Mendengar Mike mengucapkan ide gila itu, Regan terhenyak untuk sesaat. Mau protes, tapi seperti apa yang Mike katakan, tidak ada jalan lain lagi untuk lari dari masalah ini. Bukannya mendapatkan jalan keluar, Regan khawatir kalau ayahnya akan menjodohkan dirinya dengan wanita pilihannya.
"Dimana kita akan mencari wanita yang mau di bayar untuk menjadi kekasihku? Dan lagi, dia tidak mempunyai siapa-siapa katamu?"Mike tersenyum, lantas meraih kembali wiski sisa yang tadinya Regan minum."Percayalah padaku. Kita akan segera menemukannya."Di dasari rasa percaya terhadap teman baiknya, Regan akhirnya pulang dan urung kembali ke perusahaan. Masa bodoh kalau ayahnya mencarinya. Dia enggan untuk bertemu dengan siapapun kali ini. Dan yah, Regan akhirnya memilih pulang saja.Menuju tempat singgahnya yang dia sebut sebagai tempat persaingan daripada rumah. Mau bagaimana lagi? Dia tinggal di satu atap bersama kakak serta adiknya. Tiga bersaudara, Laki-laki semua, kalau bukan tempat persaingan lalu apa? Ketiganya bahkan tidak saling menganggap satu sama lain sebagai saudara, kecuali Juan. Dia berada di situasi perang dingin antara kakak pertamanya dengan kakak keduanya.Sebenarnya, kalau sekedar rumah, dengan mudah Regan sanggup membelinya. Namun rumah itu adalah pemberian ayahnya. Mereka di suruh untuk tetap satu atap walau inginnya mereka tinggal sendiri."Kau sudah pulang? Bukankah masih terlalu awal untuk pulang kerja? Bagaimana? Kau baik-baik saja?" sapa Juan terkekeh saat mendapati Regan melewatinya."Diam."Juan hanya terkikik geli. "Brother, Kau tentu tahu bagaimana ekspresi wajah Kak Yohan selama ini? Dia adalah pria yang tidak mudah tersenyum. Tapi setelah membaca artikel tentangmu hari ini, Si muka datar itu, baru pertama kali ini aku melihatnya tersenyum lebar. Bukannya aku senang saat melihatnya, tapi aku sangat takut saat dia melakukannya. Aku bahkan merinding satu badan. Lihatlah, sampai sekarang buluku masih berdiri," ucap Juan memperlihatkan kulit tangannya pada Regan."Hentikan," respon Regan menyingkirkan tangan Juan dari hadapannya."Dia senang saat melihatku menderita.""Kata siapa?" sahut suara serak nan dalam dari arah lantai dua. Nampak Yohan sudah berdiri di sana dengan wajah non ekspresi seperti yang Juan ceritakan.Dia nampak menuruni tangga, kedua tangannya dia masukkan ke kedua kantong celana. Pandangan antara Regan juga Yohan tak sekalipun teralihkan. Sama-sama dingin, mempunyai watak batu yang tidak mau kalah satu sama lain."Ucapanmu menyakiti hatiku, Regan. Walau kita tidak pernah saling perduli, tetap saja kau itu saudaraku. Aku akan sedikit khawatir jika adikku mendapatkan masalah.""Kapan kau menganggapku sebagai saudaramu? Jangan bersandiwara. Aku tidak menyukai drama picisan semacam ini."Bukannya membalas ucapan Regan, Yohan malah tertawa terbahak-bahak. Melihat kakak pertamanya tertawa, Juan melipir takut. Dia memilih berada di ujung ruangan dengan tubuh yang seluruhnya merinding hebat. Melihat kedua kakaknya bertengkar, Juan seperti menatap Harimau yang tengah berhadapan dengan Jaguar."Hah, tidak ada kedamaian di rumah ini." batin Juan lelah."Kau tahu betul sifatku. Tapi yah, Kau benar. Aku memang tidak perduli dengan segala urusanmu, Regan. Namun percayalah, pagi ini aku mendapatkan sedikit