“Riri….”Ardi menatap nanar sekaligus terkejut melihat istrinya sudah kembali padanya, segera ia meraih tangan Riri lalu membolak balik badannya memastikan ini bukan mimpi.“Kamu pulang sayang?” tanya Ardi.Tapi tak ada suara apapun dari mulut Riri, Riri masuk ke dalam rumah melewati Ardi. Ardi yang masih terlihat bahagia seolah tak peduli dengan sikap Riri, dua hari dia tak mendapat kabar apapun dari istrinya bahkan semua pesan dan panggilannya diabaikan. Lalu kini Ardi mendapati Riri ada di depannya maka hilang sudah galau yang menderanya selama ini.“Kamu tidak berusaha membujukku, mas.”Ardi terpaku dengan suara Riri, ah suara yang ia r
"Kemana sayang sudah rapi?" tanya Ardi ketika melihat Riri sudah berpakaian rapi."Ikut kamu ke outlet.""Serius?"Riri mengernyit, dugaannya salah. Riri pikir Ardi akan terkejut kaget heran tapi nyatanya Ardi terkejut dengan wajah yang berbinar. Riri masih bersikap dingin pada Ardi."Ya, mulai hari ini aku akan turut andil mengelola outlet mu itu.""Nggak usah sayang, aku gak mau kamu ca
Bu, Bu Riri."Riri menghentikan langkahnya sesaat sebelum masuk ke dalam ruangan suaminya. Karyawan dikuncir itu membuat Riri terheran penuh tanya."Kata bapak, ibu tunggu saja dulu di meja kasir. Di dalam ada tamu suplier barang." "Oh, ya. Ya sudah," ucap Riri.Tanpa banyak berkata lagi, Riri membalikkan badan dan hendak berjalan kembali menyusuri tangga, tiba-tiba langkahnya terhenti kembali di tangga kedua, kepalanya ia tolehkan ke belakang. Sesaat hening mencoba menangkap sesuatu yang aneh di ruko lantai tiga nya ini. Outlet Ardi terdiri dari tiga lantai, lantai pertama tentu saja dimana barang dijual, lantai kedua tempat stok dan tempat istirahat karyawannya, serta lantai ketiga hanya ada satu ruangan yaitu tempat Ardi beristirahat atau menerima tamu pada suplier atau para investor yang ikut menanam modal di usaha ponselnya itu. Perlahan Riri mendekati pintu, ia tempelkan telinganya. Sepertinya tamu Ardi perempuan dan kenapa Ardi marah-marah begitupun dengan tamunya. Seketika
"Kurang ajar…."Teriakan Bayu di ujung sana setelah mendengarkan cerita Riri membuat telinga Riri kesakitan, lelaki di ujung sana itu pasti sangat terluka sama seperti Riri. "Kalau Mas mau bukti, pulang saja dulu Mas." "Oke Ri, aku akan atur untuk pulang.""Baiklah Mas, itu yang mau aku sampaikan." "Terima kasih banyak Ri," pungkas Bayu. Setelah menjawab Riri menutup panggilan itu, ia kini sudah tak peduli dengan semuanya. Laras benar, Riri belum punya anak maka tak akan sulit mengobati diri sendiri dan tak menyakiti hati anak cukup fokus pada kesembuhan luka diri sendiri saja, berbeda jika sudah punya anak maka kita harus memikirkan mental mereka setelah perpisahan."Aku yakin kamu kuat kok," ucap Laras menepuk pundak temannya itu. Riri mengulas senyum, lalu ia menelepon seseorang kembali. Rasanya keputusannya sudah tak bisa diganggu gugat, Riri sudah bulat untuk melepas suaminya dan memberikannya pada Rianti, Rianti sudah sangat berharap untuk bisa dinikahi Ardi, meski mungkin
