Dayana mengendikkan bahunya, ia sendiri juga tak tahu banyak tentang menaklukkan pria. Bella hendak bersuara namun ia urungkan kala ponsel Dayana berdering nyaring.
“Hallo Mas?” ujar Dayana setelah gawai berwarna sage green itu menempel di indra pendengarannya.
“…”
“Oh, iya. Sebentar ya Mas.” Dayana meraih totebagnya, setelah itu memutuskan sambungan telepon.
Dayana merapikan kursi kerjanya dan menata file yang akan ia kerjakan di rumah nanti. “Sudah Bell. Ikutin saja alurnya. Yang penting jaga diri saja, jangan sampai tergiur. Coba deh mulai besuk pakai baju yang longgar dan gak kekurangan bahan siapa tahu Pak Randy jadi berubah pikiran.”
Bella tersenyum mendengar ucapan Dayana, ia seakan tahu cara agar bos barunya itu tak melulu memandangnya nafsu. Wanita berusia 22 tahun itu memeluk Dayana dan mengucapkan terima kasih beru
“Ganes?” tanya Aidan menebak nama wanita itu.“Masih ingat saja sih, jangan-jangan ingat yang lain juga nih,” ujarnya dengan nada menggoda.Aidan tersenyum simpul. “Kenapa?”“Mobilku mogok, mana gelap banget lagi.” Wanita itu merapatkan tubuhnya pada Aidan, membuat Aidan merasakan darahnya mendidih. “Aku sih sudah telepon bengkel katanya gak bisa ambil sekarang. Aku cari ojek online gak ada yang ambil ordernya. Karena sudah malam kali ya.”“Mau aku antar?” tawar Aidan, wanita di depannya mengangguk membuat bagian depannya bergoyang.Tanpa babibu wanita itu segera masuk ke dalam mobil Aidan, setelah ia mengambil barang di dalam mobil dan mengunci mobilnya. Sekuat tenaga Aidan menahan hasratnya untuk tak berbuat macam-macam namun, wanita itu justru memancingnya.Di dalam mobil ketika Aidan
Dayana membeku, ia melihat bagaimana wanita itu mendekap erat tubuh tegap Sagara. Dayana memperkirakan wanita itu berusia dua tahun lebih muda darinya. Dayana membalik tubuhnya ia berpura-pura tak kenal dengan Sagara, hatinya terasa sakit. Namun, Dayana tak mampu mengutarakan itu semua.Wanita berusia 22 tahun itu berjalan seraya menahan tangisnya, rasanya ia ingin cepat-cepat meninggalkan mall tersebut. Dayana merealisasikan keinginannya ia mendorong troli dengan cepat dan bergegas menuju kasir. Saat dirinya akan berbelok ke arah kasir sebuah tangan kekar menahan laju troli itu.“Kenapa ninggalin aku?” Suara yang sebelumnya menjadi candu dan menenangkan itu tak lagi berdampak baik, yang Dayana ingin lakukan justru menangis dan berlari dari sana. Namun, kaki wanita itu seakan berat untuk melangkah.“Ini Mba Dayana, Bang?” tanya wanita muda yang masih melingkarkan tangannya di lengan Sagara.
“Aku tak hanya mencintai fisikmu tetapi aku juga mencintai rohmu, tak ada alasan untukku meninggalkanmu, Sayang.” Dayana menatap lekat Sagara, ia mencari kebohongan di balik siratan mata pria itu. Nihil, tak ada sedikitpun kebohongan atau pun keraguan di netra berwarna coklat itu.Sagara kembali melajukan mobilnya menuju rumah Dayana, setibanya di sana ia menyempatkan diri untuk mampir sejenak untuk bercengkrama bersama keluarga Dayana.Di lain tempat, Aidan baru saja tiba di rumah Ganes. “Ayo, Dan,” ajak Ganes meraih jemari pria itu dan menuntunnya masuk ke dalam rumah.“Ayah aku pulang‼” pekik Ganes masuk ke dalam rumahnya.Tak lama muncullah, Brahma bersama istrinya, mereka berjalan beriringan seraya bergenggaman tangan. Aidan berdecak dalam hati, ia yang tahu rahasia pria tua di depannya hanya tersenyum palsu. “Wah ada siapa ini?”