hiburan. Semua berkat dirimu," ucap Yohan."Kau_"Yohan kembali berucap,"...tenang saja. Rumor tentangmu tidak akan mempengaruhiku. Kalau kau butuh bantuanku, Aku akan mengenalkanmu dengan beberapa wanita kenalanku. Tapi, itupun kalau kau mau."Pun Yohan pergi dengan sedikit meninggalkan seringaian."Brengsek!" umpat Regan lantas naik ke kamarnya di lantai dua. Dia menahan sekali untuk tidak memukul wajah Yohan yang selalu membuatnya kesal.Walaupun kasarnya ucapan pria itu, Regan masih bisa mengontrol amarahnya dengan sesekali memejamkan matanya dan menenangkan dirinya sendiri. Sepeninggal Regan dan Yohan, Juan yang tadinya diam, hanya menatap bergantian Regan yang tengah berjalan naik ke tangga, serta Yohan yang kini berjalan keluar rumah menuju mobilnya."Sampai kapan semua ini berakhir?" gumam Juan mulai lelah dengan persaingan yang terlihat oleh kedua matanya setiap hari...Di kamar, Regan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Memejamkan matanya untuk sesaat memikirkan apa yang terjadi. Kalau di pikir-pikir lagi, sebelum ini juga ada banyak masalah yang terjadi. Walau masalah yang dia hadapi dominan ke arah bisnis, namun bisa dia sudahi semua dengan baik dan cepat.Tapi kali ini masalah yang ia hadapi berbeda. Kenapa dia harus berurusan dengan pasangan? Apakah semua manusia di wajibkan memiliki kekasih? Sendiripun sebenarnya tidaklah terlalu buruk.Yah walaupun dia tidak menolak untuk menikah suatu hari nanti, namun dia masih muda untuk merasakan tekanan ikatan itu. Dia masih ingin merasakan kebebasan. Apa dia harus menerima tawaran Mike?"Aku tidak bisa melakukan ini," gumamnya. Jemarinya mengusap sendiri bibirnya kala ingatan tentang Jane tiba-tiba lewat begitu saja."Mungkin saja aku bisa. Saat itu bisa. Tidak menutup kemungkinan dengan gadis lain juga bisa, Kan?"Belum juga menenangkan pikirannya, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia raih benda pipih yang tadinya dia lemparkan di sisi ranjang, dan melihat siapa gerangan yang menelfonnya."Ayah?" gumamnya lantas mengangkat panggilan telfonnya."Iya, Ayah?""Aku tidak melihatmu di kantor. Kau pulang?" tanya ayahnya di seberang."Iya, Ayah. Maaf, kepalaku sedikit pusing. Aku akan istirahat sebentar di rumah, lalu kembali ke kantor.""Tidak usah. Tidak apa-apa. Aku akan menyuruh sekretarismu untuk mengatur ulang jadwalmu hari ini. Oh ya, ayah ingin mengatakan kalau Alice akan kembali dari Belanda. Apa dia belum menelfonmu?"Mendengar nama Alice di sebut, Regan reflek bangun dari rebahnya. Dia nampak syok, lantas menjawab dengan terburu-buru,"A-apa? Alice?""Kenapa kau terdengar begitu terkejut? Bukannya dia teman baikmu?""Iya. Tapi_""Regan, Ayah mempunyai saran untukmu. Untuk menutup isu yang beredar, bagaimana kalau kau menikah saja dengan Alice?"Wajah Regan memucat,"Apa? Aku tidak mau, Ayah. Aku tidak mempunyai perasaan semacam itu ke dia.""Apakah ini waktu yang tepat untuk membahas soal perasaan? Dulu kau menolak semua perjodohan. Aku berusaha mengerti itu. Tapi tidak dengan sekarang. Kau harus menurutiku, atau jangan lagi memakai Foster di belakang namamu!" "Ayah_!" ucapan Regan terjeda saat ayahnya menutup panggilannya secara sepihak.Alice Grizelle, adalah gadis dari masa lalu Regan yang dari kecil hingga remaja selalu mengikuti kemanapun