Langkah Alen terhenti. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa melihat istrinya terlihat muram saat perkataan yang keluar dari mulut si pembawa acara.
Pasti dia teringat dengan kedua orangtuanya! batin Alen melangkah menghampiri.
Bunda merasa kasihan melihat menantu kesayangannya terlihat sangat sedih.
"Apa Kanaya sama sekali tak mempunyai keluarga?" tanya opa menatap naya dengan rasa penasaran.
"Kata Alen, dia hidup sebatang kara. Elena juga belum tau pasti, latar belakang kanaya gimana?" ucap bunda Elena membuat opa menoleh seketika ke arahnya.
"Jadi kamu belum tau latar belakang naya bagaimana?" Opa mendesah saat Elena menggelengkan kepala.
"Trus, bagaimana kalo ternyata latar belakang keluarga naya jauh dari kita, Elena?"
Bunda tersenyum. Dengan lembut, belaian tangannya mulai meraih tangan ayahnya yang sudah keriput.
"Elena yakin, naya memiliki latar belakang yang bagus, Ayah. Alen tak mungkin mencari istri yan
"Apa yang ia lakukan? Apa dia tak risi tidur menggunakan gaun seperti itu?" gumam batin Alen menutup kedua matanya kembali saat Naya berbaring menghadap dirinya."Padahal, aku hanya ingin minta tolong untuk membuka resleting gaun ini, Mas. Tanganku tak sampai menggapainya. Andai saja, mas Alen sabar menunggu aku ganti baju di sana, mungkin saat ini aku sudah tidur lelap, seperti Mas Alen. Jujur, Mas! Aku juga capek, aku lelah!" lirih naya yang mengejutkan Alen.Pejamkan saja mata kamu, Naya. Pasti kamu akan bisa tidur dengan sendirinya! gumam batin Naya mencoba untuk memejamkan kedua matanya.Matahari pagi mulai memunculkan cahayanya. Semilir angin berhembus menembus ke arah jendela yang sudah terbuka di balik kamar milik pengantin baru itu.Alen menyeringai. Kedua matanya tak berhenti menatap wajah cantik dan imut yang di miliki naya."Mas, Jika boleh, ijinkan aku memakai kimono yang biasa mas pakai. Aku ingin sekali memakainya!" K
BrakNaya terkejut saat Alen melempar berkas itu tepat di atas meja."Apa aku menyuruh kamu yang mengantar berkas ini?" ketus Alen memicing."Bukan begitu, Mas. Hanya saja, Dhaniel ...," kata Naya terhenti saat tangan Alen mengkodenya untuk diam.Tok tokNaya dan Alen menoleh."Masuk!" kata Alen datar.Lentik indah bulu mata naya tak berhenti mengerjap saat sekertaris suaminya datang menghampiri. Cantik, menawan dan mempesona terlihat jelas di diri sang sekretaris itu."Maaf, Pak. Semua staff sudah menunggu di ruang rapat!" kata sekretaris cantik itu terlihat begitu sempurna."Baik, saya akan segera ke sana!" jawab Alen dengan senyum tipisnya.Dahi naya mengernyit. Ia tak menyangka jika sang suami bisa bersikap sopan pada orang selain dirinya."Baik, Pak. Kalo begitu saya permisi!" ujar sekretaris itu pergi sembari tersenyum ke arah naya.Naya memaksa untuk tersenyum meski h
Aku menatapmu karena aku sangat merindukanmu, Mas. Rindu ini semakin besar sejak mas alen pergi tanpa ke kantor tanpa sepengetahuanku. Ya Tuhan, baru kali ini merasakan hal tak biasa dalam diriku. Rasa sayang ini, rasa cinta ini seakan sudah mendarah daging dalam tubuhku!" gumam batin Naya melirik ke arah tangan suaminya."Mas, nanti kalo di jalan melewati apotek, Kita berhenti dulu, ya. Aku mau beli ...," kata Naya terhenti."Jangan terlalu sering minum obat tidur, aku tak suka mempunyai istri yang kecanduan mengkonsumsi obat tidur!" tutur Alen menoleh ke arah naya sebentar dan fokus mengemudi kembali."Tapi, Mas!""Jangan membantah!" kata Alen yang membuat naya terdiam seketika.Naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia bingung dengan apa yang dilakukan oleh suaminya.Kenapa mas Alen membahas tentang obat tidur? Aku ke apotek kan hanya untuk membeli vitamin buat Surti! gumam batin naya seraya melipat bibir mungilnya. Ta