“Kami belum bisa memastikannya, bu. Kami harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetauhi sakit yang diderita,” jelas dokter itu pada Ratih.“Lakukan yang terbaik, Dok.” Sagara berujar tanpa mengalihkan pandangannya.“Baik pak, kami akan mempersiapkan pemeriksaan lanjutannya.” Setelah mengatakan hal itu wanita dengan jas putih dan stetoskop yang melingkar di lehernya pun berjalan menuju pintu keluar.Seorang perawat mendatangi Sagara. “Maaf pak, bisa lengkapi berkas pasien?”Sagara mengangguk dan berpamitan pad Ratih. Pria itu segera menuju ruang administrasi untuk melengkapi data Dayana. Setelah selesai Sagara pun bergegas kembali ke ruang ugd. Kedatangannya bertepatan dengan brankar Dayana yang didorong beberapa perawat. “Kami akan melakukan pemeriksaan, Pak.”Sagara mengangguk ia lantas mengikuti branka
Sagara terus teringat akan ucapan dan pertanyaan ibu Dayana, hingga pria itu tak sadar jika dirinya sudah tiba di depan ruangan Dayana. Pria itu mengatur napasnya sejenak dan bergegas mendorong pintu kayu berwarna putih di depannya.Ia menatap wanita yang sedang terbaring dengan kondisi tubuh yang lemas. “Ibu sudah pulang, Mas?” tanyanya pada pria yang berdiri di ambang pintu kamarnya.Sagara mengangguk, pria itu menggeret kursi dan meletakkannya di samping ranjang Dayana. Ia meraih sebelah tangan Dayana dan menggenggamnya erat. “Maafkan aku yang tak bisa menjagamu dengan baik.”Dayana tersenyum dengan helaan napas. “Apa sih mas? Ini semua terjadi bukan karena mas lalai kok. Ini terjadi karena memang sudah digariskan.”Mereka pun larut dalam perbincangannya, saling bertukar cerita satu sama lain, kisah saat mereka masih duduk di bangku sekolah dulu. Bagaimana mereka melalui harinya dan kisah lucu lainnya, Sagara berusaha untuk menghibur wanita itu agar sakitnya segera membaik.Di lain
“Kau?” tanya Aidan menghentikan gerakan pinggul wanita di atasnya. “I’m Flo. Do you remember?” “Kenapa kau bersaksi pada hari itu?” tanyanya seraya menatap Flo tajam. Wanita itu tersenyum sinis, ia membungkukkan tubuhnya hingga menyentuh dada bidang Aidan, ia memiringkan sedikit wajahnya dan berada tepat Di samping telinga pria itu. “Sessimple kenapa kamu bermain api? So, dengan ini aku menyelamtkan banyak wanita ‘kan?” “Aku harus kehilangan warisanku!” ujar Aidan dengan rahang mengeras. “Warisan? Kurasa tanpa warisan itu kau masih tetap bisa hidup, ‘kan? Bukannya yang terpenting di hidupmu adalah wanita dan goyangannya?” ujar Flo penuh dengan sindiran. “Lupakan saja itu, kau yakin mau menganggurkan aku?” Aidan tersenyum smirk, ia lantas menggerakkan tangannya menjamah tubuh seksi Flo. “Tentu tidak akan!” Ia membaluk tubuh Flo dan saat ini Aidan tengah mengambil alih permainan. Wanita itu hanya bisa menikmati setiap apa yang dilakukan Aidan padanya. Ia tak munafik tentang apa ya