Regan pergi. Dia dekat dengan keluarga Foster karena ayahnya dan Tuan Abraham adalah kawan dekat.Gadis menyusahkan kalau Regan bilang. Dia selalu merengek, dan memaksa ayahnya untuk tidak memisahkan Regan dengan dirinya. Namun semua berubah saat dia pergi kuliah ke Belanda. Tak pernah sekalipun Regan mengira hidupnya akan setenang ini saat Alice memutuskan untuk pergi.Dan yah, kebisingan itu akan kembali lagi. Suara ribut serta rengekannya pasti akan menganggu hidup Regan yang awalnya tenang. Pun akhirnya Regan menelfon Mike saat itu juga. Masa bodoh mau gadis yang seperti apa. Yang pasti dia tidak akan sudi kalau Alicelah yang akan menjadi pasangannya."Mike?" sapa Regan saat Mike mengangkat telfonnya."Ya? Ada apa lagi? Belum juga sehari, kau sudah menelfonku 2 kali. Ah jangan lupakan pertemuan kita tadi di bar. Aku ralat, 3 kali."Regan mendengus lelah,"Besok atur pertemuan ku dengan gadis mana saja yang bisa aku pekerjakan. Berapapun akan aku bayar.""Wah wah, apa ini? Kenapa terburu-buru sekali? Aku saja belum menyeleksi satu-satu gadis yang sesuai dengan tipemu. Bukankah besok terlalu cepat?""Aku tidak punya banyak waktu. Alice akan kembali dari Belanda. Ayah berencana akan menikahkanku dengan dia untuk menghapus semua rumor tentangku.""Apa? Alice Grizelle maksudmu?"Tentu saja Mike mengenal siapa Alice. Gadis berambut pirang itu dulunya selalu mengekori Regan sampai discotik. Mike pun tahu bagaimana Regan amat terganggu dengan menempelnya gadis permen karet itu pada sahabatnya."Hem," jawab Regan singkat.Bukannya menjawab iya, Mike tertawa keras di seberang sana."Entah dosa apa yang kau perbuat di kehidupanmu sebelumnya, hingga kesialanmu jadi berlipat ganda begini. Baiklah, besok temui aku di restoran dekat bar, pukul delapan malam. Aku akan mengatur pertemuanmu dengan beberapa gadis kenalanku. Kau mengerti?""Baiklah."Besoknya... Beberapa kali Regan membenahi penampilannya dengan berkutat di depan cermin sejak setengah jam yang lalu. Kemeja hitam yang ia padukan dengan celana bahan sutra mungkin saja terlalu resmi kalau Mike bilang. Namun kebiasaannya berpenampilan rapi, membuatnya tidak nyaman jika harus berpakaian biasa kalau kemana-mana. Wajah tampan sekaligus mempesona, rahangnya yang tegas serta tinggi 180 cm membuat visual yang di milikinya tidak main-main. Kalau saja dia tidak menjadi Direktur di perusahaan ayahnya, kemungkinan besar dia akan melamar sebagai model atau bisa juga menjadi aktor. Yah tapi mau bagaimana lagi. Kewajiban tetaplah menjadi yang utama. Dia tetaplah seorang putra yang tidak ingin mengecewakan sang ayah. Mercedes-benz berwarna hitam ia kendarai memecah jalanan malam itu. Rintikan hujan yang semakin lama kian menderas tidak menjadi penghalang untuk Regan memenuhi niatnya di satu tujuan. Dia harus mendapatkan seorang wanita malam ini. Dia akan membayar sebesar apa yan
