"Apa di otakmu itu hanya terpikirkan kalau aku ini berkhianat dan kejelekanku saja, Mila?" tanya Raka.Akhirnya Raka bersuara, sudah tidak kuasa. Tetapi dia berusaha untuk tetap mendam emosinya dengan berkata tanpa menaikkan nada bicara. "Bagaimana aku tidak curiga, Mas? Dan bagaimana aku tidak berpikir tentang kejelekanmu? Kamu tidak pamit kepadaku dan aku juga tidak tahu kamu pergi ke mana, ditambah kamu tidak menerima teleponku. Bagaimana aku bisa berpikiran positif kepadamu? Coba saja! Semua wanita dan istri di seluruh dunia akan berpikiran macam-macam kalau kamu melakukan hal itu, Mas!"Mila berucap dengan bahu naik turun, menandakan kalau wanita ini sedang benar-benar emosi. Raka memejamkan mata, berusaha untuk tetap tenang dan menahan emosinya agar tidak meledak. Bagaimanapun wanita ini sedang mengandung anaknya. Dia tidak boleh membuat Mila stress dan akan berakibat fatal kepada anaknya itu. "Dengar, Mila. Aku sudah bilang kemarin, kan? Aku ke rumah Ibu." "Oh, ya? Mana buk
"Iya, Mas. Aku sadar, aku sangat sadar apa yang aku katakan barusan. Memangnya kenapa? Jujur, aku tidak suka dengan ibumu. Ibumu itu mata duitan. Heran saja, kenapa Lusi dulu itu mau sekali mengikuti kemauannya. Mantan istrimu itu bodoh!" Plak!Tiba-tiba saja Raka langsung menampar Mila. Maura yang tadi hendak masuk pun langsung mundur lagi dan bersembunyi di balik tembok. Dia menutup mulutnya melihat kakaknya ditampar oleh Raka. Mila pun demikian. Wanita itu langsung memegangi pipinya dengan wajah kaget. Bahkan, mulutnya terperangah, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh suaminya barusan. "Kamu menamparku, Mas?" Tangan Raka bergetar. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Untuk pertama kalinya dia menampar seorang wanita. Selama hidupnya dia tidak pernah main tangan dengan seorang wanita. Kepada Lusi tidak pernah atau kepada siapa pun yang membuat hatinya jengkel. Tetapi, entah kenapa kali ini rasanya hatinya sudah mendidih. Dia benar-benar emosi dengan semua apa pun y
Raka tidak peduli lagi dengan teriakan Mila. Bahkan ada beberapa orang yang melihat kejadian itu. Maura yang masih di luar, bersembunyi di dekat pagar tetangga pun hanya diam saja. Bingung dengan apa yang terjadi, karena dia belum sempat mendengar pertengkaran antara Raka dan Mila sebelumnya. Mila menangis sesunggukkan, melihat tubuh Raka yang semakin menjauh. Sementara itu saat dia sadar kalau orang-orang memperhatikannya, sang wanita hamil berusaha untuk tenang dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. Dia langsung masuk dan menutup gerbang. Wanita itu tidak boleh memperlihatkan kalau dia baru saja terkena masalah. Ini adalah kawasan elit, jadi rasanya akan memalukan kalau bertengkar dilihat oleh orang lain. Di lain sisi Maura bingung harus bagaimana, apakah menghampiri Raka atau menghampiri Maura. Ini benar-benar membuat wanita itu harus berpikir keras sampai akhirnya dia pun memilih untuk masuk saja ke dalam. Wanita itu akan melakukan trik adu domba antara Raka dan Mila. Tujuannya te
Maura mengalami napas berkali-kali, berusaha untuk tenang karena dia takut kalau nanti Mila menolak apa yang diinginkannya."Ada, Kak. Aku punya buktinya." Tiba-tiba saja mata Mila berbinar. Maura mengeluarkan ponsel dari sakunya. Seketika Mila hendak meraihnya, tetapi langsung dicegah oleh Maura. Wanita itu menarik HP-nya ke atas dan membuat Mila kebingungan."Apa yang kamu lakukan? Katanya kamu punya bukti. Berikan! Aku ingin lihat," ucap Mila dengan enteng, membuat Maura menggelengkan kepala dan tiba-tiba saja wanita itu tersenyum sinis, membuat Mila terdiam. Mila tidak mengerti apa yang sedang dilakukan adiknya ini. Seperti sedang mempermainkannya. "Jangan membuatku marah! Aku baru saja bertengkar dengan Raka. Kalau kamu membuatku marah kamu akan--""Kakak tidak akan mendapatkan apa-apa jika Kakak memarahiku," sela Maura dengan berani, membuat Mila terdiam beberapa saat. "Apa maksudmu berkata seperti itu?" Sekarang Mila mulai waspada dengan adiknya, takut jika Maura melakukan
Mila tersenyum miring dengan tatapan sinis kepada adiknya. Dia harus hati-hati dengan Maura. Tetapi wanita itu juga tidak mau kalah telak, harus memanipulasi balik adiknya agar merasa terpojok. "Kamu licik sekali, ya, Maura? Beraninya kamu mengatakan hal seperti itu kepada kakakmu sendiri. Apa kamu tidak malu? Sudah menumpang, merepotkanku. Harusnya kamu itu membayar uang sewa kepadaku, tapi aku tidak bebankan itu, kan? Kamu hanya perlu mengikuti semua perkataanku, tapi sekarang kamu malah meminta bayaran yang kuyakini kamu tidak akan memintanya dengan kecil. Iya, kan?" Maura diam sejenak, lalu dia terkekeh dan menggelengkan kepala."Oh ya? Rasanya kata-kata itu harusnya balik lagi kepada Kakak.""Apa maksud kamu?" "Iya, selama ini kan aku yang disuruh-suruh. Dari kecil aku selalu mengalah dan mengikuti semua kemauan Kakak. Bukankah Kakak juga harus memberikan timbal balik yang pas untukku? Rasanya kalau sekedar hanya hitungan uang saja itu tidak cukup, mungkin ratusan juta pun Kak
"Aku tidak bisa memberikan uang sebanyak itu. Terlalu banyak.""Tidak mungkin. Kakak punya usaha yang lancar, aku yakin dalam tabungan Kakak itu pasti lebih dari nominal yang kuinginkan."Ya, memang benar apa yang dikatakan Maura. Tetapi kalau dia mengeluarkan uang sebanyak itu, maka akan ada bahan-bahan untuk usahanya yang harus diminimalisir. Sementara uang sebanyak itu bisa dijadikan modal usaha lagi yang besar. Membayangkannya saja Mila merasa kesal, apalagi kalau benar-benar terjadi. Maka dia akan rugi besar. 'Bukan masalah itunya, Maura. Tapi uang banyak itu terlalu banyak. Kamu tahu? Untuk memulai usaha itu tidak mudah. Bahkan itu dua kali lipat dari modal yang aku keluarkan untuk usaha ini."Maura mengedikkan bahu. "Ya itu terserah, sih. Kalau misalkan Kakak mau Mas Raka tahu kalau tadi aku mengikutinya, ya terserah." Mila memijit pelipisnya yang berdenyut. Rasa lapar dan juga tekanan dari berbagai arah membuat wanita itu benar-benar merasa kewalahan. Dia tidak bisa berpikir
"Jangan menguji kesabaranku, Maura! Kamu tidak seharusnya mengetahui semua itu," ucap Mila. Maura tersenyum sinis. Dia melipat tangan di depan dada. "Seharusnya aku lebih tahu banyak tentang masa lalu Kakak, agar aku bisa menyimpan kartu AS Kakak dan tidak semena-mena kepadaku," ungkap wanita itu dengan santai. Dia sudah menyingkirkan rasa takutnya kepada Mila. Ternyata kalau dilawan, wanita hamil itu tidak ada apa-apanya. Cukup memegang bukti kuat tentang kejelekan Mila, maka semua akan baik-baik saja. Begitu pikir Maura. "Kamu salah sudah berurusan denganku, Maura. Kamu tidak tahu seperti apa aku.""Oh, tentu saja. Aku harus tahu dulu Kakak seperti apa, agar aku bisa melawan Kakak. Dipikir-pikir, kenapa nggak dari dulu aja aku lawan Kakak? Dengan begitu Kakak tidak akan semena-mena kepadaku." Mila mengepalkan kedua tangannya. Dia benar-benar sudah muak dengan semua perbincangan ini. Adiknya sudah kelewat batas mengatakan hal-hal yang tidak seharusnya diketahui.Tanpa mengatakan
