"Masya Allah, Dim! Ini kamar apa kapal pecah?"Ibu Dimas sangat kaget saat masuk ke kamar anaknya dan melihat kekacaun yang ada di kamar tersebut. Entah apa yang merasuki anaknya hingga kamar yang biasanya rapi menjadi sangat berantakan. Bantal yang berserakan di mana-mana, baju-baju yang sepertinya keluar dari lemari persembunyiannya. Tidak salah lagi, ini benar-benar penampakan kapal pecah. Hanya orang sinting yang akan betah berada di kamar ini. "Bangun, Dimas! Ini kamar udah nggak ada bentukannya, kamu apain ini kamar?" Ibu Dimas berusaha menarik Dimas yang masih saja tertidur di atas ranjangnya itu dengan bertelanjang dada. Ini Dimasnya yang kelewat pulas tidurnya atau dia hanya pura-pura tertidur? Hanya Dimas yang tahu. "Ayo bangun, kalau kamu nggak bangun Ibu bawakan aer. Ayo bangun!"Tidak ada tanda-tanda Dimas akan bangun, niat ibunya semakin bulat. Dia akan menyiram Dimas dengan air. Dia menuju kamar mandi milik Dimas yang tak kalah berantakannya. Cucian basah yang tidak d
Parkiran mahasiswa kali ini sudah mulai penuh, dan Rey cukup kesulitan mengeluarkan motor Cindy dari sana, sedangkan satpam jaga sedang tidak ada di tempatnya. Padahal kalau ada, Rey bakal meminta bantuannya untuk mengeluarkan motor Cindy tersebut.Dengan hati-hati Rey mengeluarkan motor Cindy dari barisan motor-motor mahasiswa yang lain. Cindy sendiri sudah menunggunya di gerbang kampus. Enak banget jadi dia, siapa yang ngajak jalan, siapa yang harus repot-repot dengan motornya. "Rey?"Sebuah suara yang terasa asing bagi Rey terdengar di telinganya. Motor yang kini sudah dapat keluar dengan baik dari barisan parkir masih dalam kendalinya. Rey melihat ke sumber suara, seorang gadis dengan busana muslimah yang sangat rapi dan lebar. Kalau tidak salah mengenali, gadis ini adalah Zahra teman Aisyah. Beberapa kali mereka pernah bertemu, karena Aisyah pernah memperkenalkan gadis tersebut. "Zahra, ya?" tanya Rey memastikan. Gadis berhijab itu tersenyum ramah sambil mengangguk tanda tebak
Matanya masih saja tidak bisa terpejam, padahal ini sudah jam dua pagi. Rasanya dia tidak mengantuk sama sekali. Diliriknya Aisyah yang tertidur dengan tenang. Naufal tidak berniat untuk mengganggu Aisyah, dia hanya tidak bisa tidur karena terus kepikiran Rey. Naufal tidak tahu di mana saat ini Rey berada. Dia tidak mungkin kembali ke kosannya. Dia tidak akan punya cukup uang untuk kembali kesana. Dari saking kepikirannya Naufal sampai berniat untuk menelpon Rey. Dia ingin memastikan jika Rey saat ini baik-baik saja atau tidak. Tapi, dia urungkan karena tidak mau mengganggu Rey. Pasti saat ini Rey sudah tertidur. "Mungkin dengan cari angin keluar pikiran gua bisa sedikit tenang," gumam Naufal. Setelahnya, Naufal bangun dengan sangat hati-hati karena tidak ingin menganggu Aisyah. Naufal akan keluar rumah. Angin malam mungkin tidak sehat bagi kesehatan, tapi bisa saja angin malam mampu membuat pikiran Naufal lebih jernih. Ya, Naufal akan keluar. Namun, saat dia akan keluar. Dengan ta
Sebulan sudah pernikahan itu berjalan. Masih dengan rencana awal yang harus terlaksana. Rey harus bisa mengandung anak dari Naufal untuk nantinya akan dikatakan anak dari Aisyah. Semua itu harus berjalan dengan mulus, tidak boleh ada yang tahu perihal rencana tersebut. Sampai saat ini, Rey sendiri masih berada di panti asuhan. Sudah empat hari dia berada di sana dan sepertinya hari esok Rey sudah bisa kembali ke rumah Naufal dan Aisyah. Hari ini katanya kedua orang tua Aisyah sudah pulang dan Rey berjanji pada Naufal untuk kembali besok. Karena dia tidak bisa langsung pergi begitu saja tanpa pamit kepada Ibu Aminah. "Kak Tasya bisa gambar?" tanya Intan sambil menghampiri Rey yang masih duduk di halaman panti. Sejak tadi Rey memang sedang menyelesaikan tugas artikelnya yang harus dia setor besok. Dia sengaja mengerjakan di halaman karena dia ingin sambil melihat anak-anak bermain. Rey menghentikan aktivitasnya tersebut, dia melihat Intan sudah dengan buku gambar dan pensil warnanya.