"Cukup Mas…."Teriakan Riri membuat Ardi terdiam, Riri mengatur nafasnya hingga merasa tenang. "Dengar, aku sudah memberikan kamu kesempatan bahkan hubungan kita nyaris menghangat kembali tapi kamu merusaknya lagi. Aku pikir hubungan kalian sudah keterlaluan Mas, kamu selalu tak ada setiap malam dan dia selalu datang ke outlet setiap tiga kali dalam seminggu lalu kalian berduaan di dalam ruangan apa bisa aku berpikir kalian tidak ngapa-ngapain, hah?" "Dia bosan Ri, katanya dia bosan di rumah terus lalu aku bisa apa ketika dia mau main ke outlet toh itu ada jasa dia juga." Riri melengos, selalu itu yang jadi alasan. Rasanya Riri sudah tak bisa menerima alasan itu, terlalu klise dan berlebihan. "Ayolah Ri, kita bisa melaluinya. Ini ujian untuk pernikahan kita, aku sudah hampir tak pernah menghubunginya kan kamu tahu itu?" "Iya, tapi kamu tetap masih melayaninya jika dia menghubungi atau perlu kamu." "Aku bisa apa Ri? Outlet kita, kehidupan kita selama ini mungkin karena jasa dia t
"Apa sebaiknya dipikirkan kembali nak, perceraian itu sangat dibenci Allah apalagi dengan alasan yang masih bisa diperjuangkan, jangan tertipu dengan tipu daya syetan yang akan bahagia melihat setiap pasangan yang menikah itu bercerai. Menurut ayah semua masih bisa diperbaiki."Riri tertegun mendengar nasihat yang keluar dari mulut ayahnya itu. Kedatangannya tak disambut hangat, keputusannya tak diindahkan oleh ayahnya sendiri, seolah ayahnya ingin Riri menderita terus. "Ayah, aku gak bisa menjalani rumah tangga dengan bayang-bayang orang ketiga. Aku sudah memberikan kesempatan pada Mas Ardi tapi dia tidak menggunakan manfaat itu dengan baik. Aku sakit yah," ucap Riri. Tak ada lagi air mata terurai, Riti sudah menghabiskannya sebelum ia datang ke rumah orang tuanya."Pikirkan dan ingat apakah dia tidak menggunakannya dengan baik? Jangan-jangan bukan dia yang tak memanfaatkan kesempatan itu dengan baik tapi hati kamu yang ditutupi setan oleh rasa gengsi untuk mengakuinya. Pikirkan ba
"Kamu sudah yakin?" tanya ibu pada Riri.Riri hanya menganggukkan kepalanya pelan. Hatinya tidak sepenuhnya yakin tapi logikanya sudah tak bisa menerima alasan apapun lagi soal suaminya dan perempuan itu. Bahkan Ardi sudah mengirimkan pesan keikhlasan hatinya artinya dengan mudah memang mereka ditakdirkan bersama. "Apapun yang kamu putuskan, ibu berdoa semoga itu yang terbaik.""Terima kasih bu," ucap Riri seraya memeluk ibunya. Riri pun bergegas menghubungi Galih, saudara sepupunya untuk membicarakan semuanya. Lagi, Riri merasa keputusan ini membuatnya dilema, antara ingin dan tak mau, sungguh tak bisa ia bayangkan jika kelak berpisah lalu bagaimana setelah perpisahan itu. Riri menunggu kedatangan Galih, sesekali ia pandang berkas itu cukup lama memandang hingga menghadirkan bayangan masa lalu yang indah tanpa adanya perempuan itu. Ya, mereka pernah menikmati keindahan berumah tangga ketika Rianti tak ada di kota ini, meski masih dibayang-bayang oleh komunikasi antara keduanya, ta
"Sebagai temannya harusnya kamu bisa meyakinkan Riri."Laras terdiam mendengar ucapan Galih saat mereka bertemu untuk memberikan semua bukti yang sudah didapatkan tentang Ardi dan Rianti. "Sebesar apapun ombaknya mereka harus tetap kuat bertahan. Iya gak sih?""Jadi kamu menyalahkan aku?" tanya Laras. Galih tersenyum, sebetulnya niatnya datang menemui Laras bukan sekedar mau meminta bukti saja melainkan mengenal lebih dekat perempuan yang sudah membuat hatinya bergetar ketika memandang wajahnya itu. Entah sejak kapan rasa itu mulai tumbuh, Galih tak tahu jika sepupunya itu punya sahabat secantik dan sepintar Laras. "Aku tidak menyalahkan kamu, justru memuji kamu yang hebat dalam bertindak, aku bangga tapi maksudku seharusnya kamu bisa lebih menguatkan Riri agar tidak memutuskan hal ini." "Aku bisa apa? Semua keputusan ada di tangan Riri, tugasku hanya mendukung saja. Jujur saja sejak awal aku tak setuju dia nikah dengan lelaki itu, sejak Riri bilang kalau dia punya teman perempua
"Mbak Rianti."Rianti menoleh ke sumber suara, Lita sudah berdiri tak jauh darinya membawa kantong belanjaan penuh dengan sayuran. Rianti tersenyum. "Ibu ada, Lita?" tanya Rianti. "Ada mbak, ayo masuk."Lita mengajak Rianti masuk, ada yang berbeda kini Lita jauh lebih ramah pada Rianti. Rianti pun menanyakan hal itu, Lita hanya tersenyum dan mengatakan jika semua sudah selesai, ia tak mau mengungkit lagi yang sudah berlalu. Rianti lega mendengar hal itu, hingga dia merasa semua keputusannya hari ini adalah hal yang paling tepat. Lita memanggil ibu, sementara Rianti menunggu di kursi tamu. Tak lama ibu datang dan menyapa Rianti dengan ramah, pelukan hangat yang selalu Rianti rindukan dari seorang ibu bisa didapat dari ibu Ardi. Cukup lama berpelukan, mereka terlepas ketika Lita datang membawa minum. "Bu, ini ada sedikit oleh-oleh untuk ibu dan Lita. Saya kemarin bersama Dani ke Bali," ucap Rianti. "Walah, repot-repot. Makasih ya, nak.""Wah, mbak dari Bali. Keren ya kalau orang ka
"Saya turut prihatin dengan kepergian bapak, saya tak sempat datang saat itu karena memang tengah di luar negeri. Lalu setelah pulang saya berziarah dan bermaksud mendatangi ibu tapi tak ada katanya sudah pindah. Akhirnya saya pun menunda keinginan bertemu saya dengan Dani." Rianti menatap nanar dengan senyum tipis pada lelaki yang duduk di depannya. Usianya tak jauh berbeda dengan dirinya, memang Pak Joko itu pantasnya jadi ayahnya bukan jadi suaminya. Farel terus bercerita tentang kehidupannya, dari pertemuannya dengan Pak Joko hingga bisa sesukses sekarang, Farel merasa perlu membalas semua kebaikan Pak Joko, kini beliau sudah tak ada maka Farel akan membalasnya pada Dani dan juga Rianti. Setelah sekian lama ngobrol, Rianti dan Dani memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan mencari tempat wisata lainnya. Farel menawarkan diri untuk mengantar tapi Rianti menolak, ia tetap kuat dalam tujuannya. Kedatangannya kesini bersama Farel untuk menikmati waktu berdua saja dengan Dani tanpa
Rianti hanya mengaktifkan ponselnya saat Dani tertidur di siang hari ataupun malam hari, ini adalah hari kedua dia ada di pulau Dewata ini bersama Dani. Setia waktu Rianti merasakan setiap detiknya bersama Dani, ada wajah yang tak pernah Rianti perhatikan hingga dalam hati terkecilnya sesuatu yang hangat menjalar mengisi setiap ruang yang hampa selama ini. Saat Dani tertidur pulas, Rianti menatap wajah itu mirip sekali dengan lelaki tua yang menikahinya. Lelaki yang seharusnya menjadi ayahnya, bukan suaminya. Tapi lelaki itu mencintainya dengan sepenuh hati, memanjakannya hingga Rianti merasa beruntung memilikinya meski seluruh dunia mencemoohnya. Bayangan hidup bersama Papa Dani, membuat Rianti tersenyum sendiri, betapa hidupnya saat itu sungguh bahagia, punya harta yang berlimpah, suami yang penyayang dan ibu yang selama ini hilang mendadak datang begitu ramah menyapa. Hari Rianti kembali terisi di dengan cinta hingga dia bisa menerima kabar kembalinya Ardi dan Riri. Tapi duka ke
"Ambillah waktu untuk jauh dari segala rutinitas seharian anda, Bu Rianti. Nikmati kebersamaan bersama putra anda, jangan sampai ada waktu yang terabaikan, jauhkan gadget dan lingkungan sosial media. Tak perlu lama tiga hari saja, tatap lekat setiap anak anda tengah terlelap dan tersenyum rasakan dan tanyakan pada diri anda apakah anda rela melihat semua itu sirna."Rianti terdiam mendengar ucapan Dokter Inggit, orang yang sudah beberapa Minggu ini menjadi teman ceritanya. Bukan hanya menjadi seorang dokter, Rianti seolah menemukan teman bercerita untuk dia mengungkapkan apapun yang dialaminya. Ya, selama ini Rianti perlu itu. Tak ada orang yang bisa dipercaya Rianti untuk dia menumpahkan semua keluh kesahnya. Sejak dulu apapun yang dirasakannya selalu disembunyikan dari banyak orang, bahkan sedekat apapun dengan Ardi ada banyak hal yang tak diungkap oleh Rianti pada Ardi. "Apakah itu bisa menyembuhkan saya, dok?" tanya Rianti. "Bukan hanya sembuh tapi tangki cinta anda akan kembal
"Iya, ma. Aku keliru, aku pikir semua akan selesai jika Mas Ardi menikahi Rianti, kesakitan hati yang dialami Rianti akan hilang dan semua akan baik-baik saja. Aku akan hidup tenang, tidak merasa bersalah lagi."Mama tersenyum, lalu melepas genggaman tangan, menghela napas beranjak dari duduknya perlahan berjalan menuju jendela. "Riri, jangan terlalu membayangkan segala sesuatu semudah itu. Pikirkan lagi, berapa kali kamu selalu kecewa dan sakit hati saat Ardi dulu lebih mementingkan Rianti, saat dulu dia tak menganggap hati kamu sakit, sekarang dia sudah berubah jauh lebih baik dan kamu merasakan itu hingga kamu pun memutuskan untuk menerimanya kembali. Butuh waktu berapa lama untuk bisa menerima dia kembali. Pikirkan itu, jangan asal mengambil keputusan yang akhirnya kamu justru terperosok lebih dalam dan lebih parah dari sebelumnya."Riri tertunduk, ia seolah menyadari semua telah keliru. Mama terus berbicara hingga membuat Riri sadar akan keputusan yang mendadak hadir, lalu terin
"Mama."Riri terkejut dengan kedatangan sang Mama ke tokonya, sudah lama mereka tak bertemu. Dua perempuan itu berpelukan dan melepas rindu yang sudah menggunung, sejak Riri kembali menikah dengan Ardi lalu memutuskan tinggal di kampungnya Ardi menjalankan usaha berdua, Mama menjadi orang yang paling mendukung meski tak selalu hadir, sesekali selalu datang menjenguk tapi sudah hampir dua bulan ini Mama absen datang karena sibuk menemani Papa mengurus proyeknya dan satu bulan kemarin Mama tinggal di rumah Mas Raka membantu Mbak Wulan mengurus bayinya. Dan di situlah terakhir mereka bertemu, saat selamatan tujuh hari kelahiran anak kedua Mas Raka dan Mbak Wulan setelah itu mereka belum bertemu lagi.Riri langsung mengajak mama masuk ke ruangan kerjanya, menyerahkan toko ke pegawai dan meminta pegawai menyiapkan beberapa potong kue untuk tamu istimewanya itu. Sesampainya di ruang kerja, Riri dan mamanya duduk berbarengan, menjatuhkan bobot tubuhnya, Riri menyandarkan kepalanya di pundak