"Tuan? Apa yang tuan lakukan di sini?" Jane berbalik tanya. Merasa kebingungan juga melihat Regan ada di restoran yang sama dengannya."Aku ada janji bertemu dengan seseorang. Tunggu. Apakah Mike yang mengirimkanmu ke sini?" tebaknya dan menganggap Jane adalah salah satu wanita kenalan Mike yang dia kirimkan padanya. "Mike? Siapa Mike? Saya juga ada janji dengan seseorang. Saya kira ruangannya di sini. Ternyata salah. Karena kita sudah terlanjur bertemu, bolehkah saya duduk di sini sebentar?" pinta Jane dengan mata berbinar. Apalagi saat melihat hidangan mewah yang kini ada di depannya."Ya. Boleh saja." Jane tersenyum."Saya sedikit lapar. Melihat piring anda masih bersih, sepertinya anda belum makan sama sekali. Karena saya baik, Saya akan membantu anda untuk menghabiskan semua makanan ini." Regan melongo saja saat Jane mengambil sumpit dan mulai mencicipi makanan yang masih utuh di depannya."Jangan pelit. Kapan hari saya sudah mentraktir anda dengan minuman mahal. Memberi sediki
"Kana?" Nama itulah yang keluar dari bibir Regan. Merasa tidak asing dengan wajah polos tanpa make up yang kini dia pandang dengan teliti. Kenapa Regan tahu dengan gadis bernama Kana? Siapa yang menduga kalau pria yang memakaikan Jane mantel dan sepatu beberapa tahun yang lalu adalah Regan? Saat itu memang gelap. Salju turun dengan lebat. Namun Regan tidak pernah lupa dengan gadis tak bersepatu waktu itu. Wajahnya pucat, dan tubuhnya terlihat kurus. Karena make up tebal yang Jane pakai sekarang, juga perawakan Jane yang berubah drastis, Regan tidak mengenalinya lagi setelah beberapa tahun berlalu. Tapi setelah dia lihat-lihat, ternyata benar mereka mirip. "Setelah beberapa kali bertemu, tidak kusangka kau adalah gadis musim dingin itu. Kau bahkan mengganti namamu menjadi Jane," gumam Regan meletakkan kembali foto yang sempat dia ambil. Takdir macam apa yang mempertemukan mereka kembali setelah lamanya tak bertemu sekian tahun? Bahkan Jane menjadi seorang wanita penghibur di ru
Mendengar persetujuan Jane, tentulah Regan merasa senang. Semua rencananya akan berjalan lancar, Jane juga pasti akan membantunya untuk menjadi normal. Walau di katakan dia memang normal seperti halnya pria lain, tapi Regan selalu merasa dirinya tidak normal.Tapi Jane berkata jangan senang dulu, karena cobaan pertama Regan kini ada pada Madam. Dia harus mendapatkan persetujuan wanita itu juga kalau Regan tidak ingin mendapatkan masalah. Dengan rasa percaya diri Regan berkata,"Aku bisa memastikan kalau Madam tidak akan menolak permintaanku."Well, keduanya kini berjalan menuju ke ruang madam yang berada di lantai dua. Di depan pintu, di jaga dua pria berwajah sangar dan berbadan kekar. "Madam di dalam?" tanya Jane pada salah satu pria itu."Iya."Jane membuka saja pintu yang tertutup itu dan mengajak Regan masuk dengan menggandengnya. Saat sudah berada di dalam, Mereka berdua di hadapkan dengan seorang wanita bermake up tebal dengan baju yang nampak berlebihan. Yah, seperti penampil
Dengan membawa barang apa adanya seperti yang Regan suruh, Akhirnya Jane hanya membawa pakaian yang menurutnya sopan dan sesuatu yang sekiranya penting seperti foto saat masih remaja yang ia letakkan di nakas. Tidak pernah Jane kira akan merasakan hal yang tidak pernah dia sangka sebelumnya. Berhubungan dengan Regan bisa membuat dia keluar dari neraka itu walau hanya sebentar. Saat di dalam mobil, senyum senang tidak pernah luntur dari bibirnya. Dia memang sebahagia itu sekarang. "Aku akan membuatmu layak sebelum akhirnya ku perkenalkan pada semua orang." Regan memecah keheningan."Maksud anda?""Etika, sopan santun saat berbicara. Kau harus mempelajari itu sebelum bertemu dengan ayahku.""Baiklah. Oh ya, selama di sana, apakah saya boleh keluar untuk bermain?" "Boleh. Hanya saat bersamaku. Itupun harus di malam hari. Aku tidak ingin anak buah ayahku memergoki kita."Jane mengangguk paham. Protes pun juga percuma. Hidupnya kini berada di tangan Regan. Uang yang di bayarkan di awal
