Chapter 109“Kenapa dengan wajahmu? Apa anggota yakuza itu menyadari keberadaanmu?” tanya Elisio Hemilton, ayah Jach.Wajah Jach yang lebam-lebam babak belur dan tidak seperti biasnya membuat Elisio keheranan. Dia memiliki anak-anak yang terlatih secara khusus, dan andaipun anak-anaknya dalam bahaya, harusnya sebelum dia terluka selalu ada anak buah yang lebih dulu menghalangi agar tidak bisa menyentuhnya.Tidak ada satupun anak buah Jach yang terluka, justru dia yang seharusnya baik-baik saja malah terluka.Jach berdeham tidak nyaman, menghindari kontak mata dengan Elisio dengan berpura-pura sibuk melihat Mante yang kini tengah berada di dalam kandang puma. “Semalam pekerjaanku berjalan dengan bersih. Aku hanya terlalu terlalu mabuk dan saling pukul dengan Michaelin.”“Selamat siang Paman,” sapa Michaelin tiba-tiba muncul setelah beberapa detik dibicarakan.“Kau terlihat baik-baik saja Michaelin,” gumam Elisio melihat penampilan Michaelin dari ujung kaki hingga ujung rambut, “aku d
Mata Salma bergerak pelan melihat penampilan Arman yang sudah sekian lama tidak pernah dijumpai. Lelaki itu berpakaian kedodoran dengan tubuh kurus kering tidak terawat.Tanpa menunggu dipersilah, dengan tidak sopannya Salma melanggang masuk ke dalam rumah itu. Tatapannya begitu jijik saat meneliti rumah jelek yang sudah sangat lama dia tinggalkan kini sudah hampir membusuk dengan atap yang bocor, kayu yang lapuk, dinding terkelupas, perabotannya yang seadanya telah usang, dan suara deritan jendela rumah yang berhias jendela pecah.Tidak ada yang baru di dalam rumah itu, selalu menggambarkan kemiskinan.Betapa bersyukurnya Salma telah mengambil keputusan yang tepat dalam hidupnya. Jika dia masih bodoh, mungkin saat ini dia akan menjadi gembel dengan dua anak kembar tidak berguna dan seornag suami penyakitan.“Tidak ada yang berubah dengan gubuk jelek ini. Kau begitu betah hidup miskin Ya Arman,” hina Salma dengan begitu mudahnya dia ucapkan.Gigi Arman mengetat menahan amarah. Belas
Chapter 111Sebuah ambulance bergerak cepat melewati hutan, suara sirine yang terdengar membuat beberapa kendaraan disekitarnya menepi memberi jalan.Arman dilarikan ke rumah sakit setelah Dom, sahabatnya menemukan dirinya dalam keadaan tergeletak tidak sadarkan diri di malam hari.Dom tidak begitu tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, namun seluruh warga di desa tidak berhenti membicarakan sosok Salma yang kembali terlihat setelah belasan tahun lamanya pergi.Dom menduga, bahwa Arman telah bertemu dengan mantan isterinya itu.Entah apa yang akan terjadi jika Dom tidak datang mengunjungi rumah Arman, mungkin seterusnya dia akan terus tergeletak sampai meninggal.Kini, Arman tengah ditangani oleh bantuan medis karena tidak kunjung sadar. Seorang dokter yang menangani mengatakan, jika dilihat kondisinya yang cukup parah kemungkinan Arman telah jatuh pingsan berjam jam.Setengah jam setelah melalui perjalanan yang menegangkan, Arman akhirnya sampai di rumah sakit dan mendapatkan penang