Tiba-tiba lampu kembali menyala namun, pandangan pertama yang ia lihat justru Sagara yang sedang berlutut di depannya dengan sebuah kotak berbahan beludru. Di belakangnya terputar video berupa potongan foto yang secara diam-diam Sagara ambil saat bersama dengan perempuan itu.Dayana menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang pria itu lakukan. “Dayana Frederica Amaranth, dihadapan tamu yang hadir malam ini, aku ingin mengikatmu dalam sebuah hubungan yang jauh lebih serius. Dayana Frederica Amaranth, maukah kamu menjadi teman hidupku?”Dayana terdiam ia tak menduga jika malam ini, Sagara akan melamarnya di depan banyak orang yang tak ia kenal. Dayana menunduk menatap pria yang juga sedang menatapnya juga, wanita itu mencari jawaban atas kegelisahan juga keraguan yang terbesit di benaknya.Nihil, Mas kamu sangat tulus padaku, lirih Dayana dalam hati.Dayana memejamkan matanya menghirup napas dalam-dalam, setelah itu ia mengangguk. “Sungguh?” tanya Sagara senang hingga berkaca-kaca.“Iy
Bukannya menjawab, wanita itu justru kembali bergoyang berusaha mengabaikan perhatian pria berpangkat ceo itu. Aidan pun lupa akan pertanyaannya dan menikmati setiap gerakan erotis wanita muda di atasnya.Mobil Sagara berhenti tepat di depan gerbang sebuah rumah bergaya minimalis dengan warna putih yang mendominasi. “Terima kasih ya, Mas.”Pria itu mengangguk dan sebelah tangannya terulur mengusap puncak kepala Dayana. “Lusa aku akan datang bersama keluarga besar. Untuk melamarmu secara resmi.”Dayana mendelik, ia nyaris mengeluarkan bola matanya karena terkejut dengan informasi yang pria itu berikan. “Mas? Apa gak terlalu cepat?”“Enggak, mencari pahala dan menyempurnakan separuh iman itu harus disegerakan kalau sudah ada pasangannya, ‘kan?” Dayana pun kalah, ia akhirnya mengangguk dan mengatakan ia akan menginformasikan pada Ratih.“Ya sudah aku turun dulu ya mas, mas hati-hati di jalan ya.” Dayana pun membuka seatbeltnya dan turun dari mobil.Ia berdiri di depan gerbangnya, menungg
2 tahun kemudian“Lama banget sih Gar! Bini lo sudah jerit-jerit buk –““Berisik!” sahut Sagara berlari menuju pintu berkaca yang terdapat seorang wanita paruh baya tengah berdiri di sana. “Bu,” sapa Sagara mengecup punggung tangan ibu mertuanya.“Langsung masuk saja, Nak. Dayana sudah menunggumu.” Sagara mengangguk dan bergegas masuk bersama seorang perawat.Ia melihat seorang wanita tengah berbaring di atas ranjang dengan wajah penuh peluh. Pria itu segera melepas jasnya dan menggantikan dengan pakaian serba hijau. Ia mendekati wanita yang berbaring menatapnya dengan senyum dan mata yang sayu.“Sayang, maaf aku terlambat,” ujar Sagara penuh sesal. Pria itu bergerak mengusap kening Dayana yang banjir bulir keringat.Dayana hanya tersenyum lemah dan menggerakkan tangan
Hari terus berjalan, Aidan mulai mendengar kabar jika perusahaannya tengah didemo oleh karyawan yang tak kunjung mendapatkan gaji. Wajahnya terpampang di seluruh media massa, jika dulu ia diberitakan sebagai pengusaha termuda dan sukses, kini ia harus menerima kenyataan pahit jika pemberitaannya tentang kemunduran perusahaan serta kasus yang sedang dihadapinya.“Sepertinya aku tak punya pilihan lain,” ujar pria itu seraya menatap tisu yang tengah digenggamnya.Aidan segera bangkit dan memanggil petugas lapas. “Pak saya mau menghubungi pengacara saya.”Petugas lapas itu mengangguk dan membukakan pintu sel, ia lantas memerintah Aidan menggunakan telepon kantor dan tak boleh lebih dari sepuluh menit.Setelah menekan tuts angka pria itu segera meletakkan gagang telepon di telinganya. “Hallo, bisa kau datang ke mari?”“….”
