Share

Part 22

Author: Ida Saidah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

#Efita

Aku duduk di sebelah Mbak Kenza sambil sesekali melirik Mas Akmal yang duduk di meja seberang. Nafsu makanku hilang seketika karena kembali dipertemukan dengan mantan suamiku yang masih teramat aku cintai. Laki-laki yang selalu menghuni sanubari, dan tidak akan terganti oleh siapa pun.

"Loh, kok kamu nggak makan, Fit?" tanya Ibu Fatimah–Ibunya Mas Kenzo, dengan intonasi sangat lembut.

"I–iya, Bu!" Aku mengulas senyum dan lekas menyantap makananku meski rasanya sudah tidak lagi bernafsu.

Kami datang ke tempat ini karena hari ini Saquina berulang tahun yang keempat dan merengek minta makan di restoran cepat saji.

"Kamu jangan mikirin mantan suami kamu terus, Mbak. Sampe badan kamu kurus begitu!" seloroh Mbak Kenza.

"Move on dong, Mbak. Cari yang lain. Di dekat Mbak Efita ada loh, laki-laki yang diam-diam naksir Mbak Efita tapi cemen, nggak mau ngomong!" imbuhnya lagi.

Tiba-tiba Mas Kenzo tersedak dan langsung menatap ke arah Mba Kenza kemudian melirik ke arahku.

Apa yang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 23

    Aku menghampiri gadis itu karena dia terlihat begitu pucat serta kelelahan. "Mbak," sapaku, memegang pundak perempuan tersebut. Dia berjingkat kaget lalu menoleh. Ya Allah, ternyata dia benar-benar Dewi adikku. Tapi, kenapa dia menjadi seperti ini. Pakaiannya terlihat kumal, badan serta wajahnya sangat tidak terawat. Tidak seperti ketika ia masih hidup bersamaku. Dan, perutnya, apa dia sedang mengandung? tapi, bukannya Mas Akmal mandul? "Kakak!" Mata cekungannya menatapku, membuatku iba melihatnya. Biar bagaimanapun aku adalah kakaknya. Perempuan yang pernah menyayangi dia sepenuh hati, sebelum dia ketahuan selingkuh dengan suamiku. "Kamu kenapa jadi seperti ini, Dewi?" tanyaku, mencoba menata perasaan yang berkecamuk dalam hati. Antara kasihan serta kecewa melihat dia. "Ini semua gara-gara kakak. Kakak itu wajahnya doang kaya malaikat, tapi hatinya kaya iblis. Kakak itu serakah, nggak punya hati!" rutuknya sembari menatapku sinis. Aku tertawa sumbang mendengar dia menyebutku t

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 24

    Prang! Prang! Seorang laki-laki remaja memecahkan kaca jendela kamarku. Ia melompat masuk, memukul Papa membabi-buta menggunakan tongkat baseball, hingga pria berkulit keriput itu tersungkur dengan darah terus mengucur di kepalanya. Aku membungkus tubuh polosku dengan selimut sambil menangis di pojokan kamar. Mbak Kenza masuk, memelukku sambil menutup kepalaku dengan hijab. “Kamu nggak usah takut, Mbak. Ada kami di sini. Mbak Fita sudah aman sekarang!” ucap Mbak Kenza seraya terus mendekap tubuh ini. “Salman, panggil Ayah sama Nenek!” titah Mbak Kenza kepada keponakannya. “Iya, Bi!” jawab bocah berusia delapan belas tahun itu sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah. Mbak Kenza mengambil gamis di lemariku, membantu memakaikannya lalu membimbingku naik ke tempat tidur. “Saya ambilin minum dulu ya, Mbak!” “Jangan tinggalkan saya sendirian, Mbak!” Aku mencekal lengan Mbak Kenza sambil melirik ke arah Papa yang terbujur tidak sadarkan diri di lantai kamarku. Tidak lama kemudi

