Share

Bab 39A

Penulis: Nisa Khair
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Nad, coba kamu lihat ini, siapa tau berubah pikiran."

Sebuah katalog dekorasi pelaminan disodorkan padaku. Membuka beberapa lembar isinya, jujur saja aku langsung minder membayangkan menggunakan salah satunya lalu duduk di sana sebagai ratu sehari.

Semua itu terlalu mewah. Biaya sewanya sudah pasti mahal. Meski Fajar telah menyanggupi, tapi, aku cukup tau diri. Aku kasihan kalau dia harus mengeluarkan banyak biaya, sedangkan kami ini masih sama-sama merintis usaha. Sama-sama karyawan juga. Sayang sekali rasanya jika menghamburkan uang hanya untuk acara sehari.

"Bagaimana?" tanyanya setelah beberapa saat aku terdiam.

Kusodorkan kembali katalog itu, lalu menggeleng.

"Terima kasih, Mas. Tapi, maaf, aku nggak suka keramaian," jawabku, membuat ia menghembuskan napas panjang.

"Baiklah. Nanti kita bikin yang sederhana saja kalau begitu, ya?" ucapnya dengan tetap tersenyum.

Dia menepati ucapannya. Semalam, tukang dekor telah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Heni nurhayati
ditunggu lanjutannya Thor......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 39B

    Hari telah berganti malam. Rumah ibu sudah kembali sepi, menyisakan beberapa keluarga jauh yang masih akan menginap di sini. Aku berada di kamar berdua dengan Fajar. Kamar yang sudah dihiasi mawar putih oleh tukang dekor tadi malam. Selain kamar, mereka juga menyulap ruang tamu menjadi lebih cantik dengan hiasan bunga-bunga.Kami akan menginap di sini malam ini, setelah itu baru akan ke rumah bunda keesokan harinya.Aku duduk di belakang Fajar setelah sholat Isya' berjamaah. Masih terpesona dengan suaranya yang merdu saat memimpin sholat. Rasanya masih tak percaya kalau lelaki baik ini adalah suamiku.Pemilik tinggi seratus delapan puluh centimeter itu melipat sajadah, lantas berdiri dan menyimpannya di atas meja. Aku mengikuti, lalu berdiri dengan canggung, menyadari hanya berdua dengan lelaki asing di kamar ini. "Nadira, apa aku boleh mencium keningmu?" pintanya dengan suara pelan.Aku mengangguk

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 39C

    Jam sepuluh pagi, kami bersiap menuju kediaman orang tua Fajar. Aku mengenakan gamis pemberian Bunda, sekaligus gamis pertama yang kupunya. Gamis putih tulang dengan hiasan payet di bagian pinggang dan manset. Kerudung warna senada juga kukenakan.Pintu kamar diketuk saat aku baru selesai menyematkan bros bunga di dada sebelah kiri. Ibu muncul kemudian, karena pintu memang tak dikunci."Masya Allah, anak ibu cantik sekali," ujar ibu, saat kami bertemu pandang. Aku melengkungkan senyum."Alhamdulillah, namanya juga perempuan, Bu. Kalau laki-laki baru ganteng," sambutku dengan senyum masih tersungging."Sudah siap kamu, Ra?" tanya beliau sambil memindai penampilanku."Sudah, Bu."Aku menjawab singkat. Sebenarnya merasa aneh juga berdua dengan ibu di kamar ini. Sependek yang kuingat, ibu tak pernah melakukan ini sebelumnya.Tapi sekarang, beliau ada di sini, di depanku, menyibak kerudung. Aku terkejut tentu saja. Beliau jug

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 40A

    Pasangan pengantin baru itu segera berkemas menyiapkan apa yang akan mereka bawa, lantas bersiap pamit pada orang tua dan keluarga Fajar.Bunda keheranan melihat anak lelakinya menenteng koper kecil dengan Nadira yang mengekor di belakangnya."Ini menantu Bunda mau dibawa ke mana?" tanya Bunda, disambut kekehan tawa oleh Fajar.Kakak dari Riana itu langsung mengambil tangan kanan sang bunda, lantas menciumnya dengan takdzim."Mau diculik dulu. Boleh, kan, Bunda?" seloroh Fajar. Nadira geleng-geleng kepala melihat tingkah suaminya yang sempat mengedipkan sebelah mata saat bertemu pandang dengannya.Bunda menepuk pundak Fajar, membuat lelaki itu mengaduh."Aduh! Sakit, Bunda," ucap Fajar sambil meringis."Bicara yang bener. Enak aja mau nyulik anak orang," ucap Bunda mendelik, lalu mendekati Nadira yang tersenyum-senyum melihat ibu dan anak yang seperti teman akrab."Nadira, makan dulu sebelum pergi, ya?" ajak bun