"Selamat ya, Pak, istri anda hamil."Rasanya tidak percaya ketika dokter mengatakan hal itu pada Naufal. Bukan hanya Naufal, Aisyah juga tidak percaya dengan hal itu. Aisyah yang terbaring di ranjang rumah sakit segera bangun dan berniat turun. "Dokter tidak becanda kan?" tanya Aisyah mengulagi. Dia hanya takut jika itu semua hanya kesalahan saja. "Tidak, Bu. Ibu hamil, usia kandungan Ibu sudah menginjak 5 minggu," ucap dokternya dengan seulas senyum.Naufal masih belum bisa berkata-kata. Ini yang diharapkannya selama ini, ini jawaban dari doa-doanya selama ini. "Alhamdulillah... Engkau sungguh maha baik," syukur Naufal. Naufal mendekat pada Aisyah yang sudah membekap mulutnya sendiri. Isak tangis bahagia itu meluncur begitu saja saat pelukan hangat milik Naufal melengkapi rasa bahagianya. "Ini yang kita tunggu, Fal-" Aisyah masih dengan isak tangis dalam pelukan Naufal. "Dalam perut ini ada anak kita, Fal.""Tiga tahun, Fal. Tiga tahun kita menunggu kabar ini," seru Aisyah masih d
Ini masih sangat pagi, yang lainpun sepertinya belum ada yang bangun. Sedangkan Rey sudah berada di kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Dia harus terbangun sepagi ini karena mual yang tiba-tiba datang itu. Rey sudah berada di kamar mandi sejak lima belas menit yang lalu, badannya terasa lemas setelah semua isi perutnya dia tumpahkan. Rey yang masih lemas hanya duduk tak berdaya sambil merasakan ubin kamar mandi yang dingin. Untungnya mual itu sudah hilang, Rey harus segera kembali ke kamarnya untuk berganti dengan pakaian yang lebih bersih. Setelah itu dia akan mengambil wudhu untuk shalat. Ya, dia hanya akan mengambil wudhu, dia tidak akan mandi. Setelah dirasa lebih baik, Rey melanjutkan niatnya tadi untuk kembali ke kamarnya. Diliriknya kamar sebelah yang masih tertutup rapat. Sepertinya penghuni sebelah belum bangun, semalam Rey tidak tahu mereka tidur jam berapa. Karena sehabis isya' Rey langsung tidur karena kelelahan. "Apa aku bangunin mereka, ya?" gumam Rey ragu. Seb
Rey memasuki kamarnya setelah selesai masak dibantu oleh Naufal, lebih tepatnya Naufal yang dibantu oleh Rey. Karena ternyata Naufal lebih jago ketimbang Rey masaknya. Hasilnya juga tak kalah enak dengan buatan Aisyah. Rey berniat untuk istirahat sebentar, karena hari ini tidak ada jadwal. Rey bisa istirahat. Beberapa hari ini kepalanya jadi sering pusing, dia juga jadi sering merasa lemas dan mual. Rey masih berpikir jika itu semua terjadi karena dirinya yang kekurangan jam istirahat.Belum lima menit Rey menidurkan tubuhnya di kasur yang tak seberapa itu. Ponsel di sakunya tiba-tiba berdering. Tanda ada orang yang tengah menelponnya. Meski dalam keadaan sangat malas untuk mengangkat telpon, Rey tak sampai hati untuk mengabaikannya. Siapa tahu itu Ibu Aminah, Rey tak ingin membuat Ibu Aminah kecewa terhadap dirinya."Ya," sapa Rey saat telponnya itu tersambung. Dia juga tak melihat siapa yang tertera di layar ponselnya. Terlalu malas untuk melakukan itu. "Aku punya motor baru!" ter
