Fahri mengepal tangannya, menggigit bibir bahan dan mencoba menahan emosi yang sudah berkobar di dadanya, matanya memanas dan debaran di dadanya menggambarkan amarah yang hadir dalam dirinya. Pertemuan pertama dengan Riri beberapa tahun silam sangat membekas di hatinya, entahlah padahal hanya sepintas saja dan tak pernah ada interaksi apapun tapi dia tak mengerti kenapa hatinya terpaut begitu dalam, tatapan Riri dan senyumnya ketika di dalam pesawat membuat Fahri tak sanggup melupakannya hingga akhirnya dia memutuskan untuk menemui Riru saat setelah bertahun-tahun mencoba bertahan, mencoba mencintai istri pilihan kakak sepupunya yang tak lain Mbak Retno, temannya Mbak Wulan-kakak ipar Riri.Riri hanya tahu Rendi, dia tak tahu jika lelaki itu memiliki nama Fahri Rendiansyah. Tapi dugaan Fahri salah, Riri tahu nama lengkapnya, dia lupa bahwa Mbak Retno pernah mengundang Riri saat resepsi ngunduh mantu.Fahri sengaja datang ke kota ini untuk mencari Riri, sekaligus meminta tolong pada s
Menjadi menantu perempuan satu-satunya membuat Lita sangat beruntung terlebih ibu mertuanya sangat baik, kakak iparnya-Ardi pun sangat begitu baik pada Lita-adik iparnya dan hal itu membuat Lita tak ingin ada siapapun yang menyainginya, tapi semua berubah ketika Riri datang kembali. Kabar rujuk Riri dan Ardi diterima dengan baik dan bahagia oleh semua keluarga tidak dengan Lita. Kehadiran Riri seolah menjadi ancaman terlebih Lita tahu ibu mertuanya sangat menyayangi perempuan yang sudah pernah menjadi menantunya itu. Sikap ketidaksukaan Lita ditunjukan sejak pertemuan pertama mereka, saat Ardi membawa Riri, Lita tak menyembunyikannya karena pantang bagi dia untuk berpura-pura kalau tidak suka ya tidak suka sekalipun itu harus membuat dia terus-terusan dinasehati oleh ibu mertuanya. Bahkan tingkah Lita pun selalu dapat peringatan dari Rudi-sang suami, dia malu melihat tingkah Lita. Karena bagaimanapun Riri adalah kakak ipar dari kakaknya yang paling menyayangi keluarga. "Setidaknya b
"Kamu??" Betapa terkejut Fahri melihat yang datang menghampirinya bukan Riri melainkan Ardi yang sudah berdiri di depannya dengan senyum mengembang di bibir. Sementara Fahri terpaku terdiam. "Kenapa? Kaget?" tanya Ardi sambil menarik kursi kemudian duduk. "Pengecut sekali anda, kirim pesan dengan nomor istri ah tidak calon istri saya."Ardi menyunggingkan bibir, lelaki di depannya sungguh sudah gila, dia menyukai istri orang lain dan dengan terang-terangan mengakui hal itu. Sungguh lelaki aneh. "Wow, calon istri anda? Sebegitu percaya diri ya anda dengan semunya. Orang psikopat memang selalu terdepan kalau urusan percaya diri," sindir Ardi.Fahri menggebrak meja seolah tak terima disebut seperti itu, baginya apa yang dirasakan dilakukannya adalah hal yang wajar. Dia mencintai seseorang dan meraihnya bukankah cinta perlu diperjuangkan, menurut pikiran Fahri seperti itu. Ya, memang cinta perlu diperjuangkan tapi bukan cinta seperti ini, terkadang cinta pun perlu penafsiran yang tep