Audrey bergerak gelisah mengubah posisi tidur untuk yang kesekian kalinya, hatinya terus menerus digelayuti oleh perasaan gundah. Lagi dan lagi ayahnya tidak dapat dihubungi, dan sampai detik ini Audrey tidak tahu keadaannya seperti apa.Dilihatnya jendela kamar yang selalu terbuka lebar membawa dingin sepanjang malam, kini telah tertutup rapat secara permanent dan Audrey tidak bisa pergi ke balkon lagi.Sambil menyangga perutnya, Audrey berusaha bangkit untuk bisa duduk. Bersandar pada sofa, Audrey memijat kakinya yang linu akibat bengkak. Detak suara jarum jam terdengar dikesunyian, menemani kegundahan hatinya yang tidak kunjung mendapatkan jawaban.Apakah Arman baik-baik saja disana?Audrey sudah berusaha mengenyahkan pikiran buruknya, dia tidak berhenti merapalkan do’a, berharap bahwa semuanya baik-baik saja. Tetap saja, intuisinya berkata lain, merasakan bahwa telah terjadi hal buruk.Andai saja Jach ada disampingnya, mungkin Audrey bisa berbagi cerita dengannya.Jach..Audrey
“Daud izinkan aku masuk! Kita perlu bicara, aku mohon padamu!” teriak Salma didepan gerbang rumah, berharap bisa mendapatkan izin masuk ke dalam rumahnya sendiri yang kini tertutup rapat tidak menerima kehadirannya.Salma mengguncang gerbang itu sekuat tenaga, menangis penuh permohonan. Para pekerja yang menyaksikan hanya bisa diam meski iba, mereka harus patuh mengikuti aturan Daud.“Daud, aku tidak mungkin menemukan Aurelie tanpa bantuanmu! Izinkan aku masuk Daud!” teriak Salma sekali lagi, berharap Daud bisa mendengarkan permintaannya.Dengan putus asa Salma mengambil handponenya dan berkali-kali mencoba menelpon Daud yang mengabaikan.Salma tidak tahan hidup dalam kesulitan lagi, tanpa uang dia tidak mampu membayar siapapun untuk menemukan Aurelie yang kini masih belum diketahui keberadaannya dimana. Tanpa uang, Salma tidak bisa melakukan apapun untuk dirinya sendiri yang sudah belasan tahun sudah terbiasa hidup dalam kemewahan tanpa perlu bekerja.Teriakan Salma terdengar sampa
“Apa kau sudah mendapatkan informasi baru?” tanya Dante menyambut kedatangan Naoki yang telah dia tugaskan mencari informasi dalam waktu mendesak karena Dante enggan menunggu lebih lama.Naoki mengangguk, dia menyerahkan sebuah tablet dari dalam tasnya dan menunjukannya kepada Dante. “Raiden dan Salma tidak saling berkomunikasi setelah pengiriman uang satu juta dollar itu. Saya mendapatkan informasi bahwa Raiden membatalkan layanan reservasi restaurant setelah satu hari kejadian penikaman nyonya Serena.”Dante melihat tablet yang telah Naoki berikan kepadanya, menunjukan sebuah website restaurant yang tidak jauh dari keberadaan villa keluarga Arnud. Tertera didalamnya jika Raiden sempat melakukan layanan reservasi sebuah restaurant.“Apa tujuannya?” tany Dante lagi.“Seorang manajer disana mengatakan bahwa Raiden ingin melamar tunangannya. Dia juga sudah menyerahkan cincin yang tadinya direncanakan akan disimpan di makanan.”***Semenjak Dante menyerahkan kamarnya kepada Audrey, pria
-Audrey kau kemana saja? Angkatlah teleponnya, ini sangat penting dan darurat- -Audrey teleponlah saat kau membaca pesan ini. Ayahmu sangat membutuhkabmu-Sebuah pesan singkat yang dikirim dua hari lalu muncul saat Audrey kembali menghidupkan handponenya.Audrey yang sempat khawatir dengan keadaan Arman selama beberapa hari terakkhir ini kian dibuat kalut.Beberapa kali Audrey mengatur napasnya mengumpulkan keberanian untuk segera melakukan panggilan pada Arman.Disetiap deringan yang tersambung, jantungnya berdebar kencang terjebak dalam kecemasan yang meningkat, bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah terjadi pada Arman.“Ayah,” panggil Audrey begitu teleponnya terangkat.“Audrey ini paman Dom, bukan ayahmu,” jawab Dom.“kau kemana saja? Ayahmu kritis sejak beberapa hari lalu!” tegur Dom begitu emosional akhirnya bisa menyampaikan kabar Arman kepada putri yang selama ini telah lama dinantikan kepulangannya.Hati Audrey mencelos, kakinya mendadak lemas perlahan mundur dan bersandar
