Di sepanjang perjalanan pulang, Jane terlihat diam saja. Yohan dan Juan saling berpandangan singkat. Mereka bahkan sama-sama melirik ke kursi penumpang tempat Jane duduk. Mendapati kalau Jane sedang melamun sambil menatap ke arah luar mobil. Sesekali bahkan mereka melihat Jane menghela napas panjang. Yohan tidak berani bertanya, apalagi Juan. Keduanya memilih untuk bungkam sampai mereka semua turun dari mobil saat sudah sampai di rumah. "Kenapa kau diam saja? Seharusnya kau ajak dia bicara," ucap Yohan saat masih berada di dalam mobil, sedangkan Jane sudah keluar lebih dulu dan sudah masuk ke dalam rumah. "Kau sendiri tahu wajahnya seperti apa. Mana berani aku mengajaknya bicara kalau moodnya kelihatan jelek seperti itu. Bukankah ini gara-gara kau, Kak Yohan? Kenapa kau harus memberitahu dia soal kedatangan wanita itu ke rumah kita? Awalnya dia bahagia setelah ku ajak ke festival, kau malah mengacaukannya." "Apa? Hei, berani kau bicara begitu padaku?" "Tapi ini semua meman
"Ajak aku bersamamu. Kita pergi bersama ke Moonlite."Jane tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar."Apa? Tapi tidak, terima kasih. Aku bisa pergi kesana sendirian. Kau jangan ikut campur urusanku. Tolong jangan melewatu batas." "Aku bisa melindungimu. Kau tahu ini sudah jam berapa?! Jane, tolong jangan lagi menolak kebaikanku. Aku tulus membantumu." "Mereka tidak akan berani melukaiku kalau hal itu yang kau takutkan. Aku bisa menjaga diriku sendiri." Jane berbalik arah, berniat untuk pergi mencari taksi. Tapi selarut itu, entah dia bisa menemukannya atau tidak. "Apa aku perlu menghubungi Regan?" Langkah Jane berhenti. Tubuhnya berbalik dan mendapati Yohan memegang ponselnya."Dia dan aku tidak akur. Tapi kalau bersangkutan denganmu, Aku rela bekerja sama dengannya untukmu," ucap Yohan. Jane berdecak. Dia kembali berjalan mendekati Yohan."Apa yang harus aku lakukan padamu? Kau tidak berhenti saat ku suruh. Kau tetap berlari saat kedua kakimu lelah. Sebenarnya apa yan
Suasana saat itu terasa tidak enak. Madam diam, Jane pun diam. Mereka bersitatap sinis seolah dengan saling beradu pandang saja keduanya mengerti dengan apa yang akan di bicarakan. Yohan menunggu di depan ruangan, bersama dengan satu penjaga pintu yang di awal sudah Jane bicarakan. Memang sengaja agar Yohan tidak terlalu tahu dengan apa yang akan mereka bahas. Masalah kontrak dan segala hal tentang perjanjian tidak ada yang boleh tahu kecuali Madam, Jane dan Regan. "Aku tidak percaya kau akan ke sini pukul empat pagi. Kenapa tidak menunggu besok saja?" ucap Madam memecah kesunyian. "Jam berapapun akan aku terjang kalau aku sedang banyak pikiran. Kau tahu sendiri kebiasaan ku. Aku tidak akan pernah tenang dan tidak akan bisa tidur kalau ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku," jawab Jane sinis. Dia duduk di sofa, sedangkan Madam duduk di kursinya sendiri. "Yah, Aku tahu benar kebiasaan jelekmu itu. Kau sudah seperti anakku sendiri," ucap Madam dengan tersenyum miring. Ja