“Ehh iya? Kenapa sayang?” tanya Sagara menyimpan ponselnya cepat.Dayana mengulas senyum dan mengusap bahu pria yang kemarin meminangnya. “Mas kenapa? Ada masalah?”Sagara membalas senyuman Dayana, ia merengkuh bahu istrinya lantas mengajak wanita itu masuk ke dalam rumah. Menapaki lantai granit menuju ke lantai dua, ia lantas menuntun sang Istri masuk ke dalam kamar utama yang sudah berganti nuansa berwarna peach.“Mas mau ngomong serius sama kamu.” Ucapan pria itu membuat detak jantung Dayana berhenti berdetak, ia bahkan kesulitan menelan salivanya sendiri. “Ini bukan tentang kita kok, bernapaslah sayang.”Dayana menghela napas hingga bahunya bergerak turun. Sagara tertawa kecil melihat sikap istrinya yang terlihat menggemaskan. Ia melepas dekapannya dan berlutut di depan sang Istri yang duduk di tepi ranjang.“Sayang, maaf
“Mas aku yakin!” ujar Dayana dengan penuh keyakinan. Ia memberanikan diri untuk menyerahkan segenap dirinya pada pria yang meminangnya hari kemarin. Sagara hanya tersenyum, ia kembali mengecup bibir Dayana dengan lembut dan penuh kasih sayang. Satu persatu pakaian wanita itu mulai terlucuti begitu juga dengan sarung yang dipakai Sagara. Di pagi yang indah nan cerah itu, sepasang suami istri menunaikan nafkah batin. Suara desahan dan lenguhan tertahan menggema ke seluruh penjuru kamar, tanpa paksaan namun penuh dengan cinta dan kasih sayang. “Aaahh‼” lenguh panjang keduanya menandakan jika mereka sudah mencapai puncak kenikmatan. Tepat pukul 7 pagi, sepasang pengantin yang baru saja menunaikan nafkah batin itu selesai membasuh diri di dalam kamar mandi. Seperti pasangan pengantin sewajarnya, merkea masih asik menikmati hari-hari setelah melepas status lajangnya. Dayana dan Sagara menapaki anak tangga turun menuju ke ruang keluarga. Di sana ternyata masih ramai berkumpul keluarga Day
“Insya allah mas, aku pengin dia bertanggung jawab dan tahu konsekuensinya. Kalau dia terus menerus bebas dan ditolong mungkin ke depannya dia akan melakukan hal yang sama lagi, bahkan mungkin lebih parah.”Sagara mengangguk, ia lantas merengkuh tubuh istrinya. “Sudah sah, ‘kan?”Dayana tersenyum dan membalas pelukan hangat sang Suami. “Mandi mas, sudah mau malam. Gak bagus buat kesehatan loh.” Dayana menguraikan dekapannya dan bergerak mendekati almari pakaian.Sagara tertawa dan berjalan menuju kamar mandi dengan membawa sebuah handuk. Tak lama, Dayana mulai mendengar suara gemercik air yang berpadu dengan aroma sabun khas dirinya.Dayana bergegas mengganti pakaian tidurnya, ia terlihat gelisah di atas kasur. Duh kenapa jadi kepikiran malam pertama sih, lirih Dayana dalam hati seraya memikirkan cara untuk menghindar dari kegiatan malam pertama.Dayana pun bergegas membaringkan tubuhnya di atas kasur dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal. Dayana mencoba memejamkan mata ra
