Kepulan asap bergerak diudara, hujan yang turun deras terlihat dibalik jendela besar sebuah café.Jari-jari kurus pucat Arman gemetaran mengusap permukaan cangkir, mencari-cari kehangatan untuk kulitnya yang kebas.Arman tidak berhenti memandangi Jach yang kini tengah duduk dihadapannya. Pemuda itu terlihat begitu tenang tidak terbaca, dan Arman masih belum tahu, apa tujuan pemuda itu datang menemuinya seorang diri.Arman was-was, takut terjadi suatu hal buruk pada Audrey di ibukota sana.“Apa yang membawa Anda datang sampai sejauh ini? Apa ada sesuatu yang terjadi pada putri saya?” tanya Arman tidak kuasa menahan rasa penasarannya.Jach menyesap kopinya perlahan, pikirannya sedikit berkelana merancang kata-kata yang pantas untuk dia sampaikan agar Arman yang tengah sakit itu, tidak banyak membatin.Jach datang menemui Arman untuk memastikan keadaannya, namun apa yang Jach temukan ternyata jauh lebih buruk dari apa yang terdengar.Kondisi Arman sangat mengkhawatirkan, tubuhnya tinggal
Dante membuka pintu kamar dengan hati-hati, pandangannya langsung tertuju pada Audrey yang tengah berdiri di depan jendela, menyaksikan hujan deras yang sedang turun.Angin kencang masuk melalui celah kusen yang dibiarkan terbuka, mengibarkan gaun selutut yang Audrey pakai.Audrey tahu, Dante datang mendekat, namun Audrey enggan untuk melihat ataupun sekadar berbicara dengannya.Tidak ada yang perlu mereka bicarakan sekarang. Audrey sudah sangat lelah dengannya. Dante Arnaud telah berhasil memberikan penderitaan yang begitu sempurna untuknya, bahkan saat dia tidak ada disisi Audrey, pria itu masih bisa menyakitinya melalui pengabaian pada kandungannya.Seiring dengan janinnya yang tumbuh, setiap kali terbayang wajah Dante, selalu ada kesedihan yang menelusup kedalam dada seakan janinnya tahu, bahwa dia tidak mendapatkan sedikitpun kasih sayang dari ayahnya.Tidak dapat Audrey bayangkan, anaknya akan bernasib sama dengannya. Hidup dalam pengabaian.Beruntung saja, selama ini Audrey ma
“Bayi Anda berjenis kelamin laki-laki.”Jantung Dante berdebar kencang menyaksikan layar monitor yang kini menampilkan bayi dalam kandungan Audrey, menunjukan wajah mungilnya yang meringkuk, begitu mirip dengan kebiasaan Audrey setiap kali tertidur di sofa.Wajahnya yang mungil terlihat sempurna, kelopak matanya yang melengkung, ekspresi wajahnya yang tenang.Sudut bibir Dante tertahan, ingin dia tersenyum bahagia untuk merayakan, dilain sisi dia tahu keadaan bayi yang sedang Audrey kandung dalam keadaan lemah, begitupun dengan Audrey yang tidak sehat hingga membuat dokter meringis saat memeriksa kondisinya.“Janin yang sudah memasuki enam bulan harusnya sudah bisa merespon suara dan gerakan. Sering-seringlah menyentuh perut dan mendengarkan musik ataupun membaca buku, ini sangat baik untuk janin,” ucap dokter menasihati. “Lalu bagaimana dengan keadaan Aurelie?” tanya Dante.Dokter itu menatap Audrey dengan serius, sejak awal gadis itu masuk ke dalam ruangan, dokter itu menyadari bet