"Kak Naya, untuk mangga muda ini biar saya yang membayarnya, ya. Saya adalah fans berat kak Alen, jadi tolong jangan menolaknya. Saya sangat senang dengan kabar gembira ini." Perkataan karyawan yang mengingatkan Alen kembali."Apa hubungannya mangga muda ini dan kabar gembira? Apa maksud mereka?"Alen mengeryit sembari melipat bibir sexynya."Heh, ngapain juga aku memikirkan hal yang tak penting itu," ucap alen menutup pintu kulkas itu kembali.Keesokan harinya, naya terkejut melihat semua barang belanjaannya sudah berada di tempatnya masing-masing. Perlahan, ia mulai duduk dan mengingat kembali apa yang terjadi semalam."Tidurlah! Biar aku yang membereskan semuanya!" Perkataan Alen yang benar-benar membuatnya terbelalak kaget."Masa' iya mas alen membereskan ini semua? Dan membiarkanku tidur begitu saja?"Kedua mata indahnya berputar. Bibirnya melipat seakan tak percaya dengan apa yang ia ingat. Perlahan
"Kamu yakin, dia tinggal di sini?" tanya mama dina yang mulai jenuh menunggu terlalu lama."Iya, mereka tinggal di sini. Suaminya sangat pintar dan tak pernah percaya dengan tipu muslihat orang. Jadi, saya harap anda bisa berhati-hati dalam berucap. Sedikit saja perkataan anda yang menyinggung hatinya, bisa-bisa anda akan masuk ke dalam jeruji besi!" Perkataan Roy yang mengejutkan mama Dina."Benarkah?" tanya mama Dina terkejut akan penuturan dari kaki tangannya pak Lukman."Alangkah baiknya jika anda berpikir dua kali dengan rencana anda itu." Perkataan Roy membuat mama dina tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia berpaling seraya tersenyum sinis menatap ke arah luar jendela mobil yang di tumpanginya.Kamu pikir aku tidak bisa menaklukkan hatinya apa? Pak Lukman yang terkenal mafia dan psikopat itu saja bisa aku tipu, apalagi suami naya yang terlihat jelas akan ketampanannya dan sama sekali tak memiliki wajah galaknya. Roy ... Roy ... Aku tau,
Alen berjongkok tepat di pusara sang ayah. Ia berdoa dan memperkenalkan naya dalam hatinya.Sejenak, Ia melirik ke arah naya yang juga berdoa untuk sang ayah. Wajah cantik dan polosnya membuat alen tak mampu menahan rasa bahagianya itu.Kenapa aku merasa kalo dia adalah Eila? batin alen berharap.Om Dhaniel, ini aku Eila. Gadis kecil yang dulu pernah mendapatkan kasih sayangmu yang begitu luar biasa. Hari ini, aku datang bukan menjadi anak dari sahabatmu melainkan menjadi menantu untukmu," kata batin naya menatap ke arah pusara sang mertua.Sesaat, naya mendongak. Kedua matanya mengernyit melihat tubuh tinggi Alen berdiri di sampingnya.Lentik indah bulu mata naya tak berhenti mengerjap, tegakan salivanya mengalir dengan paksa saat senyum manis alen tertuju kepadanya."Kita pulang?" ucap alen seraya mengulurkan tangannya.Senyum naya merekah, tangannya mulai meraih tangan kekar yang dimiliki suaminya itu."Iya, Mas!" 