"Siapa kau?"Jane terkesiap. Lidahnya kelu menatap dua bola mata tajam seakan ingin menerkamnya. Kedua lengannya bahkan pria itu cekal kuat. Siapa lagi yang bersikap seperti itu selain Yohan. "Saya? Jane."Rasa takut Jane seakan menghilang entah kemana. Dibandingkan dengan pria hidung belang di luar sana, Yohan tidak ada apa-apanya. "Jane? Siapa Jane ?" Yohan mengerutkan dahinya. Baru pertama kali dia mendengar nama itu. Apakah gadis ini pelayan baru?"Kau pelayan baru? Bagaimana seorang pelayan bisa selancang ini masuk ke dalam kamarku?" Lanjutnya.Yohan berdiri, Jane reflek juga ikut berdiri."Maaf, Tuan. Saya mengira kamar ini adalah kamar Tuan Regan. Apakah anda saudara Tuan Regan?" Yohan diam saja. Tanpa ekspresi dia menatap Jane dari atas sampai bawah. Dia merasa ada yang janggal. Wanita di depannya memakai pakaian handuk, bahkan tali bra-nya kelihatan saat baju di pundaknya turun. Dia tidak merasa malu, bahkan tidak ada rasa sungkan sama sekali. Padanya di hadapannya adalah
Juan melongo. Regan tertawa dalam hati. Sepertinya Yohan sudah bertemu dengan lawan yang seimbang. Yang tidak takut padanya, yang tidak bisa dia injak seenaknya."Bagaimana? Saya juga akan bersama anda kalau anda membayar sama besarnya seperti Tuan Regan," tambah Jane semakin membuat Juan menganga tak percaya. Ternyata ada juga wanita tangguh seperti itu, yang bisa melawan kakak pertamanya. Batin Juan."Kau wanita yang tidak mempunyai harga diri?" Ucap Yohan akhirnya membuka suara. Mungkin dia merasa sudah tidak di hargai sejak pertama melihat Jane. Insiden pertama kali bertemu adalah salah satu alasan Yohan tidak menyukai Jane. Sudah bukan wanita baik-baik, tapi banyak tingkah. Jane menaikkan kedua bahunya,"Harga diri saya sudah menghilang sejak bertahun-tahun yang lalu."Yohan menyeringai, Jane hanya tersenyum saja seperti mengejeknya. Suasana panas itu segera di tengahi Regan yang berdiri dari duduknya."Aku pergi bekerja dulu. Dan aku tidak mau tahu. Sebisa mungkin kalian rahasiak
"Kalian mau pergi kemana?" Itu Regan yang mendadak muncul di depan Juan dan Jane. Dia berdiri di depan keduanya setelah pintu depan terbuka. "Kenapa kau sudah pulang?" Juan merasa heran. Dia tahu kalau Regan akan lembur malam ini. Ini masih terlalu cepat untuknya pulang."Apa? Kau bertanya kenapa aku sudah pulang?" Ini sudah jam tujuh malam.""Bukannya kau lembur? Setiap hari juga lembur sebelum ada Jane di rumah ini." "Aku pulang lebih awal. Tunggu, Kenapa kau mengalihkan pembicaraan? Mau kemana kalian?" "Aku dan Jane akan berjalan-jalan sebentar. Dia ingin membeli baju juga merasa lapar. Aku berniat mengajaknya makan malam."Tatapan Regan mengintimidasi. Dia melihat Jane dari atas sampai bawah."Bukankah sudah ku bilang, kalau ingin keluar, tunggu aku saja? Kemarin aku mengatakan ini padamu, kan? Kita akan membeli keperluanmu sebagai tanggung jawabku membawamu ke sini."Jane diam, tapi matanya memandang Regan lekat. Jane tidak suka dengan nada bicara Regan. Dia terlalu menekan.
