"Cari siapa kamu?" tanya Raka sinis pada Ardi yang berdiri di ambang pintu. "Ka, tolong jangan sembunyikan Riri. Aku mau ketemu dia." Ardi mulai merengek, memelas meminta Aka mengizinkan dirinya bertemu dengan Riri. "Dia gak ada disini, kamu salah alamat nyari kesini.""Jangan bohong, aku bisa melihat dan bahkan masih mengenali bau parfum istriku.""Bau parfum istri saja hafal tapi hatinya gak pernah kamu mengerti. Dia sedang keluar bersama istriku, lain kali saja." Ardi menghela nafas, lalu akhirnya dia pasrah karena tauhu jika terus menerus memaksa pun tak akan menggoyahkan keputusan Raka untuk tak memberi izin dirinya bertemu dengan Riri. Akhirnya Ardi pura-pura pamit padahal ia menunggu dari kejauhan , mengintai rumah Raka berharap Riri benar-benar muncul di hadapannya, satu jam berlalu tapi tak ada Riri muncul atau tanda-tandanya dan Ardi baru sadar mungkin saja dia telah dibohongi oleh Raka. Ardi kembali memutuskan untuk mendatangi rumah Raka, dia yakin ada Riri di rumahnya.
"Semua sudah selesai, ti. Aku dan Riri akan bercerai." "Apa?" Rianti terkejut, wajahnya tergambar jelas rasa tak percaya dengan semua itu. Rianti terus meyakinkan kembali atas apa yang baru saja didengarnya."Jangan bercanda deh, gak lucu. Ini semua gak benar kan?" Rianti terus mendesak Ardi untuk bicara, dia masih tak percaya dengan apa yang didengar dari mulut Ardi. Bukankah mereka sudah baik-baik saja tapi kenapa mendadak akan berpisah? Ternyata Rianti sama halnya dengan Ardi yang menganggap Riri akan mengerti dengan semua yang terjadi. Dengan keberadaan Ardi menemani Rianti melewati masa-masa sulitnya, berhari-hari menemani Rianti. Mereka mengira semua itu bisa Riri mengerti dan menganggap biasa saja. Bukankah hubungan mereka telah baik-baik saja, Rianti tak peka padahal dia pun perempuan. Rasanya perempuan mana yang akan biasa saja ketika suaminya menemani perempuan lain meski hanya sekedar bermaksud baik pun rasanya tetap saja itu menyakitkan hati. Ardi terdiam, itu sudah cu
Di balik jendela kamar mata hitam legam milik Riri senantiasa mengamati situasi sekitar rumah Raka, setiap hari menjelang petang Riri selalu mematung disana entah apa yang sedang dilakukannya, tak ada pekerjaan atau kesibukan apapun yang mewarnai hari-hari Riri di rumah Raka, dia hanya berdiam diri karena mungkin hatinya masih harus ditata kembali. Puing-puing kehancuran dalam hatinya sangat sulit untuk bisa dipasangkan kembali, hatinya sudah hancur sejak ia menyadari kedekatan suaminya dengan sahabatnya sungguh sangat di luar kendalinya, kedekatan yang seharusnya tak boleh terjadi ketika ikatan suami istri sudah mereka dapati, harusnya kedekatan itu sewajarnya bukan semakin menjadi.Tatapan mata kosong itu selalu mengajaknya menikmati senja dengan bayangan masa lalu, masa dimana Riri selalu saja berusaha memperjuangkan semuanya, mengabaikan perasaan di hatinya, membuang jauh pikiran negatif dan menggantinya dengan pikiran positif berharap semua baik-baik saja, biasa-biasa saja. Tapi,