“Victor, hari ini Aurelie akan pergi ke kota Lapolez. Akan ada dokter yang datang memeriksa kesehatan dan kelayakannya melakukan penerbangan, selain itu akan ada seseorang yang datang untuk mengirimkan identitasnya Aurelie. Kabari aku setelah mereka datang, aku akan menyiapkan tiket dan hotel untuk kalian semua.”Victor yang telah mendengarkan baik-baik langsung mengangguk memahami tugas barunya. “Bagaimana dengan Anda Pak?”“Aku akan datang menyusul dari kota lain,” jawab Dante menggantung, tidak berapa lama dia kembali berbicara, “pastikan Aurelie dalam keadaan sehat, jangan lupa langsung memberiku kabar.”“Dimengerti Pak,” jawab Victor dengan satu anggukan.Dante menghela napasnya dengan berat, perlahan dia memutar tubuhnya dan melihat keberadaan Audrey yang kini tengah melihatnya dibalik jendela dengan wajah merah penuh kekhawatiran.Dante sedang terjebak dalam situasi yang cukup membimbangkan, sejujurnya dia masih khawatir dengan kesehatan Audrey yang sakit-sakitan dan bayinya ya
Sopir yang dipanggil segera keluar, Aurelie yang semula duduk perlahan beranjak dengan sorot mata waspada dan napas memburu menahan gejolak amarah. Aurelie tahu apa yang akan terjadi setelah ini, dan dia sangat membencinya karena tidak bisa berlari pergi.“Bawa Aurelie, dia sedang sakit,” perintah Salma begitu sopirnya sudah datang menghampiri.“Ayo, Nona,” ajak sopir itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.“Aku tidak mau,” geram Aurelie.“Anda harus pulang.” Sopir itu menarik tangan Aurelie dengan paksa dan tidak mempedulikan teriakannya yang menolak dibawa pergi.Karena takut menjadi perhatian pengendara lain, Salma akhirnya ikut menarik tangan Aurelie dan memaksanya pergi meninggalkan emperan halte.“Jika kau tidak menjadi anak yang penurut, kau akan dimasukan ke dalam bangsal rumah sakit jiwa lagi Aurelie,” peringat Salma mengancam.“Aku tidak mau!” teriak Aurelie mulai beringas, menggigit tangan Salma yang mencengkramnya.“Arrght!” ringis Salma menggunjing tangannya agar gi
Aurelie menjatuhkan tubuhnya di emperan halte bus, mendengar derasnya suara hujan yang membasahi bumi dan angin kencang yang membuat kulitnya meremang kedinginan. Hari ini Aurelie sudah tiga kali naik pesawat, tubuhnya yang mulai lelah berbanding balik dengan isi pikirannya yang masih bergejolak liar membutuhkan obat penenang.Suara helaan napas terdengar dari bibirnya, dengan mata terpejam dia kembali terbayang-bayang wajah Audrey yang baru pertama kali dilihat.Pertemuan singkat itu mengingatkan Aurelie kembali pada mimpinya masa kecilnya selama ini terus muncul disetiap tidurnya.Ada sebuah ketenangan aneh yang Aurelie rasakan saat menyentuh Audrey, begitu persis seperti obat yang meredakan dirinya dari gejolak kegilaan.Apakah mereka akan kembali bertemu? Apakah Aurelie juga akan bertemu dengan seseorang Audrey sebut 'ayah'.Aurelie membuka matanya lagi. “Aku punya ayah dan saudara,” ucapnya seperti sedang bertanya.Aurelie mulai menggigit kukunya dengan keras, tenggelam dalam ke
