Kiki segera keluar setelah membersihkan diri. Sedikit lega karena semalam dia bisa mengendalikan diri. Saat keluar, tampak Ana sedang menyiapkan makanan di atas meja. Melihat Ana, ada perasaan lega di hati Kiki. Paling tidak semalam tidak terjadi apa-apa. “Kamu sudah bangun?” Ana mengulas senyum manisnya. Kiki mengangguk, kemudian mengayunkan langkahnya ke meja makan. Kiki berdiri tepat di depan Ana. “Maaf soal semalam.” Satu kalimat yang akhirnya keluar dari mulut Kiki. Ana memandang Kiki lekat. “Kenapa harus minta maaf?” Air mata Ana tak terasa menetes. “Aku yang harusnya berterima kasih. Karena kamu masih menjagaku meskipun dalam keadaan seperti itu.” Kiki menghapus air mata yang menetes di wajah Ana. “Itulah caraku mencintaimu.” Ana hanya bisa menatap lekat ketika Kiki mengatakan itu. Jika mereka masih bersama, mungkin sekarang Ana akan memeluk Kiki. Sayangnya, Kiki sudah menikah. Jadi tidak mungkin dirinya melakukannya. “Ayo, sarapan dulu.” Alih-alih menjawab ucapan
Mendapati pertanyaan itu, Ana jelas bingung. “Kami tidak melakukan apa-apa.” Dya benar-benar geram dengan jawaban Ana itu. “Aku tidak bodoh,” ucapnya dengan tatapan tajam. Ana semakin bingung. Dia sudah mengatakan yang sebenarnya, tetapi Dya tidak percaya. “Kalau begitu tanya saja pada suamimu sendiri.” Ana malas jika harus berdebat dengan Dya. Tanpa diminta pun Dya akan menanyakan itu pada Kiki. Tak mau membuang waktu, Dya segera pergi dari apartemen Ana. Saat keluar dari apartemen Ana, tidak tampak Kiki di sana. Pasti pria itu sudah ke tempat parkir. Tak mau kehilangan Kiki begitu saja, Dya langsung mengejar Kiki. Dya yakin jika Kiki pulang. Dalam waktu satu jam perjalanan, akhirnya Kiki sampai lebih dulu. Kiki yang sampai segera mengambil minum untuk melegakan tenggorokannya. Sekalian menunggu Dya yang pastinya sedang dalam perjalanan ke apartemen. Benar saja. Lima belas menit kemudian Dya datang. Saat masuk ke apartemen, Dya melihat Kiki yang duduk santai di ruang tamu.
Pagi ini suasana apartemen hening. Masih belum ada orang yang keluar dari kamar, sampai akhirnya Kiki keluar dari kamar dan segera berangkat bekerja. Dia tidak peduli dengan apa yang terjadi pada Dya. Mau sudah berangkat atau pun belum berangkat.Di kantor, Ana tampak bingung ketika Dya tidak masuk ke kantor setelah kejadian kemarin. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi kemarin. “Apa Dya tidak mengabari kalian jika tidak masuk kerja?” Akhirnya Ana menanyakan itu pada rekan kerjanya. “Tidak, Bu.” “Tidak, Bu.” Semua rekan kerjanya, menjawab sama, jika Dya tidak mengabari mereka. Tentu saja itu membuat Ana khawatir dengan Dya, memikirkan kenapa Dya tidak masuk. ‘Apa kemarin terjadi sesuatu hingga Dya tidak masuk?’ tanya Ana dalam hatinya. Mengingat jam kerja sudah mulai, terpaksa Ana langsung memulai kerja. Mengabaikan kenapa Dya tidak bekerja. Sambil menunggu, siapa tahu Dya akan mengabari. Sayangnya, sampai jam istirahat, Ana tidak mendapati Dya mengabari. Tentu saj
Saat masuk ke kamar, Kiki melihat Dya yang sedang tidur. Hal itu membuat Kiki memerhatikan dengan saksama. “Dya.” Dari jauh Kiki memanggil. Sayangnya, lagi dan lagi Dya tidak menjawab. Hal itu jelas membuat Kiki panik. Dengan segera menghampiri Dya. “Dya.” Kiki menggoyangkan lengan Dya, tapi wanita itu tak bergerak. Kiki yang panik langsung mengecek napas Dya. Beruntung Dya masih bernapas. Namun, badan Dya begitu panas. Karena itu, Kiki khawatir. Tak mau ambil risiko, Kiki segera mengangkat tubuh Dya. Segera dia membawa Dya ke rumah sakit dengan mobilnya. Kiki meletakan Dya di kursi depan. Saat posisi Dya sudah aman, Kiki segera melajukan mobilnya. Sepanjang jalan Kiki terus melihat ke arah Dya. Takut sekali wanita itu kenapa-kenapa. Beruntung rumah sakit tidak terlalu jauh. Jadi dia bisa segera membawa Dya. Sampai rumah sakit, para perawat langsung membantu Kiki mengangkat tubuh Dya. Membawa ke ruang UGD. Kiki menemani Dya. Memastikan jika wanita itu ditangani dengan baik.