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 25

    “Aku tidak menghamili Dewi, Fit. Kamu kan tahu sendiri kalau aku ini nggak bisa punya keturunan!”Aku mengangkat satu ujung bibir. Di depan Dewi dia berani menjelekkanku dan mengatakan kalau aku yang mandul. Sekarang, setelah Dewi mengandung, dia malah mau mungkir dan lari dari tanggung jawab, dengan dalih kemandulannya.“Demi Allah demi Rasulullah, aku tidak pernah selingkuh apalagi sampai menyentuh Dewi, Efita!”“Jangan bawa-bawa nama Allah, Mas!”“Supaya kamu percaya kalau semua yang aku katakan itu benar, Fit!” Kini mata teduh Mas Akmal sudah mulai berkabut.Aku diam sesaat. Mencoba mencerna semua ucapan Mas Akmal. Apa benar selama ini dia tidak selingkuh?Tapi, kenapa waktu aku mendengar suara desahan-desahan di kamar Dewi Mas Akmal tiba-tiba muncul dengan keadaan salah mengancing baju. Bukannya Mas Akmal juga sudah mengakuinya, kalau dia memang sudah berzina dengan adikku?Dan, kalau dia tidak berselingkuh, kenapa dia menolak diajak tabayun, menolak mediasi serta langsung menyet

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 26

    Mas Kenzo dan rombongan akhirnya pamit pulang. Aku duduk termenung di sofa, sambil terus memikirkan apa keputusan yang harus aku ambil nanti.Aku harus melakukan salat istikharah, meminta petunjuk kepada Sang Khaliq, supaya tidak salah mengambil keputusan.Hari ini, aku, Mbak Kenza dan Salman anak kedua Mas Akmal, dipanggil polisi untuk diinterogasi kembali. Karena menurut pihak kepolisian, Papa sudah bangun dari komanya dan sudah bisa dimintai keterangan.Mas Kenzo mengantar kami hingga ke kantor polisi, sekaligus ingin mendampingi putranya supaya dia tidak merasa takut. Aku turun dari mobil dan berjalan cepat menuju ruang yang sudah di tunjuk oleh petugas. Langkahku terhenti ketika melihat Mas Akmal ternyata sudah berada di tempat itu. Ada rasa rindu, benci, dek-dekan, semua bercampur menjadi satu. Ah, kenapa rasa itu masih ada. Kenapa aku masih berharap kalau perceraian kami hanyalah mimpi.“Dek, ayo masuk!” ucap Mas Kenzo membuyarkan lamunanku.Kami berempat berjalan menghampiri

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 27

    Aku masuk ke dalam mobilnya Mas Kenzo sambil menyusut air mata.Rasa kecewa kembali menelusup ke dalam kalbu, karena ternyata Mas Akmal sama sekali tidak mau membelaku. Dia justru memihak kepada Papa yang sudah jelas-jelas hampir menodaiku. Aku khawatir jika nanti aku kembali kepada Mas Akmal, Papa malah dengan leluasa bertindak tidak sopan kepadaku."Kalau sudah klarifikasi, hati jadi lega kan, Dek?" tanya Mas Kenzo, sambil melirik dari kaca spion depan."Iya, Mas!" jawabku, mengulas senyum tipis."Kapan kamu akan datang menemui keluargaku, Mas?" tanyaku sambil menatap Mas Kenzo yang sedang fokus mengemudi.Pria beralis tebal itu menghentikan laju mobilnya dan menoleh ke arahku."Maksud kamu, Dek?" Binar bahagia terpancar jelas di wajahnya."Katanya kamu mau melamarku secara resmi?" "Alhamdulillah!" Dia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan."Besok bisa, Dek. Kalau nggak lusa. Eh, Mas nanya Ibu dulu!" ujarnya lagi, menggebu-gebu."Ya sudah, nanti kamu kabari aku kapan waktun

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 28

    Hari ini aku dan Mas Kenzo pergi ke butik untuk mengepas baju pengantin ditemani oleh Ibu. Ah, rasanya seperti mimpi karena aku akan menikah dengan laki-laki lain yang sama sekali tidak aku cintai. Andai saja Mas Akmal tidak egois dan mementingkan Papanya yang jahat itu, aku sudah menolak lamaran Mas Kenzo dan kembali lagi dengan mantan suamiku.Sudahlah, mungkin sudah jalan takdirku menikah dengan ayah Saquina dan menjadi ibu sambung gadis itu. Aku yakin skenario Allah lebih indah alurnya, dan sebagai seorang hamba kita tinggal menjalani apa yang telah digariskan oleh-Nya."Kok kamu melamun, Fit?" tanya Ibu membuyarkan lamunanku."Oh, enggak, Bu. Aku lagi liatin Mas Kenzo. Eh, maksud aku bajunya Mas Kenzo!" jawabku salah tingkah."Jangan diliatin terus, belum halal. Nanti kalau udah halal, baru kamu liatin sepuasnya!"Wajah calon suamiku itu tiba-tiba bersemu merah mendengarnya. Ternyata dia lebih labil daripada anak baru gede.Pelayan butik mengeluarkan sebuah baju pengantin syar'

