Dengan membawa barang apa adanya seperti yang Regan suruh, Akhirnya Jane hanya membawa pakaian yang menurutnya sopan dan sesuatu yang sekiranya penting seperti foto saat masih remaja yang ia letakkan di nakas. Tidak pernah Jane kira akan merasakan hal yang tidak pernah dia sangka sebelumnya. Berhubungan dengan Regan bisa membuat dia keluar dari neraka itu walau hanya sebentar. Saat di dalam mobil, senyum senang tidak pernah luntur dari bibirnya. Dia memang sebahagia itu sekarang. "Aku akan membuatmu layak sebelum akhirnya ku perkenalkan pada semua orang." Regan memecah keheningan."Maksud anda?""Etika, sopan santun saat berbicara. Kau harus mempelajari itu sebelum bertemu dengan ayahku.""Baiklah. Oh ya, selama di sana, apakah saya boleh keluar untuk bermain?" "Boleh. Hanya saat bersamaku. Itupun harus di malam hari. Aku tidak ingin anak buah ayahku memergoki kita."Jane mengangguk paham. Protes pun juga percuma. Hidupnya kini berada di tangan Regan. Uang yang di bayarkan di awal
"Siapa kau?"Jane terkesiap. Lidahnya kelu menatap dua bola mata tajam seakan ingin menerkamnya. Kedua lengannya bahkan pria itu cekal kuat. Siapa lagi yang bersikap seperti itu selain Yohan. "Saya? Jane."Rasa takut Jane seakan menghilang entah kemana. Dibandingkan dengan pria hidung belang di luar sana, Yohan tidak ada apa-apanya. "Jane? Siapa Jane ?" Yohan mengerutkan dahinya. Baru pertama kali dia mendengar nama itu. Apakah gadis ini pelayan baru?"Kau pelayan baru? Bagaimana seorang pelayan bisa selancang ini masuk ke dalam kamarku?" Lanjutnya.Yohan berdiri, Jane reflek juga ikut berdiri."Maaf, Tuan. Saya mengira kamar ini adalah kamar Tuan Regan. Apakah anda saudara Tuan Regan?" Yohan diam saja. Tanpa ekspresi dia menatap Jane dari atas sampai bawah. Dia merasa ada yang janggal. Wanita di depannya memakai pakaian handuk, bahkan tali bra-nya kelihatan saat baju di pundaknya turun. Dia tidak merasa malu, bahkan tidak ada rasa sungkan sama sekali. Padanya di hadapannya adalah
Juan melongo. Regan tertawa dalam hati. Sepertinya Yohan sudah bertemu dengan lawan yang seimbang. Yang tidak takut padanya, yang tidak bisa dia injak seenaknya."Bagaimana? Saya juga akan bersama anda kalau anda membayar sama besarnya seperti Tuan Regan," tambah Jane semakin membuat Juan menganga tak percaya. Ternyata ada juga wanita tangguh seperti itu, yang bisa melawan kakak pertamanya. Batin Juan."Kau wanita yang tidak mempunyai harga diri?" Ucap Yohan akhirnya membuka suara. Mungkin dia merasa sudah tidak di hargai sejak pertama melihat Jane. Insiden pertama kali bertemu adalah salah satu alasan Yohan tidak menyukai Jane. Sudah bukan wanita baik-baik, tapi banyak tingkah. Jane menaikkan kedua bahunya,"Harga diri saya sudah menghilang sejak bertahun-tahun yang lalu."Yohan menyeringai, Jane hanya tersenyum saja seperti mengejeknya. Suasana panas itu segera di tengahi Regan yang berdiri dari duduknya."Aku pergi bekerja dulu. Dan aku tidak mau tahu. Sebisa mungkin kalian rahasiak
"Kalian mau pergi kemana?" Itu Regan yang mendadak muncul di depan Juan dan Jane. Dia berdiri di depan keduanya setelah pintu depan terbuka. "Kenapa kau sudah pulang?" Juan merasa heran. Dia tahu kalau Regan akan lembur malam ini. Ini masih terlalu cepat untuknya pulang."Apa? Kau bertanya kenapa aku sudah pulang?" Ini sudah jam tujuh malam.""Bukannya kau lembur? Setiap hari juga lembur sebelum ada Jane di rumah ini." "Aku pulang lebih awal. Tunggu, Kenapa kau mengalihkan pembicaraan? Mau kemana kalian?" "Aku dan Jane akan berjalan-jalan sebentar. Dia ingin membeli baju juga merasa lapar. Aku berniat mengajaknya makan malam."Tatapan Regan mengintimidasi. Dia melihat Jane dari atas sampai bawah."Bukankah sudah ku bilang, kalau ingin keluar, tunggu aku saja? Kemarin aku mengatakan ini padamu, kan? Kita akan membeli keperluanmu sebagai tanggung jawabku membawamu ke sini."Jane diam, tapi matanya memandang Regan lekat. Jane tidak suka dengan nada bicara Regan. Dia terlalu menekan.
"Jane, aku sudah mendapatkan es krim yang kau mau!""Ah sial. Kenapa dia harus datang sekarang?" Batin Jane saat Juan mendatanginya dengan wajah senang namun sepersekian detik kemudian ekspresi wajahnya berubah. Juan diam mematung manatap bergantian Jane dan Rosse."Siapa dia? Apakah dia tamu VIP yang sedang kau tunggu?" ucap Rosse.Juan terlihat bingung. Tamu VIP? Apa maksudnya?"Jane, Apa ini? Dia terlalu muda untuk wanita setua dirimu. Ternyata kau juga berminat dengan pria di bawah umur. Ah sial, Kau menjijikkan juga." Juan yang kelihatan kesal menyahut,"Di bawah umur? Terima kasih karena secara tidak langsung anda sudah memuji wajahku yang terlihat awet muda. Saya yang di bawah umur ini kalau anda bilang, sudah bisa menghamili banyak wanita. Apakah anda mau? Saya juga punya banyak waktu. Tidak ada kegiatan setelah ini. Mungkin saja uang yang saya punya juga bisa membeli mulut anda yang seenaknya itu."Jane melongo mendengar jawaban Juan yang sangat savage itu. Dia bahkan menampi
Regan menduga Jane akan melakukan ini lagi. Tapi belum seminggu dia di sini, masih hitungan hari saja Jane mulai seberani ini. Wanita ini memang lain dari pada yang lain. Tak sekalipun Jane merasa sungkan jika ingin memulai duluan. Tapi seperti biasa, Regan terlihat tidak tertarik walau Jane mengusap setiap sisi wajah juga tubuhnya. "Apa yang kau lakukan?" Gumam Regan. "Kan sudah saya bilang, kita harus berhubungan lagi. Seperti waktu itu." "Ini tidak akan berhasil.""Kata siapa? Jangan meragukan saya." Di dorongnya tubuh Regan hingga ambruk terlentang di ranjang. Dilihatnya Jane yang saat itu satu persatu melepaskan pakaiannya hingga tidak memakai apapun lagi. Dada itu terlihat menjulang polos dengan ujung merah muda yang sangat menggoda. Namun ekspresi Regan masih tetap sama. Tidak menunjukkan ketertarikan. "Lelaki normal pasti akan berekspresi saat melihat tubuh polos tak berbaju. Tapi apa ini? Anda terlihat tidak tergoda." Mendengar Jane mulai protes, Regan tersenyum miring
Terbangun dalam keadaan kerongkongan kering, memaksa Jane mencari air untuk membasahi tenggorokannya. Walau dia masih sangat mengantuk, matanya masih menutup, tapi Jane tetap membangunkan tubuhnya, berjalan menuju meja yang tidak jauh dari ranjang. Dia masih berada di kamar Regan. Permainannya dengan pria itu semalam lumayan menyenangkan. Walau Regan tidak handal dalam hal itu, tapi cukup membuat Jane merasa puas. Mereka bahkan melakukannya sebanyak dua kali. Senyum Jane mengembang sedikit. Di lihatnya Regan yang masih tertidur pulas dengan selimut yang menutup penuh di tubuhnya yang polos. "Aku berhasil. Yah, kau berhasil Jane. Walau dengan bantuan alkohol, tetap saja kau sudah berhasil. Bagus bagus," pujinya pada dirinya sendiri. Mengusap kepalanya sendiri sambil tersenyum.Sekarang pukul lima pagi, Regan bilang akan berangkat sekitar pukul tujuh. Ada sedikit waktu sebelum Jane membangunkan Regan. "Aku akan berenang dulu," ucapnya keluar kamar dengan memakai baju handuk milik Re