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 40B

    POV Nadira"Mau sate kelinci, nggak?"Aku mengerjap. Kami baru saja sampai di lereng Merapi, dan ia menawarkan sesuatu yang membuat perutku seperti digelitik puluhan kupu-kupu."Kelinci yang lucu itu, disate?" tanyaku, mengulang tawarannya. Lelaki berhidung bangir itu tertawa, lalu mengacak kerudung yang membungkus kepalaku."Iya. Mau nyobain, nggak? Enak, loh," tawarnya lagi.Aku menggeleng cepat, membuat ia kembali terkekeh. Aku jadi teringat obrolan Riana sebelum kami berangkat ke sini. Jadi, makanan itu beneran ada? Kasihan sekali kelinci itu. Hem, aku jadi ingat dengan kelinciku yang dulu hilang waktu dilepas di kebun belakang rumah ibu."Boleh pesen mi instan aja nggak, sih?" tawarku. Dingin begini, paling sedap nyerutup mi instan berkuah. Rasanya, itu lebih baik daripada menyantap menu yang ditawarkan barusan. Belum tentu juga aku bisa menelannya nanti. Nggak tega."Lah, sudah jauh ke sini masa makannya

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 40C

    Menghabiskan masa cuti dua Minggu, aku harus kembali ke Surabaya. Mas Fajar masih mengijinkan aku bekerja di sana meski dengan berat hati, karena kami harus terpisah oleh jarak.Aku sangat bersyukur ia menepati ucapannya untuk membiarkan aku bekerja seperti sedia kala. Rupanya jarak yang memisahkan, membuat kami semakin sayang satu sama lain, karena rindu juga semakin menggunung.Lelaki bertubuh tinggi tegap itu akan datang di akhir pekan ke kosku, melepas rindu, lalu mengajakku jalan-jalan di hari Minggu. Di lain waktu, gantian aku yang pulang, lalu ia sambut dengan sukacita.Sampai di bulan yang sama tahun berikutnya, waktu untuk bertemu semakin sedikit seiring bertambahnya pekerjaan yang harus diselesaikan.Aku memaklumi, pasti lelah menempuh perjalan semalaman bolak-balik. Belum lagi pekerjaan sepanjang Minggu yang menjadi tanggung jawabnya. Sampai kemudian, teguran kudapat dari ibu kosku."Masih penganten baru, mestinya lagi anget-an

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 41A

    Semua seperti mimpi. Wanita yang selama ini kukagumi, kucintai dalam diam, kini telah sah dan resmi sebagai istri.Ya, meski dengan acara yang sangat sederhana, nyatanya tak mengurangi kesakralan pernikahan ini.Sempat ada protes dari Bunda, sebab beliau menginginkan acara pernikahan yang megah untuk anak pertamanya ini. Akan tetapi, setelah kuberi penjelasan kalau Nadira tak suka keramaian, beliau mau memaklumi.Beliau pun setuju untuk mengalihkan dana yang semestinya untuk pesta menjadi beberapa pos yang lebih bermanfaat. Tak segan pula memuji sang menantu yang sederhana, tapi memiliki pandangan akan masa depan, bukan hanya mementingkan acara sehari."Kalau begitu, kita beri kejutan buat Nadira," pungkas Bunda dengan senyum lebarnya.Aku setuju saja. Bunda pasti tahu apa yang terbaik untuk anak-anaknya.Semua acara berjalan sebagaimana mestinya. Semua orang terlihat bahagia, terutama aku dan mempelai wanitaku. Sampai kemud