"Jangan lama-lama," pesan Aisyah."Iya, Syah. Kita juga cuma mau main sebentar," jelas Naufal. Sebeanenya kasihan juga melihat wajah pucat Aisyah. Tapi, dia juga butuh refreshing dengan teman-temannya. Seharian menjaga Aisyah di rumah membuatnya merasa sedikit bosan."Awas! Jangan deket-deket sama Rey. Inget, kita sudah tidak butuh dia lagi. Aku juga sudah hamil," kata Aisyah dengan ketus. Dia tak ingin jika suaminya itu nanti malah kepincut dengan Rey. Meskipin dia yakin jika Naufal tak akan kepincut dengan Rey, rasanya Aisyah memamg perlu mengingatkan tentang itu.Aisyah mau tak mau mengizinkan Naufal pergi berdua dengan Rey karena selama ini juga Naufal tidak pernah mengekang Aisyah ketika dia juga mau keluar dengan teman-temannya yang lain. Sayang saja Aisyah lagi kurang enak badan, kalau dia sehat sudah pasti dia nggak akan ngebiarin Naufal berduaan saja pergi bersama dengan Rey. Aisyah sudah pasti akan ikut."Iya," jawab Naufal singkat.Belum tahu saja Aisyah jika tadi sore Nauf
"Dim, gua hari ini mau ke rumah lu, ya," ucao Rey ketika mereka baru saja keluar dari kelas. Hari ini, kelas mereka keluar secara bersamaan jadi mereka bisa langsung untuk ngumpul.Kalau Naufal? Anak itu tadi katanya mau ke fakultas Aisyah dulu, dia mau memastikan Aisyah masih ada kelas lagi atau tidak. Jadi, saat ini hanya berkumpul Rey, Arfan dan juga Dimas. Seperti biasa, sore-sore begini mereka memilih ngaso di bawah pohon yang berada di halaman fakultas mereka. "Lu yakin?" tanya Dimas."Iya, gua yakin kok. Gua udah sembuh. Lu liat aja kaki gua udah sembuh gini," kata Rey. Sebenarnya tidak benar-benar sembuh. Hanya lebih lumayan ketimbang hari kemarin.Sedangkan Arfan, sejak tadi sepertinya dia tengah sibuk dengan isi pikirannya sendiri. Dia tidak ikut mengobrol dengan Rey dan Dimas. Rey yang menyadari jika Arfan sedang dengan dunianya segera menyenggol Arfan."Lu apaan sih, Rey? Main senggol aja, lu pikir gua ubin? Lu pikir gua dinding bisa lu senggol?""Lagian lu kenapa? Kayak
Rey menghapus air matanya yang terus saja mengalir meski sudah berusaha untuk ditahan oleh Rey. Rasa sesak itu belum hilang dari dada Rey. Jujur saja, kenyataan tentang kehamilan Aisyah itu membuat Rey terus kepikiran. Rey masuk ke dalam rumah ketika Aisyah masuk ke dalam kamarnya menyusul Naufal, saat itu Rey diam-diam masuk ke dalam kamarnya. Namun, sampai di dalam kamarnya Rey masih tak bisa menghentikan air mata yang terus saja mengalir bak anak sungai di pipinya. Rey tahu hal ini cepat atau lambat akan terjadi, pernikahannya dengan Naufal hanyalah pernikahan kompromi yang hanya ingin mendapatkan anak. Dan sekarang, Naufal ataupun Aisyah sudah tidak membutuhkan dirinya lagi. Sesal memang tidak datang sejak awal. Andaikan dulu Rey bisa meyakinkan Aisyah bahwa dia bisa memiliki anak tanpa harus melibatkan Rey, mungkin pernikahan ini tidak akan terjadi. Andai setiap kali Dimas menawarkan untuk bekerja di toko orang tuanya Rey sanggupi tanpa perlu pikir panjang, mungkin Rey tidak akan
"Kak Rey," panggil Cindy dengan setengah teriak.Akhirnya, setekah beberapa hari Cindy tidak ketemu dengan Rey. Kali ini Cindy sangat bahagia karena dia bisa ketemu dengan Rey, meskipun saat ini Rey tengah bersama dengan tiga temannya yang lain. Cindy tidak peduli, yang penting dia bisa ketemu dengan Rey.Berbeda dengan Cindy yang tampak bahagia karena bisa ketemu dengan Rey, Naufal tampak tak suka ketika Cindy berjalan mendekati mereka. Naufal ingat ketika di mana Rey sedang bersama dengan Naufal dan