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 29

    Aku tidak boleh suuzan. Harus mendengarkan penjelasannya dulu.“Ada apa, Mas?” “Mas itu punya penyakit gula dan sering kambuh. Mas lupa bilang sama kamu!”Aku menghela nafas lega. Kirain rahasia apa!“lantas?” aku menoleh menatap wajah sendu Mas Kenzo.“Mas Cuma tidak mau ada yang ditutup-tutupi. Dulu, Mas sudah mau menikah dengan teman Mas. Tapi dia membatalkannya setelah tahu Mas sakit. Katanya, penyakit gula itu tidak dapat disembuhkan. Dan tinggal menunggu malaikat maut menjemput saja!”Aku diam sesaat. “Hidup dan mati seseorang hanya Allah yang menentukan, Mas. Insya Allah kita akan melewatinya bersama. Aku juga belum mencintai Mas Kenzo, tapi aku yakin, cinta itu perlahan akan masuk ke celah-celah hatiku dan menyematkan nama Mas Kenzo di dalam sana!”Pria itu tersenyum memamerkan lesung pipinya. “Bismillah ya, Dek. Mudah-mudahan kita berjodoh sampai ke jannah!” “Aamiin.”***Aku berdiri di depan cermin sambil terus memindai wajahku yang sudah di rias oleh MUA yang ditunjuk o

    Last Updated : 2024-10-29
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 30

    Sebuah sentuhan lembut mendarat di kaki. Memijatnya perlahan, membuatku akhirnya tertidur karena keenakan.“Istriku tidur?” ucap Mas Kenzo dekat sekali di telinga, membuat bulu romaku meremang jadinya.“Belum ngasih upah, loh,” ucapnya lagi sambil mengecup pipiku.Aku membuka mata perlahan, menatap laki-laki di sebelahku yang sedang tersenyum-senyum sendiri. Ih, dasar aneh.“Uangku ada di tas, Mas. Kamu kaya tukang pijat aja pake tarif,” jawabku sembari menutup tubuh dengan selimut hingga ke bagian leher.“Bukan pake duit bayarnya, sayang. Tapi pake ....” Dia mengerling nakal.“Ish, tadi kan udah, Mas. Masa mau lagi?”“Nggak apa-apa, dong. ‘Kan udah halal,” laki-laki berhidung mancung itu memelukku dan ....Suara gemercik air membangunkanku dari tidur malam ini. Aku melihat jam dinding yang menggantung di tembok, ternyata masih jam dua pagi. Tidak lama kemudian Mas Kenzo keluar dengan tubuh hanya dililit handuk. Aku menutup wajahku ketika laki-laki itu menoleh, menyadari kalau diriny

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 229 (Ending)

    Pukul tujuh malam, selepas melaksanakan shalat isya, Ridwan kembali datang dan meminta Dewi untuk menjadi pendamping hidupnya. Kali ini dia meminta wanita tersebut kepada sang kakak, dan Efita tetap saja menyerahkan semuanya kepada Dewi. "Sudah aku bilang kan, Mas. Aku ini bukan wanita sempurna. Kamu akan menyesal jika menikah denganku nanti. Apa kamu tidak berpikir sampai kesitu, Mas?" Dewi membuang muka menghindari tatapan Ridwan yang begitu menghanyutkan."Saya akan menerima segala kekurangan serta kelebihan kamu, Wi. Lillahi taala. Menikah itu ibadah. Kebahagiaan sepasang suami istri itu bukan hanya karena adanya anak. Tapi dengan saling percaya serta melengkapi, kita akan merasa hidup bahagia selamanya. Apalagi sudah ada Arjuna. Dia juga butuh figur seorang ayah, Wi. Kamu jangan egois!" desak Ridwan memberi keyakinan kepada wanita yang dia kagumi."Justru karena aku tidak mau dianggap egois, makanya menolak kamu, Mas." "Wi, tolong pertimban