“Dya, apa yang terjadi padamu?” Mama Ruby yang dikabari oleh Naven segera ke rumah sakit. “Aku hanya kelelahan, Aunty.” Dya mengulas senyum manisnya. “Astaga, harusnya kamu tidak terlalu lelah. Jaga dirimu baik-baik.” Mama Ruby merasa tidak tega dengan keponakannya itu. “Iya, Tante.” Dya mengangguk. “Apa oma tahu aku di sini?” Dya takut jika Oma Clarisa akan khawatir dengannya. “Aku belum memberitahunya.” Mendengar hal itu, Dya merasa senang karena omanya tidak tahu. “Dya minta jangan beritahu oma. Ini hanya kelelahan biasa, jadi pasti akan segera pulih.” Mama Ruby langsung mengangguk. Setuju dengan permintaan Dya. Lagi pula mertuanya akan sangat khawatir jika sampai tahu Dya sakit. “Apa benar-benar hanya kelelahan? Bukan karena tanda kehamilan?” Papa Raven menatap Kiki dan Dya secara bergantian. Mendapati pertanyaan itu tentu saja sontak membuat Kiki terkejut. “Tidak, Pak. Dya sedang tidak hamil.” Kiki langsung mencoba menjelaskan. “Aku pikir Dya sudah
Mendapati pertanyaan itu membuat Ana terdiam sejenak. Kabar pertama jelas jika Kiki yang memberitahu. Namun, jika Mengatakan itu, jelas akan menimbulkan kesalahpahaman lagi. “Dari HRD.” Memang dua kali Ana tahu kabar Dya. Pertama dari Kiki, yang kedua memang dari HRD. Pihak HRD memberitahu jika Dya akan izin beberapa hari. Dya tidak menyangka jika Ana dengar dari HRD. Padahal, dia sudah berpikir jika Ana dengar dari Kiki. Untuk sejenak Dya mengabaikan pikirannya tentang dari mana Ana tahu. Karena ada satu poin menarik, yaitu Kiki yang memberitahu pihak HRD. Artinya suaminya itu sangat perhatian padanya.“Pihak HRD bilang jika kamu masuk rumah sakit. Karena itu, aku mengajak teman-teman ke sini.” Ana menjelaskan lebih rinci agar tidak terjadi kesalahpahaman.“Terima kasih.” Dya tentu tidak hanya berterima kasih pada Ana saja, tetapi pada teman-temannya. “Sama-sama, cepatlah sembuh agar kamu bisa bekerja kembali,” ucap seorang teman. “Tentu saja. Aku akan segera sembuh dan bekerja
“Ki, tolong aku. Aku mau ke toilet.”Mendapati permintaan itu membuat Kiki membulatkan matanya.“Apa kamu tidak bisa sendiri?” tanyanya ketus.“Tentu saja tidak. Apa aku harus mendorong infusku sendiri?” Kiki benar-benar kesal mendapati jawaban itu. Jawaban itu benar-benar menjengkelkan. “Ayo aku antar!” Mau tidak mau, Kiki mengantarkan Dya. Pertama-tama Kiki membantu Dya turun dari ranjang. Dan, itu dimanfaatkan Dya untuk berpegangan dengan lengan Kiki. “Jangan mengambil kesempatan!” Kiki langsung memberikan peringatan. “Astaga, kalau aku tidak berpegangan, bagaimana jika aku sampai jatuh?” tanya Dya sedikit kesal. Kiki hanya memutar bola mata malas. Tak mau berdebat, dia memilih untuk membiarkan Dya. Langkah Dya dan Kiki diayunkan ke toilet. Tepat di depan toilet, Kiki menghentikan langkahnya. “Kamu tidak menemani aku masuk?” tanya Dya polos. “Apa kamu sudah gila dengan meminta aku masuk?” Kiki benar-benar tidak habis pikir dengan Dya. “Jangan berpikir macam-macam dan masuk
Akhirnya hari ini Dya diizinkan untuk pulang. Kiki langsung membawanya pulang ke apartemen. “Kamu di mana?” Oma Clarisa yang menghubungi langsung bertanya. “Aku di tempat kerja, Oma.” “Jangan berbohong kamu! Oma tahu kamu sakit. Dan, sekarang kamu di mana?” Dya langsung membulatkan mata ketika omanya mengetahui jika dirinya sakit. “Iya, Oma. Aku memang sakit, tapi aku sudah pulang. Ini sudah dalam perjalanan.” “Baiklah, Oma akan ke apartemenmu.” Dya begitu terkejut ketika sang oma mau datang. Dalam keadaan seperti ini, Dya tidak bisa menghalangi, apalagi sang oma tahu jika dirinya sakit. “Baik, Oma.” Sambungan telepon pun berakhir. Dya hanya bisa memandangi ponselnya. Memikirkan bagaimana jika oma ke apartemen nanti. “Ada apa?” Kiki langsung melemparkan pertanyaan itu. “Oma akan ke apartemen?” Dya menjawab sambil memasukkan ponselnya ke tas. “Apartemen siapa?” Dengan bodohnya Kiki bertanya. “Apartemen siapa lagi jika bukan apartemenmu.” Dya merasa heran dengan suaminya
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak