Mendapati pertanyaan itu, Nerissa terdiam. Dia bingung juga kenapa baru buka pintu perasaannya begitu takut sekali.“Tidak apa-apa.” Nerissa memutuskan untuk tetap masuk. Tak mau terpengaruh oleh ketakutan yang menghampirinya tiba-tiba itu.Mendapati Nerissa yang sudah masuk pun, Naven segera masuk ke kamarnya. Dia ingin segera mandi untuk menyegarkan tubuhnya dulu sebelum tidur.Di kamar sebelah, Nerissa segera menyalakan lampu. Saat lampu terang, tentu saja itu membuatnya jauh lebih tenang.Sebelum mandi, Nerissa membersihkan wajarnya lebih dulu sebelum mandi.Tadi saat dinyalakan lampu, Nerissa tenang, tapi tiba-tiba dia merasa takut lagi. Entah kenapa bayang-bayang dalam film tadi masih terngiang di kepalanya.“Tidak apa-apa, Sa. Jangan takut.” Nerissa berusaha untuk menangkan dirinya.Usai membersihkan wajahnya, dia segera mandi. Sepanjang mandi, Nerissa berusaha untuk tidak takut. Meyakini jika semua akan baik-baik saja.Beruntung, Nerissa selesai mandi dengan baik. Semua aman t
Mendengar apa yang dikatakan Nerissa itu, Naven langsung membulatkan mata. Dia benar-benar terkejut sekali.‘Kebaikan apa yang sudah aku lakukan sampai dapat berkah sebesar ini?’“Tentu saja, ayo.” Dengan semangat Naven menjawab.Nerissa segera masuk ke kamar. Naven dengan semangat mengekor di belakang Nerissa. Perasaan Naven benar-benar berdebar-debar sekali. Karena menemani Nerissa ganti baju, artinya dia akan melihat tubuh Nerissa.Saat masuk, Nerissa mencari sesuatu di atas meja riasnya lebih dulu. Kemudian saat mendapatkan, dia segera menghampiri Naven.“Ini.”Dahi Naven merasa heran ketika diberikan kain berbentuk lingkaran. “Apa itu?” tanyanya penasaran.“Bandana.”Mata Naven memicing. Memikirkan kenapa istrinya memberikan bandana padanya. “Untuk apa?” tanya Naven lagi.“Untuk menutup mata Pak Naven selama saya mengganti baju.”Naven langsung terperangah mendengar hal itu. Ternyata Nerissa ingin menutup matanya. Tentu saja itu membuat kesenangan yang diharapkan Naven hilang sek
Nerissa yang mendapati pertanyaan itu merasa bingung. Jika dia masuk ke kamar, jelas dia akan takut. Namun, jika tidak masuk ke kamar. Mau tidur di mana dia?“Takut?” tanya Naven memastikan. Senyum menghiasi wajahnya karena menebak jika Nerissa pasti sedang ketakutan.“Tidak.” Nerissa menggeleng.“Kalau tidak, cepat masuk.” Naven merasa jika Nerissa berdusta. Dia yakin sekali jika Nerissa takut sebenarnya.Nerissa jelas bingung. Jika boleh jujur dia takut. Takut tidur di ranjang sendiri dan tiba-tiba ada sosok di sebelahnya.“Pak Naven mau temani saya tidur?” Nerissa tanpa basa-basi menawarkan hal itu pada Naven.Jelas Naven suka dengan hal ini, tetapi dia tidak mau terlalu senang. Jual mahal sedikit pastinya.“Bukankah terakhir kali tidur di rumah oma kamu tidak mau. Justru menaruh guling di tengah-tengah.”Mendapati ucapan Naven itu, Nerissa langsung teringat apa yang dilakukannya waktu itu. Namun, saat ini dia terdesak. Jadi, dia harus melepaskan egonya.“Sekarang beda.”“Apa yang
“Aku sudah tidak pegal.” Naven tidak mau sampai Nerissa berpikir dirinya tidak mencintai.Dahi Nerissa berkerut dalam. Bingung dengan sikap Naven. “Tadi Pak Naven bilang pegal. Kenapa sekarang tiba-tiba tidak pegal.”Ingin rasanya Naven mengatakan karena dia mau Nerissa melihat cintanya, tapi entah kenapa lidahnya kelu. Dia tidak tahu kenapa tidak bisa mengatakan itu.“Aku sudah bilang tidak pegal. Ya artinya tidak.” Justru kalimat itu yang keluar dari mulutnya.“Baiklah kalau begitu.” Nerissa justru senang ketika melihat Naven sudah tidak pegal lagi. Jadi dia tidak susah payah untuk memijat.Nerissa segera berdiri. Namun, tiba-tiba tangannya ditarik oleh Naven dan membuat tubuhnya jatuh ke tubuh Naven.Apa yang dilakukan Naven itu jelas membuat Naven terkejut. “Apa yang Pak Naven lakukan?” Dia segera melemparkan protes.“Mau ke mana kamu?” Naven menatap lekat wajah Nerissa yang berada tepat di hadapannya.“Saya mau bersiap untuk ke kantor. Memangnya apa lagi?” Nerissa memasang mata u
