Keesokan paginya Dion berniat minta maaf pada Nanda. Dia masuk ke tempat tidur Nanda lalu bicara dengan nada, jika ia merasa menyesal."Maafkan aku," ucap Dion terduduk di samping Nanda yang saat itu masih tidur di atas ranjang.Menanggapi perkataan Dion, Nanda membalikan badan dan menghadap ke Dion."Minta maaf untuk apa?" tanya Nanda jutek."Aku sudah bikin kamu marah," jawab Dion murung."Kamu gak buat aku marah, aku yang salah. Aku tiba-tiba kacau terus ngamuk dan pergi saja dari kamu," terang Nanda coba menjelaskan perasaannya."Pasal apa kamu ngamuk sama aku?" tanya Dion penasaran.Nanda terdiam, dia pun tidak ingin perpanjang masalah yang sudah berlalu. Buang-buang waktu membahas masalah hati berulang terus, berujung perdebatan."Aku masih lelah mau istirahat sebaiknya kamu keluar," usir Nanda segera tubuhnya belakangi Dion.Lantas Dion keluar pergi dari hadapan Nanda. Dia menunggu Nanda sampai membaik kembali.Dion masih rela menungguin Nanda yang tak kunjung keluar, sesaat ket
Hari demi hari sudah mendekati pernikahan Gerry, tidak ketinggalan tenda penyambutan pengantin wanita di gelar. Selesai resepsi pernikahan Gerry nanti, di rumah Papanya Dion akan di adakan ngunduh mantu. Panggung yang cukup besar sudah terpampang jelas di halaman rumah. Feni sangat antusias dan heboh jika menyangkut acara pesta besar. Nanda berdiri tepat di halaman rumah, dia memandangi sekeliling tampak banyak orang, sibuk menata acara ngunduh mantu Karina.Penyambutan luar biasa untuk Karina, istri Gerry. Berbeda dengan Nanda dulu, ketika Dion dan Nanda menikah. Semua serba mandiri dan sat set, tidak ada kehebohan. Semua di atur Hanif dan wedding orginizer. Tidak ada pesta di rumah Papanya Dion maupun rumah Ayahnya. Feni juga tidak mengadakan ngunduh mantu menyambut dirinya. Ketika ia menjadi istri Dion, hanya penyambutan bendera perang yang berkibar di tengah keluarga Dion."Tidak perlu irih, sebentar lagi tidak ada lagi acara untuk anak-anak dari Feni," omong Dion mengajak Nanda b
Tepat di pagi hari, Nanda puyeng sekali dan rasa mualnya meningkat. Dia berjalan kesakitan dengan perut terasa melilit, rasa mual bergejolak. Gedoran pintu dari Nanda terdengar di telinga Dion, ia gerak cepat membuka pintu ruang kerja."Dion...""Dion...""Bangun perut aku sakit banget," rintih Nanda.Lekas Dion membopong Nanda ke sofa ruang tv, dia memberi Nanda air hangat dan membuat bubur instan sebelum meminum obat mual."Ayo Nanda lima suap aja, paksa jangan mau kalah sama rasa mual kamu. Demi janin kita," bujuk Dion mengelus wajah Nanda."Uuuweeek..." Nanda berlari kencang ke kamar mandi, ia muntah hebat, bahu belakangnya di tepuk-tepuk Dion agar dada Nanda terasa lega.Dion reflek mengendong tubuh Nanda, kerlipan kedua mata Nanda spontan jantungnya berdegub cepat tak beraturan.Kelihatan Dion perhatian sekali pada Nanda, kehangatan dan rangkulan yang di berikan Dion bikin Nanda kembali menyimpan perasaan sayang.Keduanya juga seperti sudah terbiasa meladeni keadaan yang rumit
Nanda di bawah ke rumah sakit, Dokter mengambil tindakan intens dalam pengobatan Nanda. Papanya Dion sangat cemas, sedangkan Feni dan Laura tertawa kecil bahagia di atas penderitaan Nanda. Dion tiba di rumah sakit, dia menanyai bagaiman kondisi Nanda, kenapa Nanda bisa sampai terjatuh dari tangga.Laura bergerak cepat menjelaskan semua perkara palsu. "Aku adu mulut dengan Nanda, waktu aku nyusul Nanda gedor keras pintu kamar Bianca," jelas Laura mengarang."Aku hanya tegur dia, pelan-pelan saja panggil Bianca. Eh, dianya gak terima malah bad mood marah sama aku. Usir aku lah suruh pergi, aku balas aja kalau dia memang gak pantas jadi istri kamu," sambung Laura."Kami saling lepar omongan, Nandanya mau kabur setelah ngantain aku. Tangan kami saling tarik, jadinya kami jatuh berdua," jelas Laura berbeda dari kenyataan."Benar Pa?" tanya Dion pada Papanya."Benar Dion mereka jatuh berdua dari tangga," jawab Papanya Dion.Dion menghela nafas penuh, Nanda memang sangat sensitif apalagi m