tiba-tiba Cindy ini menelpon Reu dan mengajak Rey untuk ketemuan."Akhirnya ketemu juga," ucap Cindy setelah dirinya sampai di dekat Rey. Cindy langsung duduk di samping Rey, tidak peduli dengan ketiga teman Rey yang ada di sana sambil melihat sikap Cindy yang cukup clingy terhadap Rey."Ada apa, Cin?" tanya Rey."Kangen tahu," ujar Cindy sambil terlihat manja dengan Rey. Rey tidak menyangka dengan sikap Cindy yang tiba-tiba itu, Rey cukup risih. Padahal, Cindy sudah biasa seperti ini de
Sebelum subuh, Rey sudah berada di kamar mandi kareena merasakan mual yang tak terkira. Sudah berulang kali dia memuntahkan isi perutnya, tapi mualnya itu tetap tak juga hilang."Huek ... Huek ...."Rey merasa sangat lemas, belum lagi kakinya yang sekarang malah terlihat bengkak. Padahal, semalam seperti tidak apa-apa. Untuk jalan Rey merasa sangat kesulitan, sekarang Rey harus merasakan lemas karena mual."Gua kenapa, sih? Perasaan mualnya nggak ilang-ilang dari kemarin," keluhnya.Rumah masih sepi, karena ini memang masih belum masuk waktu subuh. Mungkin Naufal atupun Aisyah masih terlelap tidur. Untung Rey merasakan mual ini sekarang, entah jika nanti. Rey hanya tidak ingin membuat Aisyah ataupun Naufal harus merasa khawatir dengan dirinya. Cukup dengan numpang makan dan tinggal gratis di rumah ini saja. Rey tak ingin merepotkan mereka dengan hal lain.Di sisi lain, Aisyah terbangun karena merasa kebelet pipis. Aisyah melirik Naufal yang masih terlelap. Setelah memasang kembali jil
Sampai di rumah, Aisyah sudah tampak berdiri di teras kontrakan mereka yang sederhana itu. Rey turun setelah Naufal membukakan pintu mobilnya. Dan itu tidak lepas dari pandangan Aisyah, seketika hati Aisyah terasa terbakar. "Loh, kok kamu ada di luar?" tanya Naufal.Aisyah tak menjawab, dia masih menatap tajam ke arah Rey yang berjalan dengan kaki pincang. "Dia kenapa?" tanya Aisyah dengan nada yamg sangat kentara jika dia marah terhadap Rey. Pertanyaan itu dia tujukan pada Naufal.Rey memilih menundukkan kepalanya, karena selain karena Rey sedikit takut Aisyah marah, Rey juga sedang berusaha untuk menyembunyikan merah di bagian lehernya akibat perbuatan Naufal. "Itu yang aku bilang tadi, Syah," kata Naufal sambil melirik Rey yang masih menunduk. Naufal sebenarmya juga tak tenang saat tahu Aisyah sudah menunggu mereka, Naufal takut jika Aisyah melihat bekas perbuatannya di leher Rey. "Rey tadi jatuh dari motor.""Kok bisa?" Aisyah menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya dia naik motor
"Aw, sakit tahu, Fal," keluh Rey. Karena kakinya tersentuh kasa seperti itu makin tambah perih saja."Apa gua bilang! Ngeyel, sih. Untung lu nggak apa-apa," protes Naufal sambil membersihkan luka di kaki Rey.Rey yang tadinya sedang mencoba motor gede milik Dimas berakhir tragis dengan mencium aspal yang membuat kakinya luka. Lengan sebelah kirinya juga seperti patah, cuma sepertinya, karena sampai saat ini Rey masih kekeh tak mau dibawa ke rumah sakit. Suasana seru itu langsung berubah panik saat Rey terjatuh dari motor gede milik Dimas. Orang-prang yang ada di taman itu juga sempat panik dan berkerumun untuk melihat Rey. Tapi akhirnya mereka pergi juga setelah tahu Rey hanya lecet sedikit."Sorry, Dim. Gua nggak sengaja," kata Rey yang merasa bersalah. Ini semua terjadi dengan tiba-tiba, Rey menjadi sangat pusing dan mual saat sebelum kejadian jatuh tersebut. Pusing dan mual yang datang tiba-tiba. Rey yang tak fokus itu akhirnya terjatuh juga. "Gua ganti deh. Kayaknya itu spion mot