St. Louis Cemetery Matahari sudah mulai menampakkan sinarnya. Menghangatkan kulit putih tanpa noda yang kini tengah berdiri tepat di depan tugu peringatan bertuliskan Fumiko Sora. Yohan menunggu Jane di dalam mobil yang terparkir jauh di dekat jalanan. Jane meletakkan sebuket bunga yang dia beli di jalan. Tersenyum dan sedikit mengusap tugu itu dengan pelan. "Ibu, Aku datang. Maafkan aku karena lama tidak ke sini. Akhir-akhir ini aku sibuk sekali. Ibu, sebentar lagi aku akan menikah. Iya, kau tidak salah dengar. Putrimu yang tidak pernah kau lihat pertumbuhannya ini sebentar lagi akan menikah. Bagaimana? Kau tentu bahagia jika mendengar ini secara langsung, kan? Aku sendiri tidak menyangka akan berumah tangga. Mempunyai suami, lalu memiliki anak. Padahal sebelumnya aku tidak memiliki pikiran akan menginjak ke jenjang pernikahan dan memiliki sebuah keluarga. Kau tentu bangga padaku, kan? Tapi sayangnya, calon suamiku belum pernah aku ajak ke sini. Aku janji, suatu saat aku akan m
Jane mendiamkannya. Sepanjang jalan dari kedai wanita itu tidak bicara sama sekali. Untuk apa bicara dengan Yohan? Mood Jane hilang entah sejak kapan. Mengetahui Yohan bisa bersikap biasa saja dengan seorang wanita yang pernah menyukainya, semakin membuat Jane kehilangan respect padanya. Padahal perasaan Jane sudah membaik untuknya, bisa menerima kebaikan serta bantuannya sebagai teman. Tapi lagi-lagi dia membuat Jane kecewa. Apa Jane cemburu? Tentu saja tidak. Kenapa cemburu pada pria ini? Jane sudah mempunyai Regan. Tidak perlu yang lain lagi untuk melengkapi kehidupannya yang kosong. Hanya saja, Jane tidak tahu kalau ternyata Yohan masih bisa berhubungan baik dengan wanita yang pernah menaruh hati padanya. "Kenapa diam saja?" Tanya Yohan tiba-tiba. Jane menatap keluar jendela malas. Lebih baik melihat lalu-lalang mobil daripada bicara dengan Yohan. Batin Jane. "Tidak apa-apa. Hanya malas bicara saja." Yohan diam sejenak, lalu kembali bicara."Perjalanan kita masih jauh. Alan
Setelah menangis keras seperti anak kecil di depan Regan, Jane pulang ke rumah Foster. Tidak dengan Yohan seperti saat di awal dia ke MH, tapi dia memang sengaja memilih pulang menggunakan taksi. Jane terus saja menenangkan dirinya. Tapi perasaannya masih tetap mengganjal. Dia percaya dengan semua ucapan Regan, tapi dalam hati yang terdalam dia masih sangat takut kalau ketahuan. Pun karena rasa cemas yang ia rasakan sangat berlebihan, Jane akhirnya jatuh sakit. Padahal tinggal beberapa hari lagi dia akan menikah, namun drama ini belum usai. Jane di diagnosa terkena stres berlebih dan harus beristirahat beberapa hari di rumah sakit untuk menenangkan diri.Mendapati calon menantunya sakit, Tuan Abraham segera menjenguknya di rumah sakit. Saat sampai di sana, ada Juan yang sedang bersama Jane. Tidak perlu bertanya kemana perginya Regan. Dia berangkat ke perusahaan setelah mendapatkan telfon penting. "Astaga, Caty. Aku sangat terkejut saat Regan menelfonku. Bagaimana keadaanmu? Apa kau
"Walau aku tidak tahu apa-apa, tapi aku sudah tahu segalanya. Kau tidak perlu berusaha untuk menyelesaikan masalahmu sendiri. Ada Regan, dan juga aku dan kak Yohan. Kami tidak akan tinggal diam."Jane terdiam kesekian kali. Matanya kembali mengabut merasakan haru yang luar biasa. Di usapnya air mata yang sempat melesat turun. Dia tersenyum menatap Juan yang kini juga perlahan menarik senyum padanya. "Kau tahu? Aku stres karena banyak memikirkan masalah ini. Ketakutanku luar biasa besar. Memikul rahasia yang tidak boleh bocor adalah sesuatu yang tidak bisa aku diamkan. Rasa bersalah ini terus saja hadir dan aku tidak tega menyembunyikan semua ini pada ayahmu yang sudah sangat baik padaku." "Perasaan itu memang wajar. Tapi kau juga harus sedikit egois demi kebahagiaanmu sendiri. Percayakan semua pada Regan, hm?"Jane tersenyum lalu mengangguk."Kau tahu? Kami sudah sangat sibuk mengatur pernikahanmu. Aku dan kak Yohan sudah berkeliling mencari tempat yang cocok untuk pernikahanmu nant
