“Semakin kuat angin yang berhembus disekitar kita, maka aji Badai Pusaran Angin akan semakin dahsyat kang”.
“Hebat sekali”. ucap Bintang kagum.
“Jadi kakang mau mempelajarinya, kalau kakang mau, aku akan mengajarkannya.”. ucap Roro Ajeng lagi.
“Tentu, tentu saja aku mau Ajeng, tapi sebagai gantinya kakang akan ajarkan Ajeng jurus yang kakang gunakan tadi untuk menghindari serangan itu”.
“Be...benarkah kang ?”. tanya Roro Ajeng dengan wajah gembira.
“Benar, namanya jurus Amblas Bumi.”
“Bagus, kalau begitu ayo kita mulai sekarang saja kang”. ucap Roro Ajeng dengan bersemangat, Bintang hanya tersenyum seraya ikut bangkit mengikuti Roro Ajeng yang telah terlebih dahulu bangkit dari tempatnya. Maka sejak hari itu keduanya saling bertukar ilmu kanuragan.
Beberapa hari berlalu tanpa terasa, dan malam itu keadaan di Bukit Jalaksuri berjalan seperti biasanya. &
“Hati-hati Ajeng, didepan sana ada beberapa orang yang sepertinya akan menghadang perjalanan kita”. ucap Bintang lagi hingga membuat Roro Ajeng terkejut, wajahnya dengan serta berpaling kearah depan, sejauh mata memandang hanya jalan yang dipenuhi dedaunan kering yang terlihat, sedikitpun Roro Ajeng tidak mendengar adanya orang-orang yang dikatakan oleh Bintang, tapi Roro Ajeng yakin Bintang tidak bercanda, makanya saat Bintang kembali memacu kudanya dengan perlahan, Roro Ajeng ikut melangkahkan kaki kudanya dengan perlahan. Saat mereka semakin jauh ;“Werrrrrr.”. tiba-tiba saja sebuah jaring raksasa telah terkembang diatas kepala mereka, Bintang sendiri dengan gerakan yang sangat melompat keudara, dan ;“cring.....sett...setttt....settttt...”. dengan gerakan yang tak kalah cepat pula, Bintang mencabut pedang lentur dipunggungnya dengan dengan beberapa kali kibasan saja, jaring yang berukuran raksasa itu langsung sobek besar, Bintang
“Ayo Wadonsuro serang aku, biar urusan ini cepat kuselesaikan. Aku tidak punya banyak waktu untuk melayani orang-orang pecundang sepertimu”. ucap Roro Ajeng lagi dengan sinisnya.“Bersiaplah menerima seranganku Putri Kipas Kayangan”. ucap Wadonsuro mempersiapkan serangannya. Ditempatnya Roro Ajeng masih tetap diam seakan menanti serangan Wadonsuro.“Wuusshhh........wuusshhh.”. tak perlu menunggu lama Wadonsuro langsung melancarkan serangan mautnya kearah Roro Ajeng. “Hyattt......upss”. tapi dengan gerakan yang tak kalah mengagumkan Roro Ajeng berhasil menghindari serangan itu, kejap berikutnya dengan gerakan yang tak kalah mantap, Roro Ajeng melancarkan serangan balasan. Kini pertarungan keduanya benar-benar tak bisa dihindari lagi.Sementara itu diatas punggung kudanya, Bintang terus memperhatikan setiap gerak gerik anak buah Wadonsuro, kalau-kalau ada yang akan bertindak curang.Jurus demi jurus terl
“Kalau tidak salah, disebelah utara hutan ini ada sebuah air terjun. Bagaimana kalau malam ini kita bermalam disana kang..”. ucap Roro Ajeng lagi hingga membuat Bintang menatap kearahnya.“Pasti indah rasanya bila kita bisa menikmati malam ini bersama ditempat itu kang.”. bujuk Roro Ajeng lagi, akhirnya Bintang hanya bisa tersenyum dan menganggukkan wajahnya. Betapa bahagia dan gembiranya Roro Ajeng mendapatkan persetujuan Bintang, karena ini merupakan kesempatan baginya untuk bisa berdua dengan Bintang.***Malam akhirnya datang, mengiringi sang rembulan yang mulai menampakkan dirinya malam itu, taburan bintang-bintangpun tampak bertebaran dimana-mana, semakin menambah indahnya malam itu.Sebuah air terjun bergemuruh dengan kerasnya ditepian sebuah hutan, sinar sang rembulan yang lembut tampak menyentuh dasar air terjun tersebut hingga memantulkan kilauan cahaya yang begitu indah untuk