“Apa mungkin karena lelaki itu Riri bersikukuh ingin bercerai darimu? Jangan-jangan sebetulnya dia….”“Jangan sembarangan menuduh.”Sontak Rianti dan Ardi menoleh ke arah belakang, Riri sudah berdiri tak jauh dari mereka, Dimas yang baru datang sok mendengar ucapan Riri itu.“Jangan sembarangan menuduh, aku saja yang sudah tahu kalian berteman sudah lama tak serta merta nuduh kalian gak hanya sekedar teman melainkan lebih dari itu, aku cari banyak bukti hingga akhirnya aku sadar sendiri kalau kalian memang saling mencintai. Mungkin Mas Ardi mengakui mencintaiku tapi hati Mas Ardi pun tak bisa memungkiri keberadaan Mbak Rianti, bukan? Jadi silahkan pergilah, berbahagialah. Biar kan aku mencari kebahagiaanku sendiri. Dimas silahkan masuk,” ucap Riri menolehkan pandangannya pada Dimas yang mematung.“Ah, i-iya.”Ardi menahan emosinya, di depan dia Riri sengaja mengajak masuk seorang lelaki padahal status pernikahan mereka belum usai.“Berani kamu mengajak lelaki lain, ingat Riri pernikah
"Kamu yakin gak akan ikut turun ke bawah?" tanya Ibu."Aku disini saja ya bu," ucap Riri."Baiklah, tapi jika kamu berubah pikiran ke bawahlah siapa tahu bisa menghibur dan melupakan semuanya meski sejenak." "Iya bu," ucap Riri.Ibu tak bicara lagi, beliau turun berbaur dengan keluarga lainnya. Kegembiraan hari ini sungguh terasa tapi Riri serasa sunyi dan hampa. Seharusnya ia bisa turut merasakan kebahagiaan sahabatnya telah menjadi sepupunya, ya Laras dan Galih telah menikah dan hari ini adalah resepsinya. Sorak riang gembira para tamu undangan dan keluarga besar terdengar hingga ruangan di lantai atas dimana Riri diam. Bukan tak turut bahagia, hanya saja melihat momen pernikahan mungkin mengingatkannya pada status pernikahan dirinya yang harus kandas di tengah jalan, karam saat masih usia muda, kegagalan pernikahan setidaknya pasti akan membuat Riri merasakan kepedihan atau trauma saat melihat indahnya momen pernikahan, menyendiri di ruangan itu saja begitu sangat menyiksanya, se
Waktu bergulir dengan cepat, Riri menjalani hari-harinya bersama kedua orang tuanya. Mereka sangat menjaga Riri, jika Riri ingin keluar rumah maka ayah atau ibu menemaninya bukan tanpa sebab akan ada banyak fitnah yang muncul menemani Riri yang statusnya telah berubah apalagi saat masa iddah belum usai, kedua orang tua Riri sangat paham betul kondisi ini. Setiap waktu tugas Riri hanya satu menyembuhkan hati dari luka yang telah bersemanyam, membersihkannya agar tak berlarut-larut hingga berkarat, tidak mudah tapi Riri yakin pasti bisa.Di bulan pertama perpisahan, semangat Riri masih belum muncul hampir setiap hari Riri mengurai air mata bukan air mata penyesalan karena perpisahan melainkan air mata penyesalan kenapa harus memulai. Ya, Riri seolah menyesali pertemuan dengan Ardi yang akhirnya membawa dia pada situasi ini, jika mempertahankan Riri tak yakin akan kuat dengan bayang-bayang perempuan itu walau diakhir perjumpaan mereka Rianti menunjukan hal baik tapi tetap saja Riri tak b
"Lepaskan atau aku teriak," ancam Rianti.Ardi melepaskan genggaman tangannya di tangan Rianti. Lalu Rianti berbalik dan kembali mendekatkan wajahnya pada Ardi. "Aku, hanya gak mau kamu milik siapapun tapi aku pun tak bermaksud memilikimu sekarang. Entahlah, aku hanya tak mau kamu jadi milik siapapun melihat kamu bahagia dengan perempuan lain ada rasa sakit tapi aku juga gak mau memiliki ikatan jelas dengan kamu. Jadi, kamu salah kalau setelah kamu cerai dengan istrimu aku mau sama kamu." Rianti membuang pandangannya lalu berjalan meninggalkan Ardi. Ardi mengepalkan tangannya, memandang Rianti yang melenggang pergi begitu saja seolah tak punya salah, ternyata Ardi selama ini pun dipermainkan oleh Rianti, Ardi tak paham dengan sikap Rianti sebenarnya nyatanya Rianti tak pernah benar-benar menginginkan Ardi, dia hanya merasa cemburu jika ada yang dekat tapi tak mau memiliki, Ardi merasa terjebak. Ah, bukan maksud Rianti menjebak sejak awal memang Ardi saja yang tak bisa tegas pada ke