"Hem. Perlihatkan padaku."Regan mengeluarkan laptop dari dalam tas kerjanya. Dia mengotak-atik sebentar sambil bicara,"Ini rekaman ilegal yang dia dapat saat bicara dengan salah satu temanmu yang bernama Rose.""Rose?" Batin Jane terkejut. Mengira kalau Rose tahu hal gila yang Madam lakukan. "Mike meletakkan pulpen kamera di saku kemejanya. Dia merekam semua percakapannya antara Rose kemudian Madam. Lihatlah." Pun Regan menekan tombol play dan video itu pun di mulai. Adegan pertama menunjukkan saat Mike baru sampai di depan Moonlite. Dia masuk saja tanpa di curigai. Mike pun duduk di kursi bartender dan memesan koktail. Tidak lama kemudian, ada satu wanita yang menghampirinya dan dia adalah Rose. Begini percakapannya."Halo, Aku Rose. Siapa namamu, Tuan Tampan?" Dan Regan tiba-tiba menekan tombol pause.Dia menatap Jane."Kenapa di hentikan?" Tanya Jane bingung mendapati Regan menatapnya terus. "Apakah semua wanita di sana selalu memanggil tamunya dengan sebutan Tuan Tampan?""A
Tiga tahun kemudian~ Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan berjalan seperti biasanya, kebiasaan juga tetap terjadi di setiap harinya. Setelah mengetahui Jane hamil saat itu, keluarga Foster seakan si beri sebuah berkah tak terduga. Di samping saham MH meroket naik, nama Regan pun ikutan naik kembali. Berbanding terbalik dengan MH, E & A jatuh sesuai apa yang Regan katakan. Sahamnya anjlok, nama E & A pun juga ikut jelek. Banyak dari staf keluar dan tidak pernah kembali. Memilih masuk ke MH yang saat itu tengah membuka lowongan kerja. Tuan Easter di jatuhi hukuman tiga tahun penjara, tapi entah kenapa dia juga mengaku kalau dia adalah pelaku yang meneror Jane saat itu sehingga hukumannya menjadi lima tahun. Sengaja dia melakukannya karena sadar jika Regan mempunyai bukti lagi atas teror yang saat itu terjadi, bisa di pastikan kalau Alice akan di penjara juga. Mendapati ayahnya masuk penjara untuknya, Alice memilih p
Setelah sekian lamanya, kaki Jane menapak kembali ke rumah besar bercat putih yang dia tinggalkan dengan sengaja. Bujukan Regan kemarin yang menceritakan soal kesehatan ayah mertuanya membuat hati Jane tergerak. Tujuan utama dia pergi, di karenakan dia ingin Tuan Abraham bisa memulihkan kesehatannya. Namun, setelah mendengar kalau dia tidak baik-baik saja, tidak mungkin Jane membiarkannya. Dia pulang, ingin memastikan keadaannya seperti apa yang Regan katakan. Saat kakinya sudah di ambang pintu, Dia berhenti melangkah. Regan yang berada di dekatnya sampai heran,"Ada apa?" Tanyanya. "Tidak. Hanya saja aku merasa takut jika ayah masih marah padaku." Regan tersenyum tipis, menggenggam jemari Jane yang menggantung lantas mengecupnya."Percayalah padaku. Dia sudah sangat mengharapkanmu kembali. Bukan hanya aku, Juan, Yohan, apalagi ayah, merindukan dirimu, Jane." Jane menoleh kebelakangnya. Di sana berdiri Juan dan juga Emely yang kini tersenyum lebar. Bahkan Emely terlihat ingin
"Dia sedang mengandung. Jane, hamil anakmu, Kak Regan." Regan membisu, tubuhnya membeku. Dia terduduk kembali dengan badan yang gemetar hebat."Dia hamil? Kau yakin mendengar itu?" "Aku sangat yakin." "Istriku sedang hamil," ucapnya menutup mukanya. Regan menangis, tapi tidak dengan tangisan kesedihan. Namun dia sangat bahagia karena mendengar kabar baik itu. Walau di sisi lain dia sangat menyesali perbuatannya karena tidak segera mencarinya, tapi setelah mengetahui tempatnya sekarang, Dia lega. Pun, saat itu juga Regan langsung memesan dua tiket ke Virginia, untuknya dan untuk Juan. Sengaja Yohan tidak dia ajak karena sejak masalah terakhir itu, kesehatan ayahnya sedikit terganggu. Tuan Abraham berada di rumah dan Yohan berada di sana untuk menjaganya. Butuh waktu tidak begitu lama untuk sampai ke Virginia, apalagi lewat jalur udara. Hanya butuh 1 jam dan hanya naik taksi sebentar yang akhirnya mereka sampai di alamat yang Emely berikan. Saat kedua pria itu turun tak
"Nona, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Emely tapi Jane hanya diam saja masih tidak percaya dengan keadaan yang terjadi setelah kepergiannya. "Apa maksudmu?" Lirik Jane mengubah suasana menjadi tidak enak. Emely terkesiap mendengar nada yang berbeda. Jane terdengar tidak suka. "Em...maksud saya, masalah anda sepertinya sudah selesai, Nona. Tuan Regan sangat hebat membalikkan situasi ini. Apakah anda tidak ingin kembali?"Jane menghela napas panjang, menatap ke arah luar jendela lagi."Aku yakin Regan pasti bisa menyelesaikan masalah yang menerpa kami. Kabar soal Tuan Easterlah yang ternyata dalang di balik artikel itu, tentunya membuat ku sedih. Aku sangat menyayangkan sikapnya itu yang berusaha menghancurkan pernikahan kami. Tapi, daripada bertanya bagaimana sekarang, Aku lebih memikirkan keadaan ayah. Dia pasti syok karena di khianati teman baiknya sendiri."Emely menunduk, dia diam saja takut dan segan. "...Aku masih tidak bisa kembali, Emely. Walau masalahku selesai,
"Alice, hubungi pengacara kita dan ceritakan apa yang terjadi padanya." Lanjutnya lantas pergi dari sana di dampingi oleh dua polisi. "Ayah! Tidak! Jangan pergi!" Teriaknya berusaha untuk memberontak dengan mencekal tangan ayahnya namun dengan cepat, Yohan menyahut lengannya dan menariknya kebelakang. Membuat cekalan tangan Alice pada ayahnya terlepas. "Jangan berbuat apapun atau kau akan menyesalinya," tekan Yohan menatap tajam Alice. Sedangkan Tuan Easter sudah turun lebih dulu. Regan hanya terdiam di tempatnya. Sama sekali enggan untuk bicara. Hanya menatap ke arah Alice dan Yohan yang saat ini sedang berseteru. Lagi-lagi Alice menghentakkan tangannya hingga terlepas."Kau yang akan menyesalinya karena berurusan denganku!" Balas Alice dengan mata merah dan sedikit bengkak. "Alice..." panggil Regan dan tatapan Alice teralihkan ke Regan."Aku memaafkanmu, dan berjanji akan menutup mulutku atas apa yang sudah kau lakukan pada Jane karena aku masih menganggapmu sebagai teman. Aku mo
"Maafkan saya, Nona. Tapi ada polisi di depan. Mereka mencari Presdir."Tuan Easter dan Alice kaget. Mereka saling berpandangan."Polisi?" Gumam mereka hampir bersamaan."Kau bilang apa barusan? Polisi?" Ulang Tuan Easter. "Iya, Presdir. Mereka mencari anda."Tuan Easter bingung sekaligus khawatir. Kenapa polisi datang mencari dirinya? Padahal dia tidak melakukan apa-apa.Begitu sekretarisnya keluar, dua orang polisi masuk ke dalam ruangan. Mereka berbadan tinggi tegap dan berpakaian biasa. "Tuan Easter?" Panggil salah satunya. "Iya. Saya Easter. Ada perlu apa kalian mencariku?""Bisakah anda ikut kami ke kantor polisi?""Apa? Kenapa aku harus ikut kalian kesana? Apa yang sudah aku lakukan?""Anda di laporkan atas tindakan pencemaran nama baik tanpa bukti. Silahkan ikut kami ke kantor polisi untuk di mintai keterangan."Alice terkejut bukan main, sedangkan Tuan Easter melotot tak percaya."Apa?! Siapa yang dengan lancang melaporkanku ke polisi, hah?! Dasar kurang ajar!" Teriaknya ma