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 228

    Keluarga besar Efita sudah bersiap-siap pergi ke kota Tegal untuk melangsungkan pernikahan Salman dengan putri sulung Gus Fauzan. Pernikahan yang rencananya akan diselenggarakan awal tahun, akan tetapi harus ditunda beberapa bulan karena Salman belum bisa mengambil cuti dan Nabila mendapat tugas dari kampusnya untuk melakukan kuliah kerja nyata di luar kota. Hal itulah yang membuat acara harus ditunda sementara, dan hari ini, dua insan manusia yang saling mencintai itu akan mengucap janji suci di depan Allah, menjadikan hubungan mereka menjadi halal serta diridhai Tuhan."Santai saja, nggak usah gemetar!" bisik Salim kepada sang adik ketika mereka sudah berada di masjid pesantren menunggu ijab qobul dimulai.Salman menerbitkan senyuman. Rasa grogi terlihat jelas di wajah pria berusia sudah genap dua puluh empat tahun itu, apalagi ketika pembawa acara memulai susunan acara.Keringat dingin terus saja membanjiri tubuhnya walaupun ruangan tempat dia akan meng

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 227

    "Maaf, Wi. Kamu yang tenang. Kalau kamu tidak mau menyerahkan Arjuna tidak apa-apa. Mas tidak memaksa. Tapi kalau suatu saat Mas ingin mengajaknya bermalam di rumah, tolong kamu izinkan ya? Biar dia juga deket dengan Papa Surya."Mendengar nama Surya, entah mengapa ada rasa seperti termas-remas di dada Dewi. Dia ingat betul ketika pria paruh baya itu merenggut dengan paksa kehormatannya, melakukannya berkali-kali hingga akhirnya dia mengandung dan kehilangan masa depan. Selain itu, dia juga harus menjadi duri dalam daging di kehidupan rumah tangga Efita, merobohkan benteng yang telah dibangun dengan kokoh hingga hancur lebur serta rata dengan tanah.Tanpa terasa dua bulir air bening lolos begitu saja dari sudut netra perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu. Walaupun rasa benci terhadap Surya mendominasi di hati, akan tetapi dia begitu mencintai Arjuna. Apalagi Efita selalu memberinya wejangan, kalau anak adalah masa depan yang akan menjamin masa tua kita, j

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 226

    #POV AuthorEfita sedang duduk di teras sambil mengawasi Arjuna, Syabil dan Faza bermain pasir di taman depan rumah. Dia segera menoleh ke arah pintu ketika mendengar seseorang mengucap salam. Seulas senyum tergambar di bibir Akmal, sambil menatap wajah Efita yang tertutup cadar. Ada rasa rindu yang kian menggebu di dalam kalbu, karena sampai saat ini dia belum benar-benar bisa melupakan sang mantan. Cinta yang ditancapkan Efita di dinding hatinya terlalu dalam dan tidak mudah terhapuskan.Semakin dia mencoba, maka rasa itu kian terasa serta menyiksa."Kamu apa kabar, Fit?" tanya Akmal setelah dia dipersilahkan masuk oleh mantan istrinya."Alhamdulillah aku sehat. Mas Akmal sendiri bagaimana kabarnya, tumben mampir ke rumah, setelah beberapa tahun tidak pernah keliatan batang hidungnya?" "Aku pengen ketemu Juna, Fit."Efita menanggapi dengan ber oh ria. Dia kemudian memanggil keponakan kesayangannya itu dan menyuruh pr

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 225

    Setelah selesai memberikan keterangan kepada penyidik. Perawat serta polisi wanita yang mendampingi segera membawa Safina keluar dari ruangan tersebut karena harus segera kembali ke rumah sakit."Apa saya bisa bicara dengan Safina sebentar, Bu?" Ragu aku mengatakan hal itu, karena takut Safina kembali mengamuk jika aku mengajaknya berbicara."Silahkan, Pak." Kami pun berjalan menuju kursi panjang yang ada di teras kantor polisi, duduk di tempat tersebut dengan perasaan bersalah menyelimuti hati."Fin," panggilku pelan."Aku tahu apa yang ingin Mas Salim katakan sama aku," sahut Safina dengan suara parau. "Mas nggak usah khawatir. Aku tidak akan lagi mengganggu atau merepotkan Mas. Aku juga sudah ikhlas dengan pernikahan Mas dan Ning Azalia. Aku doakan, semoga kalian berdua hidup bahagia hingga maut yang memisahkan." Seulas senyum tercetak di bibir merah muda Safina walaupun aku lihat ada kabut di kedua sudut netranya.