“Na, akhir pekan nanti kamu ada acara tidak?” Nerissa yang sedang membuat secangkir teh, bertanya pada Ana.“Tidak ada, Sa. Aku tidak ada acara.”“Bagus kalau begitu.” Nerissa tampak berbinar mendengar hal itu.“Memang kenapa, Sa?” tanya Ana penasaran.“Aku mau mengajakmu ke Bali bersama Pak Naven. Kita bisa menyelam seperti yang kita lihat di postingan Evelyn Manda.” Nerissa menceritakan dengan penuh semangat. “Benarkah kita bisa menyelam seperti Evelyn Manda?” Ana tak kalah semangat ketika mendengar hal itu.“Iya, Pak Naven sudah bilang jika kita bisa menyelam seperti Evelyn.”“Aku mau, Sa.” Ana tentu saja tidak akan melepaskan kesempatan itu. Apalagi liburan kali ini gratis.“Baiklah, nanti hari jumat kamu bawa baju sekalian. Karena sorenya kita akan langsung berangkat dari kantor.”Dengan cepat Ana langsung mengangguk. Dia akan melakukan seperti yang diminta oleh Nerissa.****“Hari ini aku mau makan di rumah. Apa di rumah ada bahan makanan?”Saat dalam perjalanan ke rumah Naven
Nerisa yang sedang makan langsung mengalihkan pandangan pada Naven. Dia sedikit terkejut mendengar perintah Naven itu.Namun, Nerissa memikirkan jika tidak ada salahnya jika dia melakukannya. Bukankah lebih baik jika dia tidur di kamar Naven dibanding di kamarnya yang gelap.“Baiklah, saya akan tidur di kamar Pak Naven.”Naven tidak menyangka jika Nerissa akan menerima tanpa penolakan sama sekali. Jelas itu membuat Naven senang.Mereka pun menikmati kembali makan. Naven yang senang pun sampai mengabaikan jika malam ini dia makan nasi. Padahal dia menghindari makan nasi. Dia berusaha keras untuk menjaga tubuhnya.Mereka menikmati makan bersama. Tak banyak bicara. Hanya sibuk dengan makannya.Usai makan, Nerissa mencuci piring, sedangkan Naven merapikan meja makan. Naven sedang dalam suasana hati yang baik. Jadi dia ingin membantu Nerissa.Nerissa sebenarnya merasakan sikap Naven yang berubah. Namun, dia tak mau ambil pusing.“Kapan Pak Naven akan menghubungi orang yang memperbaiki lamp
Mendengar apa yang dikatakan Naven itu membuat Nerissa yang sedang berusaha melepaskan diri dari Naven pun langsung menghentikan aksinya.Dengan perlahan, dia menengadah untuk melihat wajah Naven. Dilihatnya Naven masih tertutup. Dia menduga jika Naven sedang mengigau.“Aku pikir dia benar-benar sedang mengatakan cinta.” Nerissa bernapas lega, karena Naven pasti hanya mengigau.Naven mendengarkan gumaman Nerissa itu meskipun suaranya lirih. Dia merasa menunggu reaksi dari Nerissa.“Siapa kira-kira yang sedang di dalam mimpinya?” Nerissa tampak penasaran. “Untuk apa aku tahu pada siapa cinta itu diberikan? Yang jelas itu bukan untukku.” Nerissa yakin jika Naven tidak akan jatuh cinta padanya. Apalagi pria itu sendiri yang mengatakan untuk tidak menaruh hati.Setiap kata yang terucap Dari Nerissa jelas terdengar oleh Naven. Dari ucapan Nerissa terdengar jika Nerissa berpikir jika ungkapan cinta itu bukan untuknya. Naven menyimpulkan jika ada keraguan.Naven memang sengaja memancing Neri
Nerissa takut mengangkat sambungan telepon itu. Dia yakin Naven akan marah dengannya karena tidak mengabari. Namun, jika tidak diangkat, Naven pasti akan semakin marah.Akhirnya, Nerissa memutuskan untuk mengangkat sambungan telepon tersebut.“Di mana kamu?” Hal pertama yang ditanyakan Naven adalah itu.“Saya di apartemen Ana.”“Tetap di sana karena aku akan ke sana.”“Baiklah.”Kali ini Nerissa hanya bisa pasrah karena Naven akan datang ke sini. Karena itu, dia memilih untuk bersiap-siap saja.Satu jam kemudian, suara bel terdengar. Nerissa segera membuka pintu karena tahu jika yang datang adalah Naven.Benar saja. Saat pintu dibuka, ternyata ada Naven dan Kiki di sana.“Ayo pulang!” Satu perintah yang diberikan oleh Naven.Mendapati perintah itu Nerissa langsung mengangguk. Apalagi wajah Naven tampak begitu menyeramkan.“Ana, aku pulang dulu.” Nerissa segera berpamitan dengan Ana.“Iya, hati-hati di jalan.” Ana mengangguk.Nerissa segera keluar dari apartemen Ana. Mengekor di belaka
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak