Orang senang, takut, atau sedih, kadang jadi lupa dengan sekitar.
“Apa maksudmu, Jason? Kenapa kau bicara seolah-olah aku pernah menikah dengan Johan?” Elena memiringkan kepala tanda tak paham. Jason memeluk Elena semakin erat. Justru debaran jantung Jason yang kian meningkat semakin terdengar Elena. Dia kelepasan bicara karena sangat senang dan lega, akhirnya bisa mengatakan perasaannya. Otak Jason segera berputar cepat untuk mencari alasan supaya Elena tak curiga. Sebab, Elena yang sekarang mudah sekali berprasangka. “Maksudku, waktu kau masih menjadi kekasih Johan. Aku terlalu senang hingga salah bicara.” Jason segera mengalihkan pembicaraan yang lebih serius supaya Elena tak lagi bertanya. “Apa kau tidak keberatan menghabiskan waktu yang sia-sia denganku?” Elena mendorong Jason supaya dapat bertatapan dengannya. Dia mengusap pipi Jason dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. “Jangan bilang waktu yang kita punya hanya sia-sia. Bahkan, satu detik yang akan kita lewati bersama sangat berharga untukku. Karena itu, berhentilah membicarakan tent
Kali ini, Elena tak akan bertindak gegabah dengan bertanya langsung kepada Jason maupun William. Dia tak jadi masuk dan diam-diam mendengar percakapan mereka. Sayangnya, Jason telah melihat bayangan Elena. Dia lantas membicarakan masalah lain setelah memberikan isyarat mata kepada William. “Ulang tahun Papa sebentar lagi. Haruskah kita mengadakan pesta di rumah saja?” tanya Jason. Kening Elena berkerut. ‘Kenapa mereka tiba-tiba membicarakan masalah lain?’ Justru dengan mengalihkan percakapan ke topik lain, Elena semakin curiga. Dia kemudian masuk setelah yakin jika Jason dan William tak membicarakan masalah sebelumnya. “Elena, bagaimana pekerjaanmu?” William pura-pura terkejut oleh kedatangan Elena. “Lancar,” balas Elena singkat. “Kau ingin makan siang bersama Papa dan Jason?” “Tidak. Aku hanya ingin menyerahkan laporan. Nanti aku makan siang dengan teman-temanku karena setelah ini masih ada pekerjaan lain.” Melihat dari raut wajah dan mendengar nada suara Elena, Jason yakin j
Elena lekas memakai baju sebelum Jason keluar dari kamar mandi. Dia sesekali melirik ke dalam baju, melihat tanda itu kian memudar. ‘Kenapa bisa seperti ini?’ Elena tak bisa menyembunyikan ketakutan saat penyakit itu muncul lagi. Rasa sakit dan tak berdaya karena kehilangan fungsi panca indra menghantui dirinya. ‘Tetapi, kenapa tidak terasa apa pun?’ Elena meraba dadanya, menekan cukup kuat untuk merasakan sesuatu, tetapi dia tetap tidak merasakan apa pun. Dulu, tanda itu tak bisa menghilang seperti sekarang. Dada Elena pun sering merasa nyeri. Dia pernah memeriksakan ke dokter spesialis mana pun, tetapi obat dari mereka tak ada satu pun yang dapat mengurangi gejalanya. Hanya vitamin beracun dari Anna yang dapat membuat kondisinya membaik. Namun, Elena tahu saat kematiannya jika vitamin itu bukanlah penawar. Jadi, Elena menyimpulkan jika vitamin dari Anna yang menyebabkan penyakit itu. Anehnya, sekarang tiba-tiba gejala itu muncul. ‘Apakah ini merupakan konsekuensi karena menje
Elena menarik gemas pipi Jason. “Suami genit .... Kau jadi ketagihan bercinta setelah diberi lampu hijau berkali-kali.” Jason meringis, memamerkan deretan gigi putih nan rapi. Kemudian, dia mengecup singkat bibir Elena. “Kau membuatku candu, Sayang,” bisik Jason. “Kau memanggilku sayang hanya saat ‘sedang ingin,’ bukan?” cibir Elena. Jason menangkap bibir Elena yang mengerucut dengan ciuman lembut. Suara decapan basah terdengar kala dia menarik bibirnya menjauh. “Kita perlu mengulangi langkah yang sama seperti kemarin agar bisa mengamati penyebab tanda itu muncul, bagaimana?” “Baiklah.” Elena berbaring pasrah seperti kemarin. “Cepat lakukan ....” Berapa kali pun mereka mengulang permainan panas di atas ranjang seperti sebelumnya, tanda itu tak muncul malam ini. Paha Elena sampai gemetaran karena Jason selalu membuat alasan memunculkan tanda supaya bisa bercinta dengannya. Jason seperti pria kesetanan yang tak bisa berhenti memainkan tubuh Elena. Mencoba berbagai gaya baru sesua
“Kutukan?” Brian hampir meledakkan tawa jika tak segera menutup mulutnya. Memang benar jika Lucy yang terbaik dari kampung halamannya, selain para tetua yang tak mungkin bisa diganggu. Tetapi, Brian tak menyangka jika Lucy akan bicara mengada-ada. Di zaman secanggih ini, orang modern seperti Brian tak akan percaya oleh kata seperti kutukan. Lucy menambahkan, “Tapi, seharusnya tidak berbentuk seperti ini ....” Akan tetapi, berbeda dengan Jason dan Elena yang benar-benar menyimak kata-kata Lucy. Sebab, mengulang waktu saja merupakan sebuah misteri besar bagi mereka. Bukan tak mungkin jika kutukan yang dikatakan Lucy sungguh nyata. “Apa maksudmu tidak berbentuk seperti ini?” tanya Jason. “Jangan bilang ... kau percaya dengan kutukan? Oh, ayolah, kita sedang membicarakan penyakit yang sangat nyata.” Brian berdecak-decak tak percaya. Jason yang dikenal rasional itu langsung percaya ucapan Lucy begitu saja? “Lalu, kau bisa menjelaskan ini?” Jason menepuk dadanya. Tanda itu telah hilan
“Ini baru teori saja, Elena. Oleh karena itu, kau perlu mencobanya.” Lucy tampak tak begitu yakin jika dugaan itu benar. Sebab, Lucy tak pernah mengetahui kejadian yang serupa ratusan tahun silam. Banyak pasangan yang mendapatkan kutukan yang sama, tetapi tanda itu tidak berubah. “Aku tidak bisa melakukannya, Lucy. Ada banyak hal yang harus kami persiapkan bersama untuk ulang tahun papa. Kami pun bekerja di tempat yang sama. Bukan itu saja, bukankah aneh aku menjauhi suamiku di saat kami biasa tidur satu ranjang?” Ada satu hal yang tidak Elena katakan kepada Lucy, yaitu perpindahan waktu yang dialaminya. Elena yakin, menjauhi Jason tak akan memberi dampak apa pun. Elena lebih memilih berpikir bahwa tanda itu muncul sebagai kutukan karena dirinya mencurangi waktu. Atau mungkin, Elena hanya tak mau berada jauh dari Jason .... “Kau berhak memilih apa pun yang terbaik untukmu. Tidak ada paksaan supaya kau menjauhi Jason. Aku hanya memberikan saran sesuai kata tetuaku.” Elena mengangg
Ruby menoleh ke kanan kiri, sebelum menutup pintu ruangan di dekat kamar Elena. Dia menarik napas panjang dan menghela pelan, seakan-akan sedang menguatkan hati jika Elena mungkin tak akan memercayai apa yang akan dikatakannya. “Ada apa? Kenapa kau terlihat serius sekali?” Elena terkekeh pelan. Tak biasanya Ruby bersikap seperti orang ketahuan mencuri sesuatu. “Saya mohon, dengarkan saya sampai selesai bicara dulu, Nona. Ini tentang Tuan William dan Nyonya Anna.” Ekspresi Elena yang sebelumnya santai, sontak berubah menegang. Pikirannya langsung tertuju pada William yang sudah tahu tentang keburukan Anna. “Ada apa dengan mereka?” Jantung Elena berpacu kencang menanti Ruby bicara. Dia pikir, Ruby tahu sesuatu karena setiap hari mengamati Anna. Elena pun menyesal karena tak terpikirkan Ruby sebelumnya. Dia seharusnya menyuruh Ruby untuk memata-matai Anna sejak dulu. “Maaf jika saya lancang ikut campur dengan urusan Keluarga Forbes. Tetapi, saya mendengar sesuatu yang tidak seharus
“Tidak ... ini tidak mungkin terjadi ....” Elena ambruk dengan berurai air mata. Sama seperti yang dia alami sebelumnya. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi lagi? Marah. Itulah yang Elena rasakan sekarang. Dia menatap nanar sang ibu tiri penuh amarah dan dendam. Ingin sekali rasanya memukul wanita itu hingga tak sadarkan diri. Namun, kaki Elena terasa lemas sehingga kesulitan berdiri. Johan membantu Elena berdiri dan duduk di kursi. Sementara, suara kedua polisi semakin menjauh, seolah raga Elena tak lagi di tempat sehingga tak dapat mendengar mereka bicara. ‘Apa yang Jason lakukan sekarang? Dia yakin sekali bisa melindungi Papa? Kenapa jadi begini?’ ratap Elena dalam hati. Elena sontak teringat pada sang suami. Jason pergi bersama William, yang artinya Jason juga ada di mobil yang sama. “Bagaimana dengan suamiku? Apakah Jason juga mengalami kecelakaan bersama Papa?” Elena berusaha berdiri, tetapi Johan menghalangi. “Tenang, Elena. Kita masih belum tahu apakah mereka baik-baik sa