"Tuan?" Gawat. Pastinya Regan marah kalau melihat kejadian tidak mengenakkan itu, apalagi di depan kedua matanya. Pikir Jane. Bukan karena apa-apa, hanya saja Jane tidak ingin Regan mempunyai pikiran kalau dia menggoda Juan juga. Yah, walau tidak ada larangan darinya untuk tidak menggoda Juan. "Kenapa kalian belum siap?" Tanya Regan tidak di sangka-sangka. Ternyata pria itu tidak menanyakan kenapa mereka berpelukan."Iya, sebentar lagi saya siap, Tuan." Dan brak! Jane berlari masuk ke dalam kamarnya, lalu menutup pintunya. Juan membisu, di tatapnya sang kakak yang kini memasang wajah dinginnya. Regan berjalan mendekati Juan, pun dia menatap Juan tajam."Kau menyukai Jane?" Tukasnya tanpa basa-basi.Juan terlihat salah tingkah,"A-apa? Jangan bicara seperti itu. Mana mungkin aku berani menyukainya. Bukankah Jane wanita yang kau bawa?" "Kau menyukainya atau tidak?" Ulang Regan tidak mendapatkan jawaban pasti dari mulut adiknya. Tapi kali ini Juan tidak menjawabnya. Entahlah, dia j
Tiga tahun kemudian~ Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan berjalan seperti biasanya, kebiasaan juga tetap terjadi di setiap harinya. Setelah mengetahui Jane hamil saat itu, keluarga Foster seakan si beri sebuah berkah tak terduga. Di samping saham MH meroket naik, nama Regan pun ikutan naik kembali. Berbanding terbalik dengan MH, E & A jatuh sesuai apa yang Regan katakan. Sahamnya anjlok, nama E & A pun juga ikut jelek. Banyak dari staf keluar dan tidak pernah kembali. Memilih masuk ke MH yang saat itu tengah membuka lowongan kerja. Tuan Easter di jatuhi hukuman tiga tahun penjara, tapi entah kenapa dia juga mengaku kalau dia adalah pelaku yang meneror Jane saat itu sehingga hukumannya menjadi lima tahun. Sengaja dia melakukannya karena sadar jika Regan mempunyai bukti lagi atas teror yang saat itu terjadi, bisa di pastikan kalau Alice akan di penjara juga. Mendapati ayahnya masuk penjara untuknya, Alice memilih p
Setelah sekian lamanya, kaki Jane menapak kembali ke rumah besar bercat putih yang dia tinggalkan dengan sengaja. Bujukan Regan kemarin yang menceritakan soal kesehatan ayah mertuanya membuat hati Jane tergerak. Tujuan utama dia pergi, di karenakan dia ingin Tuan Abraham bisa memulihkan kesehatannya. Namun, setelah mendengar kalau dia tidak baik-baik saja, tidak mungkin Jane membiarkannya. Dia pulang, ingin memastikan keadaannya seperti apa yang Regan katakan. Saat kakinya sudah di ambang pintu, Dia berhenti melangkah. Regan yang berada di dekatnya sampai heran,"Ada apa?" Tanyanya. "Tidak. Hanya saja aku merasa takut jika ayah masih marah padaku." Regan tersenyum tipis, menggenggam jemari Jane yang menggantung lantas mengecupnya."Percayalah padaku. Dia sudah sangat mengharapkanmu kembali. Bukan hanya aku, Juan, Yohan, apalagi ayah, merindukan dirimu, Jane." Jane menoleh kebelakangnya. Di sana berdiri Juan dan juga Emely yang kini tersenyum lebar. Bahkan Emely terlihat ingin
"Dia sedang mengandung. Jane, hamil anakmu, Kak Regan." Regan membisu, tubuhnya membeku. Dia terduduk kembali dengan badan yang gemetar hebat."Dia hamil? Kau yakin mendengar itu?" "Aku sangat yakin." "Istriku sedang hamil," ucapnya menutup mukanya. Regan menangis, tapi tidak dengan tangisan kesedihan. Namun dia sangat bahagia karena mendengar kabar baik itu. Walau di sisi lain dia sangat menyesali perbuatannya karena tidak segera mencarinya, tapi setelah mengetahui tempatnya sekarang, Dia lega. Pun, saat itu juga Regan langsung memesan dua tiket ke Virginia, untuknya dan untuk Juan. Sengaja Yohan tidak dia ajak karena sejak masalah terakhir itu, kesehatan ayahnya sedikit terganggu. Tuan Abraham berada di rumah dan Yohan berada di sana untuk menjaganya. Butuh waktu tidak begitu lama untuk sampai ke Virginia, apalagi lewat jalur udara. Hanya butuh 1 jam dan hanya naik taksi sebentar yang akhirnya mereka sampai di alamat yang Emely berikan. Saat kedua pria itu turun tak
"Nona, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Emely tapi Jane hanya diam saja masih tidak percaya dengan keadaan yang terjadi setelah kepergiannya. "Apa maksudmu?" Lirik Jane mengubah suasana menjadi tidak enak. Emely terkesiap mendengar nada yang berbeda. Jane terdengar tidak suka. "Em...maksud saya, masalah anda sepertinya sudah selesai, Nona. Tuan Regan sangat hebat membalikkan situasi ini. Apakah anda tidak ingin kembali?"Jane menghela napas panjang, menatap ke arah luar jendela lagi."Aku yakin Regan pasti bisa menyelesaikan masalah yang menerpa kami. Kabar soal Tuan Easterlah yang ternyata dalang di balik artikel itu, tentunya membuat ku sedih. Aku sangat menyayangkan sikapnya itu yang berusaha menghancurkan pernikahan kami. Tapi, daripada bertanya bagaimana sekarang, Aku lebih memikirkan keadaan ayah. Dia pasti syok karena di khianati teman baiknya sendiri."Emely menunduk, dia diam saja takut dan segan. "...Aku masih tidak bisa kembali, Emely. Walau masalahku selesai,
"Alice, hubungi pengacara kita dan ceritakan apa yang terjadi padanya." Lanjutnya lantas pergi dari sana di dampingi oleh dua polisi. "Ayah! Tidak! Jangan pergi!" Teriaknya berusaha untuk memberontak dengan mencekal tangan ayahnya namun dengan cepat, Yohan menyahut lengannya dan menariknya kebelakang. Membuat cekalan tangan Alice pada ayahnya terlepas. "Jangan berbuat apapun atau kau akan menyesalinya," tekan Yohan menatap tajam Alice. Sedangkan Tuan Easter sudah turun lebih dulu. Regan hanya terdiam di tempatnya. Sama sekali enggan untuk bicara. Hanya menatap ke arah Alice dan Yohan yang saat ini sedang berseteru. Lagi-lagi Alice menghentakkan tangannya hingga terlepas."Kau yang akan menyesalinya karena berurusan denganku!" Balas Alice dengan mata merah dan sedikit bengkak. "Alice..." panggil Regan dan tatapan Alice teralihkan ke Regan."Aku memaafkanmu, dan berjanji akan menutup mulutku atas apa yang sudah kau lakukan pada Jane karena aku masih menganggapmu sebagai teman. Aku mo
"Maafkan saya, Nona. Tapi ada polisi di depan. Mereka mencari Presdir."Tuan Easter dan Alice kaget. Mereka saling berpandangan."Polisi?" Gumam mereka hampir bersamaan."Kau bilang apa barusan? Polisi?" Ulang Tuan Easter. "Iya, Presdir. Mereka mencari anda."Tuan Easter bingung sekaligus khawatir. Kenapa polisi datang mencari dirinya? Padahal dia tidak melakukan apa-apa.Begitu sekretarisnya keluar, dua orang polisi masuk ke dalam ruangan. Mereka berbadan tinggi tegap dan berpakaian biasa. "Tuan Easter?" Panggil salah satunya. "Iya. Saya Easter. Ada perlu apa kalian mencariku?""Bisakah anda ikut kami ke kantor polisi?""Apa? Kenapa aku harus ikut kalian kesana? Apa yang sudah aku lakukan?""Anda di laporkan atas tindakan pencemaran nama baik tanpa bukti. Silahkan ikut kami ke kantor polisi untuk di mintai keterangan."Alice terkejut bukan main, sedangkan Tuan Easter melotot tak percaya."Apa?! Siapa yang dengan lancang melaporkanku ke polisi, hah?! Dasar kurang ajar!" Teriaknya ma