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 41 B

    Hari-hari dijalani apa adanya. Diusahakan menyempatkan waktu bertukar kabar setiap hari. Akhir pekan adalah waktu yang selalu ditunggu, karena saat itulah, kami berdua terbebas dari rutinitas kerja yang seakan tak ada habisnya.Setiap ada kesempatan bertemu, kami akan melakukan hal konyol, bertukar pakaian yang terakhir dipakai, dan tak boleh dicuci sampai bertemu lagi. Ia akan menjadi obat rindu sampai kami kembali bertemu.Di lain kesempatan, berdua kami menghabiskan libur panjang dengan sepeda motor, lalu menjelajah ke tempat asing. Tak jarang juga bunda memprotes ketika anak dan menantunya pamit hendak pergi."Kenapa nggak bawa mobil aja, sih, Nak. Di jalan itu dingin, lho," ucap Bunda, selalu seperti itu. "Biar mesra, Bunda. Kan, kalau pakai motor bisa pelukan tuh, sepanjang jalan. Iya, kan, Sayang?" selorohku, lalu melabuhkan kecupan di kepala Nadira, membuat Nadira menarik diri sebab terkejut, lalu menunduk karena malu.Sementara

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 41C

    Ternyata masih banyak hal yang belum aku tahu dari istri yang kucintai. Kejutan-kejutan kecil terus bermunculan seiring berjalannya waktu. Kadang aku berpikir kalau istriku terlalu sensitif. Tapi, aku sendiri memaklumi, mungkin cara terbaik untuk tak mengingat luka, ia lakukan dengan tak berhubungan dengan pemicunya. Hebat sekali dia, telah mengenal dirinya dengan begitu baik. Sejak saat itu, aku pun mengalah, tak lagi meminta ia memasak atau menghadirkan menu favoritku. Namun, saat aku menemukan menu tersebut menjadi sesuatu yang sepertinya sangat ia sukai hingga sering tersaji, bukankah wajar jika aku ingin tahu apa sebabnya?"Emm, maaf. Apa aku terlalu banyak membuat menu malam ini?" tanyanya, terlihat merasa bersalah, lantas menundukkan kepala.Aku tersenyum, lalu menggelengkan kepala. Kedua tangannya masih berada dalam genggaman."Setau Mas, kamu paling anti sama udang. Cium baunya aja langsung pusing. Tapi, sekarang, apa

Bab terbaru

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Ending 2

    "Aduh, nyumbang kok, terus!"Zahra meletakkan tas yang tadi dibawa ke rumah tetangga yang punya hajat menikahkan anaknya. Melepaskan kerudung, menyalakan kipas angin, Zahra merebahkan badan sambil memejamkan mata."Besok masih ada Aji, khitanan dia, sama Bulek Rumi nikahkan anaknya. Beras kayaknya tinggal sedikit, ya, Mas?" tanya Zahra yang kembali membuka mata.Rudy menatap karung beras yang isinya tinggal satu takaran untuk memasak nasi. Lelaki itu menghela napas lelah. Belum satu Minggu beras seberat dua puluh lima kilo itu dibeli untuk konsumsi sendiri. Namun, banyaknya hajatan di desa tersebut, membuat stok beras yang cukup untuk satu bulan itu hanya bertahan beberapa hari.Melihat toko sembako yang dirintis sejak lima tahun yang lalu, hati lelaki itu kian nelangsa. Tidak ada perkembangan berarti pada toko tersebut. Pembeli memang ada, tapi pengeluaran tidak sebanding dengan besarnya pemasukan.Lelaki itu tidak habis mengerti, ke man

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Ending

    Lila tidak pernah menyangka bahwa keputusan orang tuanya adalah mutlak. Nama orang tua yang tercoreng akibat perbuatannya yang viral di sosial media, membuat semua fasilitas dicabut paksa.Wanita itu mulai kelimpungan sebab tak biasa hidup sederhana. Jatah uang jajan yang berkurang drastis, tak mampu menyokong gaya hidupnya. Beberapa barang mewah yang pernah didapat dari Rendi berusaha dia jual. Namun, lagi-lagi kecewa harus dirasakan. Perhiasan bertabur berlian, tas mewah, sepatu bermerk, semua adalah barang KW. Otomatis tidak bisa dijual dengan harga tinggi.Kata makian kembali terlontar berulang kali. Namun, hal itu tidak bisa mengubah apa pun. Terlebih ketika dia akhirnya menemui Rendi, lelaki itu justru mengatakan kalau Lila bisa mendapatkan semua barang branded yang dipilih dari outlet resmi sesukanya, yakni dengan menukar Sahara untuk dirawat dan dibesarkan bersama kekasihnya di luar negeri."Masa depan anak itu akan terjamin. Kamu bebas menjadi wan

