindu berkumpul dengan teman-temannya, sesama ibu dan nenek yang menolak tua. Rayyan yang dekat dengan neneknya pun memaksa ikut. Tinggal lah Zahra berdua saja dengan Rudy.Tak lama setelah Bu Astuti pamit dengan menuntun Rayyan, Rudy pun pamit ke halaman belakang hendak merokok.Kesempatan itu digunakan oleh Zahra untuk mengamankan benda berharga yang sudah dia ambil secara sembunyi-sembunyi dari lemari ibu mertuanya.Zahra berdecak sebal. Benda yang ia cari tak juga ditemukan meski telah mengobrak-abrik seluruh isi lemari. Karpet yang digelar di depan lemari itu pun sudah penuh dengan pakaian yang bert

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 46A

    Nadira melihat tampilan layar dengan wajah datar. Tidak ada raut sedih atau kesal. Ia menikmati setiap adegan yang muncul di layar seperti sebuah film yang kadang ditonton di kala senggang.Fajar yang duduk di sampingnya merasa heran dengan sikap yang ditunjukkan sang istri. "Sayang," panggil Fajar membuat Nadira menoleh. "Iya, Mas," jawab Nadira saat bertemu pandang dengan suaminya.Untuk beberapa saat Fajar terdiam. Ia masih menimbang hendak bertanya atau tidak."Kenapa, Mas?" tanya Nadira. Telapak tangan kanannya ditempelkan ke pipi sang suami. Fajar menunjuk layar ponsel tanpa mengalihkan tatap dari wajah istrinya yang menatapnya penuh tanya."Kamu, nggak pengen cegah mereka?" tanya Fajar ragu-ragu. Nadira mengernyitkan kening, masih menatap suaminya. "Untuk?""Itu, yang soal rencana Mas Rudy mau jual sawah."Nadira tersenyum. Tangannya yang berada di pipi Fajar hendak ia turunkan, tapi, bu

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 46B

    Mata Nadira mulai memupuk cairan bening. Hingga akhirnya panggilan itu terputus, dia masih duduk diam di tempat tidur. Kedua matanya memejam.'Aku tak bisa membayangkan seberapa dalam luka hati ibu. Ancaman seperti apa yang disampaikan Mas Rudy, dan penyebab Mas Rudy gigih ingin menjual sawah. Yang tidak aku mengerti, kenapa ibu tidak mau bercerita padaku? Apa ibu tidak mau berbagi duka denganku?' ratap Nadira dalam hati. 'Ah, tidak-tidak. Ini sudah seringkali terjadi, Nadira. Dan kamu masih baik-baik saja sampai saat ini.'Usai berkata demikian, ia membuka mata. Tatapannya bertemu dengan wajah teduh suaminya yang menatapnya dengan raut cemas. Detik kemudian ia tersenyum, membuat Fajar menghela napas lega."Sudah lebih baik?" tanya Fajar mendapat anggukan kepala.Lelaki itu menariknya masuk ke dalam pelukan. .Keesokan harinya, Nadira ikut ke percetakan seperti rencana semula. "Bumil cantik banget!" seru Dini yang melihat Nadira datang dengan membawa buah tangan. Mengenakan terusan

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 46C

    Di tempat lain, salah satu sudut kamar ….Zahra menatap kesal layar ponselnya yang menampilkan foto makanan kesukaannya terpajang di story W******p adik iparnya. Beberapa foto lain berisi liburan keluarga di beberapa tempat juga turut membakar hati perempuan yang sudah mengenakan piyama bergambar bunga-bunga."Pamer mulu nih orang!" gerutunya. "Ah, bodo amat, yang penting sekarang aku sudah ngerasain makanan lezat di restoran terkenal. Diajak jalan-jalan dan belanja banyak lagi sama Mas Rudy. Emang terbaik suami satu itu," gumam Zahra panjang pendek.Senyumnya merekah, melirik gelang emas berhias permata yang beberapa jam lalu tersemat di pergelangan tangannya. Satu tangan yang lain meraba leher yang juga berhias kalung dengan liontin berhias batu mulia.Beberapa paper bag berisi tas dan sepatu bermerk masih berjejer di meja. Semua hasil berburu di toko yang sudah lama ia incar setelah mendapatkan hasil menjual sawah mertuanya."Besok saja dibukanya. Lebih baik sekarang aku tidur sajal