David tersenyum senang saat mendengar kabar itu. Dia akan memberikan bonus yang sangat banyak kepada anak buah yang menemukan Lusi. "Bagus, kalau begitu kamu terus ikuti. Bila perlu kamu berpura-pura saja jadi pedagang atau apa pun yang bisa menggali informasi untuk Lusi. Yang pasti aku ingin tahu apa yang diinginkan oleh wanita itu," terang David dan langsung diikuti oleh anak buahnya. Kebetulan saat itu Lusi mampir di sebuah warteg tak jauh dari tempat sekolah Alia. Sebenarnya dia bisa saja pergi ke restoran, tapi entah kenapa wanita itu lebih nyaman di warteg karena memang dalam keadaan sepi juga dekat dengan jalan. Jadi, dia bisa leluasa tanpa perlu harus mencari kafe lagi hanya untuk makan.Melihat wanita itu pergi ke warteg, anak buah yang diutus oleh David pun ikut dan pura-pura makan di sana. Dia ingin mendengarkan apa yang mungkin saja bisa menjadi informasi berharga untuk bosnya. Setelah memesan makanan, Lusi pun maka dengan santai di sana. Si pemilik ke warteg pun bertan
Sementara itu di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang menikmati bulan madu. Seharian mereka berkeliling puncak. Mereka berdua sudah cek in, tetapi Raka mengajak untuk keluar. Entah kenapa dia tidak mau sampai terjadi hubungan suami istri di antara keduanya. Pikiran pria itu benar-benar kacau. Dia hanya berharap bisa menemukan anaknya dan mantan istri, setidaknya jika tahu keberadaan Alia, hatinya bisa tenang. Mungkin sesekali akan mengunjungi Alia, tentu tanpa sepengetahuan Mila. Tetapi dia tidak tahu bagaimana mengatakan semua ini kepada Winda, agar wanita itu paham kalau dirinya saat ini benar-benar membutuhkan ruang untuk mencari anaknya. "Mas, kenapa sih kamu dari tadi diam aja? Apa kamu tidak suka dengan hotel yang akan kita tempati?" tanya Winda karena dari berangkat dia melihat kalau Raka tidak fokus. Dia terus saja seperti gelisah dan memikirkan sesuatu. "Maafkan aku, Winda. Kalau boleh jujur, aku itu sedang memikirkan Alia. Ke mana kira-kira dia pergi," ucap Raka, m
Sepeninggalnya Maura, Imel hanya mematung di tempat. Dia jadi berpikiran macam-macam. Mungkinkah bosnya ini memang pelakor di masa lalu dan sekarang sedang berusaha untuk memperbaiki diri atau memang wanita hamil itu masih tetap menjadi pelaku dan berusaha menyembunyikan identitasnya?Semua pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba saja dan bermunculan di benak sang gadis. Mila yang melihatnya pun mulai khawatir kalau karyawan barunya ini akan berpikiran macam-macam atau lebih parahnya dia akan menyebarkan semua informasi ini. Tidak ada yang tahu hati seseorang. Meskipun Mila merasa kalau dia sudah bersikap baik kepada Imel, tetapi tidak tahu dengan tanggapan gadis itu sendiri. Mila berdehem beberapa kali, berusaha untuk menetralkan perasaan. Dia harus tenang menghadapi situasi seperti ini. Wanita hamil itu akan berbicara baik-baik kepada Imel dan memberikan pengertian kalau semua yang dikatakan Maura itu adalah kebohongan belaka. Berharap Imel tidak akan mencari tahu melewati internet,