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Jelang Ending 2

    "Mohon maaf, Mbak. Apa ada kartu yang lain? Kartu ini tidak dapat digunakan," ucap petugas kasir membuat Lila melotot."Masa nggak bisa, sih? Saldonya masih banyak, loh?" jawab Lila mulai gusar. Diberikan sebuah kartu lain, hasilnya sama saja."Atau bisa dibayar dengan uang cash saja," pinta petugas kasih dengan sopan. Meskipun demikian, perempuan muda itu merasa tak enak hati saat melihat antrian yang masih mengular."Saya nggak bawa uang cash, Mbak," jawab Lila mulai kesal. "Sebentar saya telpon dulu, ya," ijinnya yang diiyakan oleh wanita dengan name tag Almira."Biar saya yang bayar."Sebuah suara yang dirasa tak asing, membuat Lila mengurungkan niat menelpon orang tuanya. Kedua matanya melotot melihat lelaki yang tempo hari mengaku istri kekasihnya.."Gue nggak butuh dikasihani!" seru Lila dengan ketus, saat Audrey memaksa membayar dan membawa belanjaannya. "Kau akan menyusahkan kasir kalau sampai batal membeli. Dia harus bayar itu semua yang sudah discan. Iya kalau dia punya du

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Jelang Ending

    Beberapa saat sebelumnya ...."Kamu apa nggak kangen anakmu, Nang?" tanya Bu Astuti pada Rudy yang duduk di teras ditemani rokok dan segelas kopi pahit."Kangen, Bu," jawab Rudy tanpa menoleh pada sang ibu. Asap kembali ia kepulkan ke udara.Bu Astuti menatap anaknya dengan pandangan iba. Semenjak tinggal berdua dengan ibunya saja, Rudy lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Toko sembako yang baru dirintis itu, hanya dibuka saat malam, tepatnya lewat Magrib hingga kantuk datang. Tidak menentu.Seperti sekarang, Rudy istirahat dari lelahnya beraktivitas di sawah sambil menunggu pembeli. Bu Astuti ikut duduk di samping anaknya yang terlihat lelah. "Kenapa, Bu? Ibu mau ketemu cucu ibu?" tanya Rudy kemudian. Bu Astuti ingin mengangguk, tapi, kepalanya justru menggeleng. Rasa rindu itu sudah demikian besar. Pun ingin tahu bagaimana kabar sang cucu pasca cedera tulang ekor hari itu. Hanya saja, melihat Rudy yang nyaris tak pernah membahas istri dan anaknya, membuat wanita paruh bay

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 61A

    Zahra terus menyalahkan Nadira atas sakit yang diderita anaknya. Jatuh dengan posisi terduduk itu rupanya membuat cedera pada tulang ekor Rayyan. Meskipun tidak sampai patah seperti yang dikhawatirkan sebelumnya, tetap saja membatasi kegiatan Rayyan, hingga bocah itu kerap rewel jika merasa bosan, sebab tidak bisa bebas beraktivitas seperti sediakala.Kedua orang tua Zahra ikut menyalahkan Nadira atas kejadian yang membuat cucunya cedera. Menurut mereka, kejadian itu tidak pernah terjadi sebelumnya, baik di rumah orang tua Rudy, maupun di rumah mereka saat Rayyan berkunjung.Sebagai cucu pertama dan kesayangan, nyaris semua perhatian tertumpah ruah pada anak itu. Nadira tidak heran sebab sudah berulang kali terjadi, jika ada sesuatu yang terjadi pada Rayyan, maka orang lain lah yang akan dikambinghitamkan, sementara Rayyan tersenyum penuh kemenangan.Tidak tahan lagi dengan makian yang didapat dari keluarga kakak iparnya, maka Nadira sepakat dengan Fajar untuk menunjukkan bukti rekama

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 60C

    Di tempat lain ….Damar memandangi layar ponselnya dengan jengah. Rentetan pesan dan panggilan dari Lila sengaja ia abaikan. Dari sekilas pesan yang terbaca saat muncul di pop up, ia tahu kalau Lila kalang kabut sebab kepergiannya dengan Sahara. Tentu saja Damar mengerti kegelisahan wanita yang telah empat tahun terakhir membersamai hidupnya.Lila pernah bercerita, bahwa hibah harta dari Pak Wirya dan Bu Marta kemungkinan besar akan ditunda, atau justru dibatalkan, jika sampai terjadi hal buruk dalam pernikahannya. Damar tidak peduli sama sekali. Baginya, jika itu berkaitan dengan harta orang tua Lila, dia tidak mau ikut campur. Toh, selama ini dia juga terus menerus disebut tidak berguna sebagai seorang suami, meski telah berusaha maksimal untuk mengelola lahan yang menghasilkan puluhan kwintal bawang merah.Sempat terlintas keinginan untuk menggugat Lila dengan tuduhan penipuan pernikahan. Namun, dirasa hanya buang waktu dan tenaga, i