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 47A

    Semua usaha rintisan Nadira nyaris tak berbekas di rumah tersebut. Namun, tidak menyurutkan niat untuk mengunjungi dan merawat ibunya di kala sakit.Nadira begitu telaten menyiapkan dan mengatur makanan untuk ibunya. Bu Astuti juga tidak rewel, seringnya menurut saat Nadira membawa menu yang sudah disiapkan. Demikian halnya dengan asupan air putih, semua tak luput dari perhatian Nadira. Kondisi berbadan dua seakan tidak menyulitkan pergerakan Nadira untuk mengerjakan banyak hal. Salma ikut membantu sesekali. Karena meski dia berada di rumah, beberapa pekerjaan masih ditangani dari jarak jauh. Seringnya ia juga diingatkan oleh kakaknya saat masih sibuk di kamar, sementara waktu makan dan beribadah sudah tiba."Rumah ini nanti suwung kalau ibu pergi," cetus Bu Astuti membuat Salma menghela napas panjang. "Terus, kalau tiba-tiba bulek kamu datang ke sini terus ibu nggak ada, dia mau nyari ke mana?" Salma menggeleng heran dengan alasan yan

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 47B

    Melihat menantunya berdiri di ambang pintu, Bu Astuti berjalan mendekat dengan langkah pelan. Zahra mengulas senyum dan mengulurkan tangannya."Ibu kangen kalian, Nduk. Pulang ke rumah ibu lagi, ya?" pinta Bu Astuti setengah memohon."Iya, Bu. Rencananya besok kami pulang ke sana. Hari ini masih ada yang diurus," jawab Zahra datar, lantas mempersilakan tamunya supaya duduk.Nadira masih bercakap-cakap dengan Rayyan, ditemani Fajar. Zahra menatap tak suka pada adik iparnya."O iya, Rudy ke mana?" tanya Bu Astuti setelah hening beberapa saat."Sedang keluar sebentar, Bu," jawab Zahra, mengeluarkan beberapa cemilan dan menaruhnya di meja.Bu Astuti ikut bergabung dengan cucunya yang sedang memamerkan beberapa mainan baru. Sesekali terdengar suara tawa yang menggema di sela obrolan mereka. Berada di sana selama satu jam, tak ada tanda-tanda Rudy datang dan menemui keluarganya. Bu Astuti yang merasa bosan serta kasihan melih

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 47C

    Keesokan harinya, Zahra dan Rudy terkejut ketika mendapati pintu rumahnya terkunci dan tak menemukan keberadaan ibunya di sana."Ibu mungkin ke sawah," gumam Rudy, membawa masuk tas berisi pakaian. "Kalian istirahatlah, biar kususul ibu," ucap Rudy pada Zahra yang menggendong Rayyan. Anak itu tertidur saat dalam perjalanan, dan masih terlelap hingga mereka memasuki rumah. Rumah yang tertata rapi. Berbeda jauh dari saat ditinggalkan oleh Rudy dan keluarga kecilnya beberapa hari yang laluZahra mengangguk setuju, lantas membaringkan anaknya di kamar. Tatapannya menelisik seisi rumah. Rapi, itu yang ia gumamkan seorang diri. Pandangan beralih pada anaknya yang masih tidur. Saat ini ia masih menjadi cucu emas, sebab sebagai cucu pertama di keluarga suaminya, sudah pasti perhatian semua orang tertuju padanya.Mainan, makanan, semua didapatkan dengan mudah dan berlimpah. Namun, sebentar lagi anak itu akan memiliki sepupu. Ada ketakutan di ben

Latest chapter

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Ending 2

    "Aduh, nyumbang kok, terus!"Zahra meletakkan tas yang tadi dibawa ke rumah tetangga yang punya hajat menikahkan anaknya. Melepaskan kerudung, menyalakan kipas angin, Zahra merebahkan badan sambil memejamkan mata."Besok masih ada Aji, khitanan dia, sama Bulek Rumi nikahkan anaknya. Beras kayaknya tinggal sedikit, ya, Mas?" tanya Zahra yang kembali membuka mata.Rudy menatap karung beras yang isinya tinggal satu takaran untuk memasak nasi. Lelaki itu menghela napas lelah. Belum satu Minggu beras seberat dua puluh lima kilo itu dibeli untuk konsumsi sendiri. Namun, banyaknya hajatan di desa tersebut, membuat stok beras yang cukup untuk satu bulan itu hanya bertahan beberapa hari.Melihat toko sembako yang dirintis sejak lima tahun yang lalu, hati lelaki itu kian nelangsa. Tidak ada perkembangan berarti pada toko tersebut. Pembeli memang ada, tapi pengeluaran tidak sebanding dengan besarnya pemasukan.Lelaki itu tidak habis mengerti, ke man