Langit semakin gelap, sisa-sisa cahaya matahari tertelan malam yang datang.Hujan yang turun mulai reda menyisakan gerimis kecil.Suasana rumah begitu sepi setelah ditinggal oleh Irina dan Megan, tidak lagi Audrey dengar celetukan jahatnya setiap kali dia datang ke dapur mencari makanan.Audrey merasa jauh lebih bebas tanpa kedua pelayan itu, toh keberadaan mereka di rumah seperti sebuah hiasan. Dibandingkan membantu, mereka berdua terus menerus membuatnya membatin, mendengarkan do’a buruk untuk bayinya yang akan dilahirkan.Audrey mengambil beberapa jenis makanan yang kini sudah memenuhi ruangan cold storage. Audrey sangat lapar, dia harus memasak dan meminum obat yang sudah dokter resepkan untuknya.Dalam ranjang kecil, Audrey mencuci beberapa sayuran dan buah-buahan yang sudah sangat lama tidak pernah dia makan. Selama ini Audrey tidak pernah mengeluh karena dia terbiasa hidup miskin dan makan seadanya. Audrey tidak pernah tahu, bahwa saat berbadan dua semua kebutuhannya menjadi b
Aurelie terbaring di lantai dengan kaki terangkat ke dinding, gadis itu memandangi secarik kertas pemberian perempuan asing di tempat tato. Tawaran perempuan itu tampaknya telah mempengaruhi Aurelie untuk mempertimbangkannya lagi beberapa kali.Aurelie menghisap rokoknya dalam-dalam, merenungkan apa yang harus dia lakukan jika berhasil pulang. Meski kewarasannya terganggu, Aurelie sadar betul orang-orang yang bermasalah dengannya memiliki cukup kekuasaan dan mereka tidak bisa dia sembarang sentuh.Aurelie perlu mengukur seberapa kuat orang yang akan bekerjasama dengannya, dan Aurelie belum tahu pasti apakah ini murni saling menguntungkan atau justru hanya jebakan untuk membuatnya keluar dari tempat persembunyian untuk di eksekusi mati.Jebakan? Siapa yang selama ini suka menjebaknya dalam lingkaran setan sampai membuatnya kehilangan kewarasan?Dengan kaku Aurelie menggaruk tengkuknya yang gatal, urat-urat venanya terlihat dipermukaan kulit. Seluruh darah dinadinya menegang, merespon
Dalam situasi ini, mengapa harus Jach orang yang Aurelie panggil dalam mimpinya?Apa yang telah Jach lakukan sampai memiliki tempat dalam mimpinya?Dante ingin marah, dadanya memanas karena cemburu, tapi Dante siapa? Dante dan Aurelie itu apa?Hubungannya dengan Aurelie tidak memiliki status, mereka tidak terikat meski bersama, hanya karena ada bayi diantara mereka bukan berarti Dante memilikinya. Tangan Dante terkepal kuat, dia tidak diizinkan hidup dalam keabu-abuan, dia harus tetap menahan perasaannya ketika sudah memutuskan untuk melakukannya segalanya demi Serena dan mempertahankan rumah tangganya.Dante membungkuk, merengkuh tubuh Aurelie dan memindahkannya ke ranjang agar bisa tidur lebih nyaman.Permen dalam genggaman tangan Aurelie telepas, gadis itu bergerak pelan memunggungi Dante yang duduk disisinya, tenggelam dalam tidur lelapnya tanpa dia sadari bahwa Dante tangah memperhatikannya. Dante mengusap helaian rambut Aurelie yang terjatuh diatas bantal, menghabiskan malamny
Daud melangkah terpincang-pincang dengan tongkatnya menuju ruang makan. Kesehatannya telah menurun semenjak beberapa bulan yang lalu, Daud pun mulai menarik diri dari pergaulan bebasnya karena malu dengan kekurangannya yang kerap kali menjadi bahan ejekan. Hubungannya dengan Salma sudah tidak seharmonis dulu lagi, namun keadaannya yang kian ringkih membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain mempertahankan Salma disisinya karena Daud harus memiliki seseorang yang bisa merawatnya.Jika saja, kejadian bulan lalu tidak terjadi, mungkin sampai detik ini Daud masih bisa menjalani kehidupannya dengan normal. Bekerja seperti biasa dan menikmati kenikmatan duniawinya dengan bebas.Semua ini karena Aurelie, anak tidak tahu diri itu telah menghancurkan hidupnya!Daud dengar, Aurelie kini tengah hamil besar. Daud tidak sabar, ingin sekali membuat perhitungan yang setimpal tepat ketika gadis itu mendapatkan kebebasannya. Akan Daud pastikan jika anak itu mendapatkan kepedihan yang setimpal deng