Tiga tahun kemudian~ Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan berjalan seperti biasanya, kebiasaan juga tetap terjadi di setiap harinya. Setelah mengetahui Jane hamil saat itu, keluarga Foster seakan si beri sebuah berkah tak terduga. Di samping saham MH meroket naik, nama Regan pun ikutan naik kembali. Berbanding terbalik dengan MH, E & A jatuh sesuai apa yang Regan katakan. Sahamnya anjlok, nama E & A pun juga ikut jelek. Banyak dari staf keluar dan tidak pernah kembali. Memilih masuk ke MH yang saat itu tengah membuka lowongan kerja. Tuan Easter di jatuhi hukuman tiga tahun penjara, tapi entah kenapa dia juga mengaku kalau dia adalah pelaku yang meneror Jane saat itu sehingga hukumannya menjadi lima tahun. Sengaja dia melakukannya karena sadar jika Regan mempunyai bukti lagi atas teror yang saat itu terjadi, bisa di pastikan kalau Alice akan di penjara juga. Mendapati ayahnya masuk penjara untuknya, Alice memilih p
Setelah sekian lamanya, kaki Jane menapak kembali ke rumah besar bercat putih yang dia tinggalkan dengan sengaja. Bujukan Regan kemarin yang menceritakan soal kesehatan ayah mertuanya membuat hati Jane tergerak. Tujuan utama dia pergi, di karenakan dia ingin Tuan Abraham bisa memulihkan kesehatannya. Namun, setelah mendengar kalau dia tidak baik-baik saja, tidak mungkin Jane membiarkannya. Dia pulang, ingin memastikan keadaannya seperti apa yang Regan katakan. Saat kakinya sudah di ambang pintu, Dia berhenti melangkah. Regan yang berada di dekatnya sampai heran,"Ada apa?" Tanyanya. "Tidak. Hanya saja aku merasa takut jika ayah masih marah padaku." Regan tersenyum tipis, menggenggam jemari Jane yang menggantung lantas mengecupnya."Percayalah padaku. Dia sudah sangat mengharapkanmu kembali. Bukan hanya aku, Juan, Yohan, apalagi ayah, merindukan dirimu, Jane." Jane menoleh kebelakangnya. Di sana berdiri Juan dan juga Emely yang kini tersenyum lebar. Bahkan Emely terlihat ingin
"Dia sedang mengandung. Jane, hamil anakmu, Kak Regan." Regan membisu, tubuhnya membeku. Dia terduduk kembali dengan badan yang gemetar hebat."Dia hamil? Kau yakin mendengar itu?" "Aku sangat yakin." "Istriku sedang hamil," ucapnya menutup mukanya. Regan menangis, tapi tidak dengan tangisan kesedihan. Namun dia sangat bahagia karena mendengar kabar baik itu. Walau di sisi lain dia sangat menyesali perbuatannya karena tidak segera mencarinya, tapi setelah mengetahui tempatnya sekarang, Dia lega. Pun, saat itu juga Regan langsung memesan dua tiket ke Virginia, untuknya dan untuk Juan. Sengaja Yohan tidak dia ajak karena sejak masalah terakhir itu, kesehatan ayahnya sedikit terganggu. Tuan Abraham berada di rumah dan Yohan berada di sana untuk menjaganya. Butuh waktu tidak begitu lama untuk sampai ke Virginia, apalagi lewat jalur udara. Hanya butuh 1 jam dan hanya naik taksi sebentar yang akhirnya mereka sampai di alamat yang Emely berikan. Saat kedua pria itu turun tak