"Untuk apa Mas menemuinya?" tanya Riri."Mas hanya ingin tahu maksud dia mencari kamu, kamu benar dia seorang psikopat yang gak peduli bagaimana kondisi kamu sekarang yang penting dia akan mengungkapkan isi hatinya dan berharap kamu akan menerimanya." Riri geleng-geleng kepala mendengarnya, tak menyangka lelaki yang sempat menggetarkan hatinya sejenak itu bukan lelaki baik-baik. Sejenak Riri terdiam, lalu seolah mendapat ide. "Aku akan menghubungi Mbak Retno," ucap Riri."Untuk apa?" "Mas, ini sudah keterlaluan. Dia mengganggu kenyamanan hidup kita, aku gak mau dia jadi boomerang dalam rumah tangga kita, kita harus segera bertindak," ucap Riri memburu.Ardi terdiam, apa yang dibicarakan Riri benar, Fahri tak akan tinggal diam, secara langsung dia ucapkan itu dan itu cukup mengganggu kenyamanan Ardi bahkan Riri. Riri segera mengambil ponselnya, lalu ia klik nomor bertulis Mbak Retno, dia masih menyimpannya karena memang masih suka bersilaturahmi. Cukup lama panggilan telepon itu ta
"Hai, ternyata benar kamu di sini."Riri masih terpaku pada sosok yang ada di depannya itu. Lelaki yang dulu sempat melamar dan diterima tapi kemudian Riri memutuskan tengah jalan karena tahu lelaki ini tak biasa, ternyata Dimas nggak sebaik yang terlihat, selama ini persahabatan yang dia ciptakan adalah modus untuk bisa dekat dengannya. Riri mencoba menutup pintu, bukan hanya soal tak ingin bertemu tapi saat ini di rumahnya tak ada Ardi dan Dimas bukan mahramnya maka tak baik menerima tamu lelaki jika tak ada suami di rumah meski ada anak Riri. Tapi tenaga Dimas sangat kuat menahan pintu itu untuk menutup, Riri akhirnya mengalah. "Duduklah," titahnya pada Dimas menunjuk pada kursi di teras rumah. Dimas tersenyum dan menuruti apa kata Riri, Riri pamit untuk membuat minum tak lupa ia mengirim pesan pada Ardi untuk segera pulang, sejak tahu Dimas adalah lelaki yang tak sebaik di pikirannya maka kewaspadaan itu harus. Riri kembali dengan segelas air di atas nampan lalu disuguhkan pad
"Ada apa?" tanya Ardi pada lelaki yang duduk di depannya itu. Dimas menghela napas, senyum menyeringai ia seolah dapat menebak ketakutan yang hadir dalam diri Ardi. Wajar jika Ardi merasa terancam oleh kahadiran Dimas, belum usai soal Fahri kini Dimas, kenapa rasanya lelaki masa lalu Riri hadir secara berurutan seperti ini? Kenapa ujian pernikahan mereka tidak lepas dari orang ketiga berupa wanita atau lelaki lain? Tuhan tak mungkin memberikan ujian di luar batas kemampuan manusia, ketangguhan dan kelapangan jiwa mereka menerima ujian hadirnya orang ketiga sudah dapat dibuktikan dengan kedekatan antara Rianti dan Ardi di masa itu, meski akhirnya berpisah saat itu Riri hanya sekedar ingin membuat jera pada suaminya. Usaha Riri berhasil setelah bercerai dari Riri, Ardi berubah bahkan kedatangan Rianti ditolaknya dengan tegas. Lalu kini ketika semua sudah baik-baik saja mereka seolah bersiap menggoyahkan perahu itu dari sisi lain. "Kamu takut dengan kedatanganku?" tanya Dimas."Untuk
Ardi dan Riri sudah menjalani kehidupan berumah tangga dalam dua kali. Pertama mereka bertahan hanya dua tahun saja setelah berusaha melawan kehadiran perempuan lain yang selalu mendekati Ardi. Riri berusaha sekuat mungkin mempertahankan semuanya hingga akhirnya ia memilih berpisah. Ardi yang sebetulnya sangat mencintai Riri menjadikan perpisahan itu jalan untuk memperbaiki diri. Dia menjauhi Rianti, yang menjadi penyebab perpisahan antara dirinya dengan perempuan yang sangat dicintainya itu. Dukungan dan kekuatan dari ibu membuat Ardi bertahan sendirian untuk membuktikan bahwa tidak ada perempuan lain di hati selain Riri. Lima tahun setelah berpisah, Ardi sudah menjelma menjadi pengusaha kecil-kecilan begitupun dengan Riri yang memilih pergi dari kota itu lalu membangun sebuah karir sebagai pembuat kue dan membuka sebuah toko hingga memiliki cabang. Dimas menemani Riri berdiri tegak, menjadi seseorang yang selalu ada untuk Riri hingga Riri sempat merasa kasihan dan perlahan mulai
"Senang bisa bertemu kamu lagi di sini apalagi anak kita satu sekolah ya," ucap Rianti saat tak sengaja kembali bertemu dengan Riri yang mengantar anaknya sendiri tanpa Ardi. "Ya, aku pun."Sejujurnya Riri ingin menghindar tapi tak ia lakukan, Riri memang melihat perubahan yang terjadi dalam diri Rianti, sahabat suaminya itu ah tepatnya mantan sahabat begitu Ardi menganggapnya. Karena kini bagi Ardi pernah bilang pada Riri bahwa sahabatnya hanyalah istrinya, yang tak lain ada Riri. "Oh, ya. Bagaimana kabar ibu dan keluarga Ardi lainnya?"Riri mulai mencium ketidakberesan, sikap Rianti yang seperti ini justru membuat sinyal curiga Riri kian mengencang dan dia tak boleh lengah, sekali penjahat tetap penjahat, mungkin bertobat tapi jika melihat masih ada kesempatan bisa saja kejahatan itu terjadi lagi bukankah kejahatan itu terjadi bukan karena ada niat pelakunya tapi karena ada kesempatan dan Riri sadar ada kesempatan untuk Rianti mendekati suaminya kembali, mereka kini berada di kota
"Mbak Rianti."Rianti menoleh ke sumber suara, Lita sudah berdiri tak jauh darinya membawa kantong belanjaan penuh dengan sayuran. Rianti tersenyum. "Ibu ada, Lita?" tanya Rianti. "Ada mbak, ayo masuk."Lita mengajak Rianti masuk, ada yang berbeda kini Lita jauh lebih ramah pada Rianti. Rianti pun menanyakan hal itu, Lita hanya tersenyum dan mengatakan jika semua sudah selesai, ia tak mau mengungkit lagi yang sudah berlalu. Rianti lega mendengar hal itu, hingga dia merasa semua keputusannya hari ini adalah hal yang paling tepat. Lita memanggil ibu, sementara Rianti menunggu di kursi tamu. Tak lama ibu datang dan menyapa Rianti dengan ramah, pelukan hangat yang selalu Rianti rindukan dari seorang ibu bisa didapat dari ibu Ardi. Cukup lama berpelukan, mereka terlepas ketika Lita datang membawa minum. "Bu, ini ada sedikit oleh-oleh untuk ibu dan Lita. Saya kemarin bersama Dani ke Bali," ucap Rianti. "Walah, repot-repot. Makasih ya, nak.""Wah, mbak dari Bali. Keren ya kalau orang ka
"Saya turut prihatin dengan kepergian bapak, saya tak sempat datang saat itu karena memang tengah di luar negeri. Lalu setelah pulang saya berziarah dan bermaksud mendatangi ibu tapi tak ada katanya sudah pindah. Akhirnya saya pun menunda keinginan bertemu saya dengan Dani." Rianti menatap nanar dengan senyum tipis pada lelaki yang duduk di depannya. Usianya tak jauh berbeda dengan dirinya, memang Pak Joko itu pantasnya jadi ayahnya bukan jadi suaminya. Farel terus bercerita tentang kehidupannya, dari pertemuannya dengan Pak Joko hingga bisa sesukses sekarang, Farel merasa perlu membalas semua kebaikan Pak Joko, kini beliau sudah tak ada maka Farel akan membalasnya pada Dani dan juga Rianti. Setelah sekian lama ngobrol, Rianti dan Dani memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan mencari tempat wisata lainnya. Farel menawarkan diri untuk mengantar tapi Rianti menolak, ia tetap kuat dalam tujuannya. Kedatangannya kesini bersama Farel untuk menikmati waktu berdua saja dengan Dani tanpa
