Hari minggu Hanna tidak mendapat pesanan dari anak SMP, teman-teman Kania. Dia hanya membuka pesanan untuk delivery saja lewat WA dan FB. Sehingga dia tidak begitu sibuk di pagi hari. Saat hendak ke toko, dia bertemu dengan salah satu tetangganya yang langsung menyerangnya dengan beberapa pertanyaan."Mau kemana, Han? Kok buru-buru?""Mau ke toko, mbak Wati. Minyak dirumah habis. kemarin lupa belum beli.""Buat jualan apa buat masak?""Buat jualan nanti, mbak.""Ngomong-ngomong, kamu sudah hamil apa belum, Han? Si Rita, saudaraku yang nikahnya barengan sama kamu sudah hamil tiga bulan. Kok kamu belum hamil juga!""Mungkin belum rejeki ya, mbak. Belum dikasih kepercayaan. Nanti kalau udah waktunya pasti dikasih.""Jangan mikir gitu, Han. Jaman sekarang sudah canggih. Kalau seandainya ada yang bermasalah, diperiksa aja langsung ketahuan. Kamu coba aja periksa ke dokter, Han.""Maksud mbak, aku bermasalah dalam arti susah hamil? Begitu, mbak?""
Seharian, Hanna tidak bisa fokus berjualan karena memikirkan cara bagaimana menyampaikan dua kabar pada Ferdi, satu kabar bahagia sedangkan satu lagi kabar buruk. Bagaimana tidak, dalam waktu dua minggu Ferdi sudah harus mendapatkan pekerjaan. Sementara mencari kerja itu tidaklah gampang.Pikiran Hanna yang kacau membuatnya terus melamun sepanjang hari sambil menyiapkan pesanan, hingga ada beberapa ayam yang digoreng jadi gosong. Sehingga Bi Rahmi yang mengerjakan sebagian besar kerjaan Hanna hari itu. Sementara Ratna, dia lebih memilih tiduran dikamar Firman setelah memarahi Hanna.“Han, semuanya udah selesai. Itu beberapa pesanan terakhir yang belum diantar, Bibi taruh di atas meja, ya? Kamu jangan melamun terus, orang hamil gak boleh kalau banyak pikiran. Kamu harusnya bahagia, bukannya malah bingung gitu.”“Tadi Bibi tahu sendiri kalau Ibu marah banget. Aku jadi serba salah, Bi. Bingung cara ngomongnya ke Mas Ferdi nanti, biar dia gak tersinggung. Tapi aku rasa yang
Setelah mendengar cerita Rini soal Ferdi yang bermain judi online, Ratna sangat marah dan mencari keberadaan Hanna. Sementara Hanna sedang membuat pesanan ayam geprek di dapur, mendengar teriakan ibunya berkali-kali memanggilnya, namun dia tidak menghiraukannya. "Han, kamu lagi ngapain aja? Dari tadi dipanggil kamu diem aja!""Hanna lagi goreng ayam, Bu. kalau ditinggal nanti ayamnya gosong," jawab Hanna dengan santai."Barusan ada Mbak Rini ke sini. Dia cerita ke Ibu kalau Ferdi tiap nongkrong di sana yang dibahas cuma judi online. Ferdi itu main judi online, Han! Kamu tahu gak? Keterlaluan anak itu.""Memangnya Mbak Rini tahu sendiri kalau Mas Ferdi ikut main, Bu?" ucap Hanna yang mencoba melindungi suaminya, meski sebenarnya dia tahu kalau yang dikatakan Rini itu memang benar."Jelas Mbak Rini tahu, Han. Dia itu ada di sebelah mereka waktu ngobrol. Pokoknya kamu harus tegas. kalau kamu biarin aja, makin gak jelas Ferdi nanti. Kerjaan aja belum jelas, ber
Ningrum berjalan masuk ke dalam toko menghampiri Ferdi yang tengah bermain HP. Dia langsung mengambil Hp Ferdi. Ferdi yang tidak tahu apa-apa sontak kaget melihat Ibunya yang terlihat emosi."Ada apa sih, Bu?""Ayo kamu keluar, Fer. Cepat!"Ferdi mengikuti Ningrum yang berjalan ke luar toko. Di luar toko, masih ada Hanna yang duduk termenung sendirian."Ada apa sih, kenapa Ibu marah gitu?""Jujur kamu, Ferdi. Selama ini kamu gunakan buat apa uang toko? Kamu kasih ke Hanna semua? Bahkan buat stok barang uangnya tidak cukup. Tapi Hanna tadi bilang, kamu main judi online. benar begitu?""Enggak, Bu. Hanna cuma adal nuduh aja. Yang pakai HP Ferdi itu teman.""Jangan alasan, sudah tertangkap basah masih gak mau ngaku juga?"Hanna hanya melihat pertengkaran mereka tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Dia takut ucapannya akan salah di mata mereka."Ya sudah kalau gak percaya.""Kalau memang kamu gak main judi, terus uang toko buat