"Tidak akan. Aku jamin dia tidak akan tahu masalah ini, kecuali kamu yang ngomong. Tapi sepertinya kalau kamu ngomong pun jika tidak ada bukti percuma," ucap Mila. Dia tidak sadar kalau dari tadi Maura sedang mengambil buktinya. Wanita itu juga tidak berniat untuk mengatakan kalau dirinya punya bukti. Dia akan menyimpan ini baik-baik dan menjadi kejutan untuk Mila, memberikan semua ini kepada Raka tanpa sepengetahuan wanita hamil itu. Ingin tahu, betapa terkejutnya Mila setelah Raka mengambil tindakan. Karena Maura yakin, Raka tidak akan diam saja jika diperlakukan tidak baik oleh istrinya. Apalagi martabatnya sebagai seorang suami diinjak-injak begitu saja."Dengar, ya. Sekali lagi aku tegaskan, kamu jangan macam-macam sama aku dan jangan terlalu senang seolah Mas Raka itu akan benar-benar mendukungmu, kecuali kalau kamu itu adalah pelakor," ujar Mila dengan santai.Maura hanya diam saja. Dia memilih untuk mematikan rekaman dan hendak pergi dari sana, tetapi baru juga beberapa lang
"Apa tadi Mbak bilang? Mas Raka itu hidup dari uang Kakak, begitu?" tanya Maura memperjelas.Dia ingin merekam semua perkataan Mila. Dengan begitu secara kontan Raka pasti akan sakit hati dan meninggalkan Mila. Menurutnya tak masalah kalau Raka tiba-tiba saja meninggalkan Mila dengan alasan yang jelas. Lagi pula masalah perceraian bisa diurus setelah anak yang ada dalam kandungan Mila lahir. "Iya, kamu nggak sadar juga? Suamiku itu bisa hidup karena aku. Dia juga bisa mendapatkan apa-apa juga sebab uangku. Jadi, kamu jangan merasa senang karena dibela oleh Mas Raka. Karena dia juga akan tergantung padaku. Lalu, apa kamu pikir Mas Raka akan memberikan uang kepadamu? Tidak, kecuali dariku. Uang Mas Raka juga itu uangku. Apa kamu tidak menyadarinya?" ucap Mila. Dia sama sekali tidak curiga kepada Maura, apalagi wanita itu mengatakan hal tersebut sembari makan bubur. Perutnya sangat lapar. Anak yang ada dalam kandungan juga sudah menendang-nendang. Dia benar-benar merasa kalau hari ini
Awalnya Maura takut saat kakaknya tiba-tiba bertanya seperti itu, tetapi karena kelicikan yang sudah terlatih membuat dia berpikir lebih baik mempermainkan perasaan kakaknya itu, akan sangat menghancurkan Siapa tahu dengan tidak sengaja bisa berakibat fatal kepada anak yang ada dalam kandungan. Jadi, dia tidak perlu susah-susah menggugurkan kandungan Mila. Tinggal buat saja mental ibunya down, pasti anaknya ada dalam kandungan pun ikut terkena dampaknya. "Oh, Kakak mau tahu kenapa aku sampai yakin sekali kalau Mas Raka itu pasti membelaku? Sebab Mas Raka lebih percaya sama aku ketimbang sama istrinya. Kakak nggak sadar, ya? Kalau selama ini Mas Raka itu sudah lelah sekali berhubungan dengan Kak Mila, tetapi karena anak yang ada dalam kandungan itulah Mas Raka akhirnya bertahan. Dia sebenarnya berharap Kak Mila bisa berubah lebih baik, tidak terus mengekang dan cemburu buta. Tapi, sayangnya itu tidak terjadi juga. Aku yakin, memang itu ada sifat asli Kak Mila, kan? Pencemburu dan mend
Maura istirahat sejenak di sebuah masjid, tapi dia sama sekali tidak salat. Hanya berteduh. Sebelumnya wanita itu pergi ke kantin rumah sakit untuk makan. Sebab dia tidak mungkin menunggu terus Mila, sementara kakaknya itu menyebalkan. Ada saja kata-kata yang membuat dirinya semakin kesal.Wanita itu makan sambil melamun, banyak pikiran yang terus bergerilya di benak. Apa yang harus dia lakukan saat ini? Sementara Raka sama sekali tidak bisa dihubungi. Kalau misalkan dirinya pulang dengan Mila, apakah semua akan baik-baik saja dan rencananya untuk mengerjai kakaknya itu akan berhasil? Pertanyaan itu juga semakin menjadi-jadi di benaknya. Dia tak tahu harus melakukan apa. "Ah, capeknya! Aku harus benar-benar menerima semua ini. Lagi pula nggak ada salahnya, kan? Aku sudah menolongnya juga. Aku akan memulai aksiku nanti kalau sudah sampai rumah," gumam wanita itu langsung menghabiskan makanan.Dia memilih untuk kembali ke kamar kakaknya dan melihat kalau Mila sedang terduduk sembari he