Rianti hanya mengaktifkan ponselnya saat Dani tertidur di siang hari ataupun malam hari, ini adalah hari kedua dia ada di pulau Dewata ini bersama Dani. Setia waktu Rianti merasakan setiap detiknya bersama Dani, ada wajah yang tak pernah Rianti perhatikan hingga dalam hati terkecilnya sesuatu yang hangat menjalar mengisi setiap ruang yang hampa selama ini. Saat Dani tertidur pulas, Rianti menatap wajah itu mirip sekali dengan lelaki tua yang menikahinya. Lelaki yang seharusnya menjadi ayahnya, bukan suaminya. Tapi lelaki itu mencintainya dengan sepenuh hati, memanjakannya hingga Rianti merasa beruntung memilikinya meski seluruh dunia mencemoohnya. Bayangan hidup bersama Papa Dani, membuat Rianti tersenyum sendiri, betapa hidupnya saat itu sungguh bahagia, punya harta yang berlimpah, suami yang penyayang dan ibu yang selama ini hilang mendadak datang begitu ramah menyapa. Hari Rianti kembali terisi di dengan cinta hingga dia bisa menerima kabar kembalinya Ardi dan Riri. Tapi duka ke
"Ambillah waktu untuk jauh dari segala rutinitas seharian anda, Bu Rianti. Nikmati kebersamaan bersama putra anda, jangan sampai ada waktu yang terabaikan, jauhkan gadget dan lingkungan sosial media. Tak perlu lama tiga hari saja, tatap lekat setiap anak anda tengah terlelap dan tersenyum rasakan dan tanyakan pada diri anda apakah anda rela melihat semua itu sirna."Rianti terdiam mendengar ucapan Dokter Inggit, orang yang sudah beberapa Minggu ini menjadi teman ceritanya. Bukan hanya menjadi seorang dokter, Rianti seolah menemukan teman bercerita untuk dia mengungkapkan apapun yang dialaminya. Ya, selama ini Rianti perlu itu. Tak ada orang yang bisa dipercaya Rianti untuk dia menumpahkan semua keluh kesahnya. Sejak dulu apapun yang dirasakannya selalu disembunyikan dari banyak orang, bahkan sedekat apapun dengan Ardi ada banyak hal yang tak diungkap oleh Rianti pada Ardi. "Apakah itu bisa menyembuhkan saya, dok?" tanya Rianti. "Bukan hanya sembuh tapi tangki cinta anda akan kembal
"Iya, ma. Aku keliru, aku pikir semua akan selesai jika Mas Ardi menikahi Rianti, kesakitan hati yang dialami Rianti akan hilang dan semua akan baik-baik saja. Aku akan hidup tenang, tidak merasa bersalah lagi."Mama tersenyum, lalu melepas genggaman tangan, menghela napas beranjak dari duduknya perlahan berjalan menuju jendela. "Riri, jangan terlalu membayangkan segala sesuatu semudah itu. Pikirkan lagi, berapa kali kamu selalu kecewa dan sakit hati saat Ardi dulu lebih mementingkan Rianti, saat dulu dia tak menganggap hati kamu sakit, sekarang dia sudah berubah jauh lebih baik dan kamu merasakan itu hingga kamu pun memutuskan untuk menerimanya kembali. Butuh waktu berapa lama untuk bisa menerima dia kembali. Pikirkan itu, jangan asal mengambil keputusan yang akhirnya kamu justru terperosok lebih dalam dan lebih parah dari sebelumnya."Riri tertunduk, ia seolah menyadari semua telah keliru. Mama terus berbicara hingga membuat Riri sadar akan keputusan yang mendadak hadir, lalu terin
"Mama."Riri terkejut dengan kedatangan sang Mama ke tokonya, sudah lama mereka tak bertemu. Dua perempuan itu berpelukan dan melepas rindu yang sudah menggunung, sejak Riri kembali menikah dengan Ardi lalu memutuskan tinggal di kampungnya Ardi menjalankan usaha berdua, Mama menjadi orang yang paling mendukung meski tak selalu hadir, sesekali selalu datang menjenguk tapi sudah hampir dua bulan ini Mama absen datang karena sibuk menemani Papa mengurus proyeknya dan satu bulan kemarin Mama tinggal di rumah Mas Raka membantu Mbak Wulan mengurus bayinya. Dan di situlah terakhir mereka bertemu, saat selamatan tujuh hari kelahiran anak kedua Mas Raka dan Mbak Wulan setelah itu mereka belum bertemu lagi.Riri langsung mengajak mama masuk ke ruangan kerjanya, menyerahkan toko ke pegawai dan meminta pegawai menyiapkan beberapa potong kue untuk tamu istimewanya itu. Sesampainya di ruang kerja, Riri dan mamanya duduk berbarengan, menjatuhkan bobot tubuhnya, Riri menyandarkan kepalanya di pundak
"Aku dengar kata Narti, pengasuh Dani bilang Mbak Rianti sudah mulai pergi konsultasi ke psikiater, saran Mama sepertinya dipertimbangkan dan dilakukan olehnya.""Baguslah, semoga dia segera sembuh dari luka lama dan traumanya itu. Agar hidupnya lebih baik," ucap Ardi ketika mendengar kabar soal Rianti dari Riri.Sejak Dani sakit dan mulai mengerti kondisi Rianti, Riri yang memang hatinya baik selalu memantau kondisi keduanya lewat Narti, pengasuh Dani. Dari dia Riri mendapat banyak informasi soal Rianti, permintaannya untuk Ardi menikahi Rianti dipatahkan oleh Ardi dan mamanya, bahkan Lita pun turut berkomentar. "Mbak, mbak jangan mudah terlena dan tergoda. Hati-hati mbak, dia bisa saja justru menyingkirkan mbak nantinya," ucap Lita kala itu. Tidak ada yang mendukungnya, hingga Riri memilih jalan lain untuk membantu Rianti agar sembuh. Dalam ingatannya mungkin Rianti akan cepat sadar jika ada Ardi di dekatnya, tapi tidak menurut Ardi itu bukan sebuah solusi. Sejak dulu Ardi memang
Dani sudah membaik dan sudah diperbolehkan pulang, Rianti duduk termenung di kursi besar dalam kamarnya, semua yang terjadi akhir-akhir ini membuatnya banyak berpikir yang selama ini tak pernah ia pikirkan. Ingatannya selalu melayang pada kenangan saat ia ngobrol dengan Ibunya Ardi, tak pernah menyangka Ibu itu menyuruhnya pergi ke psikiater dan memeriksakan kondisi kejiwaannya. Kilasan peristiwa masa lalu Rianti panggil kembali hingga ia seperti sedang menonton tayangan film, perlahan ia mengerang mengepalkan tangannya, lalu tiba-tiba menangis, tersenyum sendiri, bahkan tertawa sendiri. Bayangan kelam akan kehidupan remaja yang tak seindah remaja lainnya membuat Rianti tumbuh menjadi sosok yang berbeda pula dengan remaja lainnya. Rianti menikmati semua potongan kisah itu, ia menjalaninya sendiri ya sendiri sejak kedua orang tuanya sudah tak peduli lagi dengan kehidupannya, sejak mereka memilih mencari kebahagiaan masing-masing dari pada kebahagiaan anaknya sendiri, keegoisan kedua
"Aku tuh heran aja sama Mbak Riri, masih mau ngurusin Mbak Rianti padahal dia udah jahat banget dari dulu sama mbak?" tanya Lita. "Itulah kenapa ibu kagum dan selalu jatuh hati sama mbak mu ini, nak. Bukan untuk menyamakan karena bagaimana pun kalian berbeda lahir dari keluarga yang beda. Ardi sama Rudi aja yang lahir dari rahim ibu, beda wataknya," sela ibu. Lita tersenyum, sementara Riri masih terdiam. Pikirannya seolah belum berada di sini bersama raganya, sepulangnya menjenguk Dani dari rumah sakit membuat Riri terpikir sesuatu. "Mbak, ada apa sih?" tanya Lita menyenggol tubuh Riri hingga Riri terperanjat. "Ada apa nak?" tanya ibu. Riri menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan dan mengusap wajah. "Bu, kalau aku minta Mas Ardi untuk menikahi Mbak Rianti, gimana ya?""Apa?!" Lita dan ibunya Ardi kompak mengeluarkan kata itu menunjukan keterkejutan yang hebat setelah mendengar ucapan Riri. Siapapun yang mendengarnya tentu tak akan pernah menyangka jika Riri punya