“L...lalu apa yang harus kita lakukan sekarang kang ?”.“Kakang punya rencana”. ucap Bintang lagi seraya mengutarakan rencananya untuk memancing kedua orang yang telah mengikuti mereka sejak dari warung makan tadi, setelah mengerti Roro Ajengpun terlihat mengangguk.Tak lama kemudian, Bintang dan Roro Ajeng tiba-tiba saja mengambil arah yang berlawanan, Bintang menggebah kudanya kearah jalan yang disebelah kanan, sedangkan Roro Ajeng mengambil jalan yang disebelah kiri.Tak seberapa lama kemudian, dua sosok lelaki yang juga menunggangi 2 ekor kuda, tiba dipersimpangan jalan itu, dan keduanya terlihat berhenti.“Bagaimana ini kang ?”. tanya salah seorang diantara mereka lagi. Yang ditanya hanya terdiam sesaat seraya menatap kearah dua jalan yang membentang dihadapannya.“Kita hanya dibayar untuk memperlambat perjalanan mereka kembali ke istana, setahuku jalan keistana adalah jalan yang kiri, kalau begitu kit
Sore itu 2 ekor kuda dipacu dengan cepat oleh dua penunggang kuda yang baru saja melintasi tepian sebuah hutan belantara yang cukup lebat yang ada dibelakang mereka, kedua penunggangnya adalah laki-laki, entah sudah seberapa lama keduanya memacu kuda mereka hingga pada suatu ketika, lelaki yang berada paling depan memperlambat kudanya, pemuda yang ada dibelakangnya ikut memperlambat langkah kudanya. “Kenapa kita tidak hadapi saja mereka kang”. tiba-tiba saja sosok pemuda yang berkuda paling belakang mengeluarkan ucapan. “Jangan cari mati garang, kita bukan tandingan mereka”. ucap lelaki yang berkuda paling depan lagi. “Tapi bagaimana dengan tugas yang diberikan pada kita kang”. “Ah, persetan dengan tugas itu, kita hanya dibayar untuk memperlambat perjalanan mereka, bukan untuk bertarung dengan mereka.”. Kedua lelaki penunggang kuda ini pada episode sebelumnya (Asmara Putri Kipas Kayangan) sebagaimana kita ketahui, keduanya terus mengikuti perjalanan Bintang dan Roro Ajeng yang sed
“Sepertinya ada sesuatu yang penting dayat ?”. tanya Bintang lagi. “Saya tidak tahu pendekar, tapi saya rasa ini ada hubungannya dengan kedatangan Tumenggung Pradeswara”. ucap pemuda itu lagi. “Tumenggung Pradeswara”. ulang Bintang dan yang lain bersamaan, karena tak ingin semakin bertambah penasaran dan terus bertanya-tanya, maka merekapun segera beranjak dari tempat itu untuk memenuhi panggilan Gusti Patih Suwandaru. Dan takkala ketiganya tiba di uala pertemuan, mereka dapat melihat dihadapan Gusti Patih Suwandaru dan Ki Lanang, tampak seorang laki-laki yang berpakaian kebesaran kerajaan, lelaki ini segera berdiri dan menjura hormat kearah Bintang, Bintang segera balas menjura hormat. “Duduklah Bintang.”. ucap Gusti Patih Suwandaru lagi, Bintang segera duduk. “Sebaiknya sampaikan apa yang kau ceritakan kepada kami tadi Tumenggung Pradeswara ?”. ucap Gusti Patih Suwandaru lagi. Sosok lelaki yang disebut Gusti Patih Suwandaru dengan sebutan Tumenggung Pradeswara ini tampak menarik