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Ending

    Lila tidak pernah menyangka bahwa keputusan orang tuanya adalah mutlak. Nama orang tua yang tercoreng akibat perbuatannya yang viral di sosial media, membuat semua fasilitas dicabut paksa.Wanita itu mulai kelimpungan sebab tak biasa hidup sederhana. Jatah uang jajan yang berkurang drastis, tak mampu menyokong gaya hidupnya. Beberapa barang mewah yang pernah didapat dari Rendi berusaha dia jual. Namun, lagi-lagi kecewa harus dirasakan. Perhiasan bertabur berlian, tas mewah, sepatu bermerk, semua adalah barang KW. Otomatis tidak bisa dijual dengan harga tinggi.Kata makian kembali terlontar berulang kali. Namun, hal itu tidak bisa mengubah apa pun. Terlebih ketika dia akhirnya menemui Rendi, lelaki itu justru mengatakan kalau Lila bisa mendapatkan semua barang branded yang dipilih dari outlet resmi sesukanya, yakni dengan menukar Sahara untuk dirawat dan dibesarkan bersama kekasihnya di luar negeri."Masa depan anak itu akan terjamin. Kamu bebas menjadi wan

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Jelang Ending 2

    "Mohon maaf, Mbak. Apa ada kartu yang lain? Kartu ini tidak dapat digunakan," ucap petugas kasir membuat Lila melotot."Masa nggak bisa, sih? Saldonya masih banyak, loh?" jawab Lila mulai gusar. Diberikan sebuah kartu lain, hasilnya sama saja."Atau bisa dibayar dengan uang cash saja," pinta petugas kasih dengan sopan. Meskipun demikian, perempuan muda itu merasa tak enak hati saat melihat antrian yang masih mengular."Saya nggak bawa uang cash, Mbak," jawab Lila mulai kesal. "Sebentar saya telpon dulu, ya," ijinnya yang diiyakan oleh wanita dengan name tag Almira."Biar saya yang bayar."Sebuah suara yang dirasa tak asing, membuat Lila mengurungkan niat menelpon orang tuanya. Kedua matanya melotot melihat lelaki yang tempo hari mengaku istri kekasihnya.."Gue nggak butuh dikasihani!" seru Lila dengan ketus, saat Audrey memaksa membayar dan membawa belanjaannya. "Kau akan menyusahkan kasir kalau sampai batal membeli. Dia harus bayar itu semua yang sudah discan. Iya kalau dia punya du

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Jelang Ending

    Beberapa saat sebelumnya ...."Kamu apa nggak kangen anakmu, Nang?" tanya Bu Astuti pada Rudy yang duduk di teras ditemani rokok dan segelas kopi pahit."Kangen, Bu," jawab Rudy tanpa menoleh pada sang ibu. Asap kembali ia kepulkan ke udara.Bu Astuti menatap anaknya dengan pandangan iba. Semenjak tinggal berdua dengan ibunya saja, Rudy lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Toko sembako yang baru dirintis itu, hanya dibuka saat malam, tepatnya lewat Magrib hingga kantuk datang. Tidak menentu.Seperti sekarang, Rudy istirahat dari lelahnya beraktivitas di sawah sambil menunggu pembeli. Bu Astuti ikut duduk di samping anaknya yang terlihat lelah. "Kenapa, Bu? Ibu mau ketemu cucu ibu?" tanya Rudy kemudian. Bu Astuti ingin mengangguk, tapi, kepalanya justru menggeleng. Rasa rindu itu sudah demikian besar. Pun ingin tahu bagaimana kabar sang cucu pasca cedera tulang ekor hari itu. Hanya saja, melihat Rudy yang nyaris tak pernah membahas istri dan anaknya, membuat wanita paruh bay

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 61A

    Zahra terus menyalahkan Nadira atas sakit yang diderita anaknya. Jatuh dengan posisi terduduk itu rupanya membuat cedera pada tulang ekor Rayyan. Meskipun tidak sampai patah seperti yang dikhawatirkan sebelumnya, tetap saja membatasi kegiatan Rayyan, hingga bocah itu kerap rewel jika merasa bosan, sebab tidak bisa bebas beraktivitas seperti sediakala.Kedua orang tua Zahra ikut menyalahkan Nadira atas kejadian yang membuat cucunya cedera. Menurut mereka, kejadian itu tidak pernah terjadi sebelumnya, baik di rumah orang tua Rudy, maupun di rumah mereka saat Rayyan berkunjung.Sebagai cucu pertama dan kesayangan, nyaris semua perhatian tertumpah ruah pada anak itu. Nadira tidak heran sebab sudah berulang kali terjadi, jika ada sesuatu yang terjadi pada Rayyan, maka orang lain lah yang akan dikambinghitamkan, sementara Rayyan tersenyum penuh kemenangan.Tidak tahan lagi dengan makian yang didapat dari keluarga kakak iparnya, maka Nadira sepakat dengan Fajar untuk menunjukkan bukti rekama