"Nona, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Emely tapi Jane hanya diam saja masih tidak percaya dengan keadaan yang terjadi setelah kepergiannya. "Apa maksudmu?" Lirik Jane mengubah suasana menjadi tidak enak. Emely terkesiap mendengar nada yang berbeda. Jane terdengar tidak suka. "Em...maksud saya, masalah anda sepertinya sudah selesai, Nona. Tuan Regan sangat hebat membalikkan situasi ini. Apakah anda tidak ingin kembali?"Jane menghela napas panjang, menatap ke arah luar jendela lagi."Aku yakin Regan pasti bisa menyelesaikan masalah yang menerpa kami. Kabar soal Tuan Easterlah yang ternyata dalang di balik artikel itu, tentunya membuat ku sedih. Aku sangat menyayangkan sikapnya itu yang berusaha menghancurkan pernikahan kami. Tapi, daripada bertanya bagaimana sekarang, Aku lebih memikirkan keadaan ayah. Dia pasti syok karena di khianati teman baiknya sendiri."Emely menunduk, dia diam saja takut dan segan. "...Aku masih tidak bisa kembali, Emely. Walau masalahku selesai,
"Alice, hubungi pengacara kita dan ceritakan apa yang terjadi padanya." Lanjutnya lantas pergi dari sana di dampingi oleh dua polisi. "Ayah! Tidak! Jangan pergi!" Teriaknya berusaha untuk memberontak dengan mencekal tangan ayahnya namun dengan cepat, Yohan menyahut lengannya dan menariknya kebelakang. Membuat cekalan tangan Alice pada ayahnya terlepas. "Jangan berbuat apapun atau kau akan menyesalinya," tekan Yohan menatap tajam Alice. Sedangkan Tuan Easter sudah turun lebih dulu. Regan hanya terdiam di tempatnya. Sama sekali enggan untuk bicara. Hanya menatap ke arah Alice dan Yohan yang saat ini sedang berseteru. Lagi-lagi Alice menghentakkan tangannya hingga terlepas."Kau yang akan menyesalinya karena berurusan denganku!" Balas Alice dengan mata merah dan sedikit bengkak. "Alice..." panggil Regan dan tatapan Alice teralihkan ke Regan."Aku memaafkanmu, dan berjanji akan menutup mulutku atas apa yang sudah kau lakukan pada Jane karena aku masih menganggapmu sebagai teman. Aku mo
"Maafkan saya, Nona. Tapi ada polisi di depan. Mereka mencari Presdir."Tuan Easter dan Alice kaget. Mereka saling berpandangan."Polisi?" Gumam mereka hampir bersamaan."Kau bilang apa barusan? Polisi?" Ulang Tuan Easter. "Iya, Presdir. Mereka mencari anda."Tuan Easter bingung sekaligus khawatir. Kenapa polisi datang mencari dirinya? Padahal dia tidak melakukan apa-apa.Begitu sekretarisnya keluar, dua orang polisi masuk ke dalam ruangan. Mereka berbadan tinggi tegap dan berpakaian biasa. "Tuan Easter?" Panggil salah satunya. "Iya. Saya Easter. Ada perlu apa kalian mencariku?""Bisakah anda ikut kami ke kantor polisi?""Apa? Kenapa aku harus ikut kalian kesana? Apa yang sudah aku lakukan?""Anda di laporkan atas tindakan pencemaran nama baik tanpa bukti. Silahkan ikut kami ke kantor polisi untuk di mintai keterangan."Alice terkejut bukan main, sedangkan Tuan Easter melotot tak percaya."Apa?! Siapa yang dengan lancang melaporkanku ke polisi, hah?! Dasar kurang ajar!" Teriaknya ma