"Jangan lama-lama," pesan Aisyah."Iya, Syah. Kita juga cuma mau main sebentar," jelas Naufal. Sebeanenya kasihan juga melihat wajah pucat Aisyah. Tapi, dia juga butuh refreshing dengan teman-temannya. Seharian menjaga Aisyah di rumah membuatnya merasa sedikit bosan."Awas! Jangan deket-deket sama Rey. Inget, kita sudah tidak butuh dia lagi. Aku juga sudah hamil," kata Aisyah dengan ketus. Dia tak ingin jika suaminya itu nanti malah kepincut dengan Rey. Meskipin dia yakin jika Naufal tak akan kepincut dengan Rey, rasanya Aisyah memamg perlu mengingatkan tentang itu.Aisyah mau tak mau mengizinkan Naufal pergi berdua dengan Rey karena selama ini juga Naufal tidak pernah mengekang Aisyah ketika dia juga mau keluar dengan teman-temannya yang lain. Sayang saja Aisyah lagi kurang enak badan, kalau dia sehat sudah pasti dia nggak akan ngebiarin Naufal berduaan saja pergi bersama dengan Rey. Aisyah sudah pasti akan ikut."Iya," jawab Naufal singkat.Belum tahu saja Aisyah jika tadi sore Nauf
Rey memasuki kamarnya setelah selesai masak dibantu oleh Naufal, lebih tepatnya Naufal yang dibantu oleh Rey. Karena ternyata Naufal lebih jago ketimbang Rey masaknya. Hasilnya juga tak kalah enak dengan buatan Aisyah. Rey berniat untuk istirahat sebentar, karena hari ini tidak ada jadwal. Rey bisa istirahat. Beberapa hari ini kepalanya jadi sering pusing, dia juga jadi sering merasa lemas dan mual. Rey masih berpikir jika itu semua terjadi karena dirinya yang kekurangan jam istirahat.Belum lima menit Rey menidurkan tubuhnya di kasur yang tak seberapa itu. Ponsel di sakunya tiba-tiba berdering. Tanda ada orang yang tengah menelponnya. Meski dalam keadaan sangat malas untuk mengangkat telpon, Rey tak sampai hati untuk mengabaikannya. Siapa tahu itu Ibu Aminah, Rey tak ingin membuat Ibu Aminah kecewa terhadap dirinya."Ya," sapa Rey saat telponnya itu tersambung. Dia juga tak melihat siapa yang tertera di layar ponselnya. Terlalu malas untuk melakukan itu. "Aku punya motor baru!" ter
Ini masih sangat pagi, yang lainpun sepertinya belum ada yang bangun. Sedangkan Rey sudah berada di kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Dia harus terbangun sepagi ini karena mual yang tiba-tiba datang itu. Rey sudah berada di kamar mandi sejak lima belas menit yang lalu, badannya terasa lemas setelah semua isi perutnya dia tumpahkan. Rey yang masih lemas hanya duduk tak berdaya sambil merasakan ubin kamar mandi yang dingin. Untungnya mual itu sudah hilang, Rey harus segera kembali ke kamarnya untuk berganti dengan pakaian yang lebih bersih. Setelah itu dia akan mengambil wudhu untuk shalat. Ya, dia hanya akan mengambil wudhu, dia tidak akan mandi. Setelah dirasa lebih baik, Rey melanjutkan niatnya tadi untuk kembali ke kamarnya. Diliriknya kamar sebelah yang masih tertutup rapat. Sepertinya penghuni sebelah belum bangun, semalam Rey tidak tahu mereka tidur jam berapa. Karena sehabis isya' Rey langsung tidur karena kelelahan. "Apa aku bangunin mereka, ya?" gumam Rey ragu. Seb