Mentari pagi ini terasa sangat begitu hangat, udara pagi pun terasa sangat begitu sejuk, kicau burung terdengar merdu, alam seakan turut merasakan kegembiraan yang menyelimuti hati Riri, setelah berbulan-bulan melewati hari dengan perjuangan menyembuhkan hati, setelah berbulan-bulan sinar mentari rasanya terasa begitu panas, udara terlalu dingin dan kicau burung sindiran atas kesedihan yang menyelimuti hati Riri kini telah berganti, bergulir bak roda yang berputar ya itulah kehidupan.Suasana pagi di rumah orang tua Riri pun berbeda bukan karena ada Mas Raka yang selalu bikin ramai dan hangat tapi karena hati Riri tengah berbunga-bunga. Pancaran kebahagiaan dari Riri sungguh membawa kebahagiaan pula bagi orang-orang terdekatnya, sinarnya membawa semangat positif bagi orang-orang terdekatnya. Hari ini Riri sungguh menyambut hari dengan bahagia, tak terlihat mata yang sembab, wajah yang lesu dan pucat, senyum selalu terulas di bibirnya, Riri yang dulu telah kembali, si ceria dan energi
"Mbak Rianti."Rianti menoleh ke sumber suara, Lita sudah berdiri tak jauh darinya membawa kantong belanjaan penuh dengan sayuran. Rianti tersenyum. "Ibu ada, Lita?" tanya Rianti. "Ada mbak, ayo masuk."Lita mengajak Rianti masuk, ada yang berbeda kini Lita jauh lebih ramah pada Rianti. Rianti pun menanyakan hal itu, Lita hanya tersenyum dan mengatakan jika semua sudah selesai, ia tak mau mengungkit lagi yang sudah berlalu. Rianti lega mendengar hal itu, hingga dia merasa semua keputusannya hari ini adalah hal yang paling tepat. Lita memanggil ibu, sementara Rianti menunggu di kursi tamu. Tak lama ibu datang dan menyapa Rianti dengan ramah, pelukan hangat yang selalu Rianti rindukan dari seorang ibu bisa didapat dari ibu Ardi. Cukup lama berpelukan, mereka terlepas ketika Lita datang membawa minum. "Bu, ini ada sedikit oleh-oleh untuk ibu dan Lita. Saya kemarin bersama Dani ke Bali," ucap Rianti. "Walah, repot-repot. Makasih ya, nak.""Wah, mbak dari Bali. Keren ya kalau orang ka
"Saya turut prihatin dengan kepergian bapak, saya tak sempat datang saat itu karena memang tengah di luar negeri. Lalu setelah pulang saya berziarah dan bermaksud mendatangi ibu tapi tak ada katanya sudah pindah. Akhirnya saya pun menunda keinginan bertemu saya dengan Dani." Rianti menatap nanar dengan senyum tipis pada lelaki yang duduk di depannya. Usianya tak jauh berbeda dengan dirinya, memang Pak Joko itu pantasnya jadi ayahnya bukan jadi suaminya. Farel terus bercerita tentang kehidupannya, dari pertemuannya dengan Pak Joko hingga bisa sesukses sekarang, Farel merasa perlu membalas semua kebaikan Pak Joko, kini beliau sudah tak ada maka Farel akan membalasnya pada Dani dan juga Rianti. Setelah sekian lama ngobrol, Rianti dan Dani memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan mencari tempat wisata lainnya. Farel menawarkan diri untuk mengantar tapi Rianti menolak, ia tetap kuat dalam tujuannya. Kedatangannya kesini bersama Farel untuk menikmati waktu berdua saja dengan Dani tanpa