Naya ... Naya ... Masih saja kamu bodoh dan gampang untuk di tipu. Argh, aku pastikan mulai sekarang nasib baik akan hilang darimu!" kata batin mama Dina senang bukan main."Ya sudah, kalo begitu naya pulang dulu, ya, Ma. Mas Alen sudah menunggu!" Naya mulai bangkit dari duduknya. "Naya, apa kamu punya sedikit uang?" tanya mama Dina seraya memegang lengan naya.Naya tersenyum tipis. Raut wajahnya yang cantik dan penuh dengan kelembutan, membuat mama Dina begitu yakin kalo anak tirinya itu telah masuk dalam jebakannya."Apa mama perlu uang?" Pertanyaan Naya yang membuat mama Dina senang bukan main. Senyumnya mengembang mengimbangi rasa bahagia yang datang menghampiri wanita paruh baya tersebut."Iya. Bukankah dulu kamu pernah menggunakan uang mama?" tutur mama Dina berusaha mengingatkan naya akan hutangnya di masa kuliah dulu."Uang yang mana, Ma?" tanya Naya belum tau pasti uang yang di gunakannya.Mama Dina tersenyum. Ia sudah mengira kalo anak tirinya itu akan lupa dengan uang yang
Sesampai di apartemen, Naya menghela nafas panjang. Bibirnya melipat seraya menatap ke arah atap-atap plafon yang tersedia di apartemen. "Ya Tuhan, hutangku semakin menumpuk saja. Belum satu miliar lunas, sekarang di tambah dengan uang lima juta plus kartu kredit yang di gunakan mama Dina. Bagaimana bisa aku mengembalikannya?" gumam Naya memiringkan tubuhnya. Sesaat, kedua bola mata Naya mengerling melihat sang suami yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuh yang sexy dan berotot membuat naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap menatapnya.Mas Alen, andai mas Alen menikahiku bukan karena terpaksa. Sudah pasti aku akan berlari memeluk tubuhmu itu! gumam batin Naya tersenyum dan dengan cepat memejamkan kedua matanya saat Alen berbalik ke arahnya.DegDegupan jantung Naya berdetak kencang. Hentakan kaki Alen terdengar jelas berjalan menghampiri.Apa mas Alen ke sini? batin Naya bertanya. Saking penasarannya, ia mengernyip mem
Aroma parfum Diego juga tercium jelas olehnya. Ia mendongak dan terkejut saat dirinya juga tak sadar akan tingkahnya yang dengan mudahnya bersandar di bahu bodyguard sang kakak.Oh my God! Apa yang aku lakukan? Bisa-bisanya aku bersandar di bahu Diego? batin Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Lentik bulu matanya tak berhenti mengerjap. Dengan perlahan, ia mengangkat kepala dan mencoba menjauh dari pelukan Diego."Hush hush, Sayang. Kamu ingin cepat pulang, ya? Yuk! Kita ke mobil duluan. Tunggu papa dan mama di sana saja, ya!" ucap Rania mencoba menenangkan bayi yang ia gendong. Sebuah trik untuk menjauh dari Diego tanpa mengeluarkan kata-kata. Diego mengernyit. Jemari tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya menatap wanita yang telah membuat perasaannya tak karuan."Rania, tunggu!" gegas Diego mengikuti langkah Rania.Alen melepas pelukannya. Ia menyeringai seraya membelai rambut indah istrinya yang terikat."Siapa yang mengikat rambutmu?" tanya Alen menyapu
"Aku sangat merindukan kakak. Aku akan memeluk tubuh kakak yang hangat itu sebagai pengobat rinduku selama dua tahun ini!" Naya terperangah dan tak percaya mengingat kembali sebuah pesan yang membuat dirinya cemburu buta dan mengharuskan pergi dari rumah.Ya Tuhan, apa iya dia Rania yang mengirim pesan pada suamiku itu? batin Naya bertanya. Bibirnya merapat, ia seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat pikiran itu terus menaungi dirinya."Kamu mengenal suami saya?" tanya Naya penasaran.Rania tersenyum senang. Mungkin waktu ini sangat tepat untuk meminta maaf pada Naya dengan apa yang ia perbuat. Sebuah pesan yang seharusnya tak ia lakukan di saat Alen sudah mempunyai istri.***Ana Towsar seakan tak percaya dengan keputusan putranya itu. Meninggalkan rumah mewah yang sudah ia tempati beberapa puluh tahun lamanya."Sebenarnya apa sih yang ada di otak kamu, Ga? Bagaimana mungkin kita tinggal di rumah seperti ini? Kamu kan tau, penyakit mama akan kambuh jika hidup kekurangan seper