"Dek, jangan lama-lama ya berangkatnya," sambung Ferdi."Gak coba Mas kabari langsung telpon ke Toko Bangunannya aja?""Gak diangkat, Dek.""Ya udah aku berangkat dulu sekarang."Hanna bergegas berangkat ke Toko Bangunan tempat Ferdi bekerja. Dia sangat khawatir dengan keadaan Ferdi. Meski begitu, dia berusaha untuk fokus menyetir motor. Apalagi mengingat dia sedang hamil. Karena keselamatan janinnya yang utama.Sesampai di Toko Bangunan, Hanna segera memberitahukan hal tersebut pada pemilik toko. Kemudian sang pemilik toko langsung mengirimkan beberapa pekerjanya menuju ke tempat Ferdi berada. "Makasih ya, Mbak, sudah dikabari. Sampai jauh-jauh kesini. Nanti biar saya sama pekerja di sini yang urus. Mbak jangan khawatir,"ucap pemilim Toko Bangunan, Pak Banu namanya."Iya, Pak. Kalau begitu saya pamit pulang dulu.""Gak mampir dulu ke Bu Ningrum, Mbak?" tanya Pak Banu."Enggak, Pak. Saya lagi buru-buru soalnya," jawab Hanna. Dia tidak mampir ke r
Setelah Ferdi selesai mandi, Hanna sudah menunggunya dengan segudang pertanyaan. Hanna sangat penasaran dengan orang yang mengirim pesan pada Ferdi. Bahkan pengirim pesan itu juga sempat menunggu kedatangan Ferdi."Mas, coba sini aku mau bicara.""Mau bicara apa, Dek?""Hp Mas tadi bunyi, ternyata ada WA masuk. Tapi gak ada nama kontaknya. Ini dari siapa? Kok dia bilang nunggu Mas buat mampir kesana?""Coba Mas liat dulu,"tanya Ferdi sambil mengambil HP nya dari Hanna."Oh, ini tadi beli beberapa karung semen ke toko. Dia pegawai di warung makan dekat pasar. Niatnya Mas tadi mau sekalian antar semen pesanannya. Ternyata malah ada musibah, jadinya batal.""Beneran? Mas gak bohong kan? Awas aja kalau macam-macam, udah tahu aku lagi hamil.""Gak lah, Dek. Kamu percaya aja sama Mas. Udah selesai kan? Kalau gitu Mas mau makan dulu, habis itu mau tidur. Besok harus kerja lagi bangun pagi."Hanna masih merasa ragu dengan penjelasan Ferdi. Tapi dia berus
Dengan teliti, Hanna mengamati satu persatu pesan percakapan antara Ferdi dengan Mita. Dari sana, Hanna bahkan bisa menyimpulkan kalau Mita yang selalu mengirim pesan pada Ferdi. Bahkan dia tak ragu sesekali meminta Ferdi untuk mampir ke warung tempatnya bekerja.[Mas, hari ini kirim kemana?][Lagi sibuk ya, Mas?][Kalau kirim ke arah sini, nanti makannya di warung sini aja, Mas. Nanti aku kasih gratis kopi deh.]Beberapa kali setelah Mita mengirim pesan, akhirnya Ferdi membalas.[Maaf ya, Mit. Hari ini lagi sibuk banget. Banyak yang harus dikirim. Lain kali aja makan di sana.][Oke, deh. Mita tunggu kedatangannya. Yang semangat kerjanya.][Oke, kamu juga.]Melihat percakapan antara Ferdi dan Mita, seketika hatinya mendidih. Dia bahkan tak lupa mencatat nomor HP Mita. Berjaga-jaga barangkali wanita itu terus berulah, Hanna tak segan untuk memberi peringatan langsung padanya. Tak lama kemudian, Ferdi yang selesai mandi langsung masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya diranjang.