Audrey menarik helaian rambut panjangnya yang selalu tertinggal dijari setiap kali dia menyisirnya, kerontokan yang dia alami masih terjadi meski sudah sedikit berkurang. Mahkota satu-satunya yang membuat Audrey merasa masih memiliki sisi kecantikan sudah tidak bisa dia pertahankan lagi. Audrey harus memotong rambutnya yang kini telah rusak. Audrey mengambil gunting yang tergeletak di depan cermin.Samar Audrey tersenyum memandangi gunting itu, teringat jika sejak kecil dia selalu memotong rambutnya sendiri karena Arman tidak mempedulikannya. Rupanya, setelah kini dia dewasa dan akan memiliki seorang anak, dia masih melakukan hal yang sama.Beruntungnya, bayi dalam kandungannya seorang laki-laki sehingga dia tidak perlu memotong rambutnya dengan kesulitan jika nanti dia harus melakukannya sendiri.“Aku beruntung, Tuhan masih mau mendengarkan do’aku,” lirih Audrey terdengar menyakitkan.Disetiap malam sebelum tidur, Audrey selalu berdo’a agar anak dalam kandungannya adalah seorang la
Sopir yang dipanggil segera keluar, Aurelie yang semula duduk perlahan beranjak dengan sorot mata waspada dan napas memburu menahan gejolak amarah. Aurelie tahu apa yang akan terjadi setelah ini, dan dia sangat membencinya karena tidak bisa berlari pergi.“Bawa Aurelie, dia sedang sakit,” perintah Salma begitu sopirnya sudah datang menghampiri.“Ayo, Nona,” ajak sopir itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.“Aku tidak mau,” geram Aurelie.“Anda harus pulang.” Sopir itu menarik tangan Aurelie dengan paksa dan tidak mempedulikan teriakannya yang menolak dibawa pergi.Karena takut menjadi perhatian pengendara lain, Salma akhirnya ikut menarik tangan Aurelie dan memaksanya pergi meninggalkan emperan halte.“Jika kau tidak menjadi anak yang penurut, kau akan dimasukan ke dalam bangsal rumah sakit jiwa lagi Aurelie,” peringat Salma mengancam.“Aku tidak mau!” teriak Aurelie mulai beringas, menggigit tangan Salma yang mencengkramnya.“Arrght!” ringis Salma menggunjing tangannya agar gi
Aurelie menjatuhkan tubuhnya di emperan halte bus, mendengar derasnya suara hujan yang membasahi bumi dan angin kencang yang membuat kulitnya meremang kedinginan. Hari ini Aurelie sudah tiga kali naik pesawat, tubuhnya yang mulai lelah berbanding balik dengan isi pikirannya yang masih bergejolak liar membutuhkan obat penenang.Suara helaan napas terdengar dari bibirnya, dengan mata terpejam dia kembali terbayang-bayang wajah Audrey yang baru pertama kali dilihat.Pertemuan singkat itu mengingatkan Aurelie kembali pada mimpinya masa kecilnya selama ini terus muncul disetiap tidurnya.Ada sebuah ketenangan aneh yang Aurelie rasakan saat menyentuh Audrey, begitu persis seperti obat yang meredakan dirinya dari gejolak kegilaan.Apakah mereka akan kembali bertemu? Apakah Aurelie juga akan bertemu dengan seseorang Audrey sebut 'ayah'.Aurelie membuka matanya lagi. “Aku punya ayah dan saudara,” ucapnya seperti sedang bertanya.Aurelie mulai menggigit kukunya dengan keras, tenggelam dalam ke