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 224

    "Kenapa liatin saya seperti itu?" tanya Fahri seraya menatap menghunus ke arahku.Aku mengangkat satu ujung bibir. Sepertinya Tejo dan Fahri begitu membenci diriku, padahal antara aku dan mereka berdua tidak pernah ada urusan apa-apa. Kenal saja baru-baru ini setelah aku menikah dengan Safina dan Azalia. Tapi, entah mengapa tatapan mereka terlihat penuh dengan kebencian kepadaku.Petugas menyuruh Fahri untuk duduk, menginterogasi dia menanyakan hubungan laki-laki tersebut dengan mantan istri, walaupun Fahri terus saja berbelit-belit memberikan keterangan, malah cenderung mengelak kalau dia tidak pernah melakukan pelecehan seksual terhadap SafinaHingga akhirnya seorang wanita berhijab ungu ditemani oleh seorang perawat juga dua orang polisi wanita datang, membuat Fahri serta Tejo tercengang. Gurat ketakutan tergambar jelas di wajah keduanya."Sa--Safina?" Bahkan Tejo sampai tergagap melihat kehadiran wanita yang sudah dia nodai tersebut.

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 223

    "Insya Allah saya bersedia, Mas," jawab si wanita dengan intonasi sangat lembut serta gemetar, dan semua orang yang ada ramai gemuruh mengucap hamdalah."Alhamdulillah, berarti Bunda mau nambah mantu lagi!" seloroh Bunda Efita terdengar bahagia."Ini kenapa ujung-ujungnya jadi kaya lamaran begini?" Azalia ikut menimpali. "Cie...Bila, akhirnya bisa menikah dengan sang pujaan hati!" ledek istriku seraya memeluk adik sepupunya."Jangan ledekin aku terus dong, Mbak Lia. Aku 'kan jadi malu!" Nabila memonyongkan bibir manja. Dia persis seperti istriku ketika sedang merajuk. Semoga saja sifatnya juga sama seperti Azalia. Penyayang, bijaksana dan menghormati serta menyangi Bunda Efita tentunya."Kapan akan diadakan lamaran secara resmi, Gus. Biar saya siapkan segala keperluannya?" Bunda Efita terlihat begitu bersemangat."Tidak usah ada acara lamaran lagi, Mbak Fita. Sebaiknya langsung dinikahkan saja. Toh, mereka sudah sama-sama d

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 222

    #Part menuju ending"Astaghfirullahaladzim!" teriak kami ketika tubuh Bu Veronika ambruk ke lantai.Kepanikan mulai terlihat di wajah Dokter Fatih ketika melihat sang ibu tidak sadarkan diri. Kedua mata laki-laki itu sudah dipenuhi kabut dan tidak lama kemudian buliran-buliran air bening mulai meluncur dari balik kelopaknya meninggalkan jejak lurus di pipi."Ibu, bangun, Bu. Ya Allah. Kenapa Ibu malah pingsan seperti ini, Bu?" Dia menepuk-nepuk pelan pipi ibunya."Angkat ibu kamu, Mas. Bawa dia ke kamar tamu atau direbahkan di sofa!" perintah bunda Efita dan segera dikerjakan oleh dokter berkacamata tebal tersebut.Azalia yang sejak tadi berdiri di ambang pintu berinisiatif mengambil minyak kayu putih lalu menggosokkannya ke pelipis serta dekat hidungnya.Tidak lama kemudian mata Bu Veronika terbuka. Dia memalingkan wajah ketika melihat sang anak yang sedang duduk di sebelahnya sambil menggenggam erat jari keriputnya. "

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 221

    "Assalamualaikum!" Kami yang sedang duduk santai di teras menoleh secara serempak ketika mendengar suara Bu Veronika mengucap salam."Waalaikumussalam!" Ummi segera beranjak dari duduknya, berjalan menuju pintu garasi dan mempersilahkan ibunya Dokter Fatih untuk masuk.Kali ini Bu Veronika datang tidak hanya sendiri, tapi bersama anaknya yang meresahkan itu. Sepertinya dia menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Berpura-pura ingin mengenal lebih jauh keluarga besarku, padahal sebenarnya ingin melihat istriku yang memang begitu cantik memesona dan siapa pun yang melihatnya pasti akan jatuh cinta.Dari balik kacamata tebalnya, terlihat sekali kedua bola mata Dokter Fatih membulat tanpa berkedip menatap ke dalam rumah. Aku menoleh berniat menyuruh Azalia masuk, tapi mataku dibuat memicing olehnya sebab yang sedang dia pandangi malah bukan istri, melainkan Bunda Efita. Sepertinya dokter genit tersebut terpesona dengan kecantikan wajah bunda yang tertutup niqo

DMCA.com Protection Status