Sosok itu gelisah.
Berbaring di kasur singel, remaja yang mengenakan piyama, tidak henti mengubah posisi terus menerus. Memeluk guling, lalu berbalik dan melepaskannya dengan kesal. Terlentang, merasa tidak nyaman, kembali mengubah posisi menjadi meringkuk ke sebelah kiri. Beberapa menit kemudian, remaja berhelai panjang itu akan kembali mengubah posisi meringkuk ke sebelah kanan.
Tidak ada rasa kantuk. Hanya ada debaran yang terus meningkat tidak senada dengan detak jam yang bergerak dengan konstan. Desiran yang membuat perut tidak nyaman terus merayap, kian membuat tidak nyaman. Hanya ada keheningan di tengah malam yang kian larut. Seluruh anggota keluarga di rumah bata itu seharusnya telah terlelap ke alam mimpi. Namun sayangnya, Corin Yudhistira tidak mengantuk sama sekali.
Corin menyesal.
Sejujurnya, ia benar-benar menyesal kenapa begitu penurut dan pengecut. Ini masalah nyawa, bukan sesuatu yang bisa dipermainkan. Namun pada kenyataanny
Berganti dari satu posisi menjadi posisi lain. Remaja yang mengenakan piama benar-benar tidak bisa diam di kasurnya. Ia terus bergerak dengan gelisah. Tidak merasa kantuk sama sekali saat malam telah larut. Ada kekesalan yang bergelayut di dada. Mencengkeram hingga membuat Corin ingin mengamuk. Terutama saat mengingat perlakuan seenaknya Caroline kepadanya. Seenaknya memutuskan, seenaknya merahasiakan sesuatu. Sungguh, bukankah ini hidupnya?! Remaja ini ingin marah, mengamuk. Namun ia hanya bisa menelan kekesalannya bulat-bulat. Rasanya sangat tidak menyenangkan ... sungguh, rasanya sangat tidak nyaman hingga ia merasa ingin kembali menangis. Mau bagaimana lagi? Ia hanya bisa bergantung dengan gadis Weish. Ia tidak bisa berbuat apa pun ... ia hanya pengecut. Bahkan untuk protes dan sedikit menyuarakan ketidak setujuan, Corin membutuhkan kepercayaan diri ekstra, keberanian yang ekstra. Tahu pasti bahwa matanya tidak mau terpejam, Corin tanpa ragu bangkit berdi
Rimbunnya pepohonan memenuhi mata, warna gelap yang kentara meneduhi semua hal yang berada di bawahnya. Cahaya bulan yang lebih bersinar seolah memanjang, menembus dedaunan tebal guna menerangi gulita yang tercipta. Corin Yudhistira seharusnya tidak memiliki penglihatan sebaik ini, tetapi dengan anehnya ia bisa melihat suasana yang tercipta dari malam yang hanya mengandalkan penerangan bulan. "Hutan?" tanpa sadar remaja itu membeo, tercenga dengan apa yang ada di sekitarnya. "Ya," Phoenix mengangguk, sukses mengalihkan perhatian remaja yang masih tercenga. Corin berkedip, sulung Yudhistira menoleh menatap sekelilingnya dan mendapati bahwa ... ada sebuah kereta kuda beberapa meter dari tempat mereka berdiri. Kereta itu terlihat megah dan tua, tanpa kuda yang seharusnya menjadi hewan penariknya. Warna gelap pada kereta bersamaan dengan derit ketika Joshua membantu Lin untuk menaiki kereta tertutup itu sekali lagi membuat remaja berkuncir satu menelan li
"Penyihir memiliki 3 tipe kemampuan, masing-masing adalah Element, Makhluk hidup dan Ramalan. Tipe kekuatan yang paling umum adalah Element, Makhluk Hidup cenderung jarang dan tipe Ramalan adalah yang paling langka." Pria dengan helai gelap dan sepasang iris biru itu menjelaskan dengan sabar. Nadanya lambat, tidak terburu-buru dan cukup menyenangkan untuk didengar. Bahkan dengan wajah tampan yang dibingkai rambut hitam ditata klimis, Corin secara bertahap mulai merasakan pengikisan dirinya untuk menolak mengetahui perihal Sihir dan hal-hal ajaib lainnya. "Tipe Element terdiri dari 4 unsur yang bisa digabungkan dan saling berkait, yaitu Api, Air, Tanah dan Udara. Sementara untuk Tipe Makhluk, ada 2 Unsur yang bisa dikuasai, yaitu Hewan dan Tumbuhan. Namun untuk Ramalan ... ." Jeda beberapa detik, pria tampan itu menghela napas. "Saya sendiri kurang mengetahuinya. Karena tipe ini sangat langka, sekali mereka ditemukan, biasanya akan diisolasi dan menjadi Penyih
Corin Yudhistira akui bahwa dirinya terlalu suka membaca komik dan Novel. Meski kebanyakan adalah genre Fantasi, tetapi selalu ada bumbu Romance yang membuat malting. Namun mendengar langsung apa yang Pheonix katakan dan melihat betapa Joshua sangat memperhatikan Caroline ... Tebakannya benar, mereka memang pasangan dalam artian Romantis. Namun, Corin tidak pernah menyangka bahwa hubungan mereka ternyata ... jauh lebih serius ketimbang pacaran. "Partner Sihir memiliki arti yang sangat dalam. Ini bukan hanya partner dalam artian Romantisme, keberadaan sepasang Penyihir sangat penting karena kecocokan sihir mereka juga menyangkut kemampuan Sihir mereka." Tersenyum, Phoenix kembali menatap sepasang penyihir yang terlelap. "Kemampuan Sihir adalah hal yang sangat berharga ... karena tidak peduli di mana pun itu, bahkan di lingkungan yang terlihat aman dan damai sekalipun ... kekuatan akan selalu menjadi simbol kepercayaan diri dan harga diri setiap orang."
Suara dengungan lebah terdengar, sukses menarik kesadaran yang semula terlelap. Namun, secara bertahap, dengung lebih berubah menjadi beberapa obrolan yang dilakukan secara acak, juga diiringi dengan beberapa suara lain yang cukup berisik dan mengganggu. Corin mengerutkan alis. Berisik sekali ... oh, sungguh, apakah sudah terlalu siang sehingga Alvin membesarkan volume suara TV?! Kesal karena tidurnya terganggu, tangan panjang itu meraba-raba, mencoba mencari bantal untuk menutup kuping. Namun jemarinya justru dengan mudah menyentuh dinding yang dingin. Hal ini sukses membuat tubuh mengantuk refleks ingin berbalik— "Ah!" Rasa kantuk Corin hilang seketika saat tubuhnya nyaris terjatuh. Gravitasi mencoba menariknya, tetapi tubuh bergerak lebih dulu. Dengan jantung yang melompat, remaja itu langsung membalik tubuhnya dan menempel pada dinding. Namun hal itu tidak menghentikan jantungnya yang berdebar tidak tenang saat merasakan perasaan hampir terjatuh yang nyat
Suara langkah kaki kuda diiringi dengan beberapa guncangan yang terlalu familier membuat Corin semakin jenuh. Terlebih ketika ia menoleh ke luar jendela, hanya pohon yang akan selalu matanya tangkap. Tidak ada keindahan pegunungan, atau tebing dengan pemandangan pantai yang eksotis. Serius, tidak ada. Sejauh mata memandang, penglihatannya akan terhalang oleh pohon-pohon besar dengan kepala hijau yang terlalu rimbun. Baiknya, angin sepoi-sepoi akan menyejukkan mereka, diiringi dengan keteduhan yang melindungi dari sengatan matahari. Di siang bolong seperti ini benar-benar panas. Corin agak menyesal kenapa tidak membawa beberapa bungkus es jeruk dengan batu es yang dingin dan mengembun untuk dibawa selama perjalanan. Namun tetap saja, Corin benar-benar merasa bosan setelah ... oh berapa lama? Ia sungguh tidak tahu sudah berapa lama sejak mereka meninggalkan kota. Beruntung, ruangan yang disewa di restoran mereka tadi memiliki kamar mandi dan mereka secara bergantian ma