Malam begitu gelap dan pekat, hujan turun begitu deras, butirannya yang berjatuhan terlihat seperti ribuan cahaya kala tersorot lampu jalanan.Dante duduk sendirian didalam mobilnya sendirian, berkali-kali memukuli kemudi kesulitan untuk menggambarkan hatinya yang saat ini sedang hancur berkeping-keping.Ingin Dante berteriak sekencang mungkin, ingin dia menangis, dan ingin tertawa menertawakan segala kebodohan yang telah dilakukannya selama ini.Sakit yang begitu keras dia terima membuatnya linglung kehilangan akal.Dante sudah tidak mengerti lagi, apa yang kini harus dia lakukan, apa yang dia mau dan kemana arah tujuannya setelah dunianya hancur luluh lantah oleh pengkhianatan.Gemuruh suara petir terdengar menyambar dikegelapan. Dante keluar dari mobilnya dan membiarkan seluruh tubuhnya terbasahi oleh air hujan. Dante berjalan sendirian tanpa arah, membawa semua kebenaran yang masih sulit untuk dia terima bahwa ini semua memang nyata adanya.Tidak ada tempat untuknya pulang, tidak
“Dante!” teriak Serena menangis histeris memanggil Dante yang lebih memilih pergi membawa Raiden dibandingkan disampingnya, menjaganya dari Aurelie yang masih berada disisi ranjang dengan gerak-gerik yang menakutkan.Serena menutup lehernya yang kini mulai mengelurkan darah hingga bercucuran menodai pakaian, wanita itu tersedu-sedu menangis kesakitan menatap tajam Aurelie yang sedang mencari-cari sebotol minuman didalam tasnya.“Ini caramu balas dendam padaku Aurelie! Apa sekarang kau puas?” tangis Serena meratap, masih bisa bersikap seperti seorang korban yang telah terdzolimi. Tangan Aurelie berhenti bergerak, gadis perlahan mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Serena.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu Aurelie, jika Dante meninggalkanku gara-gara ulahmu! Akan aku buat kau membusuk dipenjara karena telah membunuh ibuku dan menyakitiku!”Pupil mata Aurelie melebar bersama senyuman cerahnya seakan menikmati ancaman Serena. Aurelie menjatuhkan tasnya segera di lantai, menyisakan
Telinga Dante berdenging, bersahutan dengan suara jantung yang bergemuruh kencang. Seluruh tubuhnya membeku kaku, yang tersisa hanya rasa sakit yang teramat kuat disetiap denyut nadinya mendengar sebuah pengakuan yang jauh lebih mengerikan dari apa yang selama ini Dante takutkan.Pengakuan yang begitu gila sampai membuatnya berpikir ini tidak mungkin!Serena isterinya, orang yang telah Dante bela mati-matian dengan berbagai cara ternyata adalah puncak penyebab semua masalah yang ada.Serena telah berkhianat dengan adik kandung Dante sendiri! Jadi, inilah alasan mengapa Raiden berusaha untuk membuat Aurelie tidak dipenjara? Dia takut Aurelie buka suara saat ingatannya kembali?Jadi, inilah alasan dulu Raiden sempat mereservasi restaurant untuk melamar Aurelie, namun semuanya gagal karena Serena tidak suka, lalu terjadilah pertengkaran antara Serena dan Aurelie.Jadi, inilah alasan Serena tidak pernah ngotot meminta Aurelie Harper dipenjarakan dan lebih memilih untuk memaafkannya seper
“Bagaimana keadaan isteri saya Dokter?” tanya Dante.“Beruntung bantuan datang dengan cepat dan segera menanganinya sehingga sampai merusak organ tubuhnya akibat overdosis. Meski begitu, saya sarankan Anda untuk lebih banyak memberi perhatian pada isteri Anda. Nyonya Serena memiliki riwayat korban kejahatan dan pernah keguguran hingga pengangkatan rahim, ini pasti situasi yang sangat berat untuknya, kemungkinan ada faktor psikologis yang membuat isteri Anda nekat meminum obat sebanyak itu,” jawab sang dokter dengan serangkaian penjelasannya.“Saya mengerti Dokter, terima kasih.”Dokter itu mengangguk dengan senyuman. “Kalau begitu saya permisi.”Pandangan Dante mengedar melihat penjuru arah. Sejak dia datang ke rumah sakit, Dante tidak melihat keberadaan keluarganya, terutama ibunya yang selama ini selalu begitu perhatian kepada Serena, kini hanya ada seorang pelayan yang duduk menunggu.Saat Serena masih koma, ibunya selalu datang setiap hari ke rumah sakit dan merawatnya, karena i