"Sekarang masih diam lagi, kan? Berarti itu Kakak mengaku kalau selama ini aku belajar cara kejam dari Kakak. Aku tidak mungkin belajar dari orang lain. Pasti dari orang terdekat dulu. Coba saja dari awal saat aku datang ke sini untuk menjenguk Kakak di penjara, mungkin kejadiannya akan beda kalau Kakak bersikap baik saat itu. Ini pun aku pasti akan melupakan semua dendam dan kesakitan yang sudah Kakak beri. Sayangnya sampai detik terakhir, Kakak bersikap seperti ini. Jadi, untuk apa aku lembut dan tetap diam saja? Tidak, aku tidak mau bodoh dan menderita kedua kalinya. Sekarang terserah. Kalau misalkan aku harus keluar rumah, tanggung akibatnya. Kalau tidak mau, lakukan sesuai dengan keinginanku," ujar Maura. Setelah itu dia pergi dari hadapannya, membuat wanita hamil itu mengerang dengan hati yang dipenuhi amarah. "Maura, kurang ajar kamu! Awas! Aku akan buat perhitungan padamu!" seru Mila dengan suara parau. Maura memilih untuk keluar dan menenangkan diri terlebih dahulu. Tidak
Mila sampai tidak bisa berkata-kata mendengar semua perkataan adiknya. Jadi, selama ini Maura itu menyimpan dendam begitu banyak. Dia kira wanita itu tidak akan melakukan hal seperti ini, sebab tahu kalau dirinya adalah keluarga satu-satunya di sini. Melihat diamnya Mila, Maura tersenyum sinis sembari melipat tangan di depan dada."Kakak tahu? Ini adalah curahan hatiku selama ini. Inginnya aku memakai-maki Kakak sebisaku, tetapi sayang ini rumah sakit. Aku tidak bisa begitu saja mengeluarkan unek-unek. Tetapi satu hal yang pasti, Kakak jangan mengharapkan apa-apa dariku. Kecuali kalau bisa membayarku dengan uang yang mahal," ucap Maura menantang. Mila hanya diam saja memandangi adiknya yang dulu polos dan penurut, setelah masuk ke dunia luar dan tinggal di kota sifatnya berubah drastis seperti ini. Entah siapa yang sudah meracuni Maura, tetapi Mila yakin wanita ini tidak tiba-tiba seperti ini. Padahal belum lama di Jakarta, tapi sudah berubah drastis. Diyakini ada yang meracuni piki
"Dari dulu aku ingin tahu, bagaimana rasanya menyiksa Kakak seperti ini? Memang Tuhan itu Maha Adil. DIA akan memberikan balasan yang setimpal untuk orang-orang yang jahat seperti Kakak. sSekarang Kakak sendiri yang merasakan bagaimana sendiri tanpa bantuan siapapun. Harusnya dari dulu Kakak itu tahu kalau Kakak tidak bisa apa-apa sendiri tanpa bantuan orang lain, tapi sayangnya Kakak meremehkanku. Coba Kakak akan dibantu siapa kalau keadaan seperti ini?" papar Maura sepertinya masih belum puas mengeluarkan unek-uneknya kepada wanita hamil itu. Di saat seperti ini Mila bisa saja mengamuk. Tetapi dia tidak berdaya dengan keadaannya. Jadi, wanita itu pun memilih untuk tenang. Menghela nafas berkali-kali dan berusaha untuk menetralkan emosi yang tiba-tiba saja naik karena perkataan adiknya.Mila tahu, Maura pasti akan memancing emosi dan berusaha untuk membuatnya menderita. Tetapi Mila tidak mau disetel oleh anak ini. Dia harus memenangkan semua peperangan antara dirinya dan Maura. Ter