"Aku dengar kata Narti, pengasuh Dani bilang Mbak Rianti sudah mulai pergi konsultasi ke psikiater, saran Mama sepertinya dipertimbangkan dan dilakukan olehnya.""Baguslah, semoga dia segera sembuh dari luka lama dan traumanya itu. Agar hidupnya lebih baik," ucap Ardi ketika mendengar kabar soal Rianti dari Riri.Sejak Dani sakit dan mulai mengerti kondisi Rianti, Riri yang memang hatinya baik selalu memantau kondisi keduanya lewat Narti, pengasuh Dani. Dari dia Riri mendapat banyak informasi soal Rianti, permintaannya untuk Ardi menikahi Rianti dipatahkan oleh Ardi dan mamanya, bahkan Lita pun turut berkomentar. "Mbak, mbak jangan mudah terlena dan tergoda. Hati-hati mbak, dia bisa saja justru menyingkirkan mbak nantinya," ucap Lita kala itu. Tidak ada yang mendukungnya, hingga Riri memilih jalan lain untuk membantu Rianti agar sembuh. Dalam ingatannya mungkin Rianti akan cepat sadar jika ada Ardi di dekatnya, tapi tidak menurut Ardi itu bukan sebuah solusi. Sejak dulu Ardi memang
Dani sudah membaik dan sudah diperbolehkan pulang, Rianti duduk termenung di kursi besar dalam kamarnya, semua yang terjadi akhir-akhir ini membuatnya banyak berpikir yang selama ini tak pernah ia pikirkan. Ingatannya selalu melayang pada kenangan saat ia ngobrol dengan Ibunya Ardi, tak pernah menyangka Ibu itu menyuruhnya pergi ke psikiater dan memeriksakan kondisi kejiwaannya. Kilasan peristiwa masa lalu Rianti panggil kembali hingga ia seperti sedang menonton tayangan film, perlahan ia mengerang mengepalkan tangannya, lalu tiba-tiba menangis, tersenyum sendiri, bahkan tertawa sendiri. Bayangan kelam akan kehidupan remaja yang tak seindah remaja lainnya membuat Rianti tumbuh menjadi sosok yang berbeda pula dengan remaja lainnya. Rianti menikmati semua potongan kisah itu, ia menjalaninya sendiri ya sendiri sejak kedua orang tuanya sudah tak peduli lagi dengan kehidupannya, sejak mereka memilih mencari kebahagiaan masing-masing dari pada kebahagiaan anaknya sendiri, keegoisan kedua
"Aku tuh heran aja sama Mbak Riri, masih mau ngurusin Mbak Rianti padahal dia udah jahat banget dari dulu sama mbak?" tanya Lita. "Itulah kenapa ibu kagum dan selalu jatuh hati sama mbak mu ini, nak. Bukan untuk menyamakan karena bagaimana pun kalian berbeda lahir dari keluarga yang beda. Ardi sama Rudi aja yang lahir dari rahim ibu, beda wataknya," sela ibu. Lita tersenyum, sementara Riri masih terdiam. Pikirannya seolah belum berada di sini bersama raganya, sepulangnya menjenguk Dani dari rumah sakit membuat Riri terpikir sesuatu. "Mbak, ada apa sih?" tanya Lita menyenggol tubuh Riri hingga Riri terperanjat. "Ada apa nak?" tanya ibu. Riri menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan dan mengusap wajah. "Bu, kalau aku minta Mas Ardi untuk menikahi Mbak Rianti, gimana ya?""Apa?!" Lita dan ibunya Ardi kompak mengeluarkan kata itu menunjukan keterkejutan yang hebat setelah mendengar ucapan Riri. Siapapun yang mendengarnya tentu tak akan pernah menyangka jika Riri punya