Ketika hanya terkurung di dalam sebuah kotak kecil selama berjam-jam, setiap orang secara tidak sadar akan melakukan beberapa hal guna mengusir kebosanan yang akan mengundang rasa kantuk. Beruntung, Snow adalah Kucing Kecil yang dihantui dengan rasa penasaran. Mulut kecil dengan suara kekanakan itu tidak berhenti untuk bertanya ini dan itu."Jadi, kenapa nama Phoenix adalah Phoenix?" pertanyaan yang terlontar kali ini jelas bukan untuk Kucing Hitam dewasa, tetapi untuk majikannya, Caroline Weish si pemberi nama.Lin terkekeh. "Yah ... karena lambang keluarga Alix—" sebuah tangan langsung membungkam mulut itu. Mencegah remaja cantik itu meneruskan ucapannya. Tindakan yang terlalu tiba-tiba sukses mengagetkan sulung Weish."Lin, sudah berapa kali kubilang? Jangan dengan mudah mengucapkan nama keluarga itu," Joshua menghela napas, menarik tangan yang semula menahan bibir partnernya untuk berbicara. "Terutama di tempat ini, kau harus lebih berhati-hati."
Semakin sepasang kaki berlapis sepatu kets itu melangkah, semakin berubah suasana tempat mereka berkunjung. Pada awalnya, semua hal masih sangat terang. Pepohonan rimbun di sekitarnya cukup bersahabat dengan suara gemerisik udara mempermainkan daun. Namun sekarang ... Corin mulai berpikir untuk putar balik dan kembali. Pepohonan terlihat memiliki jarak yang berjarang-jarang. Tanah pijakannya sangat kering sehingga tidak ada semak belukar atau bahkan rerumputan liar yang tumbuh. Namun pohon-pohon yang berdiri kokoh bak sebuah tiang listrik, memiliki daun yang lebat—sangat lebat hingga membuat sekelilingnya terasa teduh dan suram. Perbedaan hutan terang benderang dengan kebisingannya dan dibandingkan dengan hutan ini, sungguh menjadi sebuah kontras yang nyata. Hutan hidup dan hutan mati. Di sini Corin tidak bisa mendengar gemerisik suara dedaunan atau bahkan suara serangga siang. Hanya ada keheningan, dengan hembusan dingin angin yang sesekali
Sebuah meja kayu panjang yang dikelilingi oleh banyak kursi tersedia di tengah-tengah ruangan besar. Lampu gantung kristal dimatikan, hanya menyediakan penerangan dari jendela prancis yang terbuka lebar. Suasana pagi yang langsung menghadap ke arah taman penuh bunga membuat Ruang Makan terasa sangat artistik dan indah.Saat Corin akhirnya turun dari kamar tamu dan memasuki Ruang Makan, gambar indah dari ruangan yang seharusnya menjadi pencuci mata, tidak terlihat seperti itu sama sekali. Mungkin karena tidak ada yang memulai makan atau mungkin karena orang-orang yang duduk di kursi memiliki ekspresi yang begitu suram, Corin benar-benar merasa salah memasuki ruangan.Sungguh, ini bukan ruang rapat kan?Makanan hangat telah tersedia di atas meja, tetapi karena menjadi yang terakhir, kedatangan remaja itu mengundang ba
Hembusan lembut udara terasa membelai kulit. Namun cahaya yang hangat menerpa, menyentuh dan membuat Corin tidak bisa begitu saja menutup mata–bagaimana pun, kesadarannya telah kembali. Perlahan, kelopak mata itu bergerak sebelum akhirnya membuka. Silau. Alis Corin terpaut. Matanya terasa tersengat. Berkedip beberapa kali, akhirnya ia bisa menyesuaikan diri. Namun, saat Corin menyadari dimana dirinya berdiri, ekspresi wajah remaja yang semula linglung, berubah menjadi tercenga. Sepasang kelerengnya membola sempurna, menatap tidak percaya apa yang tercemin di matanya. Sebuah padang rumput yang hijau membentang. Ia berdiri di bawah bukit, tepat bermandikan cahaya matahari yang hangat. Hembusan angin menerpa tubuh, menerbangkan dedaunan yang dengan mudah berguguran di tanah. Menyipitkan mata, sebuah pohon besar berd