Malam begitu gelap dan pekat, hujan turun begitu deras, butirannya yang berjatuhan terlihat seperti ribuan cahaya kala tersorot lampu jalanan.Dante duduk sendirian didalam mobilnya sendirian, berkali-kali memukuli kemudi kesulitan untuk menggambarkan hatinya yang saat ini sedang hancur berkeping-keping.Ingin Dante berteriak sekencang mungkin, ingin dia menangis, dan ingin tertawa menertawakan segala kebodohan yang telah dilakukannya selama ini.Sakit yang begitu keras dia terima membuatnya linglung kehilangan akal.Dante sudah tidak mengerti lagi, apa yang kini harus dia lakukan, apa yang dia mau dan kemana arah tujuannya setelah dunianya hancur luluh lantah oleh pengkhianatan.Gemuruh suara petir terdengar menyambar dikegelapan. Dante keluar dari mobilnya dan membiarkan seluruh tubuhnya terbasahi oleh air hujan. Dante berjalan sendirian tanpa arah, membawa semua kebenaran yang masih sulit untuk dia terima bahwa ini semua memang nyata adanya.Tidak ada tempat untuknya pulang, tidak
“Dante!” teriak Serena menangis histeris memanggil Dante yang lebih memilih pergi membawa Raiden dibandingkan disampingnya, menjaganya dari Aurelie yang masih berada disisi ranjang dengan gerak-gerik yang menakutkan.Serena menutup lehernya yang kini mulai mengelurkan darah hingga bercucuran menodai pakaian, wanita itu tersedu-sedu menangis kesakitan menatap tajam Aurelie yang sedang mencari-cari sebotol minuman didalam tasnya.“Ini caramu balas dendam padaku Aurelie! Apa sekarang kau puas?” tangis Serena meratap, masih bisa bersikap seperti seorang korban yang telah terdzolimi. Tangan Aurelie berhenti bergerak, gadis perlahan mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Serena.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu Aurelie, jika Dante meninggalkanku gara-gara ulahmu! Akan aku buat kau membusuk dipenjara karena telah membunuh ibuku dan menyakitiku!”Pupil mata Aurelie melebar bersama senyuman cerahnya seakan menikmati ancaman Serena. Aurelie menjatuhkan tasnya segera di lantai, menyisakan
Telinga Dante berdenging, bersahutan dengan suara jantung yang bergemuruh kencang. Seluruh tubuhnya membeku kaku, yang tersisa hanya rasa sakit yang teramat kuat disetiap denyut nadinya mendengar sebuah pengakuan yang jauh lebih mengerikan dari apa yang selama ini Dante takutkan.Pengakuan yang begitu gila sampai membuatnya berpikir ini tidak mungkin!Serena isterinya, orang yang telah Dante bela mati-matian dengan berbagai cara ternyata adalah puncak penyebab semua masalah yang ada.Serena telah berkhianat dengan adik kandung Dante sendiri! Jadi, inilah alasan mengapa Raiden berusaha untuk membuat Aurelie tidak dipenjara? Dia takut Aurelie buka suara saat ingatannya kembali?Jadi, inilah alasan dulu Raiden sempat mereservasi restaurant untuk melamar Aurelie, namun semuanya gagal karena Serena tidak suka, lalu terjadilah pertengkaran antara Serena dan Aurelie.Jadi, inilah alasan Serena tidak pernah ngotot meminta Aurelie Harper dipenjarakan dan lebih memilih untuk memaafkannya seper
“Bagaimana keadaan isteri saya Dokter?” tanya Dante.“Beruntung bantuan datang dengan cepat dan segera menanganinya sehingga sampai merusak organ tubuhnya akibat overdosis. Meski begitu, saya sarankan Anda untuk lebih banyak memberi perhatian pada isteri Anda. Nyonya Serena memiliki riwayat korban kejahatan dan pernah keguguran hingga pengangkatan rahim, ini pasti situasi yang sangat berat untuknya, kemungkinan ada faktor psikologis yang membuat isteri Anda nekat meminum obat sebanyak itu,” jawab sang dokter dengan serangkaian penjelasannya.“Saya mengerti Dokter, terima kasih.”Dokter itu mengangguk dengan senyuman. “Kalau begitu saya permisi.”Pandangan Dante mengedar melihat penjuru arah. Sejak dia datang ke rumah sakit, Dante tidak melihat keberadaan keluarganya, terutama ibunya yang selama ini selalu begitu perhatian kepada Serena, kini hanya ada seorang pelayan yang duduk menunggu.Saat Serena masih koma, ibunya selalu datang setiap hari ke rumah sakit dan merawatnya, karena i