Alen menoleh. Alisnya bertaut saat mendengar nama Rania terlontar dari percakapan pengendara lain.Rania, apa yang mereka maksud adalah Rania adikku? batin Alen bertanya.Tanpa pikir panjang. Alen mengambil ponsel miliknya yang berada di dalam saku celana. Dua bola matanya mengerling saat membuka pesan dari Rania."Kak, sampai mana? Kak Naya membutuhkan donor darah secepatnya." Pesan singkat yang membuat Alen seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Ya Tuhan, apa naya dalam bahaya? Alen buru-buru memasukkan ponselnya dan segera meluncurkan motor balapnya dengan cepat saat lampu merah berganti hijau.Di tengah perjalanan, Alen menghentikan laju kendaraannya lagi. Ia mendesah sebal saat beberapa orang membuat keributan di jalan menuju arah vila.Alen membuka helm. Sudut matanya mengerut melihat para petani yang terlihat begitu melas dan lelah.Apa yang mereka lakukan pada para petani itu? batin Alen mulai melangkah. Tanpa merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, ia melangkah men
Apa iya Naya yang di maksud Rania? Mana mungkin dia akan melahirkan. Usia kandungannya kan baru tujuh bulan dan .... kata batin Alen terhenti saat melihat naya terbaring kesakitan seraya memegang perut besarnya.Naya! kata Alen seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Kak, cepetan ke sini!" kata Rania membuyarkan lamunan Alen."Aku akan segera ke sana!" gegas Alen mematikan ponselnya seketika.Naya menoleh saat mendengar suara yang tak asing baginya. Suara khas yang selalu membekas dalam benaknya."Hah, syukurlah! Akhirnya Kak A ...," kata Rania terhenti."Maaf, apa boleh saya pinjam ponselnya?" Naya beralih posisi untuk berbaring ke kanan. Ia mencoba untuk tersenyum meski dirinya merasakan sakit akan kontraksi yang terus melanda."Oh, tentu saja. Silahkan!" Rania melangkah menghampiri dan menyodorkan ponsel miliknya. "Terimakasih!" jawab Naya dengan cepat mengetik nomor milik Alen. Namun, jemari tangannya terhenti saat ia lupa akan nomor milik suaminya.Senyum manisnya mengemban
Saking penasarannya, ia menyentuh air tersebut. Naya terperangah dan terkejut saat meyakini air itu adalah air ketuban."Ya Tuhan, apa aku akan melahirkan sekarang?" Naya duduk seraya memegang perutnya. Ia menoleh ke arah jalan yang sama sekali sepi dari kendaraan. Dahinya mengernyit, bibirnya merapat menahan rasa sakit yang semakin menjadi.Mas Alen, bagaimana ini? Aku tak mau terjadi sesuatu pada anak kita!" ucap batin naya mengatur nafasnya secara perlahan.Naya menoleh saat mendengar suara hentakan kaki mengarah padanya. Senyumnya mengembang dan dengan sekuat tenaga mencoba bangkit untuk meminta pertolongan. Sosok wanita berambut pendek berlari ke arahnya."Kakak, Kakak baik-baik saja?" tanya Rania memegang tangan Naya yang penuh dengan keringat."Tolong saya! Tolong bawa saya ke rumah sakit sekarang!" pinta Naya menahan sakit sembari memegang perutnya.Alis Rania bertaut melihat kaki Rania mengalir sebuah air ketuban.Apa kakak ipar mau melahirkan? Bukankah Kak Alen bilang kalo