Suhu udara mendadak berubah rendah. Kabut tipis menyelimuti semua orang. Seolah merasakan de javu, Caroline dan Joshua sama-sama memandang tidak percaya ke arah Corin semula berjongkok dan melindungi dirinya bersama Piby.Suara yang mengalun di antara kabut terdengar dengan jelas. Suara yang familier, tetapi entah bagaimana begitu asing. Nadanya sangat tenang, seolah tidak peduli dengan ancaman nyawa yang berada di sekitarnya.Kabut dingin hanya bertahan selama beberapa detik, lalu menghilang dan memperlihatkan sosok remaja yang menggendong seorang gadis kecil. Wajah pucat itu tanpa ekspresi tetapi sepasang iris menatap sekitarnya dengan pandangan jijik yang terlalu kentara.Berbeda dengan melawan para Penyihir, kali ini, arwah asing yang kembali menguasai tubuh Corin memasang ekspresi jijik. Terlihat sangat tidak berminat untuk melawan Manusia Serigala.“Kaing!"Dengkingan Manusia Serigala terdengar—sukses membuat semua orang tersentak
Manusia Serigala merupakan nama sebuah penyakit. Penyakit sihir yang disebabkan oleh kutukan. Konon, semuanya berasal saat zaman peperangan. Saat itu, seorang Penyihir membuat sihir terbaru, bermaksud membuat eksperimen manusia kuat yang mampu dikendalikan dan mengalahkan banyak musuh. Memiliki fisik yang kuat, kelincahan, juga tahan dengan serangan Sihir.Namun siapa sangka bahwa eksperimen ini akan gagal, menciptakan makhluk yang bukan manusia atau hewan. Hanya Monster yang haus darah, agresif, tidak mampu untuk dikendalikan. Perpaduan dari Manusia dan juga gen Serigala.Sayangnya, peperangan menghalalkan segala cara untuk menang. Manusia serigala dibebaskan untuk menyerang musuh. Sungguh, tidak ada yang menyangka bahwa orang-orang yang selamat dari serangan Manusia Serigala ... akan tertular. Mereka yang digigit, akan berubah menjadi Monster. Rasionalitas mereka menghilang, hanya digantikan insting selayaknya hewan dan agresifitas yang tidak mampu dikendalikan siapa
Pertanyaan tidak berhenti sampai di situ saja. Mereka dibebaskan untuk bertanya apa pun dan Kucing Hitam Perempuan bisa memilih untuk menjawabnya. Selain Corin, semua orang mencoba mengorek informasi apa pun dari mulut remaja berpakaian Maid.“Berapa umurmu?”“Umur yang mana?” Miaw balas bertanya. “Umur saya yang sekarang atau kah umur sesudah kontrak?”Edita yang melontarkan pertanyaan, mendadak diberikan umpan balik pertanyaan. Namun remaja itu tanpa ragu membalas. “Keduanya.”Miaw tersenyum lembut. Kegelapan malam dengan cahaya redup dari bola api yang melayang-layang diudara membuat wajah cantiknya terlihat menyeramkan. “Umur Kucing Saya adalah 1 tahun sementara Umur setelah mengikat kontrak adalah 3 bulan.”Hening.Mendadak, tidak ada lagi yang melontarkan pertanyaan.Corin yang dirundung perasaan bersalah, bahkan menyadari suasana yang mendadak terasa berbeda. kepala hi