½ hari perjalanan, keduanya sudah tiba dikaki bukit Melaroh. “Sebaiknya kita tambatkan kuda kita disini kang, perjalanan menuju kepuncak terlalu curam untuk menggunakan kuda”. ucap Jaka Daru lagi, Bintang tak menolak, setelah menambatkan kedua kuda mereka, keduanya segera melesat menariki puncak bukit Melaroh. Tak seberapa lama kemudian, keduanya sudah tiba dipuncak bukit Melaroh, dan kini mereka dapat melihat bangunan-bangunan tua yang sudah usang termakan usia karena tidak dirawat, dindingnya terlihat sudah banyak yang roboh, jelas pemandangan yang ada dihadapan mereka membuktikan kalau tempat itu memang sudah lama ditinggalkan. “Sepertinya tempat ini memang sudah lama tidak ditinggali Daru”. ucap Bintang lagi. “Benar kang. Lihat saja keadaannya.”. ucap Jaka Daru lagi membenarkan. “Lalu bagaimana sekarang kang, apakah kita kembali sekarang juga ke perguruan ?”. ucap Jaka Daru lagi. Sejenak terlihat Bintang menatap ke ufuk barat. “Sebaiknya besok pagi-pagi saja kita kembali Daru,
“Lalu sekarang bagaimana kang ?”. tanya Jaka Daru lagi, Bintang terlihat kembali kearah ufuk timur, Jaka Darupun ikut-ikutan menatap kearah ufuk timur, walau bingung apa maksudnya. “Terlalu berbahaya jika kita menyelidiki goa itu malam ini, keadaan terlalu gelap. Sebaiknya kita tunggu sampai matahari terbit.”. ucap Bintang lagi hingga membuat Jaka Daru mengerti kenapa tadi Bintang melihat kearah ufuk timur, rupanya untuk melihat tanda-tanda kemunculan fajar yang sebentar lagi akan segera terbit. Setelah seberapa lama. “Daru ! Daru! Bangun!!”. Jaka Daru terbangun karena satu tangan yang menggoyang-goyang tubuhnya, dengan masih menahan ngantuk, Jaka Daru akhirnya membuka kedua matanya, dapat dilihatnya fajar sudah menyingsing, rupanya tanpa disadarinya malam tadi dia telah tertidur, sementara Bintang masih berdiri tenang ditempatnya dan melihat kearah goa yang kini sudah terlihat jelas dihadapan mereka. “Kalau begitu ayo sekarang kita masuk kang”. ucap Jaka Daru lagi dengan bersemang
Bintang yang melihat kekuatan puncak yang telah dikerahkan oleh Datuk Malenggang Dilangit, segera ikut menghimpun tenaganya. Uap tipis putih terlhat keluar dari tubuh Bintang, uap putih yang mengeluarkan hawa dingin yang sangat menyengat.Dari uap tipis itu, terlihat membentuk sebuah bayangan diatas kepala Bintang, bayangan seekor naga berwarna putih tercipta.“Ledakan besar, khhaaaa!”Tiba-tiba saja sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah diselimuti magma lahar panas langsung berlari kearah Bintang.Buumm! Buumm! Buumm! Buumm!Di setiap langkah Datuk Malenggang Dilangit terdengar suara ledakan-ledakan akibat tapak magma panas Datuk Malenggang Dilangit yang menjejak tanah, bagaikan seekor banteng ganas, sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah berubah menjadi monster magma lahar terus berlari kearah Bintang. Beberapa tombak dihadapan Bintang, monster magma Datuk Malenggang Dilangit melompat dan ;Wuussshhh!M
Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi diudara hingga terasa menggetarkan alam. Tinju-tinju magma bertemu dengan taburan Bintang-bintang putih kecil yang terang milik Bintang.Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Baik Bintang maupun Datuk Malenggang Dilangit terus melepaskan serangan dahsyatnya, hingga ledakan demi ledakan terus terjadi membahana ditempat itu, dalam sekejap saja, pohon-pohon yang ada dipulau itu langsung berterbangan dan bertumbangan entah kemana, tempat itu langsung luluh lantah dibuat oleh ledakan dahsyat oleh serangan Bintang dan Datuk Malenggang Dilangit.Saat Bintang berhasil turun kebawah, pulau itu sudah terbakar setengahnya akibat ledakan yang tadi terjadi, wajah Bintang kembali berubah saat melihat Datuk Malenggang Dilangit terlihat menghimpun tenaganya, magma lahar panas terlihat berkumpul ditelapak tangan Datuk Malenggang Dilangit.Bintang yang melihat hal itu segera ikut mengumpulkan haw