Lusanya...Regan mengadakan jumpa pers setelah mempertimbangkan banyak hal. Dia sudah meminta izin pada ayahnya, dan Tuan Abraham pun tidak banyak berkomentar. Dia hanya diam namun tidak mencoba untuk melarang. Mungkin di dalam hatinya yang terdalam, Tuan Abraham tidak setuju dengan tindakan Regan yang akan mengungkap kejadian sebenarnya, tapi di sisi lain, Dia sudah terlanjur sakit hati dengan kelakuan teman dekatnya itu yang diam-diam ingin menikamnya dari belakang. Seakan baru saja mendapatkan berita besar, kala itu banyak wartawan yang hadir di sana. Bahkan tidak hanya Regan, ada Yohan dan Juan yang menemani. Regan tidak ragu sama sekali dan sangat yakin dengan tindakan yang akan dia lakukan. Pukul 12.30, semua sudah berkumpul. Sudah setengah jam yang lalu wartawan dari segala media sudah menunggu. Regan masuk di dampingi oleh seorang pengacara, juga Yohan di belakangnya. Melihat sosok Yohan, banyak wartawan saling bertatapan. Dia tak pernah melihat sosok asing yang kini menge
Pagi itu Regan tidak pergi bekerja. Dia sengaja meliburkan diri hanya untuk menemui Tuan Easter di perusahaan miliknya, yaitu E & A Grup.Dari awal datang, tak sekalipun Regan mengatakan apapun pada Alice. Niat ini juga tanpa sepengetahuan ayahnya. Namun dengan ucapannya semalam menunjukkan kalau ayahnya tidak akan melarang apa pun yang akan di lakukan oleh Regan. Entah itu masalah Jane, atau masalahnya dengan Tuan Easter.Melihat bagaimana ekspresi ayahnya semalam, Regan sangat yakin kalau dia sudah sangat kecewa pada temannya itu. Pun ayahnya tidak akan melarang jika seandainya dia tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini."Apa Paman Easter ada di ruangannya?" Tanya Regan langsung saat dia berada di depan sekretaris. "Presdir ada di dalam, tapi sedang tidak bisa di ganggu. Kalau boleh tahu, anda siapa? Dan apa keperluan anda? Saya akan menjadwalkan pertemuan dengannya."Regan tidak menjawab, dia langsung saja melangkah ke arah ruangan Tuan Easter. "Anda mau kemana?! Tunggu, Tua
Di lain tempat, Tuan Easter menutup pintu mobilnya keras, lebih tepatnya membanting pintunya keras. Dia kesal setengah mati mendengar semua ucapan itu dari mulut Regan dan berpikir bagaimana caranya dia tahu kalau dialah orang yang memberi informasi pada reporter itu.Alice nampak sangat tenang. Padahal ayahnya sedang kalut luar biasa. Mereka masuk ke dalam rumah. Tuan Easter melepaskan kancing bagian atas kemejanya lantas duduk di sofa ruang tamu. "Ayah terlihat sangat khawatir," ucap Alice ikut duduk di seberang ayahnya. Kedua kakinya ia silangkan. Dia tersenyum saat melihat ayahnya seperti itu."Tentu saja aku khawatir. Berani-beraninya Regan mengatakan semua itu di depan Abraham. Dan lagi, Reporter sialan itu sudah mengkhianatiku. Sialan! Aku akan memberi pelajaran padanya.""Ayah, bukankah dia sudah tak lagi berada di apartemennya?""Apa? Bagaimana bisa kau tahu?""Aku hanya menebaknya. Kalau Regan sudah menemuinya, kemungkinan besar dia akan menghilang. Seperti halnya ayah Jane