Rianti hanya mengaktifkan ponselnya saat Dani tertidur di siang hari ataupun malam hari, ini adalah hari kedua dia ada di pulau Dewata ini bersama Dani. Setia waktu Rianti merasakan setiap detiknya bersama Dani, ada wajah yang tak pernah Rianti perhatikan hingga dalam hati terkecilnya sesuatu yang hangat menjalar mengisi setiap ruang yang hampa selama ini. Saat Dani tertidur pulas, Rianti menatap wajah itu mirip sekali dengan lelaki tua yang menikahinya. Lelaki yang seharusnya menjadi ayahnya, bukan suaminya. Tapi lelaki itu mencintainya dengan sepenuh hati, memanjakannya hingga Rianti merasa beruntung memilikinya meski seluruh dunia mencemoohnya. Bayangan hidup bersama Papa Dani, membuat Rianti tersenyum sendiri, betapa hidupnya saat itu sungguh bahagia, punya harta yang berlimpah, suami yang penyayang dan ibu yang selama ini hilang mendadak datang begitu ramah menyapa. Hari Rianti kembali terisi di dengan cinta hingga dia bisa menerima kabar kembalinya Ardi dan Riri. Tapi duka ke
"Ambillah waktu untuk jauh dari segala rutinitas seharian anda, Bu Rianti. Nikmati kebersamaan bersama putra anda, jangan sampai ada waktu yang terabaikan, jauhkan gadget dan lingkungan sosial media. Tak perlu lama tiga hari saja, tatap lekat setiap anak anda tengah terlelap dan tersenyum rasakan dan tanyakan pada diri anda apakah anda rela melihat semua itu sirna."Rianti terdiam mendengar ucapan Dokter Inggit, orang yang sudah beberapa Minggu ini menjadi teman ceritanya. Bukan hanya menjadi seorang dokter, Rianti seolah menemukan teman bercerita untuk dia mengungkapkan apapun yang dialaminya. Ya, selama ini Rianti perlu itu. Tak ada orang yang bisa dipercaya Rianti untuk dia menumpahkan semua keluh kesahnya. Sejak dulu apapun yang dirasakannya selalu disembunyikan dari banyak orang, bahkan sedekat apapun dengan Ardi ada banyak hal yang tak diungkap oleh Rianti pada Ardi. "Apakah itu bisa menyembuhkan saya, dok?" tanya Rianti. "Bukan hanya sembuh tapi tangki cinta anda akan kembal
"Iya, ma. Aku keliru, aku pikir semua akan selesai jika Mas Ardi menikahi Rianti, kesakitan hati yang dialami Rianti akan hilang dan semua akan baik-baik saja. Aku akan hidup tenang, tidak merasa bersalah lagi."Mama tersenyum, lalu melepas genggaman tangan, menghela napas beranjak dari duduknya perlahan berjalan menuju jendela. "Riri, jangan terlalu membayangkan segala sesuatu semudah itu. Pikirkan lagi, berapa kali kamu selalu kecewa dan sakit hati saat Ardi dulu lebih mementingkan Rianti, saat dulu dia tak menganggap hati kamu sakit, sekarang dia sudah berubah jauh lebih baik dan kamu merasakan itu hingga kamu pun memutuskan untuk menerimanya kembali. Butuh waktu berapa lama untuk bisa menerima dia kembali. Pikirkan itu, jangan asal mengambil keputusan yang akhirnya kamu justru terperosok lebih dalam dan lebih parah dari sebelumnya."Riri tertunduk, ia seolah menyadari semua telah keliru. Mama terus berbicara hingga membuat Riri sadar akan keputusan yang mendadak hadir, lalu terin
"Mama."Riri terkejut dengan kedatangan sang Mama ke tokonya, sudah lama mereka tak bertemu. Dua perempuan itu berpelukan dan melepas rindu yang sudah menggunung, sejak Riri kembali menikah dengan Ardi lalu memutuskan tinggal di kampungnya Ardi menjalankan usaha berdua, Mama menjadi orang yang paling mendukung meski tak selalu hadir, sesekali selalu datang menjenguk tapi sudah hampir dua bulan ini Mama absen datang karena sibuk menemani Papa mengurus proyeknya dan satu bulan kemarin Mama tinggal di rumah Mas Raka membantu Mbak Wulan mengurus bayinya. Dan di situlah terakhir mereka bertemu, saat selamatan tujuh hari kelahiran anak kedua Mas Raka dan Mbak Wulan setelah itu mereka belum bertemu lagi.Riri langsung mengajak mama masuk ke ruangan kerjanya, menyerahkan toko ke pegawai dan meminta pegawai menyiapkan beberapa potong kue untuk tamu istimewanya itu. Sesampainya di ruang kerja, Riri dan mamanya duduk berbarengan, menjatuhkan bobot tubuhnya, Riri menyandarkan kepalanya di pundak