SEBUAH pulau kosong tak berpenghuni dipilih oleh Bintang untuk menjadi tempat pertarungannya dengan Datuk Malenggang Dilangit. Kini kedua-duanya sudah saling berdiri berhadapan, Bintang kini sudah kembali ke sosoknya semula, demikian pula Datuk Malenggang Dilangit yang kini sudah berdiri diatas tanah tempatnya berpijak. Kedua-duanya saling berhadapan dengan tatapan tajam.Wweerrrr..!Tanpa banyak bicara, sosok Datuk Malenggang Dilangit tiba-tiba saja mengeluarkan magma lahar panas dari sekujur tubuhnya, terutama dibagian kedua tangan, kedua kaki dan kepala. Sedangkan sebagian besar tubuhnya belum berubah menjadi magma lahar panas.Bintang yang melihat hal itupun tak tinggal diam, dan ;Blesshhhh...!Tiba-tiba saja tubuh Bintang telah diliputi energi putih keperakan, rambut Bintangpun telah berubah menjadi berwarna putih keperakan dengan balur-balur keemasan yang mengeluarkan hawa dingin. Rupanya Bintang langsung menggunakan wujud Pangeran Bulan
Wuusshhh!Tombak melesat dengan sangat cepat dan kuat kearah Datuk Malenggang Dilangit.Blepp!Kembali tombak yang dilemparkan oleh Sutan Rajo Alam hangus terbakar begitu menyentuh sosok Datuk Malenggang Dilangit.“Cepat ungsikan paduka rajo” teriak Datuk Rajo Dilangit memperingatkan para pejabat istana yang berdiri bersama Paduka Ananggawarman.“Tidak, aku takkan lari!” ucap Paduka Ananggawarman dengan keras hati hingga membuat Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam hanya menarik nafas panjang melihat kekerasan hati Paduka Ananggawarman.Sementara itu magma lahar panas terus semakin banyak menjalar menutupi halaman istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam terlihat tengah memikirkan rencana untuk mengatasi hal itu, waktu yang sempat dan mendesak membuat keduanya sedikit khawatir dengan keadaan yang terjadi, hingga ;“Datuak Malenggang Di
Istana Nagari Batuah terlihat begitu sibuk dengan segala macam aktivitasnya, karena hari ini adalah janji yang ditetapkan oleh Datuak Malenggang Dilangit terhadap wilayah Nagari Batuah, dengan dipimpin oleh Datuk Rajo Dilangit, Paduka Ananggawarman berniat untuk melawan Datuk Malenggang Dilangit dengan segenap kekuatan istana Nagari Batuah, para hulubalang, panglima dan pejabat istana Nagari Batuahpun memberikan tanda kesiapan mereka berjuang hidup atau mati demi mempertahankan kedaulatan istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dipercaya oleh Paduka Ananggawarman untuk memimpin seluruh pasukan yang ada di istana Nagari Batuah dan Datuk Rajo Dilangit menerimanya untuk menjalankan taktik yang akan digunakan untuk melawan amukan Datuk Malenggang Dilangit. Seluruh masyarakat kotaraja Nagari Batuah sudah diungsikan demi keselamatan mereka. Paduka Ananggawarman menolak untuk ikut me