“Datang‼! Pak Sagara datang‼” pekik Diyas yang mengintip dari jendela kamar Dayana.“Alhamdullillah,” ujar mereka menghela napas lega. Dayana memejamkan mata seraya mengucap syukur dan berterima kasih karena pria itu benar-benar membuktikan ucapannya.Dayana berdiri, ia merapikan pakaian dan melihat sekali lagi wajahnya. Terdengar bunyi ketukan di pintu kamar wanita itu. “Mba, mari turun,” ujar seorang wanita paruh baya yang biasa disebut sebagai dukun manten alias orang yang memang mengerti tata cara pernikahan adat jawa.Dayana turun dibantu Lala dan Bella di samping kanan kiri, sedangkan di depannya berjalan ibu Dayana didampingi Diyas dan Nabila, di barisan paling depan Rai dan Rara berjalan membawa buket bunga. Seluruh pandangan tamu undangan menatap Dayana dengan sorot kagum.Riasan dan tata rambutnya membuat dirinya terlihat berbeda, dibalut dengan kebaya hitam berbahan beludru menambah kecantikan dan pesona wanita itu. Langkahnya berhenti di depan meja akad, ia lantas berdiri
Aidan semakin tak berkutik, ia memikirkan jawaban apa yang sekiranya tak memberatkan posisinya. “Ganeswari Rahayu, putri dari Brahma Setyawijaya. Apa anda mengenalnya?”“Iya saya mengenalnya.”“Apa hubungan anda dengan korban?” tanya petugas itu lagi.Aidan berpikir sejenak lantas mengatakan, “Kami pernah menjalin hubungan saat Sma dulu, setelah itu kami berpisah.”“Kapan terakhir kali anda bertemy dengan Korban?”“Pagi tadi.” Petugas yang sedang mengetik di laptop pun menganggukkan kepala. “Maaf kalau boleh tahu apa kaitannya ya?”“Ganeswari Rahayu hilang sejak pagi tadi, pihak keluarga sudah mencoba menghubunginya tetapi ponsel korban tidak aktif. Beberapa jam yang lalu, petugas menemukan mobil korban di tepi jurang.”“Jurang?”
“Aku itu gak kenal sama Mba Dayana, cuman salah satu teman kosku satu kerjaan dengan Mba Dayana, ya aku tahu cerita itu dari dia. Sudah malah bahas Mba Dayana, ayo mas makan,” bujuk Tasha dengan nada manja dan menarik lengan Aidan menggeretnya ke arah meja makan.Aidan pun duduk di kursi makan, wanita berusia 20an tahun itu bergerak menyendokkan nasi dan lauk pauk ke dalam sebuah piring. Aroma makanan yang lezat menggoda Aidan. Mirip masakan Dayana, batin pria itu. Dari aroma yang ia hirup Aidan tentu sudah tahu jika masakan wanita itu memang mirip dengan masakan Dayana yang tak pernah ia sentuh. “Mas kok melamun?” tanya Tasha duduk di kursi depannya.“Ah tidak.” Pria itu bergegas menyuapkan sendok demi sendok ke dalam mulutnya. Mereka berdua menikmati makan siangnya dengan hening hanya suara denting sendok dan garpu yang beradu mengisi rumah berukuran besar itu.Tingg nongg … tingg nonggg!Tak lama Mang Ujang masuk ke dalam rumah dan menghampiri Aidan dari arah belakang. “Siapa Pak?
“Meminta maaf mungkin, meminta maaf bukan berarti kita kalah kok Mas, hal itu justru menunjukkan jika kita jauh lebih baik dari ia.” Aidan terdiam mendengar usulannya. “Mas gengsi gak selamanya baik kok.”“Tidurlah, hari sudah malam,” ujar Aidan tak menanggapi usulan Tasha, ia merapatkan tubuhnya pada wanita itu dan mendekapnya erat-erat.Kicau burung dan sinar matahari menghiasi pagi di sebuah komplek, Dayana sudah bangun sejak subuh tadi. Ia sibuk membantu persiapan pengajian 100 hari mendiang ayahnya dan juga pengajian menyambut hari h pernikahannya yang akan diadakan besuk siang.“Mba gak usah capek-capek, biar ibu saja. Ini ‘kan sudah banyak bantuan. Kamu istirahat saja nggih.” Dayana mengangguk dan berjalan menuju ruang keluarga, ia melihat beberapa souvernir belum selesai dikemas. Wanita itu bergerak mengemasi souvernir untuk pengajian esok.Saat sedang asyik mengemasi souvernir terdengar bunyi klakson di depan rumahnya, Dayana pun bangkit dari posisinya berjalan ke arah teras