Keesokan harinya Hanna mengumpulkan niat untuk menemui Mita di tempat kerjanya. Dia ingin memastikan sendiri, apa hubungan Mita dengan Ferdi. Hanna ditemani oleh Kania, dia sengaja mengajak Kania agar nanti tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Apalagi saat ini dia tengah hamil muda. Meski begitu rasa penasarannya membuat Hanna menguatkan niat untuk tetap pergi menemui Mita.Diperjalanan menuju tempat kerja Mita, Kania sempat mengingatkan Hanna agar tidak terbawa emosi."Mbak, Nanti jangan terlalu emosi ya. Aku takut kalau Mas kepancing emosi. Apalagi sekarang Mbak lagi hamil. Kasihan dedek bayi kalau Mbak marah-marah," pinta Kania sambil mengendarai motornya."Tenang aja, Nia. Mbak gak akan marah-marah. Apalagi kalau nanti banyak orang. Pasti Mbak juga malu," jawab Hanna."Ya udah, bagus kalau begitu. Aku juga malu kalau sampai ribut-ribut, Mbak," ucap Kania sambil tertawa.Beberapa menit kemudian mereka sampai di tempat kerja Mita. Di sana terlihat beberapa orang sedang makan da
Keesokan harinya Hanna mengumpulkan niat untuk menemui Mita di tempat kerjanya. Dia ingin memastikan sendiri, apa hubungan Mita dengan Ferdi. Hanna ditemani oleh Kania, dia sengaja mengajak Kania agar nanti tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Apalagi saat ini dia tengah hamil muda. Meski begitu rasa penasarannya membuat Hanna menguatkan niat untuk tetap pergi menemui Mita.Diperjalanan menuju tempat kerja Mita, Kania sempat mengingatkan Hanna agar tidak terbawa emosi."Mbak, Nanti jangan terlalu emosi ya. Aku takut kalau Mas kepancing emosi. Apalagi sekarang Mbak lagi hamil. Kasihan dedek bayi kalau Mbak marah-marah," pinta Kania sambil mengendarai motornya."Tenang aja, Nia. Mbak gak akan marah-marah. Apalagi kalau nanti banyak orang. Pasti Mbak juga malu," jawab Hanna."Ya udah, bagus kalau begitu. Aku juga malu kalau sampai ribut-ribut, Mbak," ucap Kania sambil tertawa.Beberapa menit kemudian mereka sampai di tempat kerja Mita. Di sana terlihat beberapa orang sedang makan da
Dengan teliti, Hanna mengamati satu persatu pesan percakapan antara Ferdi dengan Mita. Dari sana, Hanna bahkan bisa menyimpulkan kalau Mita yang selalu mengirim pesan pada Ferdi. Bahkan dia tak ragu sesekali meminta Ferdi untuk mampir ke warung tempatnya bekerja.[Mas, hari ini kirim kemana?][Lagi sibuk ya, Mas?][Kalau kirim ke arah sini, nanti makannya di warung sini aja, Mas. Nanti aku kasih gratis kopi deh.]Beberapa kali setelah Mita mengirim pesan, akhirnya Ferdi membalas.[Maaf ya, Mit. Hari ini lagi sibuk banget. Banyak yang harus dikirim. Lain kali aja makan di sana.][Oke, deh. Mita tunggu kedatangannya. Yang semangat kerjanya.][Oke, kamu juga.]Melihat percakapan antara Ferdi dan Mita, seketika hatinya mendidih. Dia bahkan tak lupa mencatat nomor HP Mita. Berjaga-jaga barangkali wanita itu terus berulah, Hanna tak segan untuk memberi peringatan langsung padanya. Tak lama kemudian, Ferdi yang selesai mandi langsung masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya diranjang.