Mau kemana dia? Kenapa dia pergi begitu saja?" tanya Naya memanyunkan bibirnya.Tubuhnya lemas dan kecewa akan sikap Alen yang mengacuhkan dirinya. Kedua matanya menatap makanan yang sudah ia tata dengan rapi. "Setidaknya ia memakannya sedikit saja sebelum pergi. Tak tau apa, betapa kerasnya aku menyiapkan semua ini! Pasti dia pergi untuk menemui Rania itu," gerutu Naya mendesah sebal.Beberapa menit kemudianCeklekNaya menoleh menatap ke arah pintu tersebut. Senyum manisnya tertoreh dan berharap Alen kembali untuk makan dengannya.Dia kembali! gegas Naya beranjak dari duduknya. Namun, harapannya sirna. Naya terkejut. Ia tersenyum tipis saat melihat orang yang menjadi tempat curhat saat ia ada masalah datang menghampiri dirinya."Naya, maaf! Ibu lancang masuk ke sini. Habisnya pintunya tak teekunci," kata Bu Angel berjalan menghampiri."Tak apa, Bu. Memang pintu itu terbuka lebar untuk menyambut kedatangan Bu Angel," tutur Naya tersenyum.Bu Angel menoleh menatap beraneka mgakanan
Ya Tuhan, siapa orang itu? Kenapa dia masuk dalam villa ini? Apa yang harus aku lakukan? Mas Alen, aku takut!"Mbak Naya, jika mbak tidak mau pulang. Jangan lupa kunci semua pintu ya, Mbak. Dan jangan keluar di waktu malam hari!" Perkataan Diego yang kembali melintas dalam benaknya. Bibir Naya merapat. Jemari tangannya menggenggam erat selimut yang menutupi tubuhnya. Keringat dingin mulai keluar mengimbangi rasa takut yang menguasai dirinya.Perlahan, tangannya turun memegang perut yang terasa menggetarkan tubuhnya.Sayang, maafkan mama, ya? Tak seharusnya mama membiarkanmu ikut cemas seperti ini! gumam batin Naya menghela nafas panjang.Apa orang ini adalah orang yang akan mencelakaiku? batin Naya bertanya. Jantungnya kian berdegup kencang saat hentakan kaki terdengar mengarah padanya. Mas Alen, bagaimana ini? Apa aku benar-benar berpisah sebelum aku bertemu denganmu? Mas Alen, aku ....DegSudut mata Naya mengernyit. Ada sedikit cahaya yang menembus di antara kegelapan yang berad
"Sekarang kamu tau kan, siapa orang yang membuat istri kakak ngambek?" tanya Alen."Jadi, ini semua karena aku?" tanya Rania seakan tak percaya jika dirinya adalah penyebab kaburnya kanaya."Ya Tuhan, Kak Alen! Aku minta maaf, ya?" "Sudahlah! Kamu tak perlu merasa bersalah. Kakak akan mengatasi kesalah pahaman yang terjadi ini," tutur Alen mematikan rokoknya."Tapi, Kak. Aku merasa bersalah banget membuat kakak ipar salah paham gegara pesanku itu." Bibir Rania memanyun. Raut wajahnya yang biasanya selalu ceria mendadak suram akan masalah yang terjadi.Alen menghela nafas panjang. Tangannya dengan lembut mengusap rambut pirang yang dimiliki Rania. "Percayalah! Kakak akan menyelesaikan ini semua dengan cepat. Kakak juga tak sabar memperkenalkan kamu dengan dia. Memperkenalkan adikku yang belum dia ketahui," ujar Alen mencoba menenangkan hati Rania.Drt ... Drt. ...Diego calling ...Tanpa banyak buang waktu, Alen mengangkat telepon dari bodyguard tersebut. Berharap apa yang ia rencanak
Alen mengeryit dan terbelalak kaget saat melihat chat dari Diego."Mas, Mbak Naya keluar dari rumah!"Pesan dari Diego yang membuat Alen terkejut setengah mati. Spontan, Alen menghubungi Diego. Jari jemari tangannya meraih jas yang ia letakkan di bahu kursi putarnya."Diego, kamu di mana?" tanya Alen begitu panik. Suaranya yang lantang membuat Rania terbangun dari tidurnya. Mata yang masih sayu menoleh menatap Alen yang terlihat begitu panik. "Apa yang terjadi, Kak?" tanya Rania menghampiri Alen."Rania, Kakak harus pulang sekarang. Istri kakak keluar dari rumah," gegas Alen pergi meninggalkan Rania seorang diri."Keluar dari rumah?" tanya Rania mengernyitkan keningnya. Jari jemari tangannya mulai menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Apa emang begitu ya, kalo hidup berumah tangga?"Di mobil, Naya terdiam seribu bahasa. Dua bola matanya tak berhenti menatap ke arah jendela mobil yang memperlihatkan pemandangan indah di sepanjang perjalanan.Bisa-bisanya mas Alen bermain di bel