Lusanya...Regan mengadakan jumpa pers setelah mempertimbangkan banyak hal. Dia sudah meminta izin pada ayahnya, dan Tuan Abraham pun tidak banyak berkomentar. Dia hanya diam namun tidak mencoba untuk melarang. Mungkin di dalam hatinya yang terdalam, Tuan Abraham tidak setuju dengan tindakan Regan yang akan mengungkap kejadian sebenarnya, tapi di sisi lain, Dia sudah terlanjur sakit hati dengan kelakuan teman dekatnya itu yang diam-diam ingin menikamnya dari belakang. Seakan baru saja mendapatkan berita besar, kala itu banyak wartawan yang hadir di sana. Bahkan tidak hanya Regan, ada Yohan dan Juan yang menemani. Regan tidak ragu sama sekali dan sangat yakin dengan tindakan yang akan dia lakukan. Pukul 12.30, semua sudah berkumpul. Sudah setengah jam yang lalu wartawan dari segala media sudah menunggu. Regan masuk di dampingi oleh seorang pengacara, juga Yohan di belakangnya. Melihat sosok Yohan, banyak wartawan saling bertatapan. Dia tak pernah melihat sosok asing yang kini menge
Pagi itu Regan tidak pergi bekerja. Dia sengaja meliburkan diri hanya untuk menemui Tuan Easter di perusahaan miliknya, yaitu E & A Grup.Dari awal datang, tak sekalipun Regan mengatakan apapun pada Alice. Niat ini juga tanpa sepengetahuan ayahnya. Namun dengan ucapannya semalam menunjukkan kalau ayahnya tidak akan melarang apa pun yang akan di lakukan oleh Regan. Entah itu masalah Jane, atau masalahnya dengan Tuan Easter.Melihat bagaimana ekspresi ayahnya semalam, Regan sangat yakin kalau dia sudah sangat kecewa pada temannya itu. Pun ayahnya tidak akan melarang jika seandainya dia tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini."Apa Paman Easter ada di ruangannya?" Tanya Regan langsung saat dia berada di depan sekretaris. "Presdir ada di dalam, tapi sedang tidak bisa di ganggu. Kalau boleh tahu, anda siapa? Dan apa keperluan anda? Saya akan menjadwalkan pertemuan dengannya."Regan tidak menjawab, dia langsung saja melangkah ke arah ruangan Tuan Easter. "Anda mau kemana?! Tunggu, Tua
Di lain tempat, Tuan Easter menutup pintu mobilnya keras, lebih tepatnya membanting pintunya keras. Dia kesal setengah mati mendengar semua ucapan itu dari mulut Regan dan berpikir bagaimana caranya dia tahu kalau dialah orang yang memberi informasi pada reporter itu.Alice nampak sangat tenang. Padahal ayahnya sedang kalut luar biasa. Mereka masuk ke dalam rumah. Tuan Easter melepaskan kancing bagian atas kemejanya lantas duduk di sofa ruang tamu. "Ayah terlihat sangat khawatir," ucap Alice ikut duduk di seberang ayahnya. Kedua kakinya ia silangkan. Dia tersenyum saat melihat ayahnya seperti itu."Tentu saja aku khawatir. Berani-beraninya Regan mengatakan semua itu di depan Abraham. Dan lagi, Reporter sialan itu sudah mengkhianatiku. Sialan! Aku akan memberi pelajaran padanya.""Ayah, bukankah dia sudah tak lagi berada di apartemennya?""Apa? Bagaimana bisa kau tahu?""Aku hanya menebaknya. Kalau Regan sudah menemuinya, kemungkinan besar dia akan menghilang. Seperti halnya ayah Jane