Pagi itu di Istana Bunian, panglima Kitty yang tiba-tiba saja datang menghadap, disaat Bintang dan Ratu Bunian tengah bercengkrama mesra berdua. “Sembah hormat hamba paduka, ratu” ucap panglima Kitty berlutut dihadapan keduanya. Ratu Bunian terlihat mengangkat tangannya sebagai tanda menerima hormat panglima Kitty. “Ada apa Kitty?” “Ampun ratu, Datuak Malenggang Dilangit sudah muncul kembali” ucap Kitty lagi hingga membuat wajah Ratu Bunian berubah pucat. Bintang yang ada didekatnya mulai tertarik mendengarnya. “Untung saja kita cepat memindahkan Negeri Bunian jauh dari gunung marapi. Kalau tidak, Datuak Malenggang Dilangit pasti sudah datang kemari” ucap Ratu Bunian lagi. Panglima Kitty terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. “Dimana Datuak Malenggang Dilangit muncul Kitty?” tanya Bintang cepat hingga membuat Ratu Bunian dan panglima Kitty memandang kearah Bintang. “Ampun paduka, Datuak Malenggang Dilangit mengacau di istana Nagari Batuah” “Istana Nagari Batuah?!” ulang Bintan
“Maafkan kelancangan ambo datuak” ucap Datuk Rajo Dilangit lagi. Entah apa maksud Datuk Rajo Dilangit yang tiba-tiba saja berjongkok. Perlahan sosok Datuk Rajo Dilangit mulai berubah menjadi seekor harimau loreng yang sangat besar, 2x ukuran harimau dewasa, sama besarnya dengan harimau putih jelmaan Datuk Malenggang Dilangit.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Dua harimau besar ini saling mengaum dengan dahsyat, begitu dahsyatnya banyak para prajurit yang ada ditempat itu jatuh terduduk karena lemas lututnya.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Kembali kedua harimau besar ini saling mengaum, tapi kali ini disertai dengan sama-sama saling menerkam kedepan.Kembali terjadi dua pertarungan raja rimba yang sama-sama berwujud besar. Saling terkam, saling cakar dan saling gigit, dilakukan oleh kedua harimau berbeda warna ini. Kali ini harimau belang jelmaan Datuk Rajo Dilangit mampu memberikan perlawanan sen
Sekarang Datuk Malenggang Dilangit telah dikeroyok oleh dua pengguna harimau dan macan kumbang, tapi bukannya terdesak, Datuk Malenggang Dilangit justru tertawa-tawa senang melayani serangan keduanya.“Hahaha.. sudah lama aku tidak bertarung sesenang ini” ucap Datuk Malenggang Dilangit lagi.Sebenarnya jurus-jurus harimau putih milik Datuk Malenggang Dilangit tidaklah jauh berada diatas jurus harimau singgalang milik Wijaya dan jurus macan kumbang milik Panglima Kumbang, hanya saja perbedaan kekuatan dan pengalaman yang membuat Datuk Malenggang Dilangit lebih unggul.Memasuki jurus ke 88, Wijaya dan Panglima Kumbang terlihat sama-sama melompat mundur kebelakang.Graaauumm!Ggrraaamm!Tiba-tiba saja Wijaya dan Panglima Kumbang terdengar mengaum. Sosok Wijaya sendiri yang sudah berjongkok merangkak tiba-tiba saja berubah wujud menjadi seekor harimau belang kuning dewasa, sedangkan sosok Panglima Kumbang y
Wusshhh!Seperti melempar karung saja, Datuk Malenggang Dilangit dengan ringannya melemparkan sosok Rajo mudo Basa kehadapan Paduka Ananggawarman.Tapp!Sesosok tubuh tampak langsung bergerak didepan Paduka Ananggawarman dan langsung menangkap tubuh Rajo mudo Basa yang dilemparkan oleh Datuk Malenggang Dilangit. Rupanya dia adalah Panglima Kumbang.“Rajo mudo, anakku” ucap Panglima Kumbang dengan wajah berubah yang melihat keadaan Rajo mudo Basa yang babak belur. Panglima Kumbang dengan cepat memeriksa keadaan putranya tersebut. Walaupun babak belur, Panglima Kumbang masih dapat merasakan tanda-tanda kehidupan ditubuh Rajo mudo Basa walaupun sangat lemah sekali. Panglima Kumbang segera memerintahkan beberapa prajurit untuk membawa sosok Rajo mudo Basa.“Apa yang datuak lakukan pada putra hamba?” tanya Panglima Kumbang lagi. Nada suara Panglima Kumbang sedikit meninggi.“Putramu, siapa kau?&rdqu