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 60B

    "Itu bukannya si Rendi ya, Lil?"Mendengar nama kekasihnya disebut, Lila menghentikan mengunyah permen karet. Mengikuti arah telunjuk Marsha, tatapannya terhenti pada sosok lelaki yang tengah bergandengan tangan sambil tertawa-tawa bersama seorang lelaki berpakaian casual."Itu memang dia," gumam Lila tak yakin.Tatapannya masih menyorot dua pria yang memasuki kafe di sayap kiri, bersebelahan dari tempat Lila berada. Meski terhalang beberapa meja, Lila dan Marsha masih dapat melihat dan memperhatikan dengan jelas.Kedua lelaki itu duduk bersebelahan, nyaris tak berjarak. Mereka terus berbincang dengan seru diiringi tawa. Sesekali saling tatap penuh arti. Sampai kemudian datang pramusaji membawa buku menu, keduanya tidak mengubah posisi."Lila!" seru Marsha, menepuk-nepuk punggung tangan sahabatnya, sementara pandangan matanya masih menyorot lelaki yang ia kenal sebagai kekasih perempuan yang duduk di depannya."Apaan?" tanya Lila, menolehkan kepala, menemukan wajah sahabatnya yang terl

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 60A

    "Mama! Sakit, Maa … !"Tangis Rayyan melengking di langit-langit ruang tamu Nadira. Wajah Zahra pucat pasi. Tubuhnya membeku di tempat. Sementara Nadira kepayahan hendak jongkok sebab terhalang oleh perut besarnya.Nadira berniat menolong keponakannya yang terus menjerit kesakitan. Tangannya baru saja terulur ketika akhirnya ia berhasil melipat kedua kaki, menumpukan kedua lutut di lantai. Namun, sebuah suara menghentikan gerakannya."Jangan sentuh anakku!"Zahra.Wanita itu bergegas menghampiri anaknya, memeriksa beberapa bagian tubuh kecil anaknya dengan perasaan was-was. Sementara Nadira, langsung beringsut mundur, tidak mengerti kenapa kakak iparnya bersuara sekeras itu, melarang menyentuh Rayyan. 'Kenapa? Bukankah hal wajar jika aku ingin melihat kondisi keponakanku yang jatuh?' Nadira bermonolog dalam diam."Kamu sengaja, ya, mau celakain anakku?!" sentak Zahra, menatap sengit pada adik iparnya dengan napas memburu. Nadira semakin tidak mengerti, kenapa mendapat tuduhan seperti

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 59B

    Nadira duduk termenung di depan kolam kecil berisi ikan koi yang berebut makanan. Bibir tipisnya sesekali melengkungkan senyum melihat gerakan mereka yang dirasa lucu. Berada di rumah seorang diri, membuat ia lebih suka menghabiskan waktu di tempat ini, menikmati gemericik air dan kecipak ikan yang sesekali melompat naik.Suara ponsel di atas meja, membuat ia bergegas meraih benda canggih itu. Melihat nama Rudy tertera di sana, membuat Nadira menarik kedua sudut bibirnya."Assalamu'alaikum, Ra, kamu di rumah, kan?" sapa Rudy begitu sambungan telepon terhubung."Wa'alaikumsalam. Iya, Mas. Aku di rumah. Gimana? Ibu nggak kenapa-kenapa, kan?" "Enggak, kok. Ini ada syukuran kecil-kecilan. Mau bagi ke kamu juga. Masa tetangga dikasih malah kamu enggak. Ini lagi istirahat dulu. Paling sepuluh menitan lagi sampai.""Lah, udah deket ternyata. Ya udah, hati-hati ya, Mas.""Oke, sampai ketemu," pamit Rudy, lantas mengakhiri panggilan.Melihat Rudy yang sedang berbicara di telepon, Zahra memand

DMCA.com Protection Status