Lusanya...Regan mengadakan jumpa pers setelah mempertimbangkan banyak hal. Dia sudah meminta izin pada ayahnya, dan Tuan Abraham pun tidak banyak berkomentar. Dia hanya diam namun tidak mencoba untuk melarang. Mungkin di dalam hatinya yang terdalam, Tuan Abraham tidak setuju dengan tindakan Regan yang akan mengungkap kejadian sebenarnya, tapi di sisi lain, Dia sudah terlanjur sakit hati dengan kelakuan teman dekatnya itu yang diam-diam ingin menikamnya dari belakang. Seakan baru saja mendapatkan berita besar, kala itu banyak wartawan yang hadir di sana. Bahkan tidak hanya Regan, ada Yohan dan Juan yang menemani. Regan tidak ragu sama sekali dan sangat yakin dengan tindakan yang akan dia lakukan. Pukul 12.30, semua sudah berkumpul. Sudah setengah jam yang lalu wartawan dari segala media sudah menunggu. Regan masuk di dampingi oleh seorang pengacara, juga Yohan di belakangnya. Melihat sosok Yohan, banyak wartawan saling bertatapan. Dia tak pernah melihat sosok asing yang kini menge
Pagi itu Regan tidak pergi bekerja. Dia sengaja meliburkan diri hanya untuk menemui Tuan Easter di perusahaan miliknya, yaitu E & A Grup.Dari awal datang, tak sekalipun Regan mengatakan apapun pada Alice. Niat ini juga tanpa sepengetahuan ayahnya. Namun dengan ucapannya semalam menunjukkan kalau ayahnya tidak akan melarang apa pun yang akan di lakukan oleh Regan. Entah itu masalah Jane, atau masalahnya dengan Tuan Easter.Melihat bagaimana ekspresi ayahnya semalam, Regan sangat yakin kalau dia sudah sangat kecewa pada temannya itu. Pun ayahnya tidak akan melarang jika seandainya dia tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini."Apa Paman Easter ada di ruangannya?" Tanya Regan langsung saat dia berada di depan sekretaris. "Presdir ada di dalam, tapi sedang tidak bisa di ganggu. Kalau boleh tahu, anda siapa? Dan apa keperluan anda? Saya akan menjadwalkan pertemuan dengannya."Regan tidak menjawab, dia langsung saja melangkah ke arah ruangan Tuan Easter. "Anda mau kemana?! Tunggu, Tua
Di lain tempat, Tuan Easter menutup pintu mobilnya keras, lebih tepatnya membanting pintunya keras. Dia kesal setengah mati mendengar semua ucapan itu dari mulut Regan dan berpikir bagaimana caranya dia tahu kalau dialah orang yang memberi informasi pada reporter itu.Alice nampak sangat tenang. Padahal ayahnya sedang kalut luar biasa. Mereka masuk ke dalam rumah. Tuan Easter melepaskan kancing bagian atas kemejanya lantas duduk di sofa ruang tamu. "Ayah terlihat sangat khawatir," ucap Alice ikut duduk di seberang ayahnya. Kedua kakinya ia silangkan. Dia tersenyum saat melihat ayahnya seperti itu."Tentu saja aku khawatir. Berani-beraninya Regan mengatakan semua itu di depan Abraham. Dan lagi, Reporter sialan itu sudah mengkhianatiku. Sialan! Aku akan memberi pelajaran padanya.""Ayah, bukankah dia sudah tak lagi berada di apartemennya?""Apa? Bagaimana bisa kau tahu?""Aku hanya menebaknya. Kalau Regan sudah menemuinya, kemungkinan besar dia akan menghilang. Seperti halnya ayah Jane