Setelah Ferdi selesai mandi, Hanna sudah menunggunya dengan segudang pertanyaan. Hanna sangat penasaran dengan orang yang mengirim pesan pada Ferdi. Bahkan pengirim pesan itu juga sempat menunggu kedatangan Ferdi."Mas, coba sini aku mau bicara.""Mau bicara apa, Dek?""Hp Mas tadi bunyi, ternyata ada WA masuk. Tapi gak ada nama kontaknya. Ini dari siapa? Kok dia bilang nunggu Mas buat mampir kesana?""Coba Mas liat dulu,"tanya Ferdi sambil mengambil HP nya dari Hanna."Oh, ini tadi beli beberapa karung semen ke toko. Dia pegawai di warung makan dekat pasar. Niatnya Mas tadi mau sekalian antar semen pesanannya. Ternyata malah ada musibah, jadinya batal.""Beneran? Mas gak bohong kan? Awas aja kalau macam-macam, udah tahu aku lagi hamil.""Gak lah, Dek. Kamu percaya aja sama Mas. Udah selesai kan? Kalau gitu Mas mau makan dulu, habis itu mau tidur. Besok harus kerja lagi bangun pagi."Hanna masih merasa ragu dengan penjelasan Ferdi. Tapi dia berus
"Dek, jangan lama-lama ya berangkatnya," sambung Ferdi."Gak coba Mas kabari langsung telpon ke Toko Bangunannya aja?""Gak diangkat, Dek.""Ya udah aku berangkat dulu sekarang."Hanna bergegas berangkat ke Toko Bangunan tempat Ferdi bekerja. Dia sangat khawatir dengan keadaan Ferdi. Meski begitu, dia berusaha untuk fokus menyetir motor. Apalagi mengingat dia sedang hamil. Karena keselamatan janinnya yang utama.Sesampai di Toko Bangunan, Hanna segera memberitahukan hal tersebut pada pemilik toko. Kemudian sang pemilik toko langsung mengirimkan beberapa pekerjanya menuju ke tempat Ferdi berada. "Makasih ya, Mbak, sudah dikabari. Sampai jauh-jauh kesini. Nanti biar saya sama pekerja di sini yang urus. Mbak jangan khawatir,"ucap pemilim Toko Bangunan, Pak Banu namanya."Iya, Pak. Kalau begitu saya pamit pulang dulu.""Gak mampir dulu ke Bu Ningrum, Mbak?" tanya Pak Banu."Enggak, Pak. Saya lagi buru-buru soalnya," jawab Hanna. Dia tidak mampir ke r
Ningrum berjalan masuk ke dalam toko menghampiri Ferdi yang tengah bermain HP. Dia langsung mengambil Hp Ferdi. Ferdi yang tidak tahu apa-apa sontak kaget melihat Ibunya yang terlihat emosi."Ada apa sih, Bu?""Ayo kamu keluar, Fer. Cepat!"Ferdi mengikuti Ningrum yang berjalan ke luar toko. Di luar toko, masih ada Hanna yang duduk termenung sendirian."Ada apa sih, kenapa Ibu marah gitu?""Jujur kamu, Ferdi. Selama ini kamu gunakan buat apa uang toko? Kamu kasih ke Hanna semua? Bahkan buat stok barang uangnya tidak cukup. Tapi Hanna tadi bilang, kamu main judi online. benar begitu?""Enggak, Bu. Hanna cuma adal nuduh aja. Yang pakai HP Ferdi itu teman.""Jangan alasan, sudah tertangkap basah masih gak mau ngaku juga?"Hanna hanya melihat pertengkaran mereka tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Dia takut ucapannya akan salah di mata mereka."Ya sudah kalau gak percaya.""Kalau memang kamu gak main judi, terus uang toko buat
Setelah mendengar cerita Rini soal Ferdi yang bermain judi online, Ratna sangat marah dan mencari keberadaan Hanna. Sementara Hanna sedang membuat pesanan ayam geprek di dapur, mendengar teriakan ibunya berkali-kali memanggilnya, namun dia tidak menghiraukannya. "Han, kamu lagi ngapain aja? Dari tadi dipanggil kamu diem aja!""Hanna lagi goreng ayam, Bu. kalau ditinggal nanti ayamnya gosong," jawab Hanna dengan santai."Barusan ada Mbak Rini ke sini. Dia cerita ke Ibu kalau Ferdi tiap nongkrong di sana yang dibahas cuma judi online. Ferdi itu main judi online, Han! Kamu tahu gak? Keterlaluan anak itu.""Memangnya Mbak Rini tahu sendiri kalau Mas Ferdi ikut main, Bu?" ucap Hanna yang mencoba melindungi suaminya, meski sebenarnya dia tahu kalau yang dikatakan Rini itu memang benar."Jelas Mbak Rini tahu, Han. Dia itu ada di sebelah mereka waktu ngobrol. Pokoknya kamu harus tegas. kalau kamu biarin aja, makin gak jelas Ferdi nanti. Kerjaan aja belum jelas, ber