"Aku dengar kata Narti, pengasuh Dani bilang Mbak Rianti sudah mulai pergi konsultasi ke psikiater, saran Mama sepertinya dipertimbangkan dan dilakukan olehnya.""Baguslah, semoga dia segera sembuh dari luka lama dan traumanya itu. Agar hidupnya lebih baik," ucap Ardi ketika mendengar kabar soal Rianti dari Riri.Sejak Dani sakit dan mulai mengerti kondisi Rianti, Riri yang memang hatinya baik selalu memantau kondisi keduanya lewat Narti, pengasuh Dani. Dari dia Riri mendapat banyak informasi soal Rianti, permintaannya untuk Ardi menikahi Rianti dipatahkan oleh Ardi dan mamanya, bahkan Lita pun turut berkomentar. "Mbak, mbak jangan mudah terlena dan tergoda. Hati-hati mbak, dia bisa saja justru menyingkirkan mbak nantinya," ucap Lita kala itu. Tidak ada yang mendukungnya, hingga Riri memilih jalan lain untuk membantu Rianti agar sembuh. Dalam ingatannya mungkin Rianti akan cepat sadar jika ada Ardi di dekatnya, tapi tidak menurut Ardi itu bukan sebuah solusi. Sejak dulu Ardi memang
Dani sudah membaik dan sudah diperbolehkan pulang, Rianti duduk termenung di kursi besar dalam kamarnya, semua yang terjadi akhir-akhir ini membuatnya banyak berpikir yang selama ini tak pernah ia pikirkan. Ingatannya selalu melayang pada kenangan saat ia ngobrol dengan Ibunya Ardi, tak pernah menyangka Ibu itu menyuruhnya pergi ke psikiater dan memeriksakan kondisi kejiwaannya. Kilasan peristiwa masa lalu Rianti panggil kembali hingga ia seperti sedang menonton tayangan film, perlahan ia mengerang mengepalkan tangannya, lalu tiba-tiba menangis, tersenyum sendiri, bahkan tertawa sendiri. Bayangan kelam akan kehidupan remaja yang tak seindah remaja lainnya membuat Rianti tumbuh menjadi sosok yang berbeda pula dengan remaja lainnya. Rianti menikmati semua potongan kisah itu, ia menjalaninya sendiri ya sendiri sejak kedua orang tuanya sudah tak peduli lagi dengan kehidupannya, sejak mereka memilih mencari kebahagiaan masing-masing dari pada kebahagiaan anaknya sendiri, keegoisan kedua
"Aku tuh heran aja sama Mbak Riri, masih mau ngurusin Mbak Rianti padahal dia udah jahat banget dari dulu sama mbak?" tanya Lita. "Itulah kenapa ibu kagum dan selalu jatuh hati sama mbak mu ini, nak. Bukan untuk menyamakan karena bagaimana pun kalian berbeda lahir dari keluarga yang beda. Ardi sama Rudi aja yang lahir dari rahim ibu, beda wataknya," sela ibu. Lita tersenyum, sementara Riri masih terdiam. Pikirannya seolah belum berada di sini bersama raganya, sepulangnya menjenguk Dani dari rumah sakit membuat Riri terpikir sesuatu. "Mbak, ada apa sih?" tanya Lita menyenggol tubuh Riri hingga Riri terperanjat. "Ada apa nak?" tanya ibu. Riri menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan dan mengusap wajah. "Bu, kalau aku minta Mas Ardi untuk menikahi Mbak Rianti, gimana ya?""Apa?!" Lita dan ibunya Ardi kompak mengeluarkan kata itu menunjukan keterkejutan yang hebat setelah mendengar ucapan Riri. Siapapun yang mendengarnya tentu tak akan pernah menyangka jika Riri punya