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 60C

    Di tempat lain ….Damar memandangi layar ponselnya dengan jengah. Rentetan pesan dan panggilan dari Lila sengaja ia abaikan. Dari sekilas pesan yang terbaca saat muncul di pop up, ia tahu kalau Lila kalang kabut sebab kepergiannya dengan Sahara. Tentu saja Damar mengerti kegelisahan wanita yang telah empat tahun terakhir membersamai hidupnya.Lila pernah bercerita, bahwa hibah harta dari Pak Wirya dan Bu Marta kemungkinan besar akan ditunda, atau justru dibatalkan, jika sampai terjadi hal buruk dalam pernikahannya. Damar tidak peduli sama sekali. Baginya, jika itu berkaitan dengan harta orang tua Lila, dia tidak mau ikut campur. Toh, selama ini dia juga terus menerus disebut tidak berguna sebagai seorang suami, meski telah berusaha maksimal untuk mengelola lahan yang menghasilkan puluhan kwintal bawang merah.Sempat terlintas keinginan untuk menggugat Lila dengan tuduhan penipuan pernikahan. Namun, dirasa hanya buang waktu dan tenaga, i

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 60B

    "Itu bukannya si Rendi ya, Lil?"Mendengar nama kekasihnya disebut, Lila menghentikan mengunyah permen karet. Mengikuti arah telunjuk Marsha, tatapannya terhenti pada sosok lelaki yang tengah bergandengan tangan sambil tertawa-tawa bersama seorang lelaki berpakaian casual."Itu memang dia," gumam Lila tak yakin.Tatapannya masih menyorot dua pria yang memasuki kafe di sayap kiri, bersebelahan dari tempat Lila berada. Meski terhalang beberapa meja, Lila dan Marsha masih dapat melihat dan memperhatikan dengan jelas.Kedua lelaki itu duduk bersebelahan, nyaris tak berjarak. Mereka terus berbincang dengan seru diiringi tawa. Sesekali saling tatap penuh arti. Sampai kemudian datang pramusaji membawa buku menu, keduanya tidak mengubah posisi."Lila!" seru Marsha, menepuk-nepuk punggung tangan sahabatnya, sementara pandangan matanya masih menyorot lelaki yang ia kenal sebagai kekasih perempuan yang duduk di depannya."Apaan?" tanya Lila, menolehkan kepala, menemukan wajah sahabatnya yang terl

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 60A

    "Mama! Sakit, Maa … !"Tangis Rayyan melengking di langit-langit ruang tamu Nadira. Wajah Zahra pucat pasi. Tubuhnya membeku di tempat. Sementara Nadira kepayahan hendak jongkok sebab terhalang oleh perut besarnya.Nadira berniat menolong keponakannya yang terus menjerit kesakitan. Tangannya baru saja terulur ketika akhirnya ia berhasil melipat kedua kaki, menumpukan kedua lutut di lantai. Namun, sebuah suara menghentikan gerakannya."Jangan sentuh anakku!"Zahra.Wanita itu bergegas menghampiri anaknya, memeriksa beberapa bagian tubuh kecil anaknya dengan perasaan was-was. Sementara Nadira, langsung beringsut mundur, tidak mengerti kenapa kakak iparnya bersuara sekeras itu, melarang menyentuh Rayyan. 'Kenapa? Bukankah hal wajar jika aku ingin melihat kondisi keponakanku yang jatuh?' Nadira bermonolog dalam diam."Kamu sengaja, ya, mau celakain anakku?!" sentak Zahra, menatap sengit pada adik iparnya dengan napas memburu. Nadira semakin tidak mengerti, kenapa mendapat tuduhan seperti

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 59B

    Nadira duduk termenung di depan kolam kecil berisi ikan koi yang berebut makanan. Bibir tipisnya sesekali melengkungkan senyum melihat gerakan mereka yang dirasa lucu. Berada di rumah seorang diri, membuat ia lebih suka menghabiskan waktu di tempat ini, menikmati gemericik air dan kecipak ikan yang sesekali melompat naik.Suara ponsel di atas meja, membuat ia bergegas meraih benda canggih itu. Melihat nama Rudy tertera di sana, membuat Nadira menarik kedua sudut bibirnya."Assalamu'alaikum, Ra, kamu di rumah, kan?" sapa Rudy begitu sambungan telepon terhubung."Wa'alaikumsalam. Iya, Mas. Aku di rumah. Gimana? Ibu nggak kenapa-kenapa, kan?" "Enggak, kok. Ini ada syukuran kecil-kecilan. Mau bagi ke kamu juga. Masa tetangga dikasih malah kamu enggak. Ini lagi istirahat dulu. Paling sepuluh menitan lagi sampai.""Lah, udah deket ternyata. Ya udah, hati-hati ya, Mas.""Oke, sampai ketemu," pamit Rudy, lantas mengakhiri panggilan.Melihat Rudy yang sedang berbicara di telepon, Zahra memand

DMCA.com Protection Status