Kesibukan memadati ibukota, orang-orang berjalan kaki dengan cepat melintasi jalanan selagi lampu lalu lintas belum berganti. Diantara banyaknya orang yang sedang beraktivitas, terlihat Jach melewati lalu lalang keramaian, meninggalkan mobilnya yang terparkir di depan sebuah pertokoan.Jach pergi menghampiri Frederick yang tengah berdiri di dekat lampu jalanan, tidak jauh dari gedung kejaksaan tempatnya bekerja.Begitu dekat dalam jangkauan, Frederick langsung berjalan disamping Jach tanpa saling melihat. “Dokument yang kau berikan sudah naik, setelah terbukti melalui penyelidikan, kemungkinan nanti malam atau besok Daud akan segera ditangkap.”“Aku senang mendengarnya.” Jach menjawab tanpa ekspresi “Kau bisa menjamin jika semuanya akan berjalan bersih?”“Tentu saja. Kejahatan besar orang-orang kelas atas pasti akan berusaha ditutupi oleh pihak keluaga dan pihak berkepentingan lainnya demi mempertahankan citra dan kelangsungan bisnis mereka,” jawab Frederick dengan serius.“Kerja bagu
“Victor, hari ini Aurelie akan pergi ke kota Lapolez. Akan ada dokter yang datang memeriksa kesehatan dan kelayakannya melakukan penerbangan, selain itu akan ada seseorang yang datang untuk mengirimkan identitasnya Aurelie. Kabari aku setelah mereka datang, aku akan menyiapkan tiket dan hotel untuk kalian semua.”Victor yang telah mendengarkan baik-baik langsung mengangguk memahami tugas barunya. “Bagaimana dengan Anda Pak?”“Aku akan datang menyusul dari kota lain,” jawab Dante menggantung, tidak berapa lama dia kembali berbicara, “pastikan Aurelie dalam keadaan sehat, jangan lupa langsung memberiku kabar.”“Dimengerti Pak,” jawab Victor dengan satu anggukan.Dante menghela napasnya dengan berat, perlahan dia memutar tubuhnya dan melihat keberadaan Audrey yang kini tengah melihatnya dibalik jendela dengan wajah merah penuh kekhawatiran.Dante sedang terjebak dalam situasi yang cukup membimbangkan, sejujurnya dia masih khawatir dengan kesehatan Audrey yang sakit-sakitan dan bayinya ya
-Audrey kau kemana saja? Angkatlah teleponnya, ini sangat penting dan darurat- -Audrey teleponlah saat kau membaca pesan ini. Ayahmu sangat membutuhkabmu-Sebuah pesan singkat yang dikirim dua hari lalu muncul saat Audrey kembali menghidupkan handponenya.Audrey yang sempat khawatir dengan keadaan Arman selama beberapa hari terakkhir ini kian dibuat kalut.Beberapa kali Audrey mengatur napasnya mengumpulkan keberanian untuk segera melakukan panggilan pada Arman.Disetiap deringan yang tersambung, jantungnya berdebar kencang terjebak dalam kecemasan yang meningkat, bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah terjadi pada Arman.“Ayah,” panggil Audrey begitu teleponnya terangkat.“Audrey ini paman Dom, bukan ayahmu,” jawab Dom.“kau kemana saja? Ayahmu kritis sejak beberapa hari lalu!” tegur Dom begitu emosional akhirnya bisa menyampaikan kabar Arman kepada putri yang selama ini telah lama dinantikan kepulangannya.Hati Audrey mencelos, kakinya mendadak lemas perlahan mundur dan bersandar