Malam kembali menyapa. Tidak seperti malam sebelumnya yang penuh dengan gemerlap bintang, kali ini langit ditutupi oleh awan. Namun tidak peduli seberapa indah malam sebelumnya atau seberapa suram kali ini, perjalanan yang dilakukan di malam hari merupakan perjalanan yang mencekam.Beberapa bola api melayang-layang mengikuti pergerakan empat ekor kuda yang berlari cepat. Cahaya yang justru cenderung redup, tidak bisa benar-benar memberikan penerangan malam. Namun karena cahaya redup inilah mereka sedikit lebih aman. Bagaimana pun, cahaya di tengah kegelapan merupakan hal yang mencolok dan cenderung mengundang bahaya.Merasakan sakit pinggang, punggung dan bahunya, Corin benar-benar bisa merasa bersyukur akan kenikmatan duduk manis di dalam kereta. Oh, sungguh, ia tidak menyangka akan semenderita ini menunggangi kuda!Hanya ada empat kuda yang tersedia untuk mereka tunggangi. Joshua tentu saja bersama Caroline, Roni dan Eka juga harus bersama. Kedua pasangan ini
Cring ... cring ...Suara bel yang jernih dan merdu terdengar. Halus di antara keheningan yang tercipta. Semua pasang mata memandang sosok remaja yang mengenakan pakaian Maid, membungkuk ke arah seorang batita kecil dengan sepasang mata hijau yang seolah siap untuk menangis ...Remaja itu sangat cantik. Dengan helai hitam panjang yang diurai, rambut ikalnya mencapai pinggang. Kulitnya seputih pualam, sangat kontras dengan warna helai rambut yang gelap. Ditambah sepasang iris hijau keemasan yang indah ...Kucing.Satu kata muncul di kepala Corin saat memandang remaja itu. Dalam sekali pandang, entah bagaimana ia menebak identitas remaja ini. Oh, bukan hanya Corin. Bahkan semua orang yang melihatnya, entah bagaimana mengetahui identitas Remaja yang mendadak muncul di udara kosong.
Ketika pertanyaan Bungsu Weish terlontar memecahkan keheningan, Corin dapat merasakan jantungnya mencelos. Pertanyaan itu menohoknya. Bagaimanapun, ia adalah penyebab kedua anak kecil datang dan mengikuti mereka.Menatap wajah serius tetapi galak remaja yang sedikit lebih pendek, Corin menelan liur paksa. Jantungnya berdebar-debar tidak tenang. Panik sekali, membuatnya tanpa sadar menatap sekitar—mencoba mencari pertolongan. Bagaimana pun, harus ada yang menjelaskan. Namun sulung Yudhistira bukan orang yang tepat untuk buka suara.Lin menghela napas. Remaja itu tidak terpengaruh dengan tatapan mengintimidasi adiknya sendiri.“Kami menemukannya,” Lin menjawab jujur. “Di tengah hutan ... bila bukan karena mereka, Snow dan Rin akan mati.”“Mati?” Roni kali ini buka suara. Kat
Chapter 39: Pergi (I)Perjanjian Pedang Suci adalah sebuah perjanjian antara Penyihir dengan budaknya. Perjanjian yang terikat antara kedua jiwa, perjanjian yang memaksa untuk salah satu pihak untuk tunduk dan taat dengan pihak lainnya.Saat benar-benar mengetahui bahwa satu-satunya cara terbaik sekarang bukanlah memiliki cincin sihir tetapi melakukan Perjanjian Pedang Suci ... Corin sungguh tidak tahu harus mengatakan apa. Semua hal terasa sia-sia. Pada akhirnya, ia tetap akan didorong dan dipaksa untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin dilakukannya kembali.“2 hari ... kita hanya punya waktu 2 hari .... ,” Corin bergumam kosong. Menatap meja makan begitu saja. Ia ... sungguh, tidak bisa memikirkan apapun kembali. Semuanya terasa tidak nyata. Terlebih eksekusi mati yang akan jatuh ke atas kepalanya.“Mereka pasti berbohong,” Edle mendengus. “Tujuan mereka adalah Kucing milik Kak Corin. Mereka tidak bi