Kesibukan memadati ibukota, orang-orang berjalan kaki dengan cepat melintasi jalanan selagi lampu lalu lintas belum berganti. Diantara banyaknya orang yang sedang beraktivitas, terlihat Jach melewati lalu lalang keramaian, meninggalkan mobilnya yang terparkir di depan sebuah pertokoan.Jach pergi menghampiri Frederick yang tengah berdiri di dekat lampu jalanan, tidak jauh dari gedung kejaksaan tempatnya bekerja.Begitu dekat dalam jangkauan, Frederick langsung berjalan disamping Jach tanpa saling melihat. “Dokument yang kau berikan sudah naik, setelah terbukti melalui penyelidikan, kemungkinan nanti malam atau besok Daud akan segera ditangkap.”“Aku senang mendengarnya.” Jach menjawab tanpa ekspresi “Kau bisa menjamin jika semuanya akan berjalan bersih?”“Tentu saja. Kejahatan besar orang-orang kelas atas pasti akan berusaha ditutupi oleh pihak keluaga dan pihak berkepentingan lainnya demi mempertahankan citra dan kelangsungan bisnis mereka,” jawab Frederick dengan serius.“Kerja bagu
“Victor, hari ini Aurelie akan pergi ke kota Lapolez. Akan ada dokter yang datang memeriksa kesehatan dan kelayakannya melakukan penerbangan, selain itu akan ada seseorang yang datang untuk mengirimkan identitasnya Aurelie. Kabari aku setelah mereka datang, aku akan menyiapkan tiket dan hotel untuk kalian semua.”Victor yang telah mendengarkan baik-baik langsung mengangguk memahami tugas barunya. “Bagaimana dengan Anda Pak?”“Aku akan datang menyusul dari kota lain,” jawab Dante menggantung, tidak berapa lama dia kembali berbicara, “pastikan Aurelie dalam keadaan sehat, jangan lupa langsung memberiku kabar.”“Dimengerti Pak,” jawab Victor dengan satu anggukan.Dante menghela napasnya dengan berat, perlahan dia memutar tubuhnya dan melihat keberadaan Audrey yang kini tengah melihatnya dibalik jendela dengan wajah merah penuh kekhawatiran.Dante sedang terjebak dalam situasi yang cukup membimbangkan, sejujurnya dia masih khawatir dengan kesehatan Audrey yang sakit-sakitan dan bayinya ya
-Audrey kau kemana saja? Angkatlah teleponnya, ini sangat penting dan darurat- -Audrey teleponlah saat kau membaca pesan ini. Ayahmu sangat membutuhkabmu-Sebuah pesan singkat yang dikirim dua hari lalu muncul saat Audrey kembali menghidupkan handponenya.Audrey yang sempat khawatir dengan keadaan Arman selama beberapa hari terakkhir ini kian dibuat kalut.Beberapa kali Audrey mengatur napasnya mengumpulkan keberanian untuk segera melakukan panggilan pada Arman.Disetiap deringan yang tersambung, jantungnya berdebar kencang terjebak dalam kecemasan yang meningkat, bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah terjadi pada Arman.“Ayah,” panggil Audrey begitu teleponnya terangkat.“Audrey ini paman Dom, bukan ayahmu,” jawab Dom.“kau kemana saja? Ayahmu kritis sejak beberapa hari lalu!” tegur Dom begitu emosional akhirnya bisa menyampaikan kabar Arman kepada putri yang selama ini telah lama dinantikan kepulangannya.Hati Audrey mencelos, kakinya mendadak lemas perlahan mundur dan bersandar