Selesai pengobatan dari rumah sakit, Nanda pulang ke rumah. Semua saudara-saudara dari keluarga besar Dion, sudah berkumpul di rumah Papanya Dion karena pernikahan Gerry sudah dekat.Ketika Nanda dan Dion sampai dalam rumah, ketika hendak masuk ke kamar mereka di hadang sebagian keluarga menunjukan simpatinya yang tulus. Ada juga yang sekadar pura-pura peduli bertanya mengenai kondisi Nanda.Reaksi Dion acuh, sebab ia dari kecil tidak terlalu dekat dengan keluarga besar dari pihak Papanya, maupun dari pihak keluarga Feni. Dia tidak hapal nama-nama keluarga besar Papanya, maupun dari keluarga Feni dan Mamanya. Dia juga jarang bergabung dengan para sepupunya, ia menjaga jarak akibat kejadian pahit yang terjadi pada Mamanya. Dia menutup diri dari siapa pun terutama keluarganya sendiri."Cuek aja sayang, lebih baik kamu istirahat di tempat tidur. Aku pastikan akan siaga jagain kamu, kalau pun aku pergi meeting. Hanif yang akan jagain kamu," ujar Dion, mereka masuk ke dalam kamar. Ia bantu
Dua hari setelahnya, tepatnya sebelum malam acara ngunduh mantu di gelar. Sebelum pengumuman resmi dari Papanya, Nanda tidak lepas dari pengawasan Dion. Begitu siaga Dion menjaga Nanda, dia tidak ingin siapa pun lagi yang bisa menyakiti Nanda dan calon anaknya.Dion memandangi wajah Nanda yang sedang di dandani. Ia terus-terusan melihat perut Nanda,Dion bergumam, "Sebentar lagi tujuan aku tercapai merebut perusahaan Papa dan membungkam Feni"."Dion, kamu mikirin apa?" tanya Nanda."Aku mikirin anak kita, cewe atau cowo tapi apapun jenis kelaminnya, dia tetap anak kesayangan aku," seru Dion mencium pipi Nanda."Aku juga Dion, aku rencana habis lahiran. Aku ingin wujudkan rencana kuliah aku," omong Nanda."Iya kamu fokus dulu dengan kehamilan kamu," tanggap Dion."Aku juga cancel les baking aku padahal udah daftar, udah bayar jadinya sia-sia," keluh Nanda."Uang bisa di cari kalau anak itu berkah," kata Dion beri semangat.Mereka berpelukan dan keluar dari kamar mereka menuju rumah Pap
Nekat Laura makin bulat untuk membuat Dion dan Nanda menderita. Dia ingin sekali merusak kebahagiaan Nanda karena kehadiran buah hati Nanda. Penyebab, Dion berubah jauh lebih peka pada Nanda."Akan aku buat Nanda tersiksa," gumam Laura.Di sisi lain tepatnya di kediaman rumah Papanya Dion. Kehebohan berlanjut, Feni mengamuk dan mengumpulkan semua anggota keluarga.Semua keluarga inti hadir dan duduk di ruang keluarga. Termasuk Nanda dan Karina. Dia membahas keputusan Papanya Dion yang menurutnya, secara sepihak menyebut anak dalam kandungan Nanda adalah pewaris sah perusahaan Papanya Dion."Ini benar-benar tidak adil Papa, batalkan semuanya atau terima akibatnya," ancam Feni marah."Aku akan bawa perkara ini ke ranah hukum, aku juga anak laki-laki Papa. Aku berhak juga atas perusahaan Papa," amuk Gerry yang sudah di ajarkan Feni.Tiba-tiba datang suara Mamanya Dion, semua orang terperangah melihat sosok Mamanya Dion masuk ke rumah. Mamanya Dion sudah bisa bicara tapi masih di atas kurs
Hari di mulai, tugas menumpuk menanti untuk Feni dan Bianca. Selesai acara ngunduh mantu pernikahan Gerry dan Karina, peralatan dapur beserekan. Piring dan cangkir masih belum tersusun rapi. Semua sisi rumah kian kacau, asisten rumah tangga mereka pergi, di carikan pekerjaan lain oleh Dion. Feni memasak sarapan berulang kali karena tidak sesuai dengan lidah Mamanya Dion. Dia mengiris bawang dengan air mata tersedu-sedu. Bianca mengucek pakaian yang tidak boleh masuk ke dalam mesin cuci."Mami... bau banget wc pembantu. Mami badan aku bau sabun," rintih Bianca meringis."Diam Bianca, kamu pikir Mami bau parfum mahal apa...! Mami dari petang sudah bau bawang," oceh Feni."Mami kita gak bisa di giniin, kita kabur aja. Cari rumah kontrakan," pekik Bianca sebal."Keluar dari rumah ini sama saja nge gembel, kontrak rumah juga perlu biaya," balas Feni."Mami gak ada apa simpanan harta?" tanya Bianca sambil mengucek pakaian."Ada tapi masih atas nama Papa kamu, belum balik nama. Semua di sita