Seharian, Hanna tidak bisa fokus berjualan karena memikirkan cara bagaimana menyampaikan dua kabar pada Ferdi, satu kabar bahagia sedangkan satu lagi kabar buruk. Bagaimana tidak, dalam waktu dua minggu Ferdi sudah harus mendapatkan pekerjaan. Sementara mencari kerja itu tidaklah gampang.Pikiran Hanna yang kacau membuatnya terus melamun sepanjang hari sambil menyiapkan pesanan, hingga ada beberapa ayam yang digoreng jadi gosong. Sehingga Bi Rahmi yang mengerjakan sebagian besar kerjaan Hanna hari itu. Sementara Ratna, dia lebih memilih tiduran dikamar Firman setelah memarahi Hanna.“Han, semuanya udah selesai. Itu beberapa pesanan terakhir yang belum diantar, Bibi taruh di atas meja, ya? Kamu jangan melamun terus, orang hamil gak boleh kalau banyak pikiran. Kamu harusnya bahagia, bukannya malah bingung gitu.”“Tadi Bibi tahu sendiri kalau Ibu marah banget. Aku jadi serba salah, Bi. Bingung cara ngomongnya ke Mas Ferdi nanti, biar dia gak tersinggung. Tapi aku rasa yang
Hari minggu Hanna tidak mendapat pesanan dari anak SMP, teman-teman Kania. Dia hanya membuka pesanan untuk delivery saja lewat WA dan FB. Sehingga dia tidak begitu sibuk di pagi hari. Saat hendak ke toko, dia bertemu dengan salah satu tetangganya yang langsung menyerangnya dengan beberapa pertanyaan."Mau kemana, Han? Kok buru-buru?""Mau ke toko, mbak Wati. Minyak dirumah habis. kemarin lupa belum beli.""Buat jualan apa buat masak?""Buat jualan nanti, mbak.""Ngomong-ngomong, kamu sudah hamil apa belum, Han? Si Rita, saudaraku yang nikahnya barengan sama kamu sudah hamil tiga bulan. Kok kamu belum hamil juga!""Mungkin belum rejeki ya, mbak. Belum dikasih kepercayaan. Nanti kalau udah waktunya pasti dikasih.""Jangan mikir gitu, Han. Jaman sekarang sudah canggih. Kalau seandainya ada yang bermasalah, diperiksa aja langsung ketahuan. Kamu coba aja periksa ke dokter, Han.""Maksud mbak, aku bermasalah dalam arti susah hamil? Begitu, mbak?""
"Kok kamu ngomongnya gitu, Mas? Jadi sebenarnya, Mas, keberatan kalau Ibuku tinggal disini? Tapi yang bangun rumah ini Ibuku. Harusnya, Mas paham dong.""Bukan keberatan, tapi kita sepakat kalau gak ada yang ikut mertua kan, Dek? Lagian kamu juga mojokin Ibuku terus.""Kita aja belum punya rumah sendiri, Mas. Aku juga gak tau kalau jadi begini. Ya sudah lah, Mas, kita jalani aja apa adanya sekarang.""Ya mau gimana lagi, ya udah tidur aja lah."Baik Hanna maupun Ferdi, keduanya sama-sama membela ibu mereka. Bagi Hanna, ibunya tidak salah jika tinggal disana, namun Ferdi merasa tidak nyaman. Sedangkan Ferdi juga tak terima, jika Hanna selalu memojokan ibunya karena ikut andil memegang keuangan toko.*****Keesokan harinya, Ratna tidak berjualan di pasar karena hatinya sedang gelisah setelah pertengkarannya dengan suami. sementara Hanna sejak pagi sudah bangun menyiapkan ayam geprek untuk dikirim ke sekolah Kania hari itu. Mendengar Hanna yang sudah sibuk